Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TEOLOGI EKOLOGI (EKOTEOLOGI)

GURU: AlBETDRI MARPAS YENDO, S.Pd

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:

HIZKIA VEBRIAN TAMBUNAN (7277)


KARINA GRECIA LAUREN (7293)
RIVALDA MAYLANO SULIE PUNUH (7382)
VIVIEN INTAN PUTRISIA (7418)
YUNES (7429)

KELAS: XI MIPA 2

SMA NEGERI 2 PANGKALAN BUN

2023
KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yesus, atas berkat dan anugerah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “TEOLOGI EKOLOGI”.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
selama proses penyusunan dan pihak-pihak yang telah menyediakan sumber informasi untuk
makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan terutama bagi pembaca
umumnya. Akhir kata, kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kesalahan dan kiranya kita semua menjadi orang yang taat kepada Allah dan Firman
Tuhan.

Pangkalan Bun, 20 Maret 2023

1
DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………………………………….3

1.1 LATAR BELAKANG


1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN

BAB II : PEMBAHASAN……………………………………………………………………….4

2.1 PENGERTIAN TEOLOGI EKOLOGI


2.2 BAGAIMANA PRINSIP STRATEGI TEOLOGI EKOLOGI
2.3 APA DAMPAK JIKA TIDAK ADA TEOLOGI EKOLOGI

BAB II : PENUTUP……………………………………………………………………………10

3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………11

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Eco theology atau teologi ekologi adalah bagian dari ilmu Etika Sosial Kristen. Ilmu ini
mendalami pengertian Kristen tentang alam semesta dan penciptaan, khususnya tanggung
jawab orang Kristen terhadap lingkungan hidup, dan seringkali disebut juga “Teologi
Lingkungan hidup”.
Dalam studi keagamaan ekologi memasuki konsep sentral sebagai gerakan kelompok
intelektualagama yang mengajak manusiabertanggung jawab atas penjagaan dan perawatan
keseimbanganalam dengan mengembangkan berbagai tafsiran dalam karya-karya teologis.
Hal ini ditunjukan agar manusia, terutama orang Kristen, menyadari bahwa krisis ekologi itu
dapat mengakibatkan penderitaan dan ancaman manusia secara global.
Menurut Djaka Soetapa, dalam studi keagamaan ekologi memasuki konsep sentralsebagai
Gerakan kelompok intelektual agama yang mengajak manusia bertanggung jawab atas
penjagaan dan perawatan keseimbangan alam dengan mengembangkan berbagai tafsuran
dalam karya-karya teologis.
Usaha-usaha serius harus dilakukan atas studi ekologis. Hal ini ditunjukanagar manusia,
khususnya orang Kristen, menyadari bahwa dampak krisis ekologi itu dapat mengakibatkan
penderitaan dan ancaman bagi manusia secara global. Jika alam rusak, bukanhanya pihak
yang merusak alam yang merasakan akibatnya. Mereka yang berada di sekitar lingkungan
alam yang rusak pun pasti akan merasakan akibatnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Demi kemudahan dalam penulisan dalam bentuk makalah, maka perlu kiranya penulis
menjabarkan rumusan masalah sebagai langkah awal dalam penulisan makalah. Rumusan
masalah adalah sebagai berikut:
a. Apa pengertian dari teologi ekologi?
b. Bagaimana prinsip strategi teologi ekologi?
c. Apa dampak jika tidak ada teologi ekologi?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dalam penulisan Makalah Teologi Ekologi ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui teologi ekologi
b. Untuk prinsip teologi ekologi
c. Untuk mengetahui dampak jika tidak ada teologi ekologi

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN TEOLOGI EKOLOGI


Kata ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, ahli biologi Jerman pada
tahun 1869. Arti kata oikos berarti rumah atau tempat tinggal, dan logos bersifat telaah atau
studi. Jadi ekologi adalah ilmu tentang rumah atau tempat tinggal makhluk. Sebagai rumah
atau tempat tinggal makhluk hidup seharusnya dapat dijaga kestabilannya agar menjadi
rumah atau tempat tinggal yang nyaman bagi makhluk hidup. Ekologi menjadi suatu disiplin
ilmu yang didalamnya terdapat suatu organisme lain yang saling membutuhkan. Dapat
dikatakan bahwa ekologi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal-balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya. Hubungan timbal balik ini diperlukan tanggung
jawab moral dari masing-masing organisme untuk menjaga kestabilan ekologi, terkhusus
manusia sebagai makhluk yang berakal budi. Manusia dan kepentingannya menjadi hal yang
paling menentukan tatanan ekosistem dan kebijakan yang diambil untuk alam, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Realitas ekologi yang dapat ditemui saat ini adalah krisis
ekologi yang sulit untuk diatasi. Dalam teori antroposentris yang ditulis oleh Sonny Keraf,
dikatakan bahwa pola hubungan antara manusia dan alam hanya sebatas relasi instrumenal.
Alam dianggap sebagai alat pemenuhan kebutuhan manusia. Kepedulian terhadap alam
dinilai sebagai suatu tanggung jawab untuk kelangsungan hidup manusia ke depan, bukan
karena alam memiliki nilai pada dirinya sehingga pantas untuk dilindungi.
Ekoteologi memiliki tempat yang penting dalam kesaksian Alkitab. Bumi dan segala
isinya menjadi tempat tanda perjanjian antara Allah dan manusia. Kitab Kejadian 1,
merupakan awal perjalanan Allah menunjukkan hasil karyanya. Allah melengkapi ciptaannya
dengan satu ciptaan yang akan membantu Allah dalam menjaga dan merawat seisi bumi.
Alkitab menegaskan bahwa Allah memiliki cinta dan kasih yang sangat besar kepada bumi
ciptaannya. Manusia adalah ciptaan Allah yang terakhir yang diciptakan secitra dengan
Allah (Kej 1:27). Sebagai citra Allah, manusia diberikan tanggung jawab untuk berkuasa atas
bumi. Hal ini menjadi suatu keuntungan bagi manusia yang diberikan oleh Allah. Dalam
Kitab Kejadian 2, Manusia mempunyai martabat untuk mengenali dan menyadari diri sendiri
juga orang lain. Kebebasan yang bertanggung jawab diberikan oleh Allah kepada manusia
menunjukkan bahwa manusia adalah rekan kerja Allah yang dalam menata, menjaga,
memelihara dan mengembangkan seluruh alam semesta ini.
Selanjutnya, dalam Kitab Kejadian 3-4 manusia mulai menunjukkan kegagalan dalam
menggunakan kebebasan yang telah Allah berikan. Manusia melanggar perintah dan
ketetapan yang Allah berikan. Bumi mengalami krisis dan bencana lingkungan hidup yang
disebabkan oleh kesalahan pola hidup dan tingkah laku manusia terhadap alam. Hal ini

4
bermula ketika manusia menempatkan dirinya sebagai pusat alam semesta dan tuan dari
segala yang ada di bumi, sedangkan ciptaan lainnya hanya sebagai alat dan instrumen
pelengkap untuk tujuan hidup manusia. Keutuhan ciptaan yang telah rusak harus dipulihkan
dan diselamatkan. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab baru bagi manusia. Pertobatan
ekologis sangat diperlukan guna kelangsungan hidup ciptaan Allah. Kesadaran diri sebagai
makhluk ciptaan yang sempurna, manusia perlu mengingat kembali kebebasan yang
bertanggung jawab yang pernah diberikan Allah demi kelangsungan hidup manusia.
Menurut perspektif iman Kristen dalam cerita penciptaan dikatakan bahwa manusia
diciptakan bersama dengan seluruh alam semesta. Itu berarti bahwa manusia mempunyai
keterkaitan dan kesatuan dengan lingkungan hidupnya. Akan tetapi, diceritakan pula bahwa
hanya manusia yang diciptakan sebagai gambar Allah ("Imago Dei") dan diberikan
kewenangan untuk menguasai dan menaklukkan bumi dengan segala isinya. Jadi di satu segi,
manusia adalah bagian integral dari ciptaan (lingkungan), akan tetapi di lain segi, ia
diberikan kekuasaan untuk memerintah dan memelihara bumi. Maka hubungan manusia
dengan lingkungan hidupnya seperti dua sisi dari mata uang yang mesti dijalani secara
seimbang.
Kesatuan manusia dengan alam terlihat jelas dari unsur materi yang Allah gunakan
untuk menciptakan manusia, yakni dari debu tanah. Oleh karena itu, merusak alam dalam
perspektif iman Kristen, sama saja dengan merusak unsur utama dari diri manusia. Tidak
dapat disangkal bahwa keterikatan manusia dengan alam membuat manusia bertanggung
jawab penuh akan kelestarian alam di sekitarnya (Kejadian 2:15). Mengusahakan yang
dimaksud dalam Kejadian 2:15, ialah “Manusia sebagai citra Allah seharusnya
memanfaatkan alam sebagai bagian dari ibadah dan pengabdiannya kepada Allah. Dengan
kata lain, penguasaan atas alam seharusnya dijalankan secara bertanggung jawab:
memanfaatkan sambil menjaga dan memelihara. Ibadah yang sejati adalah melakukan apa
saja yang merupakan kehendak Allah dalam hidup manusia, termasuk hal mengelola
("abudah") dan memelihara ("samar") lingkungan hidup yang dipercayakan kekuasaan atau
kepemimpinannya pada manusia.”

2.2 PRINSIP STRATEGI TEOLOGI EKOLOGI


Setiap orang didorong untuk memahami kehadiran Allah dalam hidupnya. Oleh karena
itu, teologi ekologi harus bertumpu pada pemahaman bahwa Allah hadir bukan hanya bagi
manusia, melainkan juga dalam alam semesta karya-Nya itu. Sesuai dengan misi Allah pada
alam ini, teologi ekologi harus mempertimbangkan berbagai kebaikan yang Allah hadirkan
itu dalam alam semesta yang telah diciptakan-Nya sehingga kualitas relasi antara Allah
dengan manusia serta manusia dengan alam semesta tergambar melalui penatalayanan
manusia atas alam karya Allah ini. Itulah sebabnya teologi ekologi benar-benar
mengemukakan tentang relasi berkualitas secara segitiga, yakni Allah dan alam, manusia
dengan Allah, dan manusia dengan alam.

5
Alam yang diciptakan dalam keadaan baik adanya, sangat disayangkan apabila tidak ada
yang memelihara dan mengaturnya. Allah menginginkan agar alam ciptaannya dipelihara
sebaik-baiknya, dalam hal itulah Allah mempercayakan manusia untuk melanjutkan tugas
Allah menjaga seluruh ciptaan. Manusia dibekali dengan akal budi sebagai suatu kelebihan
dan anugerah yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya agar dapat melakukan tugas dan
tanggung jawabnya dengan baik. Hal ini menjadi tugas besar bagi manusia, dengan
kemampuan yang diberikan manusia harus mengupayakan diri untuk hidup dan juga
mengatur dan memelihara semua itu.
Menjaga dan memelihara alam juga menjadi tugas dari gereja yang berdiri di tengah-
tengah alam ciptaan Allah. Gereja sering kali mendapat kritikan dari para pecinta lingkungan
bahwa gereja berfokus pada khotbah-khotbah yang mengarah pada pengajaran tentang iman
dan keselamatan tetapi lupa akan penatalayanan ekologi. Gereja perlu mendorong
masyarakat untuk memahami tentang pemahaman dan praktik penatalayanan ekologi.
Berikut adalah langkah-langkah teologis yangmenunjukkan peran dalam menghadapi
krisis ekologi yang sedang terjadi:
1. Menunjukkan kepedulian terhadap ciptaan dengan mengingat kembali bahwa bumi
sebagai oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal.
2. Manusia sebagai pusat utama di bumi dengan tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai
pengurus seluruh ciptaan.
3. Gaya hidup manusia yang menunjukkan kepedulian terhadap alam.
4. Menyadarkan terus tentang kerusakan lingkungan hidup yang berdampak langsung kepada
manusia. Gereja perlu menyuarakan kritik atau memberikan masukan-masukan bagi
masyarakat ataupun pemerintah terkait dengan upaya melestarikan lingkungan hidup
5. Perayaan lingkungan hidup dalam liturgi. Misalnya membuat ibadah khusus untuk
merayakan lingkungan hidup. Dalam ibadah, ada baiknya kita melakukan penyesalan dosa
yang dilakukan terhadap alam semesta karena ulah manusia yang telah merusak alam.
Pentingnya juga untuk menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu rohani yang bertemakan
alam.
Sederhananya, manusia dipanggil oleh Allah untuk menjadi penatalayanan, pengurus
rumah ciptaan Allah. Seorang penatalayanan adalah seorang pelayan dan pengawas, yang
dipercayakan oleh Allah dan memiliki kehidupan yang baik. Seorang penatalayanan dapat
menjalankan mandat dari Allah yaitu menggunakan seluruh ciptaan Allah dengan baik dan
bijak. Mandat ini menjadi suatu hadiah untuk manusia yang harus dijaga, tetapi terkadang
manusia sering melupakan tugas itu dan memposisikan diri sebagai pencipta dari seluruh
yang ada di bumi. Mandat yang diberikan Allah bukan suatu hal yang biasa saja, tetapi
menjadi suatu tanggung jawab besar untuk dilakukan dan juga manusia harus menunjukkan
keadilannya terhadap seluruh ciptaan yang ada.
Lalu bagaimana respon manusia terhadap alam? Dalam karya penciptaan Allah dalam
kitab Kejadian merupakan hasil karya yang begitu mengesankan. Tidak bisa dipungkiri
bahwa manusia hadir (diciptakan Allah) di dunia setelah Allah menciptakan dunia (alam) ini.
Apakah tujuan Allah untuk menciptakan Alam (hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam sekitar)
6
terlebih dahulu lalu menciptakan manusia? Tentunya agar manusia bertanggung jawab atas
hasil Allah yang begitu luar biasa ini. Memang dalam Kejadian 9 menunjukkan betapa alam
ini telah menjadi rusak akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa. Namun demikian, keadaan
alam yang telah rusak sekali pun tidak mengurangi nilainya. Oleh karena itu, James
Montgomery Boice memberikan beberapa hal yang perlu untuk dilakukan oleh manusia demi
menjaga alam ciptaan Allah:
1. Manusia harus bersyukur untuk dunia yang telah Allah jadikan dan memuji Dia untuk hal
itu
2. Manusia harus bersuka atas ciptaan. Bersuka erat kaitannya dengan bersyukur, tetapi itu
adalah suatu langkah melampaui bersyukur.
3. Manusia (orang-orang Kristen) harus menunjukkan suatu tanggung jawab terhadap alam.
Kita seharusnya tidak menghancurkannya hanya demi menghancurkannya, tetapi seharusnya
berusaha untuk mengangkatnya kepada potensinya yang paling penuh.
4. Alam semesta harus digunakan oleh manusia dengan cara yang semestinya.
5. Setelah mereka merenungkan alam dan menghargainya, orang Kristen seharusnya sekali
lagi berpaling kepada Allah yang menjadikan dan menopangnya setiap saat dan seharusnya
belajar untuk memercayai Dia. Allah memelihara alam, sekalipun alam disalahgunakan
karena dosa-dosa kita.

2.3 DAMPAK TEOLOGI EKOLOGI


Manusia berpotensi melakukan eksploitasi alam secara besar-besaran tanpa
mempertimbangkan pelestarian alam tersebut. Tentu saja, jika manusia tidak melakukan
penghormatan terhadap alam, keseimbangan alam tidak akan terjaga dan ekosistem pun
mengalami guncangan. Persoalan akan muncul karena alam tidak akan mampu memberikan
kualitas kehidupan kepada manusia dan dampaknya akan terasa juga bagi manusia. Itulah
yang dikemukakan Stott bahwa penyebab utama krisis ekologi adalah keserakahan insani
yang dampaknya dirasakan hingga pada masalah banjir dan perubahan iklim secara
mengerikan.
Untuk menjawab dan memahami pergulatan seputar ekploitasi alam dan hancurnya
peradaban atas alam ini, Robert Borrong menawarkan sebuah gagasan, yakni Etosfer. Yang
dimasudkan dengan etosfer adalah sebuah etika dan moralitas yang bukan diciptakan oleh
manusia, melainkan diberikankepadanya oleh sang Pencipta sebagai perlengkapan yang
mutlak diperlukan untuk menyejahterakan hidupnya dan lingkungannya. Kata etosfer tentu
tidak akan ditemukan dalam kamus karena ini adalah sebuah “ciptaan” yang dikemukakan
oleh Robert Borrong untuk menunjuk pada etika dan moralitas atas alam itu. Namun, yang
dimaksudkan adalah sebuah gagasan yang berkaitan dengan tata nilai kehidupan yang harus
dipegangi manusia sehinga ia mampu mengendalikan dirinya dan relasinya terhadap alam
sekitar sehingga ia pun mampu menata kehidupannya bersama alam itu secara sosial dan
spiritual sehingga kesejahteraan dapat terjaga dan terpelihara dengan baik. Jika gagasan ini
dipahami dan dijadikan nilai dalam kehidupan manusia, kesejahteraan manusia dan alam
7
terjaga sehingga keresahan seputar perubahan iklim pun dapat diatasi dengan baik. Di sinilah
nilai ekologi itu mendapat tempatnya. Oleh karena itu, manusia tidak hanya dikaruniai
ekosfer (lingkungan tempat tinggal dan sumber hidup), tetapi juga teknosfer (teknik dan ilmu
pengetahuan) dan etosfer (kearifan, kebijaksanaan, hati nurani) sehingga ia mampu, dengan
dukungan alam dan kemampuan teknis, mengelola kehidupan secara tepat, baik, dan benar.
Itulah sebabnya etika ekologi tidak boleh bersifat antroposentris atau berpusat pada
manusia. Bahaya etika ekologi yang berpusat pada manusia berpotensi membangun
keserakahan manusia sehingga manusia bisa menjadi semena-mena dan mengabaikan
penatalayan atas alam yang Tuhan ciptakan ini. Etika ekologi atau yang dalam pemahaman
Borrong disebutnya sebagai etosfer dimaksudkan sebagai sebuah tata nilai yang harus
diupayakan manu-sia sehingga seluruh karya Tuhan dalam dunia ini mengalami
keseimbangan dan mampu menciptakan relasi berkualitas, bahkan alam memberikan hasil
yang besar sebagaimana yang Tuhan nyatakan dalam Alkitab.
Di samping ekologi, sesuai dengan topik bahasan pada materi ini, secara prinsip, manusia
harus bertumpu pada kerangka berpikir teologis. Teologi berasal dari kata theos yang berarti
‘Allah’, dan logos yang berarti ‘firman’. Dalam kerangka pemahaman ini, teologi adalah
percakapan atau pemahaman tentang firman Allah. Dalam teologi, setiap orang didorong
untuk memahami kehadiran Allah dalam hidupnya. Oleh karena itu, teologi ekologi harus
bertumpu pada pemahaman bahwa Allah hadir bukan hanya bagi manusia, melainkan juga
dalam alam semesta karya-Nya itu. Sesuai dengan misi Allah pada alam ini, teologi ekologi
harus mempertimbangkan berbagai kebaikan yang Allah hadirkan itu dalam alam semesta
yang telah diciptakan-Nya sehingga kualitas relasi antara Allah dengan manusia serta
manusia dengan alam semesta tergambar melalui penatalayanan manusia atas alam karya
Allah ini. Itulah sebabnya teologi ekologi benar-benar mengemukakan tentang relasi
berkualitas secara segitiga, yakni Allah dan alam, manusia dengan Allah, dan manusia
dengan alam. Di sinilah tata nilai etosfer, ekosfer, dan teknosfer itu. Jika dikembangkan dan
dikendalikan dalam kerangka teologi ekologi, seluruh keseimbangan dapat tetap terjaga
dengan baik. Isu pemanasan global dan efek rumah kaca yang berdampak pada perubahan
iklim dapat diminimalisasi melalui kesadaran manusia atas teologi ekologi yang dianut dan
dikembangkannya, serta yang diwujudkan dalam praktik kehidupannya sehari-hari.
Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini sudah sangat menggelisahkan. Selama ini
soal-soal lingkungan hidup tidak menonjol dalam kajian misi pelayanan Kristen, khususnya
gereja. Tanpa disadari bahwa lingkungan berkaitan erat dengan ekonomi dan politik.
Ekonomi dan politik tidak akan berkembang tanpa kehadiran lingkungan hidup, tetapi yang
terjadi adalah ketidakadilan terhadap lingkungan hidup terus dilakukan. Kerusakan
lingkungan terjadi akibat, perlakuan manusia. Alam tidak dapat bersuara, alam hanya
memberikan tamparan melalui bencana alam yang terjadi. Sudah waktunya untuk manusia
menyadari alam ini milik Tuhan, tanggung jawab terhadap alam menjadi bagian yang krusial
dalam misi gereja.
Sebagai orang yang telah dipilih dan dipanggil dalam suatu persekutuan, gereja memiliki
tugas yang dapat dilakukan bersama dalam konteks tanggung jawab terhadap lingkungan
8
hidup. Gereja terpanggil tidak hanya untuk melakukan pelayanan terhadap sesama manusia
tetapi juga terhadap seluruh ciptaan. Perlu dipahami bahwa melestarikan dan memelihara
ciptaan juga menjadi bagian dari tujuan misi gereja. Jika kehadiran gereja bertugas untuk
melanjutkan misi Kristus dan Allah guna mewujudkan perdamaian di tengah-tengah
kehidupan manusia, gereja juga seharusnya mampu menghadirkan perdamaian antara
manusia dan alam ciptaan yang menunjukkan keharmonisan antara manusia dan
lingkungannya. Gereja tidak lagi dapat menolak panggilannya untuk melakukan tugas dan
tanggung jawab memelihara dan melestarikan lingkungan. Hal ini menjadi bagian kesaksian
gereja akan karya penyelamatan Allah bagi seluruh ciptaan.
Gereja dapat mewujudnyatakan kesaksian ini dengan menyadari pentingnya melek
ekologi. Gereja tidak lagi menutup mata dengan permasalahan ekologi yang terjadi. Sudah
waktunya gereja memulai kembali membangun pola-pola relasi antar makhluk hidup. Melek
ekologi akan membantu gereja dalam mendekatkan manusia dengan alam yang selama ini
hidup dengan jarak. Alam bukan lagi sebagai objek eksploitasi melainkan subjek mitra
kehidupan. Sudah saatnya manusia hadir dengan ramah terhadap alam, memperbaiki relasi
yang telah lama dirusak. Pemahaman iman Kristen juga menganjurkan untuk menahan diri.
Demi upaya pemeliharaan, pelestarian dan pemulihan lingkungan hidup membutuhkan
pembatasan dalam hal konsumsi. Gaya hidup dan kesenangan diri sendiri yang tidak dibatasi
nantinya akan kembali merusak relasi yang telah terjalin antara manusia dan alam. Dalam hal
ini peran gereja sangat dibutuhkan. Gereja dapat menekankan kembali bahwa seluruh ciptaan
ada dengan tujuan untuk memuliakan Tuhan, bukan untuk kepuasan diri sendiri. Alam
membutuhkan kepedulian dari manusia, sehingga alam perlu untuk dirawat dan dilestarikan.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Ekoteologi merupakan salah satu ilmu teologi yang membahas tentang ekologi.
Ekoteologi mengambarkan hubungan antara lingkungan dengan manusia dan Allah. Tugas
dan tanggung jawab manusia terhadap alam yang banyak dijelaskan dalam Alkitab, tidak
sepenuhnya dilakukan dan dilaksanakan dengan baik. Kebebasan yang diberikan Allah
kepada manusia disalahartikan sehingga manusia dengan mudahnya merusak alam. Bukan
lagi sebagai mitra kehidupan, tetapi alam menjadi alam pemenuhan kebutuhan manusia tanpa
adanya upaya pelestarian sehingga banyak terjadi krisis ekologi.
Krisis ekologi yang terjadi saat ini seharusnya menjadi perhatian dari gereja dan orang-
orang Kristen. Kita perlu keluar untuk melihat persoalan lingkungan terjadi. Bukan lagi
terkurung dalam setiap sudut ruang, tetapi sudah saatnya kita memahami tentang praktik
penatalayan ekologi. Alam membutuhkan peran kita murid-murid Kristus untuk melakukan
upayaupaya pelestarian. Upaya pelestarian dapat dimulai dari kesadaran dalam diri untuk
dapat membatasi diri untuk tidak merusak alam.

3.2 SARAN
Alam sangat berdampingan dengan kita. Sebagai orang-orang Kristen, seharusnya kita
mulai menyadari pentingnya peran alam. Sebagai teladan Kristus, kita harus menjaga alam
sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kita. Manusia memang diperintahkan Allah
untuk mengelola alam, namun kita tidak boleh bersikap serakah dan mengambil semaunya,
kita harus tetap menjaga alam dan melestarikannya. Menjaga alam dapat dilakukan dari diri
sendiri dengan hal-hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, membersihkan
selokan, menglola limbah rumah tangga (air bekas cuci, sisa makanan, kemasan plastic, dll),
dan masih banyak lagi.

10
DAFTAR PUSTAKA

- https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/20891/2/T1_712014075_BAB
%20II.pdf
- https://www.academia.edu/43719081/
PAPER_Teologi_Lingkungan_Hidup_Ekoteologi_Peran_Gereja_dalam_Era_Globalisasi
- https://media.neliti.com/media/publications/349837-penatalayanan-gereja-di-bidang-
misi-seba-4bec49f4.pdf
- file:///C:/Users/USER/Downloads/karya_ilmiah_ekologi_%20Frets%20-Final%20(1).pdf
- https://reformed.sabda.org/etika_lingkungan_hidup_dari_perspektif_teologi_kristen
- https://jpicofmindonesia.org/2022/02/pengantar-teologi-ekologi/
-

11

Anda mungkin juga menyukai