Anda di halaman 1dari 4

3

PERTUMBUHAN DAN PENGHAMBATAN DI PERSIA


1. Gereja Purba di Partia
Kerajaan Persia menguasai daerah Asia Barat-Tengah (Iran) mulai abad ke-6 sampai ke-4 SM. Kekaisaran
Partia cukup luas, namun kurang kuat dibanding pemerintahan Romawi. Pemerintahan pusat tidak mengatur
secara penuh tata tertib dan pelaksanaan hukum kota-kota dan propinsinya, cukup hanya dengan mengakui
wewenang kekaisaran partia dan membayar iuran.
Corak kebudayaan dan agama di Partia bermacam-macam, Agama utama adalah agama Zoroaster. Bahasa
yang dipakai adalah Bahasa Siria, juga bahasa Yunani dibeberapa kota. Ada masyarakat Yahudi di beberapa
Kota, termasuk diantaranya yang mendengar Khotbah Petrus pada hari Pentakosta, itulah sebabnya tidak sulit
bagi penginjil masuk ke Partia.
Agama Kristen di Partia menghadapi lawan yang kuat sekali, yaitu agama Zoroaster. Pemerintahan Partia
bersikap toleran terhadap kekristenan sekalipun kaisarnya beragama Zoroaster. Pada masa pengaiayaan di
Romawi, banyak orang Kristen mengungsi ke Partia dan disambut baik oleh pemerintah. Namun demikian
kaisar Partia tidak melindungi orang Kristen waktu mereka dianiaya oleh imam Zoroaster. Contohnya, Uskup
Adiabene bernama Samsum yang melakukan penginjilan, ditangkap oleh magus-magus dan dipenggal
kepalanya. Tetapi penginjilan berjalan terus sehingga ada juga pejabat yang menjadi Kristen seperti Raqbakht
(th 140) gubernur Adiabene menjadi percaya. Ia sangat rajin memberitakan Injil kedesa-desa sehingga
menimbulkan kemarahan para magus.
Meskipun gereja menghadapi penghambatan dari para tokoh Zoroaster, namun gereja terus berkembang.
Menurut Tawarikh Arbil, pada tahun 225 sudah ada lebih dari 20 keuskupan di Persia.

2. Penghambatan di bawah Kekaisaran Persia


Pada tahun 225 M propinsi Persia memberontak terhadap kekaisaran Partia, dalam waktu satu tahun
merebut seluruh kekaisaran Partia. Ardasyir memproklamirkan diri sebagai raja pertama dari dinasti Sassanid,
Dinasti Sassanid menganggap dirinya sebagai ahli waris bangsa Media dan Persia. Kerajaan ini mersemikan
Zoroaster sebagai agama negara dan berusaha menyatukan agama dan kekaisaran.
Pada mulanya gereja tidak mengalami hambatan, malah berkembang. Awal mula penganiayaan adalah
karena seorang bernama Kartir yaitu imam besar Zoroaster ingin menguatkan hierarki para mangus dan
menghapuskan agama-agama lain. Tetapi musuh utamanya adalah agama Manieheisme yang didirikan oleh
Mani. Agama ini berupaya menyatukan agama Zoroaster, Buddha dan Kristen. Mani dianiaya, tetapi
kekristenan mulai ikut teraniaya.
Kerajaan Persia Sassanid meneruskan perang melawan Kekaisaran Romawi. Permusuhan antara Persia dan
Roma sangat berpengaruh terhadap kekristenan. Ketika orang Kristen dianiaya di Roma, orang Kristen yang
mengungsi ke Persia sangat diterima di Persia. Tetapi pada tahun 312 ketika Konstantinus menjadi Kristen dan
merebut kota Roma, agama Kristen Kristen diakui sebagai agama utama kekaisaran Romawi. Hal ini
berpengaruh buruk pada orang Kristen di Persia karena dianggap sebagai agama musuh Persia.
Konstantinus sendiri justru memperburuk keadaan dengan mengirim surat kepada Kaisar Persia, Syahpur II
tahun 315, di mana ia minta agar orang-orang Kristen dilindungi di Persia. Maksudnya baik, tetapi hasilnya
sangat buruk. Akhirnya timbul perasaan marah karena mencampuri urusan dalam negeri Persia, yang pada
akhirnya kekristenan mulai mendapat penganiayaan.
Sozomenos, ahli sejarah kebangsaan Yunani (tahun 425) menceritakan: terjadi penganiayaan dahsyat yang
didalangi tokoh Yahudi yang menuduh Syim’un (uskup Selukia-Ktesiphon) membuka negara kepada Kaisar
Roma. Syim’un dipaksa menandatangani surat yang mewajibkan orang-orang kristen membayar pajak dua kali
lipat, tetapi dia menolak. Lalu pemerintah mulai menghancurkan seluruh gedung gereja dan merampas harta
bendanya. Para pastor yang tidak mau menyembah dewa matahari dibunuh, termasuk Syim'un yang mati
dipenggal setelah menolak menyembah dewa matahari dan ia menyaksiakan terlebih dahulu pembunuhan 5
orang uskup dan 100 orang pastor pada hari Jumat agung 344
Antara tahun 339-379 kekristenan sangat kejam dianiaya di Persia. Sasaran pertama mereka adalah para
pemimpin gereja yang dibunuh, kemudian orang Kristen yang berlatar belakang Zoroaster. Pada waktu itu
setidaknya 16,000 orang mati sahid karena imannya. Ini jauh lebih buruk dari penganiayaan yang dialami orang
Kristen di Roma.
Ketika Persia berhasil mengalahkan Roma, terjadi perdamaian selama 50 tahun antara Roma dan Persia.
Hasilnya: penganiayaan dihentikan dan kekristenan mulai berkembang lagi, bahkan sejumlah bangsawan masuk
Kristen

3. Kelompok minoritas sebagai persekutuan yang sah


Tahun 410 mulailah masa baru hubungan negara dan gereja di Persia. uskup Marutha dari Armenia yang
ditugaskan menyusun konsep perdamaian itu. Karena Ia mempunyai pengaruh atas raja Persia, Yazdgard I, Ia
pun meminta kepada raja Persia agar kekristenan diberi status resmi dan meminta gereja dibangun kembali dan
orang Kristen yang dipenjarakan agar dilepaskan.
Raja Yazdgard I mengeluarkan edik / keputusan agama Kristen diberi status resmi yang sama dengan agama
Zoroaster. Dan Uskup Izhaq, uskup Ktesiphon diakui sebagai pemimpin Umat Kristen Persia (Katolikos).
Semua uskup di Persia dipanggil untuk menandatangi edik tersebut dan dianggap sebagai Sinode Pertama
Gereja Timur.
Pada pertemuan ini, Marutha membacakan surat dari para uskup di barat yang memohon agar gereja Persia
mengangkat 1 uskup saja di setiap daerah keuskupan, menerima sistem perhitungan tanggal paskah yang sudah
disepakati Gereja Barat, kanon Konsili Nicea, pengakuan iman Nicea. Sinode di Ktesiphon menerimanya.
Edik itu mengaikbatkan gereja bertanggung jawab kepada kaisar di mana gereja adalah perpanjangtanganan
kaisar. Umat Kristen memang diberi kebebasan beragama, tetapi kebebasan yang diberikan terbatas yaitu tidak
boleh mengabarkan Injil. Orang yang pindah dari Zoroaster ke agama Kristen akan dihukum mati.
Tahun 424 gereja Persia melepaskan diri dari gereja Barat pada sinode Dadyeshu di kota Markabta yang
dihadiri 36 uskup, karena beranggapan bahwa Katolikos tidak bisa diadili dan dipimpin oleh uskup Agung lain,
tetapi hanya oleh Tuhan Yesus saja. Dengan melepaskan diri dari gereja Barat, gereja lebih diterima oleh
pemerintahan Persia. Umat kristen tetap minoritas, tetapi minoritas yang cukup kuat. Banyak golongan pejabat
tinggi, pegawai negeri maupun anggota istana, bahkan penganut Zoroaster bertobat. karena banyak dari
golongan tinggi yang menjadi Kristen. Hukuman mati yang menjadi ancaman kalau menjadi Kristen seringkali
tidak dihiraukan. Bahkan seringkali hukuman itu diperingan menjadi hukuman penjara biasa.
Perkembangan gereja persia paling berhasil dalam golongan masyarakat berbahasa Siria, terutama pedagang
dan orang berketrampilan. Pada abad 6 kebanyakan dokter, termasuk dokter pribadi raja di Persia adalah orang
Kristen. Abad ke- 7 jumlah orang Kristen dan Yahudi diperkirakan berjumlah 1 1/2 juta jiwa. Tahun 650 Gereja
Nestorian sudah memiliki struktur mantap dengan 1 patriakh, 9 metropolit, 96 uskup. Ada juga golongan
Kristen lain seperti Yakobit, persekutuan Kristen monofisit yang memiliki 1 metropolit dan 12 uskup.

4. Gereja Nestorian
Ciri-ciri gereja Asia abad ke-5:
a. Nestorianisme
Teologi Nestorianisme muncul akibat perselisihan antara aliran teologi di Antiokhia dan Aleksandria
mengenai tabiat ilahi dan tabiat manusia dalam tubuh Kristus.
Gereja Antiokhia (berakar lingkungan Yahudi) menafsirkan Alkitab secara harfiah dan historis, Yesus
digambarkan sebagai manusia, tetapi Allah tinggal dalamNya. Tabiat ilahi dan tabiat manusia Yesus
dianggap terpisah.
Gereja Aleksandria (berakar lingkungan Yunani) menafsirkan Alkitab secara alegoris, Kristus dipandang
sebagai “logos” (firman) yang menjadi manusia. Penyatuan tabiat ilahi dan manusia dalam diri Yesus
ditekankan.
Nestorius yang menjadi pemimpin gereja di Antiokhia mempertajam perselisihan karena dia menyerang
konsep "theotokos" yaitu Maria sebagai Bunda Allah. la mengusulkan Maria diberi gelar Kristotokos
(Ibunda Kristus). Cyrillus, uskup Alexandria menuduh apa yang diajarkan Nestorius sebagai ajaran sesat,
karena dianggap mengingkari keilahian Kristus. lni dugaan yang salah. Tetapi akibatnya Nestorius dipecat
oleh Konsili oikumenis di Efesus tahun 431 dan akhirnya ia tinggal sampai meninggalnya di Mesir.
Konsili Chalchedon tahun 451 mengambil jalan tengah perselisihan itu: di mana Yesus adalah satu
pribadi di dalam dua tabiat yaitu manusia dan ilahi. Namun justru Konsili Chalchedon menimbulkan
perpecahan antara pengikut monofisit Gereja Siria, Mesir dan Ethiopia dengan gereja di Persia yang
mengikuti ajaran Nestorius. Perpecahan terus terjadi di antara gereja-gereja yang akhirnya membuat gereja
di Barat dan Timur terpisah yang pada puncaknya terjadi pada Konsili Konstantinopel tahun 553.

b. Spiritualitas dan hidup beraskese


Pada Abad ke 6 gereja di Persia dipimpin oleh Mar Aba. Pada masanya terjadi pembaharuan gereja yang
pada dasarnya terpanggil untuk memisahkan diri dari dunia. Bahkan sampai dianggap bahwa kehidupan
beraskese dianggap perlu untuk memperoleh keselamatan. lni juga termasuk usulan untuk tidak menikah
(Tetapi ditolak oleh Sinode Acacius tahun 486).
Kemudian muncul kehidupan model para pertapa di mana ada komunitas biara di padang pasir.
Umumnya para biarawan ini wajib mengikuti peraturan yang ditetapkan seperti bekerja keras, berdoa,
bersumpah untuk hidup dalam kemiskinan, selibat, dan ketaatan.
Dari sinilah kehidupan biara dikembangkan, walaupun modelnya beragam. Ada yang berkelompok di
pegunungan, ada yang menyendiri dalam sel dan berkumpul bila beribadah. Dan ini kemudian menjadi ciri
khas Gereja Nestorian, walaupun tidak semua harus mengikuti kehidupan beraskese.

c. Pekabaran Injil
Rahib-rahib adalah penginjil,utama bagi gereja Asia. Sejak awal, hidup beraskese dan penyerahan pada
Tuhan digabungkan dengan penginjilan. Dasar di sekolah Teologi di Nisibis adalah penelitian dan
penefsiran Alkitab, disiplin rohani dan bekerja keras. Narsai, pendiri sekolah tersebut menekankan
panggilan untuk pekabaran injil ke seluruh dunia sesuai amanat agung Tuhan Yesus.
Rahib-rahib Nestorian menginjili orang Siria, Persia dari latar belakang Zoroaster. Ribuan alumni
Nisibis mengabarkan Injil ke arah Timur dari kekaisaran Persia, Cina, India, bahkan mungkin mencapai
Sumatera (Pansur sekarang dikenal sebagai Barus dekat Sibolga Sumatra Utara). Pada abad ke-14 Giovanni
de Marignolli dari Italia menemui orang Kristen di Majapahit dan Palembang

4
PEKABARAN INJIL DI CINA
Sumber utama permulaan sejarah gereja di Cina adalah Monumen Ch'ang-an yang ditemukan oleh
buruh-buruh di Cina Utara Barat pada tahun 1625. Monumen tersebut terdiri dari batu, yang tingginya lebih
dari dua meter, didirikan pada tahun 781 untuk merayakan kedatangan agama Siria termasyur ke Cina.
Dibawah tanda salib dipahatkan sejarah dan ajaran gereja sampai tahun 781, termasuk beberapa fakta yang
dibenarkan juga oleh arsip-arsip pemerintahan Cina pada zaman itu. Sumber kedua adalah kumpulan
naskah-naskah yang ditemukan di gua seribu Budhha di Tunhuang, dekat perbatasan Utara Barat Cina.
Kumpulan tersebut termasuk naskah-naskah Kristen yang menambahkan sedikit pengetahuan kita tentang
ajaran gereja purba di Cina.
Agama Kristen berkembang di Cina, tetapi kurang berakar. Latar belakang dan kebudayaan Cina
berlawanan dengan ciri-ciri khas kekristenan gaya Nestorian. Teologi gereja Cina yang cenderung bercorak
sinkretistis melemahkan gereja. Selain faktor-faktor perintang tersebut, gereja tergantung pada perlindungan
pemerintah,sehingga agama kristen berhasil dengan dukungan pemerintah, tetapi mundur apabila
pemerintah bersikap keras ataupun pada saat pemerintah pusat lemah. Pada abad 10 gereja hampir punah
oleh penganiayaan keras. Pada abad ke 14 umat Kristen diusir bersama dengan penjajah Monggol.
Dinasti T'ang membawa kekayaan dan kemuliaan bagi Cina. Pada abad ke 7 Kaisar Kao-Tsu, pendiri
dinasti T'ang, memulihkan kedaulatan dan membesarkan pengaruh kekaisaran Cina diseluruh Asia Tengah
sampai Persia. Hasilnya adalah stabilitas dan keamanan diseluruh wilayah itu, sehingga perdagangan dapat
berkembang dan jalan terbuka bagi kedatangan Injil di Cina. Gereja Nestorian di Persia mempunyai visi
penginjilan. Sejumlah besar orang kristen Nestorian adalah pedagang, yang mengabarkan Injil secara
spontan melalui jalan raya perdagangan, kearah selatan melalui India sampai ke Sri Lanka dan Cina Selatan
atau melalui jalan sutra Asia tengah dan padang gurun Gobi sampai ke Cina Utara. Kehidupan beraskese
sangat dihargai di Gereja Nestorian dan biara-biara berpengaruh besar dalam kehidupan kristiani. Rahib-
rahib merupakan penginjil utama. Monumen di Ch'ang-an melaporkan kedatangan biarawan Nestorian,
Uskup Alopen, di Ch'ang-an, ibukota Cina zaman itu pd tahun 635.
Gereja menghadapi dua kepercayaan atau pandangan hidup yang tertanam dalam pada kebudayaan dan
adat istiadat Cina, yang masing-masing bertolak belakang dengan kekristenan, terutama dengan kekristenan
gaya Nestorian.
Filsafat Kong Hu Cu, yang sangat berpengaruh digolongan terpelajar dan dilingkungan istana,
menghargai keluarga dan kebijakan duniawi dan menganggap rendah hidup beraskese. Penganut-penganut
agama Budha yang kuat dan berpengaruh didesa-desa dan diantara orang miskin menentang keras
kedatangan para rahib Nestorian, bahkan menyerang biara-biara kristen. Dengan mencari jalan untuk
menyampaikan kabar keselamatan dalam bentuk yang berarti dalam konteks kebudayaan Cina, iman kristen
hampir mendekati sinkritisme.
Gereja berkembang di Cina, namun sejumlah besar orang kristen adalah pendatang. Baik kaisar-kaisar
dinasti T'ang, maupun kaisar-kaisar dinasti Yuan (Monggol) bersikap toleran terhadap kekristenan, tetapi
tidak percaya dan tidak menjadi kristen.
Umat kristen terlalu tergantung pada perlundungan pemerintah, sehingga gereja lemah dan tidak mampu
berdiri sendiri.
Pada saat kekuatan pemerintah melemah, misalnya pada abad 8, gereja juga melemah. Pada saat
penganiayaan terjadi, misalnya pada tahun 845, gereja tidak dapat bertahan. Ketika penjajah Monggol diusir
dari Cina pada tahun 1368, gereja hampir lenyap.

Anda mungkin juga menyukai