Anda di halaman 1dari 8

Transmisi Teks Alkitab

Oleh: P. G. Katoppo, M.A.

Dahulu kala transimis teks naskah-naskah atau kitab-kitab kuno dilakukan dengan
tangan. Setiap huruf dan kata harus disalin satu per satu, yang merupakan suatu pekerjaan
yang menjemukan dan meletihkan bagi penyalin. Teks Alkitab pun mengalami proses
transmisi yang sama. Setiap kitab telah disalin dari aslinya dengan tangan, dan salinan-
salinan tu disalin lag, kemudian salinan-salinan dari salinan-salinan itu disalin lagi dan
seterusnya pekerjaan penyalinan dengan tangan berlangsung sampai pada masa adanya
percetakan.
Kita tidak lagi memiliki kitab-kitab asli Alkitab, baik kitab-kitab Perjanjian Lama
dalam bahasa Ibrani dan Aram maupun kitab-ktab Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani.
Yang kita miliki ialah salinan dari salinan dari kitab-kitab asli tersebut, beberapa diantaranya
salinan-salinan yang sangat kuno. Di samping salinan-salinan tersebut kita juga memiliki
naskah-naskah terjemahan yang sangat kuno yang dibuat dalam bahasa-bahasa di Timur
Tengah.
Beberapa macam bahan tulis dipakai pada masa lampau. Kepingan-kepingan dari
tanah liat atau dari batu, lempeng kayu, tembikar, papirus dan kulit, semuanya dipakai di
masa purba. Di dalam Keluaran 34:1 dikatakan bahwa Sepuluh Hukum Tuhan ditulis pada
dua loh batu (TB) atau keping batu (BIS). Mungkin Yesaya disuruh mencatat ucapan ilahi
pada lempeng kayu (Yes. 30:8). Pecahan tembikar juga dipakai sebagai bahan tulis di zaman
purba, dan diduga bahwa nubuat-nubuat singkat, amsal-amsal dan pesan-pesan serupa ditulis
pada pecahan-pecahan seperti itu.
Bahan-bahan tulis tersebut hanya cocok untuk penulisan teks yang pendek, sebelum
teks-teks itu dikumpulkan menjadi sebuah kitab, yang kemudian menjadi bagian dari Alkitab.
Yang lebih cocok bagi penulisan teks yang lebih panjang, seperti kitab-kitab, ialah bahan
papirus dan kulit. Buku gulungan biasanya terbuat dari papirus atau kulit. Mungkin Barukh
menulis pada buku gulungan papirus sewaktu mencatat kata-kata yang didiktekan Yeremia
sesuai yang dikatakan Tuhan kepadanya dan yang dibakar oleh Raja Yoyakim (Yer. 36).
Papirus sudah mulai dipakai di Mesir sejak tahun 3000 sebelum Masehi. Gulungan-
gulungan papirus diekspor ke Fenisia dan daerah-daerah lain di Laut Tengah. Kelihatannya
papirus dipakai secara luas di Palestina. Harganya murah dan cukup tahan lama, apalagi di
padang pasir. Tetapi di daerah yang lembab memang papirus tidak akan tahan berabad-abad.
Di samping papirus, kulit binatang juga dipakai sebagai bahan tulis di Palestina dan
wilayah Timur Tengah lainnya. Keuntungannya ialah bahwa kulit bisa tahan lama, sehingga
bahan ini sering dipakai bagi tulisan-tulisan yang sering dibaca dan yang dimaksudkan untuk
tahan lama. Sampai sekarang peraturan-peraturan Yahudi menentukan bahwa exemplar Torah
untuk pemakaian liturgi harus terbuat dari kulit binatang yang halal.
Sejak kurang lebih tahun 200 sebelum Masehi ditemukan teknik khusus untuk
memproses kulit binatang menjadi perkamen. Menurut Pliny, Raja Eumenes dari kota

http://pustakapujian.blogspot.com/2013/05/transmisi-teks-alkitab.html
Pergamum memajukan usaha pemrosesan dan pemakaian perkamen. Ia bermaksud untuk
membangun sebuah perpustakaan di kotanya untuk menyaingi perpustakaan yang termasyhur
di Alexandria. Raja Ptolemeus dari Alexandria menentang hal ini dan melarang ekspor
papirus. Itu sebabnya Eumenes mengembangkan produksi perkamen. Perkamen menjadi
bahan utama buku-buku sejak abad keempat, sedangkan pemakaian papirus berkurang.
Kemudan, mulai abad kesembilan kertas yang mula-mula ditemukan di Tiongkok pada abad
pertama, mulai dipakai untuk penerbitan buku-buku.
Bentuk buku yang mula-mula ialah bentuk gulungan yang dibuat dari papirus atau
kulit binatang. Gulungan papirus itu dibuat dengan menyambung helai-helai papirus dengan
alat perekat, dan helai-helai yang disambung itu dgulung pada sebatang kayu, menjadi suatu
volume (dari bahasa Latin volumen, ‘sesuatu yang digulung'). Panjang gulungan tersebut
biasanya sekitab 8-9 meter, karena gulungan-gulungan yang lebih panjang sult untuk
ditangani. Tulisan pada gulungan tersebut dilakukan dalam kolom-kolom selebar 5 sampai 7
cm.
Pada umumnya gulungan ditulis pada satu sisi saja, walaupun kadang-kadang sisi
yang lainnya ditulisi juga, (lih. Wahyu 5:1). Untuk membaca buku gulungan agak susah.
Pembaca harus memakai kedua tangannya, dengan satu tangan membuka gulungan, dan
dengan tangan yang lain menggulungnya kembali.
Pada akhirnya abad pertama kodeks atau buku berhalaman, mulai dipaka secara luas
di kalangan Gereja. Kodeks dibuat dengan melipat dua beberapa helai papirus dan
menjahitnya. Bentuk kodeks ini banyak keuntungannya: bukunya dapat lebih tebal dari buku
gulungan, dan lebih mudah membacanya atau mencari nats-nats tertentu. Juga lebih cocok
untuk menulisi kedua sisi lembar, sehingga biaya pembuatan buku dapat ditekan. Penemuan
kodeks, khususnya kodeks perkamen, memungkinkan penerbitan semua kitab-kitab Alkitab
dalam satu jilid. Sisa-sisa kodeks papirus dengan teks Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
dalam bahasa Yunani dari abad kedua dan ketiga sesudah Masehi masih tersimpan sampai
sekarang.
Dua gaya penulisan huruf Yunani dikenal di masa lampau: Tulisan kursif yang
bersambung pada umumnya dipakai untuk keperluan sehari-hari seperti untuk surat-surat,
kwitansi dan lain-lain, sedangkan karya sastra pada umumnya ditulis dengan huruf unsial
yang lebih formal. Pada abad kesembilan dciptakan cara penulisan huruf minuskul yang
bersambung untuk buku-buku.
Pada awal sejarah Gereja, naskah-naskah Kitab Suci dibuat oleh orang-orang Kristen
perorangan yang ingin menyediakan satu atau dua kitab dari Perjanjian Baru untuk jemaat
atau diri sendiri. Oleh karena jumlah: orang Kristen bertambah dengan pesat, maka perlu
disediakan banyak eksemplar bagi orang-orang Kristen baru. Sebagai akibatnya mutu
penyalinan kadang-kadang tidak terjaga baik.
Ketika pada abad keempat agama Kristen diakui secara resmi oleh negara, perusahaan
penyalinan komersial, yang dsebut skriptorium, mulai memproduksi eksemplar-eksemplar
Perjanjian Baru. Para penyalin yang duduk di ruang kerja akan menulis pada perkamen pada
waktu yang bersamaan ketika pembaca, atau lekor, dengan keras membaca teks. Dengan
demikian dapat dibuat beberapa eksemplar sekaligus sesuai jumlah penyalin yang sedang
bekerja di scriptorium. Tapi dengan cara seperti itu kesalahan-kesalahan lebih mudah terjadi.

http://pustakapujian.blogspot.com/2013/05/transmisi-teks-alkitab.html
Bila penyalin naskah kurang berkonsentrasi, atau tidak mendengar lektor dengan jelas, maka
dengan mudah ia dapat membuat kesalahan pada waktu menyalin. Pekerjaan penyalin naskah
dikoreksi oleh seorang korektor.
Pada zaman setelah, itu, zaman Bizatin, penyalinan naskah dilakukan oleh para
biarawan. Mereka bekerja dalam sel-sel mereka sendiri, dan menyalin naskah sendiri-sendiri
juga, sehingga kesalahan-kesalahan sistem dikte dapat dihindari. Walaupun demikian,
kesalahan-kesalahan penyalinan tetap terjadi, mengingat pekerjaan penyalinan itu sendiri
merupakan pekerjaan yang berat dan meletihkan.
Transmisi Teks Ibrani
Teks Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani dikenal sebagai teks Masora, yakni tradisi
teks para sarjana Yahudi golongan Masorit. Sebelum penemuan naskah-naskah Laut Mati,
naskah tertua yang ada ialah dari abad kesembilan.
Tetapi dengan ditemukannya naskah-naskah Laut Mati, maka naskah tertua yang ada
sekarang berumur kurang lebih 2000 tahun. Salah satu sebab mengapa tidak ada banyak
naskah-naskah tua dalam bahasa Ibrani ialah karena dahulu kala naskah yang usang karena
pemakaian biasanya dikubur. Naskah-naskah tua dari abad keenam sampai abad kedelapan
ditemukan di sebuah rumah ibadah Yahudi di Kairo, di sebuah geniza, ruangan gudang di
mana naskah-naskah yang usang disimpan sampai dapat dikubur dalam suatu upacara. Tetapi
oleh karena suatu kesalahan, naskah-naskah tersebut tidak sampai dikubur, karena genizanya
sendiri tertutup tembok dan terlupakan sampai ditemukan kembali pada akhir abad ke-19.
Pada tahun 1947 ditemukan naskah-naskah Ibrani yang sangat kuno di gua-gua di tepi
Laut Mati. Di antara naskah-naskah tersebut terdapat kitab Yesaya, dua fasal pertama kitab
Habakuk dan fragmen-fragmen semua kitab Perjanjian Lama lainnya kecuali Ester.
Walaupun naskah-naskah ini penting namun untuk Perjanjian Lama kita tetap mengandalkan
naskah-naskah dari abad ke-10, dan setelahnya. Ini disebabkan kebiasaan orang Yahudi untuk
membinasakan naskah-naskah yang usang dan rusak, sesuai peraturan. Dan ketika para ahli
Alkitab menentukan teks Alkitab pada abad ke-10, semua naskah yang lebih tua dianggap
defektip, dan lama kelamaan menghilang dari peredaran. Dalam hal ini perlu diingat bahwa
tidak selalu naskah yang lebih tua itu naskah yang lebih baik, tetapi yang lebih penting ialah
tradisi teksnya.
Teks Ibrani dan transmisinya sampai pada abad Renaissance dan zaman Reformasi
merupakan usaha orang Yahudi. Pada milenium pertama, ada dua golongan, yakni Masorit
Barat di Palestina yang berpusat di Tiberias, dan Masorit Timur di Babilon. Pada abad ke-10
kelompok Babilon menghilang, dan yang memegang peranan ialah para Masorit Barat. Teks
Ibrani pada mulanya hanya memakai huruf konsonan. Tanda-tanda huruf hidup hanya
ditambah beberapa abad kemudian, ketika teks konsonan sudah ditentukan setelah menempuh
sejarah transmisi yang panjang.
Teks konsonan yang terdapat dalam naskah-naskah abad pertengahan dan yang
menjadi dasar edisi Alkitab Ibrani yang dikenal sekarang, bersumber pada naskah-naskah
abad pertama. Pada sidang di Yamnia sekitar tahun 90 sesudah Masehi, para rabi Yahudi
membahas status beberapa kitab apakah dapat masuk kanon, dan menentukan teks Perjanjian
Lama yang otoritatip. Sebelum sidang di Yamnia, ada beberapa tradisi teks yang lain yang
juga beredar, seperti ternyata dari teks Pentateukh Samaritan, papirus Nash dan dari

http://pustakapujian.blogspot.com/2013/05/transmisi-teks-alkitab.html
Septuaginta (terjemahan bahasa Yunani), tetapi setelah itu, teks yang ditentukan di
Yamnialah, yang dipakai secara luas. Sejak ditentukannya teks Perjanjian Lama yang
otoritatip, maka teks itu saja yang ditransmisi, sedangkan teks-teks lainnya tidak lag
diperhatikan.
Sejak itu juga pekerjaan transmisi teks dilakukan menurut peraturan-peraturan yang
ketat. Benar-benar diusahakan agar teks suci bebas dari kesalahan, dan inilah yang menjadi
tugas tradsi atau Masora. Mereka menghitung kata, ayat dan huruf setiap kitab. Teks yang
mereka salin itu diterima sebagai teks yang otoritatip, dan naskah-naskah Ibrani dari abad
pertengahan menunjukkan bentuk teks yang sangat konsisten.
Naskah-naskah Perjanjian Lama
Naskah-naskah penting kitab-kitab Perjanjian Lama yang ditemukan selain naskah-
naskah Laut Mati, ialah naskah papirus Nash, naskah fragmen geniza, dan naskah-naskah
Ben Asher. Naskah papirus Nash memuat teks Sepuluh Firman dan Kel. 20:2-17 dan shema
dari Ul. 6:4 dan ayat-ayat berikutnya. Naskahnya sudah sangat kuno, diperkirakan berasal
dari zaman Makabe. Fragmen geniza berjumlah sekitar 200.000 buah dan di samping teks
Alkitab dalam bahasa Ibrani, Aram dan Arab, juga terdapat teks Midrash, Mishna, dan
Talmud.
Naskah-naskah Ben Asher merupakan hasil transmisi teks yang dikerjakan Moses Ben
Asher pada tahun 855. Dua naskah yang masih ada ialah naskah kodeks Kairensis dengan
kitab-kitab nabi-nabi dan kodeks Aleppo yang memuat seluruh Perjanjian Lama. Kodeks
Leningradensis, yang merupakan dasar Alkitab Ibrani (Biblia Hebraica) edisi ketiga Rudolf
Kittel, merupakan salinan yang dibuat pada tahun 1008 dari naskah Ben Asher.
Biblia Hebraica Stuttgartensia yang disunting oleh K. Ellingger dan W. Rudolph,
tidak banyak mengadakan perbaikan dalam teksnya sendiri, tetapi telah memperbaiki
apparatus tekstualnya.

Transmisi Teks Perjanjian Baru Yunani


Kitab-kitab Perjanjian Baru mula-mula beredar secara terpisah, dan diduga yang
pertama-tama dijilidkan ialah surat-surat Paulus. Gereja-gereja yang menerima surat-surat
dari Paulus akan menyimpannya baik-baik, dan saling tukar salinan surat-surat rasul tersebut
untuk dibacakan dalam kebaktian. Paulus sendiri menganjurkan agar surat-suratnya dibaca
oleh jemaat-jemaat yang lain. Dalam Kolose 4:16 ia katakana, "Sesudah surat ini dibacakan
kepadamu, usahakanlah supaya itu dibacakan juga kepada jemaat yang di Laodikia. Begitu
juga kalian sendiri juga harus membaca surat yang akan dikirim dari Laodikia kepadamu"
(BIS).
Mula-mula tidak semua kitab-kitab dalam Perjanjan Baru diakui sebagai kanon. Surat
Ibrani umpamanya mula-mula tidak diterima karena menyangkal pertobatan yang kedua kali.
Baru pada abad keempat surat-surat Katolik diakui sebagai suatu kelompok, karena sebelum
itu hanya 1 Petrus dan 1 Yohanes diakui secara luas, sedangkan surat Yakobus, 2 dan 3
Yohanes, 2 Petrus dan Yudas tidak diterima secara merata semua pihak. Begitu juga kitab
Wahyu pada umumnya ditolak oleh Gereja-gereja di Timur.

http://pustakapujian.blogspot.com/2013/05/transmisi-teks-alkitab.html
Ketika kelompok-kelompok tulisan yang berbeda mulai dikumpulkan menjadi
Perjanjian Baru lengkap, naskah-naskah yang dikumpulkan itu dapat mewakili tradisi teks
dengan mutu yang berbeda-beda. Teks surat-surat yang sudah lama diakui Gereja, mutunya
mungkin baik sekali, sedangkan teks surat yang baru saja menerima pengakuan mungkin
kurang baik mutunya.

Naskah-naskah Perjanjian Baru


Naskah-naskah Perjanjian Baru Yunani berjumlah lebih dari 5.000 eksemplar, dan
teksnya dapat digolongkan dalam tiga kelompok:
Aleksandria
"Barat"
Bizantin (koine)
Beberapa ahli menambahkan kelompok keempat yang berpusat di Kaisarea. Masing-
masing kelompok mempunyai ciri-ciri khas, dan pada umumnya teks Aleksandra dianggap
teks yang sangat baik. Kelihatannya teks Aleksandria telah dikerjakan oleh penyunting-
penyunting di Aleksandria yang kompeten. Teks dasar yang mereka pakai merupakan teks
yang sangat kuno. Naskah-naskah penting dari kelompok Aleksandria ialah naskah B (kodeks
Vatikanus), (kodeks Sinaitikus), dan p 66 dan p 75B (p = papirus).
Naskah-naskah kelompok "Barat" juga berdasarkan naskah yang sangat kuno, dan
dipakai oleh Marcion, Irenaeus, Tertullian dan Cyprian. Naskah terpenting dar kelompok ini
ialah kodeks Bezae Cantabrigiensis.
Kelompok ketiga, kelompok Bizantin atau koine merupakan kelompok naskah yang
termuda umurnya. Seperti disebut di atas, ada ahli-ahli yang berpendapat ada kelompok
naskah, keempat, yakni kelompok Kaesarea. Naskah-naskah dalam kelompok ini merupakan
campuran teks Barat dan teks Aleksandria. Naskah dalam kelompok ini ialah naskah (kodeks
Koridethi), dan p 45, teks dari Mesir yang diduga dibawa oleh Origen ke Kaesarea sehingga
juga disebut teks pra-Kaesarea.
Masalah dalam transmisi teks ialah bahwa kadang-kadang terjadi kesalahan dalam
penyalinan teks. Kesalahan bisa terjadi karena penyalin salah membaca huruf atau kata yang
disalinnya, atau kalau naskah didikte kepadanya kesalahan dapat terjadi karena salah
mendengar. Kadang-kadang terjadi perubahan yang sengaja dibuat, bila penyalin naskah
merasa bahwa dalam teks yang sedang disalinnya itu terdapat kesalahan ejaan atau tata
bahasa, atau oleh karena pertimbangan doktrin. Perlu diingat bahwa pada awal sejarah
Gereja, kitab Perjanjian Baru belum dianggap sebagai Kitab Suci sehingga penyalin kadang-
kadang tidak merasa terikat untuk membuat salinan yang saksama huruf demi huruf. Itu
sebabnya naskah-naskah Yunani mempunyai perbedaan-perbedaan kecil dalam teksnya, dan
adalah tugas para ahlinya untuk berusaha memulihkan teks Alkitab sedekat mungkin pada
teks asli dengan membanding-bandingkan naskah-naskah yang ada. Disiplin membandingkan
dan memulihkan teks Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama disebut kritik teks.
Walaupun para penyalin kadang-kadang mengadakan perubahan dalam teks, pada
umumnya mereka sangat tekun dan teliti menyalin naskah sesuai aslinya. Hal ini dapat

http://pustakapujian.blogspot.com/2013/05/transmisi-teks-alkitab.html
dilihat bila umpamanya bentuk kata kerja yang salah dalam sebuah kalimat tetap
dipertahankan oleh para penyalin, tanpa usaha memperbaikinya, walaupun mereka mahir
berbahasa Yunani atau Ibrani.

Kritik Teks
Naskah-naskah Alkitab yang ada sekarang, baik naskah Ibrani maupun naskah Yunani,
semuanya merupakan salinan dari salinan otograp (tulisan asli), dan semuanya mengandung
perbedaan-perbedaan dalam teksnya. Perbedaan-perbedaan itu disebabkan oleh karena
kesalahan para penyalin dalam transmisi teks, tetapi kadang-kadang juga terjadi karena
perubahan yang sengaja dibuat.
Disiplin teks kritik berusaha untuk memulihkan teks pada keadaan yang sedekat mungkin
dengan teks ketika kitab-kitab yang bersangkutan dikanonkan. Di dalam melakukan teks
kritik ini, para ahli harus berusaha mencari dan memperbaiki kesalahan-kesalahan, dan juga
menemukan perubahan-perubahan yang sengaja dilakukan dan sedapat mungkn
mengembalikannya kepada bentuknya yang asli. Di dalam kritik teks bukan hanya naskah-
naskah yang berbeda tetapi juga terjemahan-terjemahan kuno (yang disebut version) juga
diteliti karena sering terjemahan-terjemahan kuno ini mewakili tradisi teks yang berbeda.
Terjemahan-terjemahan kuno seperti Septuaginta, Peshitta dan Vulgata membantu dalam
melakukan penilaian atas teks yang dihadapi.
Untuk Perjanjian Lama teks Masori diterima sebagai teks tradisional. Di mana teks sama
dengan naskah-naskah lain, maka dapat dpastikan bahwa teks asli telah ditransmisi dengan
baik. Bila ada perbedaan, perlu dilihat sifat perbedaannya. Kadang-kadang perbedaannya
terjadi karena teks Masorit kelihatannya benar susunan kalimat dan tatat bahasanya,
sedangkan di naskah lain kelihatannya terjadi kesalahan. Atau, sebaliknya kelihatannya
terjadi kesalahan dalam penyalinan teks Masorit, sedangkan naskah lain kelihatannya lebih
masuk akal. Bisa juga terjadi bahwa baik teks Masorit maupun naskah lain kedua-duanya
berbeda, tanpa kelihatannya ada kesalahan tata bahasa. Dalam hal ini pada umumnya teks
Masorit yang diikuti. Bila baik teks Masorit maupun naskah lain kedua-duanya kelihatannya
tidak masuk akal susunan kalimatnya, maka dapat diusahakan emendasi, yakni usaha
memulihkan kalimat yang asli melalui perkiraan dengan mempertimbangkan tradisi teks.
Untuk teks Perjanjian Baru, pada umumnya naskah-naskah dari kelompok Aleksandria
dianggap sangat baik, dan termasuk dalam kelompok ini ialah naskah-naskah kodeks
Sinaitiukus dan kodeks Vatikanus yang ditulis pada abad keempat. Kombinasi teks
Aleksandria dan "Barat" sangat diandalkan di dalam usaha memulihkan bentuk teks asli.
Teks Perjanjian Baru hasil penelitian para ahli telah diterbitkan oleh Perserikatan Lembaga-
lembaga Alkitab Sedunia (United Bible Societies) dengan judul "Greek New Testament", dan
merupakan teks eklektis, yakni perpaduan teks-teks terbaik dari kelompok-kelompok naskah
yang telah ditransmisi dari abad ke abad. Teks ini yang menjadi dasar penerjemahan
Perjanjian Baru ke dalam berbagai bahasa, sama seperti teks Biblia Hebraica Stuttgantensia
menjadi dasar bagi penterjemahan Perjanjian Lama.

http://pustakapujian.blogspot.com/2013/05/transmisi-teks-alkitab.html
http://pustakapujian.blogspot.com/2013/05/transmisi-teks-alkitab.html
Daftar Rujukan Pustaka:
Emst Wurthwein, trans. Erroll Rhodes, William B. Eerdmans,
The Text of the Old Testament. Grand Rapids, 1985
Kurt Aland and Barbara Aland, trans. Erroll Rhodes, Wlliam B. Eerdmans,
The Text of the New Testament, Grand Rapids, 1985.
Bruce Metzger, Oxford Unv. Press, New York and Oxford, 1968.
The Text of the New Testament, 2 nd ed.
Dr. Daud H. Soesilo,
Mengenal Alkitab Anda, edisi kedua, ed. Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta,
1990.
Harper and Row,
Harper's Bible Dictionary, San Fransisco, 1985.
Bruce Metzger,
The Early Version of the New Testament, Oxford, Clarendon, 1977.

http://pustakapujian.blogspot.com/2013/05/transmisi-teks-alkitab.html

Anda mungkin juga menyukai