1. Pengertian
Pada dasarnya transmisi bukan istilah Alkitab. Istilah “transmisi” banyak digunakan dalam lingkup alat telekomunikasi
khususnya televisi dan radio. Kata “transmisi” sendiri berarti penyebaran. Istilah ini dipakai dalam bidang theologia, untuk
menunjukkan penyebaran Alkitab melalui penerjemahan Alkitab. Transmisi Alkitab merupakan rantai penghubung antara
wahyu yang diinspirasikan Allah kepada manusia dalam naskah asli Alkitab sampai pada Alkitab dalam berbagai bahasa di
dunia. Naskah asli Alkitab tidak kita miliki lagi. Pada hari ini, kita hanya memiliki salinan dari naskah asli itu. Bahkan
salinan yang tertua juga bukan salinan langsung dari naskah asli. Dalam salinan-salinan itu, kita mengakui adanya
perbedaan antara salinan yang satu dengan salinan yang lain. Maka timbullah dua pertanyaan, yakni: pertama, Bagaimana
Alkitab yang kita miliki sekarang, dapat diakui otoritasnya? Alkitab yang kita miliki saat ini, tetap dapat diakui otoritasnya
karena Tuhan Yesus mengakui Perjanjian Lama yang juga merupakan salinan; dan gereja mengakui Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru walau keduanya adalah salinan. Ke dua, apakah salinan itu juga diinspirasikan Allah? Inspirasi memang
tidak sama dengan transmisi. Inspirasi berkaitan langsung dengan wahyu yang dituliskan (naskah asli) sedangkan transmisi
Sejarah transmisi Alkitab diawali dari penyalinan naskah asli Alkitab. Hasil salinan naskah asli itu disebut naskah salinan
yang paling kuno. Naskah ini terdiri dari P 52 yang disebut juga John Rylands Fragment (117-138 AD); P 45, P 46, dan P 47
yang disebut Chester Beatty Papyri (250 AD); P 66, P 72 dan P 75 yang disebut Bodmer Papyri (P 66 tahun 200 AD; P 72
abad 3; dan P 75 tahun 175-225 AD); Codex Vaticanus tahun 325 - 350 AD; Codex Sinaiticus tahun 340 AD yang sekarang
berada di Museum Inggris; dan Codex Alexandrius tahun 450 AD. Di samping naskah salinan yang paling kuno, kita juga
memiliki naskah versi kuno yaknI: Naskah Perjanjian Lama Versi Yunani yang terdiri dari Septuaginta (285 BC), Versi
Aquila (130-150 AD), Revisi Theodotion (150-185 AD), Revisi Symmachus (185-200 AD), dan Hexapla Origen (240-250
AD); The Samaritan Pentateukh yang hanya merupakan bagian-bagian naskah Perjanjian Lama; Naskah Syria atau Peshito
antara abad 2-3 AD; Versi Koptik yang terdiri dari dua yakni Sahidic merupakan dialek Koptik yang dipakai di Mesir bagian
selatan, dan Bohairic atau Memphic yang merupakan dialek Koptik yang dipakai di Mesir bagian utara atau di Delta Sungai
Nil); The Old Latin sebelum 200 AD; Versi Vulgate yang dikerjakan oleh Jerome pada tahun 382 AD sampai 405 AD).
Kemudian lahirlah Alkitab versi Bahasa Inggris yakni: Pertama, Versi John Wycliffe. John Wycliffe menerjemahkan
Perjanjian Baru dalam bahasa Inggris tahun 1380. Setelah wafat, teman-temannya menyelesaikannya pada tahun 1388
termasuk Perjanjian Lama. Versi ini didasarkan pada Vulgate. Ke dua, Versi William Tyndale. Ia menerjemahkan Alkitab
dalam suasana penganiayaan sehingga ia tidak dapat menerjemahkan Alkitab di tempat tinggalnya, Inggris. Bahkan ia mati
sahid sebelum ia menyelesaikan seluruh Perjanjian Lama. Ia menyelesaikan Pentateukh tahun 1530 dan Perjanjian Baru
tahun 1525. Tyndale mendasarkan penerjemahannya pada Versi Greek Erasmus. Hasil terjemahan Tyndale dipakai sebagai
dasar dari Revisi Authorized Version. Ke tiga, Versi Miles Coverdale. Ia adalah sahabat Tyndale, yang mempersiapkan dan
menerbitkan Alkitab pada tahun 1535. Ia mempersembahan hasil karyanya pada Raja Henry VIII. Terjemahan Perjanjian
Barunya didasarkan pada terjemahan Tyndale dan versi latin. Ke empat, Versi Thomas Matthew. Versi ini disebut Matthew’s
Bible yang menurut para sarjana dianggapk sebagai karya John Rogers. John Rogers adalah teman dekat Tyndale. Karyanya
merupakan campuran dari versi Tyndale dan Coverdale. Ke lima, The Great Bible. The Great Bible adalah Alkitab versi
Inggris yang penerjemahannya didasarkan pada Matthew Bible’s, Coverdale, dan Tyndale. Ke enam, The Geneva Bible. Versi
ini dikerjakan oleh sarjana-sarjana Inggris yang melarikan diri dari Inggris karena penganiayaan Ratu Mary. Alkitab versi
ini merupakan revisi dari The Great Bible. Ke tujuh, The Bishop Bible. Versi ini dikerjakan di bawah pimpinan Archbishop
dari Canterbury di masa pemerintahan Ratu Elizabeth (1568). Versi ini banyak dipakai oleh rohaniawan dan merupakan
revisi dari The Great Bible. Ke delapan, The Duoay Bible. Versi ini adalah versi Gereja Roma Katolik dari Vulgate. Perjanjian
Baru diterbitkan di Rheims tahun 1582, dan Perjanjian Lama di Duoay tahun 1609-1610. Versi ini dipakai oleh Gereja Roma
Katolik. Ke sembilan, The King James Version. Versi ini disebut juga Authorized Version (1611). Penerjemahan versi ini
dikerjakan oleh 47 sarjana di bawah perintah Raja James I dari Inggris. Dasar utama versi ini adalah Bishop Bible, naskah
Ibrani dan Yunani; dan beberapa terjemahan lainnya. Versi ini bukan merupakan revisi tetapi terjemahan baru yang dipakai
di negara Inggris dan jajahannya selama 3 abad. Ke sepuluh, The Revised Version. Revised Version dikerjakan oleh sarjana
Inggris dan Amerika tahun 1881 dan 1885. Versi ini menggunakan naskah-naskah salinan kuno yang baru ditemukan. Ke
sebelas, The American Standard Version. Versi ini didasarkan pada English Revised Version tahun 1900-1901). Ke duabelas,
The Revised Standard Version dikerjakan oleh 22 sarjana yang merupakan revisi dari Authorized Version (1946). Ke
tigabelas, The New English Bible. General Assumbly of Church Skotlandia mengerjakan suatu versi baru dan dipersembahan
pada Ratu Elizabeth II tahun 1961. Ke empatbelas, The New International Version. Alkitab ini merupakan terjemahan baru
dalam Bahasa Inggris yang dikerjakan 100 sarjana dari berbagai negara dan denominasi gereja dan dikerjakan selama 10
tahun.
3. Bahasa Alkitab
Dalam menyatakan wahyu khususnya, Allah menggunakan bahasa. Allah memang dapat menggunakan media seperti
mimpi, malaikat, suara, para nabi atau penglihatan. Tetapi Allah menggunakan media tulisan karena beberapa alasan,
yakni: pertama, Ketepatan. Suatu pemikiran akan lebih tepat dan tidak menjadi kabur ketika pemikiran itu disajikan dalam
bahasa lisan ataupun tulisan. Demikian juga Allah, Ia menggunakan bahasa tulisan untuk menyatakan DiriNya agar
manusia menjadi jelas dan tidak disalah mengerti. Ke dua, Kemapanan. Wahyu ini bukan diperuntukan manusia pada
zaman dan tempat tertentu melainkan untuk seluruh manusia di dunia. Maka Allah menggunakan bahasa tulisan agar
wahyu itu tidak mengalami perubahan tetapi memiliki kemapanan. Dengan demikian, Alkitab memang tidak harus
berbahasa tertentu. Ia terbuka untuk berbagai bahasa di dunia. Ke tiga, Kekuatan mengingat. Daya ingat manusia memang
tidak dapat diandalkan. Ketika manusia menjadi tua, maka daya ingat akan berkurang. Maka Allah menggunakan media
Sebagian besar, Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani. Perjanjian Lama tidak menyebutnya sebagai bahasa Ibrani
tetapi bahasa Yehuda (Yes.36:11), bahasa Yahudi (Neh.13:24) atau bahasa Kanaan (Yes.19:18). Istilah “bahasa ibrani” justru
disebutkan oleh Perjanjian Baru (Wah.9:11; 16:16). Bahasa Ibrani termasuk dalam kelompok bahasa Semitik yaitu bahasa
yang dipakai oleh orang-orang keturunan Sem. Bahasa ini berkembang dari salah satu dialek dari bahasa asli keturunan
Sem. Ketika keturunan Sem mulai berpencar maka bahasa asli keturunan Sem mengalami perubahan dan dialek-dialek itu
menjadi bahasa tersendiri. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan dan perubahan bahasa itu adalah faktor
geografis. Maka keturunan Sem dapat dikelompokkan dalam empat kelompok, yakni: Pertama, Bagian Utara. Kelompok
bagian utara ini terdiri dari Bahasa Amori dan Bahasa Arami (Syria). Bahasa Arami dipakai dalam Perjanjian Lama misalnya
Kejadian 10:22; Daniel 2:4-7:28. Ke dua, Bagian Selatan. Kelompok ini terdiri dari Bahasa Arab dan Bahasa Ethiopia (Kusy)
yang tidak dipakai dalam Alkitab. Ke tiga, Bagian Timur. Kelompok ini dikenal dengan Bahasa Akkadian. Bahasa ini
merupakan bahasa yang digunakan di Asia Barat Daya pada zaman Kerajaan Babel Kuno dan Asyur. Bahasa ini juga tidak
dipakai dalam Alkitab. Ke empat, Bagian Barat Laut. Kelompok ini terbagi dalam empat dialek yakni: Ugarit yang
merupakan bahasa orang Kanaan dan tidak dipakai dalam Alkitab; Feniki yang tidak dipakai dalam Perjanjian Lama tetapi
Bahasa ini disebut-sebut dalam Perjanjian Lama (Kej.10:8-12; I Raj.5:6; Neh.13:16; Yeh.27:9; dan Zef.1:11); Moab dan Amon
yang merupakan bahasa keturunan Lot yang tidak dipakai dalam Alkitab; dan Ibrani. Bahasa Ibrani adalah dialek dari
kelompok ke empat yang masih hidup sampai saat ini. Bahasa Ibrani yang tertua adalah Bahasa Ibrani Perjanjian Lama.
Bahasa Ibrani adalah bahasa yang tepat untuk menceritakan sejarah umat Allah dan perbuatan-perbuatan Allah di antara
umatNya. Hal ini disebabkan oleh beberapa sebab, yakni: pertama, Bahasa Ibrani merupakan bahasa ilustrasi atau bahasa
grafik yang berkata-kata dengan hidup, kaya dengan kiasan dan menantang serta mendramatisasikan kisah-kisahnya.
Dalam Perjanjian Lama, kita banyak menjumpai hikayat dan kisah, maka bahasa Ibrani sangat tepat untuk
memaparkannya. Ke dua, Bahasa Ibrani merupakan bahasa pribadi. Bahasa ini lebih ditujukan kepada hati dan emosi
Perjanjian Baru dinyatakan Allah untuk seluruh bangsa seperti ungkapan Simeon ketiba berjumpa dengan Yesus (Luk.2:30-
32). Perjanjian Baru memakai bahasa Yunani yang merupakan bahasa populer dan dikenal banyak bangsa pada zaman itu.
Ada beberapa fase perkembangan bahasa Yunani, yakni: Homeric merupakan bahasa Yunani Kuno; Attic merupakan bahasa
Yunani yang dipakai oleh Penduduk Pedalaman Yunani terutama daerah Attica yang dekat dengan Atena; Koine disebut
juga Koine Dialektos atau Hellenistic Greek atau Yunani Umum yang dipakai dibanyak wilayah; Byzantine merupakan
bahasa Yunani yang dikap[ai pada zaman Kerajaan Byzantine; dan Bahasa Yunani Modern yang dipakai oleh Orang Yunani
zaman ini. Bahasa Yunani Perjanjian Baru adalah Bahasa Yunani Umum (Koine). Allah menggunakan Bahasa Yunani
Umum karena beberapa alasan, yakni: pertama, Bahasa Yunani Umum adalah bahasa pendidikan dan kebudayaan. Bahasa
ini merupakan bahasa pikiran. Hal ini sesuai dengan Perjanjian Baru yang banyak menyatakan pemikiran dan konsep. Ke
dua, Bahasa Yunani Umum lebih dapat menyatakan kebenaran Allah melalui bentuk komunikasi yang lebih sederhana. Ke
tiga, Bahasa Yunani Umum memiliki ketepatan teknis dalam menggunakan istilah. Ke empat, Bahasa Yunani Umum
merupakan bahasa universal yang memudahkan banyak bangsa pada zaman itu untuk memahami kebenaran Allah serta
Kita tidak dapat mengetahui dengan pasti permulaan penyalinan naskah Perjanjian Lama. Hanya menurut tradisi, pada
zaman Samuel dimulai pembuatan salinan-salinan naskah. Namun tradisi itu dapat dipercaya karena zaman Samuel telah
berdiri sekolah-sekolah nabi yang pasti membutuhkan salinan-salinan naskah Perjanjian Lama. Penyalinan itu sendiri
Salinan ini khusus dipakai di rumah-rumah sembayang dan dianggap salinan suci yang terdiri dari Pentatukh, Kitab Nabi
dan Tulisan. Dalam menyalin salinan ini, orang yahudi memiliki peraturan yang ketat. Samuel Davidson dalam bukunya
“The Hebrew Text of The Old Testament, mencatat peraturan yang ditetapkan orang yahudi dalam menyalin salinan ini. 1)
Kulit binatang yang dipakai harus tanpa cacat. 2) Kulit tersebut disambung satu dengan lainnya dengan benang dari
binatang halal. 3) Setiap kulit harus terdiri dari sejumlah kolom tertentu. 4) Tiap panjang kolom tidak boleh kurang dari 48
baris dan tidak boleh lebih dari 60 baris. 5) Tinta yang dipakai harus hitam dan dibut menurut resep khusus. 6) Contoh
naskah yang disalin harus memenuhi standar sebagai contoh, model atau pola yang patut ditiru. 7) Penyalin harus menyalin
tanpa menyimpang. 8) Tidak boleh sebuah kata atau huruf bahkan satu iota ditulis berdasarkan ingatan tanpa melihat
contoh di hadapannya. 9) Antara tiap konsonan diberi spasi selebar rambut atau benang. 10) Antara tiap paragraf diberi
spasi 9 konsonan. 11) Antara tiap kitab diberi spasi 3 baris. 12) Huruf terakhir dari Kitab ke lima Musa harus berakhir tepat
pada ujung baris. 13) Waktu menyalin naskah, penyalin harus memakai pakaian tradisional yahudi. 14) Penyalin harus
membasuh diri sebelum menyalin. 15) Waktu menulis Nama Allah, tidak boleh memakai pena yang baru dicelup tinta. 16)
Waktu ia menulis Nama Allah, meski raja memanggil, tak perlu ia memperdulikan.
Selain peraturan tersebut, untuk menjaga agar tidak terjadi kesalahan pada salinan, orang yahudi memiliki sistim pengujian
yakni dengan menghitung jumlah huruf tertentu yang terdapat dalam kitab Perjanjian lama; dan mereka menunjukkan
huruf-huruf yang harus ada tepat di tengah-tengah tiap baris salinan dari tiap Kitab. Di samping itu, dalam penyalinan
apabila terdapat kesalahan tulis kata, huruf dan iota serta tanda baca, maka seluruh naskah itu harus dimusnahkan dengan
jalan dibakar.
4.1.2. The Private Copies
Salinan ini adalah salinan pribadi yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Salinan ini sering disebut salinan umum.
Salinan ini tidak memiliki aturan ketat dalam penyalinannya. Tetapi salinan ini tetap dibuat dengan tingkat kehati-hatian
yang tinggi. Salinan ini sering diberi catatan atau tafsiran. Salinan ini juga tidak diwajibkan menggunakan tinta jenis dan
warna tertentu. Ia juga tidak diwajibkan menggunakan kulit binatang dengan ukuran tertentu.
Setelah zaman Talmudic (300 BC - 500 AD), mulailah zaman masoretic (500 - 1000 AD). Kata “masoretic” berasal dari kata
Ibrani “masorah” yang berarti tradisi. Penyalinan naskah Alkitab di zaman ini dilakukan dengan menyelidiki dan mengedit
naskah-naskah Perjanjian Lama dengan memegang dari sudut pandang tradisi yang berotoritas. Hasil pekerjaan ini adalah
sebuah naskah yang disebut Naskah Masoretes. Naskah Masoretes yang terpagi, berasal dari salinan tahun 916 AD. Naskah
ini dsiebut Kodex nabi-nabi dari Leningrad yang berisi Kitab-kitab nabi akhir.
Sampai hari ini, kita memiliki beberapa naskah Perjanjian Lama, yaitu: Pertama, Kodex Perjanjian Lama dari Leningrad.
Kodex ini adalah naskah salinan dari tahun 1008 AD. Sebagian naskah ini adalah koleksi Firkowitsch yang dibawa dari
Crimea ke Royal Library di Leningrad. Naskah ini disalin dari kodex yang disiapkan oleh Rabi Aaron ben Moses ben Asher
sebelum tahun 1000 AD. Naskah ini ditulis pada Vellum dan sudah memakai huruf hidup dan logat. Ke dua, The Aleppo
Codex. Naskah ini berasal dari tahun 930 AD. Ia diselamatkan dari sebuah rumah sembayang yang terbakar di Aleppo pada
tahun 1948. Kemudian menghilang dan diperkirakan musnah terbakar. Tetapi pada tahun 1958, Israel mengumumkan
bahwa naskah tersebut telah selamat berada di Israel. Kodex ini sudah diperbaiki dari salinan sebelumnya dan telah diberi
titik oleh Aaron ben Asher. Ke tiga, The British Museum Codex. Kodex berasal dari tahun 950 AD dan hanya berisi Kejadian
39:20 sampai Ulangan 1:33. Ke empat, Kairo Codex. Kodex ini berasal dari tahun 895 AD yang berisi kitab nabi permulaan
(Yosua, Hakim-hakim, Samuel dan Raja-raja) dan kitab nabi akhir (Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan 12 nabi kecil). Ke lima,
Cairo Geniza Fragments. Naskah-naskah ini berasal dari abad 6-9 AD yang ditemukan pada tahun 1890 ketika terjadi
pembangunan kembali sebuah rumah sembayang di Cairo, Mesir. Naskah ini tersebut di beberapa musuem seperti Bristish
Musuem, Oxford, dan Cambridge. Ke lima, Qumran Text. Teks Qumran ditemukan pada tahun 1947 oleh seorang anak
gembala di salah satu gua yang banyak terdapat di tebing sebelah barat Laut Mati. Pada tahun 1949, berita penemuaan itu
menyebar sehingga dilakukan pencarian lebih lanjut di gua-gua tersebut. Dalam Teks Qumran terdapat naskah kitab Yesaya
lengkap. Setelah diselidiki, teks Qumran menunjukkan tiga macam naskah, yakni naskah konsonan yang menjadi dasar bagi
pekerjaan editorial masoretes; naskah-naskah yang menjadi contoh untuk menerjemahkan Septuaginta pada abad 3 BC; dan
Naskah Perjanjian Lama memang tidak banyak dimiliki. Hal ini disebabkan oleh beberapa sebab, yakni: pertama, Jangka
waktu 2000 sampai 3000 tahun adalah jangka waktu yang panjang. Maka kerusakan pada naskah memang tidak dapat
dihindarkan. ke dua, Sejak jaman Musa dan jaman Perjanjian Lama, tulisan ditulis pada kulit binatang. Hal ini menjadi
kelemahan karena kulit binatang tidak memiliki ketahan yang baik dibandingkan dengan lempengan tanah liat. Ke tiga,
Orang Yahudi selama berabad-abad berada di bawah aniaya dan penjajahan. Hal ini yang menjadi faktor naskah-naskah itu
tidak terlalu banyak karena penjajahan dapat menjadi faktor pemusnah. Ke empat, Peraturan menyalin naskah suci.
Menurut tradisi Talmud, suatu naskah yang mengandung kesalahan karena salah salin dan naskah tua yang tidak dapat
dipakai, harus dimusnahkan. Ke lima, pada abad 5-6 ketika para masoretes selesai memberi huruf hidup, maka naskah-
naskah yang tua dimusnahkan agar tidak jatuh ke tangan orang kafir.
4.2.1. Sejarah.
Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani dengan tinta di atas Papyrus. Hal ini diungkapkan dalam II Yohanes 2. Tulisan
yang lebih panjang ditulis pada papyrus rolls. Semua naskah Perjanjian Baru yang asli memang tidak kita miliki lagi. Hal ini
disebabkan oleh keberadaan papyrus yang tidak dapat tahan lama. Tetapi Alkitab menyatakan bahwa naskah-naskah itu
sudah disalin sebelum semuanya hilang (II Pet.3:15-16; Kol4:16). Sejak akhir abad 1 AD, proses menyalin terus berlangsung.
Pada awal abad 2 AD, salinan mulai dibuat dalam bentuk buku tetapi tetap menggunakan bahan papyrus. Ketika zaman
Kaisar Nero, penganiayaan terhadap orang Kristen menyebakan banyak salinan yang tidak sistimatis. Dari tahun 303 AD,
Kaisar Diocletian meneror orang Kristen sampai abad ke 4 AD yang menyebabkan banyak salinan dibakar. Ketika
Konstatine menggantikannya dan mengumumkan Edict of Milan tahun 313 AD, maka gereja menikmati kebebasan sehingga
pada periode ini terdapat banyak salinan. Eusebius diperintahkan untuk mempersiapkan 50 salinan Alkitab. Hal ini terus
berkembang sampai abad 15 AD ketika Alkitab pertama kali dicetak dengan mesin.
Naskah Papyrus terdapat tiga macam, yaitu: pertama, P52 John Rylands Fragment (117-138 AD). Sobekan naskah papyrus
ini dianggap yang paling tua yang berisi 5 ayat dari Injil Yohanes. Naskah ini milik John Rylands Library di Manchester,
Inggris. Ke dua, P45, 46, 47 Chester Beatty Papyri (250 AD). Naskah berada di Museum Beatty dekat Dublin. Naskah ini
terdiri dari 3 kitab dan yang berisi hampir semua kitab Perjanjian Baru, yakni: Pertama, P 45 yang terdiri dari 30 lembar
papyrus yang berisi Injil Yohanes 2 lembar; Injil Matius 2 lembar; Injil Markus 6 lembar; Injil Lukas 7 lembar; dan Kisah
Para Rasul 13 lembar. Ke dua P46 yang terdiri dari 86 lembar. Papyrus ini sebenarnya berisi 104 lembar. Ia berisi Surat
Paulus seperti Roma, Ibrani, 1 dan 2 Korintus, Efesus, Galatia, Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika. Dalam naskah ini surat
Roma dan 1 dan 2 Tesalonika tidak lengkap. Ke tiga; P47 yang terdiri dari 10 lembar papyrus. Isi sebenarnya adalah 32
lembar. Papyrus ini berisi bagian tengah dari Kitab Wahyu 9:10-17:2. Ke tiga, P66, 72, 75 Bodmer Papyri. Ini naskah
terpenting di antara naskah papyrus yang lain. Naskah ini berada di Library of World Literature di Culagny dekat Geneva.
Naskah ini terdiri dari tiga bagian, yakni: pertama, P66 yang berasal dari tahun 200 AD. P66 terdiri dari 104 lembar yang
berisi Injil Yohanes 1:1-6, 11; 6:35b-14:15 dan 40 lembar sobekan dari halaman yang lain yang berisi Injil Yohanes 14-21. Ke
dua, P72 dari abad 3 AD. P72 merupakan salinan Kitab Yudas, 1 dan 2 Petrus dan beberapa kitab aprokripa Perjanjian Baru.
Ke tiga, P75 antara tahun 175-225 AD. P72 terdiri dari 102 halaman dari 144 halaman. Ia berisi Injil Lukas dan Injil Yohanes.
Pada naskah Vellum dan Perkamen terdapat 5 kodex, yakni: pertama, Kodex Vaticatus (325-350 AD). Naskah ini
diperkirakan naskah yang tertua yang ditulis pada vellum. Naskah ini merupakan naskah Perjanjian Lama versi Septuginta
dan Perjanjian Baru secara lengkap dengan beberapa kita apokripa Perjanjian Lama kecuali Kitab 1 dan 2 Makabe dan Doa
Manasses. Bagin Perjanjian Lama yang tidak terdapat dalam naskah ini ialah Kitab Kejadian 1:1-46:28; II Raja-raja 2:5-7,
10-13; dan Mazmur 106:27-138:6. Sedangkan bagian Perjanjian Baru yang tidak ada dalam naskah ini ialah Ibrani 9:14
sampai akhir; Markus 16:9-20; dan Yohanes 7:53-8:11. Maskah ini ditulis dengan huruf besar yang terdiri dari 759 lembar.
Kodex ini disimpan di Perpustakaan Vatican, Kota Vatican, Italia. Ke dua, Kodex Sinaiticus (340 AD). Naskah ini dianggap
penting karena termasuk naskah tua. Naskah ini ditemukan di sebuah Biara di kaki Gunung Sinai yakni Biara St. Catherine
oleh seorang bangsawan Jerman yang bernama Tischendorf. Ketika ia berkunjung ke biara itu pada tahun 1844. Ia
menemukan 43 lembar naskah kuno yang merupakan bagian Perjanjian Lama versi Septuaginta yang berisi I Tawarikh,
Yeremia, Nehemia dan Ester. Ia membawa naskah ini ke Perpustakaan di Leipsig, Jerman. Naskah ini dikenal dengan
sebutan Codex Frederico-Augustanus. Pada tahun 1853, ia mengunjungi biara itu lagi tetapi tidak menemukan apapun. Pada
kunjungannya tahun 1859, ia berhasil mendapatkan 347 lembar. Naskah-naskah ini kemudian disebut dengan sebutan
Kodex Sinaiticus yang berisi lebih dari separo Perjanjian Lama dan semua Kitab Perjanjian Baru kecuali Markus 16:9-20 dan
Injil Yohanes 7:53-8:11. Pada tahun 1975 ditemukan 110 naskah kuno di sebuah ruangan di antaranya terdapat 13 lembar
naskah dan 15 naskah kodex Sinaiticus dan tulisan lain dari tahun 650-850 AD. Ke tiga, Kodex Alexandrinus (450 AD). Pada
tahun 1078, Kodex ini dipersembahkan kepada Patrianch of Alexandria. Pada tahun 1621, naskah ini dibawa oleh Cyril Lucar
ke Konstantinopel. Lucar memberikan naskah ini pada Sir Thomas Roe, Duta besar Inggris di Turki pada tahun 1624 untuk
dipersembahkan kepada Raja James I. Naskah ini tidak pernah sampai ke tangan Raja James I karena raja ini meninggal
sebelum naskah ini sampai ke tangannya. Maka Raja Charles I mewarisi naskah ini pada tahun 1627 sehingga terlambat
untuk dipakai sebagai bahan pembuatan Alkitab versi King James. Pada tahun 1757, Raja George I mempersembahkannya
kepada National Library of The British Museum. Naskah ini terdiri dari seluruh Perjanjian Lama kecuali Kejadian 14:14-17;
15:1-5, 16-19; 16:6-9; I Samuel 12:18-14:9; Mazmur 49:19-79:10; dan seluruh Perjanjian Baru kecuali Matius 1:1-25:6;
Yohanes 6:50-8:52 dan II Korintus 4:13-12:6. Ke empat, Kodex Ephraemi Rescriptus (345 AD). Pada tahun 1500, kodex ini
dibawa John Lascaris ke Italia dan dibeli oleh Pietro Stozzi. Pada tahun 1533, naskah ini menjadi milik Catherine de Medici,
ibu dari Raja Perancis. Sekarang naskah itu berada di Perpustakaan Nasional di Paris. Sebagian besar Perjanjian Lama telah
hilang dan Perjanjian Baru kurang II Tesalonika, II Yohanes dan beberapa bagian dari Kitab Perjanjian Baru lainnya.
Naskah ini merupakan suatu palimpsest rescritus (hapusan yang ditulis lagi). Pada mulanya berisi Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru tetapi sudah tua dan luntur, dihapus oleh Ephraem dan ditulis naskah kotbahnya. Tetapi Tischendorf
berhasil membuat tulisan yang terhapus itu menjadi dapat dibaca dengan reaksi kimia. Kodex ini terdiri dari 209 lembar
yang terdiri dari 64 Perjanjian Lama dan 145 Perjanjian Baru. Ke lima, Kodex Bezae (450 atau 550 AD). Naskah bahasa
Yunani dan Latin yang tertua dari Perjanjian Baru adalah Kodex Bezae. Pada tahun 1562 ditemukan oleh Theodore de Beze
(Beza), seorang Theolog Perancis. Pada tahun 1581, Beza memberikan naskah ini kepada Universitas Cambridge. Naskah ini