Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN BACAAN

Judul Buku : HERMENEUTI Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab

Pengarang : Pdt. Hasan Sutanto, M.Th

Penerbit : SAAT, Malang

Cetakan ke-12 : 2007

Jumlah Halaman :70 Halaman

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjelaskan bahwa Hermeneutik adalah salah satu
bagian dari teologi yang mempelajari teori-teori, prinsip-prinsip dan metode-
metode penafsiran Alkitab. Dalam hal ini melibatkan diri penafsir sepenuhnya,
dengan tujuan mencari maksud yang ingin disampaikan oleh penulis Alkitab.
Penulis menyatakan bahwa Hermeneutik bukan hanya merupakan ilmu, namun
juga merupakan suatu seni, di mana seorang penafsir perlu memiliki rasa seni
yang sanggup menyelami perasaan penulis, melihat keindahan bahasa penulis dan
mengubah karya penafsirannya jadi sesuatu yang indah dibaca dan didengar.
Pembaca setuju dengan pernyataan penulis, karena dalam hermeneutik tidak
hanya dibutuhkan skill untuk menafsir saja, namun juga dibutuhkan juga
kemampuan seni untuk menghasilkan suatu penafsiran yang dapat dinikmati oleh
orang lain.

Penulis juga berusaha menjelaskan hubungan antara hermeneutik dengan


exegesis atau penafsiran membaca keluar arti dari suatu dokumen. Jadi
mempelajari hermeneutik diperlukan untuk menghindari pemborosan tenaga,
waktu dan kesalahan-kesalahan yang tidak perlu dalam penafsiran Alkitab.
Pembaca setuju bahwa dengan hermeneutik akan sangat menolong kita untuk
efisiensi waktu dan tenaga dalam penafsiran. Sementara eksposisi berhubungan
dengan penafsiran, di mana eksposisi lebih memperhatikan aplikasi dan hubungan
dari bagian Alkitab tersebut dengan konteks si penafsir. Pembaca setuju dengan
ide penulis karena dalam menafsirkan Alkitab memang dibutuhkan kemampuan
untuk menyelidiki maksud yang dikandung oleh penulis Alkitab tersebut. Dan
dalam menafsirkan tersebut tentu penafsir memiliki pendekatan tersendiri dalam
mencari makna yang terkandung dalam Alkitab. Hal ini sangat penting karena
tanpa memahami arti yang dimaksud oleh penulis, seorang penafsir akan mudah
terjebak dalam penafsiran subyektif tanpa memperhatikan konteks yang ada.

Dalam bab ini juga dijelaskan sejarah singkat berbagai aliran penafsiran.
Hal ini diberikan untuk menyadarkan kita akan kesalahan-kesalahan yang pernah
dilakukan dalam penafsiran Firman Tuhan, sehingga membantu penafsir modern
memilih jalan yang lebih baik untuk menghindari kesalahan yang sama. Menurut
pembaca, kita memang perlu belajar dari tokoh-tokoh penafsir yang telah ada
tentang bagaimana cara-cara penafsiran mereka, memperhatikan kelebihan dan
kekurangan mereka dalam menafsir. Karena masing-masing tokoh punya
kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Tugas kita adalah mencari mana yang baik dan kelebihan masing-masing
serta memadukannya dalam bentuk penafsiran yang lebih mendekati apa yang
dimaksud oleh penulis Alkitab. Dalam cara penafsiran bapa-bapa Gereja terdapat
Augustinus percaya bahwa Alkitab memiliki 4 lapis pengertian, yaitu Pengertian
harfiah memberitahu apa yang terjadi pengertian alegoris menyangkut iman
kepercayaan pengertian moral berhubungan dengan hal tindak-tanduk pengertian
anagogis menunjuk ke mana kita pergi sorga, langit.
BAB II

PRINSIP DAN METODE PENAFSIRAN ALKITAB SECARA UMUM

A. Analisa Teks

Seorang penafsir harus terlebih dahulu yakin bahwa teks yang ada padanya
adalah yang paling dekat dengan naskah asli, karena penyalinan naskah-naskah
PL dan PB dilakukan dengan sikap yang sangat teliti. Di bagian ini dijelaskan
tentang sejarah singkat pembentukan PL dan PB sebagai kanon, pembaca juga
dibawa untuk mengenal salinan-salinan dan terjemahan-terjemahan kuno yang
penting, juga dijelaskan mengenai codex yang merupakan bentuk penjilidan buku
yang mirip dengan buku modern.

B. Analisa Isi Kitab/Introduksi

Dalam bukunya ini, Hasan Sutanto menyatakan bahwa seorang baru akan
dapat menafsir dengan tepat jika sudah mempersiapkan diri membaca Alkitab
dengan teratur dan terencana. Setelah membaca Alkitab dengan cepat beberapa
kali, kemudian disusul dengan pembacaan yang agak pelan disertai dengan
observasi yang lebih cermat. Menurut pembaca, hal ini sangat tepat karena untuk
dapat menafsir dengan baik, penafsir harus benar-benar mengenal isi kitab yang
hendak ditafsirkannya. Dalam menganalisa ini hal yang perlu diperhatikan adalah
latar belakang penulisan kitab, tanggal penulisan kitab yang biasanya ditentukan
juga oleh gaya bahasa dan ajaran utama suatu kitab, dan pembaca kitab (harus
memperhatikan tempat tinggal pembaca dan data-data tentang diri pembaca)
karena hal ini akan sangat menentukan dalam penafsiran maksud penulis dalam
menulis kitabnya.

C. Analisa Sejarah dan Latar Belakang

Dengan mengetahui sejarah dan latar belakang situasi zaman itu diharapkan
penafsir modern dapat mengerti maksud sesungguhnya dari penulis Alkitab.
Menurut pembaca hal ini sangat penting agar penafsir tidak membawa masuk
maksudnya ke dalam Alkitab karena bisa saja suatu kebiasaan pada zaman itu
berbeda maknanya dengan zaman sekarang. Demikian juga dalam menyelidiki
latar belakang harus memperhatikan unsur geografis, unsur waktu, unsur agama,
unsur politik dan ekonomi, unsur kebudayaan dan kebiasaan. Dengan menyelidiki
hal-hal tersebut kita akan dapat memahami tujuan dan maksud penulis dalam
penulisan kitabnya.

D. Analisa Sastra

Dalam arti luas analisa ini mencakup sejarah, pengarang,sumber, bentuk,


konteks dan lain-lain. Sedang alam arti sempit analisa ini berfokus pada tujuan,
struktur, bentuk penulisan, nada/modus suatu kitab/bagian yang ingin ditafsir.
Pembaca setuju dengan penulis, karena dengan analisa sastra yang cermat, maka
seorang penafsir dapat mengenal isi kitab dengan menyeluruh dan teratur serta
menentukan bagian yang ingin ditafsir dalam kitab itu dan memakai cara
penafsiran yang tepat atas gaya penulisan tertentu. Analisa sastra memperhatikan
juga gaya sastra sebuah kitab atau sebagian kitab tersebut.

E. Analisa Konteks

Konteks yang dimaksud untuk menunjukkan hubungan yang menyatukan


bagian Alkitab yang ingin ditafsir dengan sebagian atau seluruh Alkitab dan
biasanya dibagi dalam: analisa kontes dalam pengertian sempit/dekat yang
menunjuk ayat atau ayat-ayat yang berkisar sebelum dan sesudah ayat-ayat yang
ingin ditafsir dan analisa konteks dalam pengertian luas/jauh yang dapat dilihat
dalam konteks dalam kitab-kitab lain, konteks dalam kitab-kitab yang ditulis oleh
pengarang yang sama dan konteks dalam kitab itu sendiri. Pembaca sangat setuju
dengan ide penulis, karena analisa konteks ini sangat menolong dalam mencari
maksud dari ayat yang hendak ditafsir. Karena seringkali ayat yang hendak
ditafsir tidak dapat berdiri sendiri, tatapi berhubungan dengan ayat sebelum dan
sesudahnya atau bahkan dengan kitab lain.

F. Analisa Kata (Semantik, Lexicologi)


Tanpa menguasai arti suatu kata, penafsir tidak mengerti maksud dari suatu
kalimat, apalagi menafsirnya. Untuk penyelidikan kata mencakup 3 bidang, yaitu:
Fonologi (ilmu suara kata), Morfologi (ilmu bentuk kata) dan Semantik (ilmu arti
kata) yang berfokus pada penyelidikan arti kata. Harus diperhatikan bahwa dalam
Alkitab sering terdapat kata-kata yang sama, tetapi mengandung pengertian yang
berlainan dan arti suatu kata terus berkembang, sehingga tidak tepat jika penafsir
menjelaskan suatu kata dengan konotasi modern. Penafsir juga harus terbuka akan
adanya ungkapan khusus. Pada prinsipnya menurut pembaca apa yang disajikan
oleh penulis sangat tepat karena hal ini merupakan hal yang paling esensi dalam
suatu penafsiran. Karena itu penafsir harus hati-hati dalam melakukan
penyelidikan analisa kata ini.

G. Analisa Tata Bahasa

Analisa ini penting karena suatu kalimat, biasanya ditulis menurut hukum tata
bahasa dan struktur tertentu. Sebenarnya anali sa tata bahasa berhubungan sangat
erat dengan analisa kata. Sebab suatu kata Ibrani atau Yunani dapat diterjemahkan
menjadi suatu kalimat, yang jelas bersangkut paut dengan hukum tata bahasa.
Berdasarkan apa yang disampaikan penulis, menurut pembaca sebenarnya analisa
tata bahasa ini sangat berhubungan erat dengan analisa-analisa yang sebelumnya.
Karena untuk menghasilkan penafsiran yang baik memang dibutuhkan analisa
yang menyeluruh dari kitab yang hendak ditafsirkan.

H. Integrasi

Setelah penyelidikan terhadap pelbagai aspek dan bagian Alkitab yang


hendak ditafsir telah dilakukan, tiba saatnya penafsir mengintegrasikan semua
data itu menjadi suatu tafsiran yang utuh, indah, jelas dan mudah dimengerti.

Usaha mengintegrasikan data-data analisa menjadi suatu tafsiran yang baik


adalah suatu usaha yang lebih bersifat seni dari pada ilmiah. Itu sebabnya di
bagian awal penulis telah menyatakan bahwa Hermeneutik bukan sekedar ilmu,
tetapi juga mengandung unsur seni karena ini sangat dibutuhkan ketika penafsir
mengintegrasikan hasil analisa yang telah dilakukan dalam mencari arti yang
dimaksud penulis.
BAB III

PRINSIP DAN METODE PENAFSIRAN ALKITAB SECARA KHUSUS

Karena dalam Alkitab terdapat bermacam-macam gaya sastra dan cara


komunikasi, maka penulis merasa perlu untuk mengajak pembaca untuk
memperhatikan cara-cara dan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan gaya
sastra dan cara komunikasi tertentu, sehingga diharapkan penafsir modern bukan
saja terhindar dari bahaya salah menafsir, bahkan maju satu langkah dapat
menafsir dengan jelas dan tepat. Pembaca setuju dengan pendapat ini karena
memang kalau kita selidiki, maka beberapa penulis Alkitab menggunakan gaya
bahasa yang khas seperti Mazmur, Amsal, Ayub yang berbentuk syair dan lain-
lain. Dalam bab ini dibahas mengenai:

A. Bahasa Kiasan yang Pendek

Yaitu suatu cara komunikasi (lisan atau tertulis) yang menyampaikan suatu
berita dengan cara memperbandingkan, atau mengasosiasikan dengan hal lain.
Bahasa kiasan adalah suatu alat komunikasi yang dapat memberi penjelasan,
gambaran yang lebih hidup, jelas dan mudah diingat. Di sini dijelaskan pula
beberapa jenis bahasa kiasan pendek dan juga beberapa pegangan untuk
penafsiran bahasa kiasan pendek.

B. Perumpamaan

Perumpamaan di Alkitab adalah cerita-cerita yang dipakai untuk menjelaskan


suatu ajaran moral atau kebenaran rohani, karena cerita ini memiliki beberapa
persamaan dengan ajaran atau kebenaran tersebut. Yang perlu diperhatikan di sini
adalah sumber perumpamaan, tujuan perumpamaan, struktur perumpamaan, isi
dan teologi dalam perumpamaan-perumpamaan PB. Pembaca setuju bahwa
sebagai seorang penafsir perlu memperhatikan metode penafsiran perumpamaan,
karena permpamaan banyak dipakai dalam PB. Bahkan menurut perkiraan,
sepertiga dari pengajaran Yesus disampaikan dalam bentuk perumpamaan.
C. Allegori

Allegori adalah suatu cerita yang mencoba mengadakan beberapa


perbandingan. Allegori adalah perumpamaan yang jauh lebih rumit dan lain
dengan perumpamaan, allegori tidak begitu memperhatikan nasehat moral, tetapi
kebenaran yang bersifat teoritis. Dijelaskan juga oleh penulis beberapa prinsip
penafsiran allegoris. Menurut pembaca hal ini sangat penting karena ternyata
pemakaian allegori dalam Alkitab sudah berbeda dengan metode penafsiran
allegori sekarang ini, sehingga penafsir sering mengabaikan maksud dari penulis
Alkitab dan memaksakan maksud dirinya sendiri ke dalam bagian Alkitab yang
hendak ditafsir, hingga artinya bergeser dari arti yang dimaksud penulis.

D. Simbol

Simbol di sini adalah suatu hal yang dipakai untuk menyampaikan suatu
pengertian yang melebihi pengertian umum/biasa dari hal yang dipakai tersebut.
Dalam Alkitab terdapat cukup banyak simbol, yang dapat dibagi menurut
jenisnya, yaitu benda, peraturan/upacara, tindakan yang bermakna simbolik,
angka, warna, nama, penglihatan, dan mujizat. Penulis juga memberikan beberapa
prinsip/metode dalam menyelidiki simbol ini. Pembaca setuju dengan maksud
penulis, karena dalam Alkitab terdapat banyak simbol yang digunakan dan
masing-masing memiliki pesan khusus yang harus ditafsirkan secara benar. Itu
sebabnya kita perlu belajar prinsip penafsirannya.

E. Tipe (Tipologi)

Tipologi adalah suatu korespondensi dalam satu, atau beberapa aspek tokoh,
peristiwa, benda dan lain-lain di PL dengan tokoh, peristiwa, benda dan lain-lain
yang lebih dekat atau sezaman dengan penulis PB. Atau suatu bayangan dari suatu
kebenaran yang terdapat dalam PL, sedang perwujudannya terdapat dalam PB.
Prinsip yang diberikan penulis dalam menyelidiki tipologi menurut pembaca akan
sangat membantu di dalam penafsiran karena tipologi ini berbeda dengan allegori,
namun kebanyakan penafsir menyamakannya sehingga artinya menjadi bias. Dari
prinsip yang disampaikan penulis yang perlu diperhatikan adalah penjelasan
bahwa tipologi jelas berorientasi ke sejarah, sedang allegori mencoba mencari
makna yang tersembunyi di belakang pengertian harfiah.

F. Syair

Syair yang dimaksud di sini terbatas hanya syair PL karena luasnya bahasan
dalam Alkitab sangat luas. Hal-hal yang dibahas oleh penulis antara lain: sifat
syair PL, fungsi/jenis syair PL, beberapa ciri khas dari syair PL, beberapa hal
tentang kitab Mazmur, dan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penafsiran
syair Alkitab. Menurut pembaca kita perlu mempelajari prinsip/metode penafsiran
bentuk syair, karena sepertiga bagian dari PL saja ditulis dalam bentuk syair.
Pembaca setuju dengan penulis bahwa dalam penafsiran syair Alkitab kita harus
memperhatikan konteks, latar belakang dan tujuan utama penulisan syair supaya
tidak salah dalam memahami arti yang dimaksud penulis kitab tersebut.

G. Nubuat

Di bagian ini, penulis memberi penjelasan tentang fungsi nabi, beberapa


aspek isi berita nubuat, beberapa ciri nubuat secara umum, beberapa persoalan
dalam penafsiran nubuat dan beberapa pegangan dalam penafsiran nubuat.
Menurut pembaca, memang perlu mempelajari prinsip penafsiran nubuat bukan
saja karena jumlah ayat-ayat yang bersifat nubuat sangat banyak, tetapi juga
karena ayat-ayat demikian sulit ditafsir dan sering menimbulkan perdebatan yang
sengit.

H. Apokaliptik

Dalam pengertian umum, istilah ini menunjuk sekelompok literatur beserta


konsep-konsep dasarnya, yang bertumbuh subur di daerah Alkitab, yang banyak
terdapat di sekitar abad ke-2 sM sampai abad pertama. Dalam bagian ini penulis
membahas mengenai ciri-ciri literatur apokaliptik umum, sebab timbulnya dan
asal-usul literatur apokaliptik umum, perbedaan antara literatur apokaliptik umum
dan Alkitabiah, dan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penafsiran
Apokaliptik. Menurut pembaca, setiap penafsir perlu mempelajari metode
penafsiran apokaliptik, karena hal ini menubuatkan hal-hal yang akan datang,
hampir mirip dengan nubuat. Apokaliptik sangat menonjol dalam hal eskatologi.

I. Surat

Penulis mengutip pendapat dari Adolf Deismann, yang pada awal abad ke-20
menyelidiki surat-surat kuno yang ditulis dalam papirus dapat dibagi dalam 2
golongan, yaitu Surat Umum dan Surat Pribadi. Surat ini banyak kita jumpai
dalam PB, dalam PL hanya terdapat beberapa surat saja. Pembaca setuju dengan
penulis bahwa kita perlu mempelajari metode penafsiran surat, karena dalam PB
saja terdapat 23 surat. Pembaca juga setuju bahwa untuk mengerti suatu surat, kita
perlu membaca keseluruhannya dengan cermat dan mengerti latar belakangnya
sehingga dapat mengerti maksud si penulis surat tersebut.

J. Kutipan-kutipan PL dalam PB

Hubungan antara PL dan PB begitu erat dan tak terpisahkan, ini didasarkan
atas kesaksian penulis-penulis PB dan bahkan Tuhan Yesus sendiri. Dalam bagian
ini penulis memberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal kutipan
PL dalam PB, yaitu: batas suatu kutipan, naskah/terjemahan Alkitab yang dipakai
oleh penulis-penulis PB, cara penafsiran yang dipakai oleh penulis-penulis PB dan
fungsi kutipan PL adalah konteks PB. Pembaca setuju dengan pendapat penulis,
karena dalam PB terdapat cukup banyak kutipan dari PL dan cara penafsiran
penulis PB cukup kaya. Pelbagai penafsiran/penjelasan ini menolong kita lebih
mengerti Firman Allah baik di PL maupun di PB. Sebab penulis-penulis PB
adalah hamba-hamba Tuhan yang diberi ilham oleh Allah untuk melihat makna
yang lebih lengkap, pengertian yang lebih dalam, dan penggenapan yang lebih
jelas yang belum diketahui oleh penulis PL.

Anda mungkin juga menyukai