Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HERMENEUTIK

“Sastra Hikmat Kitab Ayub”

Disusun oleh :
Natanael Difrera Prakastyo

NIM: 
2086171038

Dosen Pengampuh : 
Dr. Yehuda Indra Gunawan, S.E

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI EKUMENE 


JAKARTA

KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur bagi Tuhan Yesus Kristus, oleh karena hikmat dan kasih
karunia-Nya yang melimpah saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini hingga tepat
waktu. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak dosen yang telah memberikan tugas
akhir mata kuliah, memberikan banyak ilmu, dan tuntunan supaya saya dapat mengerti dari
mata kuliah yang disampaikan.

Makalah ini berjudul “Sastra Hikmat Kitab Ayub”. Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas akhir dari mata kuliah hermeneutika. Di dalam penulisan
makalah ini menjelaskan tentang pengertian hikmat Alkitab, cara menafsir kitab Ayub, dan
unsur-unsur dalam kitab Ayub secara khusus. Saya berharap dengan adanya makalah ini
dapat menjelaskan maksud, tujuan, dan makna yang terkandung dalam penjelasan yang
diberikan.

Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini dan masih
jauh dari kata sempurna. Besar harapan saya untuk dapat memberikan umpan balik baik
berupa kritik dan saran sebagai bahan untuk memperbaiki diri kedepannya. Akhir kata,
semoga penulisan makalah ini dapat memberikan pemahaman baru tentang kitab Ayub
kepada pembaca.

Penulis

Mei 2022
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................4
BAB 1....................................................................................................................................................5
A. Latar Belakang...........................................................................................................................5
B. Tujuan........................................................................................................................................6
C. Manfaat......................................................................................................................................6
Bab 2.....................................................................................................................................................7
A. Pengertian Hikmat.....................................................................................................................7
B. Kitab Ayub................................................................................................................................8
C. Makna teologis kitab Ayub......................................................................................................12
D. Prinsip penafsiran Kitab Ayub.................................................................................................12
Bab 3...................................................................................................................................................14
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................15
BAB 1

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Alkitab merupakan kitab yang memuat kebenaran yang menyangkut hubungan


manusia dengan penciptanya. Sepanjang sejarah yang dijelaskan oleh Alkitab,
mengisahkan kejadian yang secara rutut mulai dari penciptaan manusia hingga kejadian
yang akan terjadi pada akhir zaman. Semua teks yang termuat dalam Alkitab merupakan
pengilhaman Allah, dan ini merupakan suatu kebenaran. Akan tetapi yang menuangkan
hasil pengilhaman tersebut kedalam bentuk tulisan yaitu orang kepercayaan Allah. Teks
kebenaran tersebut merupakan catatan sejarah yang berfokus pada teologi, himne, doa,
hikmat, perumpanaan, surat, puisi, nasehat, dan nubuat.

Salah satu kebenaran tersebut adalah kitab hikmat. Kitab hikmat yang termuat di
dalam Alkitab secara runtut di kanonisasikan1 atau disusun sedemikian rupa sehingga
terbentuk deretan kitab hikmat. Kitab hikmat Alkitab terdiri dari kitab Mazmur, Amsal,
Pengkhotbah, dan Kidung Agung. Adapun Alkitab Deuterokanonika (istilah kanon kedua
yang digunakan oleh Gereja Katolik, Gereja Ortodoks timur, Gereja Ortodoks Oriental
dan Gereja di timur)2 yang terdiri atas Kitab Kebijaksanaan Salomo dan Kitab Sirakh.
Ciri khas dari kitab hikmat yaitu memiliki keunikan dimana kitab tersebut menjelaskan
makna hikmat yang berbeda-beda, serta dikisahkan melalui pengalaman hidup yang
berbeda. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dan disepakati Ketika kita membahas kitab
sastra hikmat. Pertama, penafsir harus mengklasifikasikan ketujuh kitab tersebut sebagai
kitab hikmat dan hal ini tidak berarti bahwa kitab dalam perjanjian lama tidak
mengandung hikmat atau kebijaksanaan. Kedua, kepengarangan sastra hikmat dalam
perjanjian lama adalah sesuatu yang kompleks. Ketiga, persoalan yang terjadi dalam kitab
hikmat merupakan makna dari hikmat kebijaksaan itu sendiri3.

1
“Kanon Alkitab.”
2
“Deuterokanonika.”
3
Nursantosa, “Kapan Allah Membuat Segalanya Indah,” 157–84.
Akan tetapi jika dilihat dari sumbernya, literatur hikmat merupakan sebuah hasil dari
pergumulan panjang dari tradisi yang turun temurun diwariskan dan hal ini yang
menyebabkan kitab tersebut memiliki berbagai bentuk gaya bahasa 4. Melihat bentuk dan
gaya bahasa yang sangat kaya, hal ini menjadikan tantangan bagi para penafsir
kontemporer yang akan menafsirkan kitab Hikmat. Oleh sebab itu, kitab hikmat secara
khusus akan membimbing kita agar dapat menjalankan seperangkat kehidupan yang baik
di dunia ini.

B. Tujuan

Penyusunan dari penulisan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas akhir
dari mata kuliah hermeneutik, serta dapat membantu para pembaca supaya dapat mengerti
makna dan kaidah yang termuat dalam kitab hikmat.

C. Manfaat

Agar dapat membantu pembaca dalam menemukan pemahaman baru yang dikisahkan
di dalam kitab Ayub ini. Motivasi dan nasehat yang termuat akan memampukan kita
dapat berpikir lebih kritis bahwa segala sesuatu tidaklah selalun indah. Dan kenyataan
hidup sekarang ini adalah perbuatan baik tidak selalu mendapatkan imbalan perbuatan
balik pula. Kitab ini akan memberikan pemahaman yang luas dan kompleks tentang
persoalan yang terjadi di dunia ini.

4
Zaluchu, “Pola Hermenetik Sastra Hikmat Orang Ibrani,” 21.
Bab 2

Pembahasan

A. Pengertian Hikmat

Secara etimologi hikmat diartikan sebagai seperangkat kebijaksanaan yang menuntun


kita agar dapat bersikap bijaksana. Akan tetapi hikmat yang terkandung dalam Alkitab
bukan hanya sekedar pengetahuan atau kecerdasan intelektual saja, melainkan berkaitan
dengan kemampuan atau tindakan nyata dalam diri seseorang untuk dapat meresponi
segala masalah yang muncul di dalam kehidupannya. Namun banyak dari para
pengkhotbah yang sering kali menyalahgunakan makna dari kitab sastra hikmat. Yaitu
dengan mendukung suatu gaya hidup dunia sekuler sehingga memiliki hidup yang
berkelimpahan. Hal ini tidaklah benar, sebab makna sesungguhnya dari semua kitab
sastra hikmat adalah “takut akan TUHAN” (Ams. 1:7; 9:10; Ayb. 28:28; bdk. Mzm.
111:10; Pkh. 12:13) yang diimplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Konsep takut akan
TUHAN tersebut akan menuntun kita untuk mempertimbangkan segala jenis kejadian
baik itu kejadian yang baik maupun buruk, serta mendapat pengertian yang benar tentang
hidup di dalam dunia dengan tuntunan dan pertolongan dari Allah5.

Setiap kitab sastra hikmat Alkitab memiliki cara, sudut pandang , dan penulisan yang
berbeda dalam menjelaskan pengertian takut akan TUHAN dan hidup yang baik di dunia.
Semua makna penulisan kitab sastra hikmat akan bermuara kepada suatu pola berpikir
teologis yang menerapkan hikmat Allah. Dengan memahami hikmat Allah, maka kita
akan menemukan pola berpikir praktis dalam menanggapi permasalahan. Pola berpikir
tersebut akan menjelaskan suatu pengertian yang bijaksana ketika menghadapi realitas
dunia ini.

Dalam menafsirkan kitab hikmat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan supaya
kita mendapat suatu pemahaman baru tentang kitab sastra hikmat6:

1. Teks kebijaksaan yang terkandung dalam kitab-kitab sastra hikmat merupakan


golongan kepustakaan (literatur) yang tidak lazim bagi kebanyakan orang Kristen

5
R. Osborne, Spiral Hermenetika: Pengantar Komprehensif bagi Penafsir Alkitab, 283.
6
Scheunemann, Panduan Lengkap Penafsiran Alkitab, 75–72.
pada masa kini. Hal ini yang menyebabkan sebagian dari teks firman sering salah
dimengerti. Apabila kebijaksaan disalahgunakan akan menyebabkan seseorang
mementingkan diri sendiri, materialistis, dan berpandangan dangkal. Hal tersebut
jelas melenceng dari makna yang sesungguhnya dari hikmat Allah.
2. Kebijaksanaan haruslah dipandang dari segi pengalaman hidup. Hal ini yang
membuat kebijaksanaan miliki segi pribadi dan praktis. Kebijaksanaan akan
muncul apabila seseorang mampu berpikir dan bertindak menurut kebenaran yang
telah dipelajari. Pengertian tersebut akan menjadikan seseorang berusaha menjadi
bijaksana.
3. Kebijaksanaan meliputi berbagai aspek kehidupan seperti moral, kehendak, dan
intelektual yang memampukan seseorang dapat memiliki hidup yang baik di
dunia, dan bukan untuk kepentingan sendiri.
4. Kesalahan yang paling sering terjadi dalam memaknai kitab sastra hikmat dapat
digolongkan menjadi tiga bagian. Pertama, seseorang hanya mengambil atau
membaca satu ayat tanpa melihat konteks lainnya. Kedua, kebanyakan orang
sering salah pengertian tentang hikmat kebijaksaan Allah. Ketiga, seringkali orang
tidak mengikuti alur perdebatan di dalam kisah kebijaksanaan (Ayb. 15:20).
5. Kebijaksanaan harus diajarkan terus menerus. Dapat disampaikan melalui sebuah
perdebatan, diskusi, dan monolog.

Jadi hikmat kebijaksanaan bukanlah sekedar menjalani pola kehidupan yang


secara biasa saja, namun seperakat pengertian untuk kita bisa menjalani kehidupan
yang baik serta takut akan TUHAN. Pemahaman ini akan memampukan kita untuk
lebih kritis dan berhati-hati dalam menjalani kehidupan. Oleh sebab itu, untuk dapat
memahami dan menerimanya harus ada integrasi dari keseluruhan Alkitab, serta harus
memperhatikan konteks historis, social, dan religius7.

B. Kitab Ayub

Sebagai pendahuluan, kitab Ayub menuturkan pesan yang sangat dalam dari suatu
masalah yang sangat kompleks. Masalah terjadi antara Ayub (tokoh utama kitab ini)
dengan setiap masalah yang menimpa dirinya. Masalah tersebut menyangkut pribadi
TUHAN yang disembahnya dan juga beberapa tokoh yang dikisahkan di dalamnya. Kitab

7
“Teologi Sastra Hikmat.”
ini merupakan salah satu kitab yang unik. Karena penggambaran alur kisah dan berbagai
permasalahannya yang membuat pemahaman menjadi luas tentang hikmat Allah.

Kitab ini diawali dengan kisah Ayub yang berasal dari tanah Us. Ayub sendiri
bukanlah orang Israel. Dan penulis kitab (hingga saat ini belum diketahui siapa penulis
dari kitab Ayub) ini tidak menjelaskan secara detail latar belakang tokoh utama ini. Akan
tetapi penulis ingin para pembacanya fokus pada makna kisah Ayub dan berbagai
pertanyaan-pertanyaan penting dari permasalahan yang dihadapi Ayub.

Kitab Ayub memiliki desain sastra atau runtutan pembahasan yang sangat jelas. Kitab
ini dibuka dengan prolog naratif singkat dalam pasal yang pertama hingga kedua dan
ditutup dengan epilog pasal ke-43. Pada bagian tengah kitab, banyak sekali puisi Ibrani
yang menyuguhkan percakapan antara Ayub dengan keempat lawan bicaranya yang
disebut sebagai sahabat-sahabatnya, dan terletak dibagian pasal ke-3 hingga ke-37 8. Lalu
percakapan tersebut diakhiri dengan serangkaian pidato puitis yang disampaikan oleh
Allah kepada Ayub.

Pada bagian prolog, pertama-tama Ayub sangat mengindahkan kehendak Allah. Dari
pihak Allah, Ayub didapati hidup tidak bercacat cela, hidup benar, dan menghormati
Allah. Ayub sungguh-sungguh mengasihi Allah dalam segala hal. Lalu selanjutnya, kita
diajak untuk masuk ke dalam alam surgawi dan Allah sedang mengadakan pertemuan
dengan anak-anak Allah. Hal ini merupakan penggambaran yang sangat khas tentang
bagaimana Allah menjalankan dunia ini. Selanjutnya diantara anak-anak Allah, terdapat
satu sosok yang bernama setan. Dalam Bahasa Ibrani, setan diartikan sebagai penuduh
atau pendakwa. Secara tidak langsung, pembaca seolah-olah menyaksikan kejadian yang
terjadi di dalam ruangan TUHAN. TUHAN menggambarkan sosok Ayub yang memiliki
hidup yang sedemikian saleh dan jujur, serta takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.
Lalu sang pendakwa atau setan tersebut menantang kebijaksanaan Allah. Salah satu
alasannya adalah karena Allah telah memberikan kemakmuran atau imbalan kepada
Ayub, sehingga Ayub dapat saleh, taat, dan takut kepada-Nya9. Kemudian Allah
menyetujui alasan yang dibuat oleh pihak pendakwa, yaitu setan sendiri, untuk
menimbulkan penderitaan kepada Ayub. Dari sini muncul sekali banyak pertanyaan
mengenai “mengapa Allah membiarkan hal itu terjadi?, mengapa Allah mengizinkan

8
Atkinson and Jones, Ayub, 15.
9
Atkinson and Jones, 22.
orang baik mengalami penderitaan?”. Kita berekspetasi bahwa kitab ini akan menjawab
pertanyaan tersebut. Akan tetapi hingga akhir kitab ini, tidak di dapati satu jawaban pasti
dari pertanyaan tersebut. Bagian prolog membentuk suatu garis besar pertanyaan central
tentang keadilan Allah dan apakah Allah menjalankan alam semesta berdasarkan prinsip
keadilan mutlak?. Lalu bagian prolog ditutup dengan penderitaan Ayub.

Pada bagian utama kitab ini, Ayub diperdebatkan dengan ketiga sahabatnya yang
memberikan pertanyaan yang khas dari orang Israel dekat kuno. Perdebatan tersebut
berisikan tiga pertanyaan. Pertama, apakah Allah itu Allah yang adil?. Kedua, apakah
Allah menjalankan dunia ini berdasarkan prinsip keadilan mutlak?. Ketiga, bagaimana
penderitaan Ayub dapat dijelaskan?. Pertanyaan tersebut mengasumsikan para sahabatnya
tentang seperti apakah keadilan Allah itu yang diartikan bahwa segala sesuatu yang
terjadi, seharusnya dijalankan berdasarkan prinsip keadilan mutlak. Disini Ayub sangat
kecewa dengan sahabatnya10. Seperti contoh, jika manusia berbuat baik maka hal-hal baik
akan datang kepadanya. Namun jika seseorang jahat maka hal buruk akan menimpanya.
Ayub terus menerus berpendapat bahwa dirinya tidak bersalah, dan berarti penderitaan yg
dia rasakan bukanlah hukuman dari Allah. Pendapat Ayub yang dia sampaikan adalah
benar adanya, seperti yang telah Allah sampaikan bahwa Ayub tak bercela dihadapan-
Nya11. Lalu Ayub menyimpulkan dengan memberikan tuduhan kepada Allah yaitu dengan
menuduh-Nya dengan menganggap Dia tidak menjalankan dunia ini berdasarkan
keadilan, bahkan beranggapan bahwa Allah itu tidak adil. Akan tetapi menurut sahabat
Ayub, Allah itu adil. Artinya Allah menjalankan prinsip keadilan seperti ini dan sahabat
Ayub tidak menuduh Allah melainkan menuduh Ayub. Mereka menuduh Ayub dengan
alasan, bahwa Ayub telah melakukan tindakan yang tidak disukai oleh Allah.

Ayub tidak melakukan apapun dan memberikan sanggahan terhadap tuduhan-tuduhan


tersebut yang langsung kepada Allah. Hal yang harus diperhatikan pada bab ini yaitu
Ayub yang sedang mengalami emosi yang tidak stabil di dalam puisi-puisi kitab Ayub ini.
Ayub selalu beranggapan bahwa Allah selalu berlaku adil, akan tetapi penderitaan yang
dia terima menjadikan Ayub berubah anggapan (Ayb. 27:2). Sehingga secara berulang
kali, Ayub menuduh Allah sebagai penganggu (Ayb 16:9). Bahkan dalam satu
kesempatan, Allah merancang satu ketidak adilan terhadapnya (Ayb. 9:22-23). Akan
tetapi pada satu kesempatan, Ayub menjadi ketakuan dan berharap bahwa Allah itu
10
Bijl, Ayub sang konglomerat, 39.
11
Atkinson and Jones, Ayub, 26.
benar-benar adil (Ayb. 27:8). Lalu pernyataan terakhir yang Ayub utarakan yaitu tentang
ketidakbersalahan Ayub dan menuntut Allah menemuinya secara pribadi (Ayb. 31:35) 12.
Di titik ini ada seorang sahabat datang bernama “Elihu”, yang memiliki pendapat yang
sama dengan Ayub dan juga ketiga sahabat lainnya. Dia berpendapat bahwa Allah itu adil
dan Allah selalu menjalankan alam semesta dengan adil. Kemudian Elihu menarik
kesimpulan bahwa penderitaan yang dialami Ayub bukanlah suatu penderitaan, tetapi
suatu peringatan agar seseorang tidak berbuat dosa dimasa yang akan datang. Bisa juga
Allah memakai penderitaan tersebut kepada Ayub supaya dapat membentuk karakter.

Pada pasal 38-39, Allah hadir kepada Ayub secara pribadi untuk menanggapi tuduhan
Ayub bahwa Allah tidak adil dan tidak cakap dalam menjalankan kehidupan. Lalu Allah
mengajak Ayub untuk berjalan mengelilingi alam semesta dan Allah mengajukan segala
pertanyaan kepada Ayub tentang keteraturan dan asal mula alam semesta (Ayb. 38:4).
Allah menaruh perhatian detail yang bahkan tidak pernah terpikirkan oleh Ayub. Allah
memberikan tanggapan tentang alam semesta yang begitu kompleks dan sangat luas, dan
mata Allah tertuju kepada semua detail yang ada. Selanjutnya Allah mengajukan
pertanyaan kepada Ayub tentang bagaimana dia menjalankan alam semesta yang
kompleks itu berdasarkan prinsip keadilan mutlak (Ayb. 40a). Kemudian pada poin
terakhir, Allah menggambarkan tentang dua makhluk yang luar biasa (Ayb. 40b-41) yaitu
“Behemot dan Lewiatan”, yang digambarkan orang-orang sebagai seekor buaya dan kuda
nil. Ini merupakan simbol kekacauan yang dikisahkan pada kitab lainnya seperti dalam
Yesaya 27:1 dan Mazmur 74:13-14. Intinya dunia milik Allah tersebut sungguh indah dan
luar biasa, namun tidak selalu aman. Dunia milik Allah memiliki keteraturan, namun juga
berbahaya.

Hal ini mengembalikan kita kepada pertanyaan besar dari Ayub, yaitu mengapa ada
penderitaan di dunia ini? Akan tetapi Allah tidak menjawab pertanyaan tersebut. Justru
Allah ingin kita mengerti bahwa dunia ini adalah dunia sangat luas dan kompleks yang
pada dasarnya tidak dirancang untuk dapat mencegah penderitaan. Ayub masih tetap
meminta penjelasan dari Allah, akan tetapi Allah ingin supaya Ayub percaya terhadap
hikmat dan karakter-Nya.

Ayub menanggapi dengan kerendahan hati dan penyesalan serta memohon


pengampunan kepada Allah karena telah menuduh Allah (Ayb. 42a). Ayub mengakui
12
Bijl, Ayub sang konglomerat, 64–63.
bahwa ia telah melewati batas. Kemudian kitab ini di tutub dengan epilog singkat tentang
ketiga sahabat Ayub yang beranggapan bahwa pandangan mereka terlalu sederhana. Lalu
Allah berbicara kepada Ayub bahwa dia mengatakan Allah dengan benar. Allah tetap
menerima pergumulan, perjuangan, dan kejujuran Ayub kepada TUHAN dan meminta-
Nya supaya berbicara sendiri kepada Ayub.

Kitab ini di tutup dengan pemulihan keluarga Ayub. Bukan karena hadiah atas
penderitaan yang telah dialaminya, namun sebagai kemurahan hati Allah kepada Ayub.
Jadi kitab Ayub tidak memecahkan jawaban tentang mengapa hal-hal buruk terjadi
kepada orang-orang baik. Tetapi kitab ini mengundang kita untuk percaya kepada hikmat
Allah ketika kita menghadapi penderitaan. Bukan untuk mencari alasan mengapa hal itu
terjadi atasnya. Karena ketika kita mencari alasan, kita cinderung menyederhanakan
Tuhan. Jadi kitab ini secara jujur membawa kita untuk dapat mempercayai sepenuhnya
kepada Allah ketika kita menghadapi permasalahan di dunia ini.

C. Makna teologis kitab Ayub

Kitab Ayub sangat jelas menggambarkan penderitaan yang dialami secara pribadi,
bukanlah suatu penderitaan atas bangsa. Allah mengizinkan orang yang takut akan Tuhan
mengalami penderitaan13. Allah berdaulat atas segala peristiwa yang terjadi kepada Ayub
dan hal itu bukanlah kebetulan, melainkan ada rencana TUHAN di dalamnya. Dengan
demikian kita dapat bercermin dari kisah Ayub yang menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah, sehingga pada akhirnya Ayub menyelesaikan penderitaan tersebut. Jadi
kitab Ayub secara keseluruhan memepersoalkan keadilan TUHAN. Bahkan tidak selalu
Allah menjawab segala pertanyaan mengenai pergumulan yang dihadapi manusia,
melainkan menggunakan sudut pandang hikmat Allah agar kita dapat mengerti segala
persoalan yang terjadi. Meskipun demikian, kitab Ayub diakui sebagai karya sastra
hikmat yang bernilai tinggi. Karena menceritakan bagaimana manusia secara sadar
mengakui karya Allah di dalam dunia terlebih dalam menghadapi persoalan hidup.

D. Prinsip penafsiran Kitab Ayub

Ada beberapa prinsip penafsiran yang perlu diperhatikan dalam menafsirkan kitab
sastra hikmat Ayub14.

13
Stevanus and Marbun, “Memaknai Kisah Ayub Sebagai Refleksi Iman Dalam Menghadapi
Penderitaan,” 26.
14
William W. Klein, L. Blomberg, and L. Hubbard, Jr, Biblical Interpretation 2.
1. Penafsir harus berusaha menemukan makna yang termuat dalam kitab Ayub
karena Sebagian besar kitab Ayub memperlihatkan perdebatan antara Ayub,
Allah, dan sahabatnya.
2. Beberapa ayat mengidentifikasikan Ayub sebagai sang pahlawan (Ayb. 1:8).
3. Ada beberapa genre lain yang diselipkan dalam perdebatan. Maka penafsir harus
menganalisis maknanya.
4. Pengakuan yang diajukan Ayub atas ketidakbersalahannya diperlukan penafsiran
yang krusial untuk dapat memahami kitab Ayub (Ayb.1-2).
5. Penafsir harus mencari makna gagasan utama dari pembahasan berdasarkan
pertimbangan yang teliti terhadap percakapan yang panjang dan puitis yang
dilakukan Allah.
6. Akhir dari kitab Ayub memberikan penjelasan yang krusial bagi penafsir atas
pertanyaan yang ada di dalamnya.
7. Gagasan utama kitab Ayub harus dipahami, sejalan dengan perspektif dari kitab
sastra hikmat lainnya (Amsal, Mazmur, Pengkhotbah, dsb) di bawah tuntunan
wahyu Ilahi.
Bab 3

Kesimpulan

Kitab sastra hikmat Ayub ini memberikan pemahaman kepada kita tentang segala
persoalan yang sering terjadi saat ini. Ayub sebagai orang yang saleh dan taat tetap menerima
penderitaan (Ayb. 1-2). Penderitaan jenis penderitaan Ayub mengingatkan kita atas berbagai
persoalan yang sering kali kita hadapi namun kita terlalu gegabah untuk mengambil
keputusan. Ayub adalah cerminan diri kita ketika kita masih putus asa menghadapi persoalan.

Allah secara adil akan membimbing kita dalam menyelesaikan persoalan yang
menimpa kita. Tidak mungkin Allah tidak memiliki rencana atas masalah yang kita rasakan.
Kendati demikian, Allah lebih memilih untuk mengasihi dan memperhatikan kita sedetail
mungkin. Hikmat Allah melampaui pikiran manusia dan manusia harus rela serta tunduk
untuk mendengarkan berbagai nasehat dari Allah. Kitab Ayub menekankan bahwa segala
sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak selalu baik. Bahkan jika kita sudah berbuat baikpun,
kita pasti akan mengalami persoalan. Dalam kitab Ayub, Allah menjelaskan bahwa rencana-
Nya jauh lebih tinggi daripada jalan yang kita rencanakan dan segala penderitaan yang terjadi
di dunia ini sudah Allah izinkan. Bukan berarti Allah tidak mengetahui apa yang telah Ia
perbuat. Akan tetapi kita harus tetap rendah hati tunduk kepada nasehat-Nya.

Jadi kita semua diajarkan untuk tidak melihat sebuah masalah sebagai suatu hukuman
Allah, melainkan sebuah hadiah yang tentunya akan mendewasakan karakter dan iman kita
kepada Allah. Kitab Ayub mengajarkan bukan hanya kebijaksanaan duniawi saja, melainkan
hikmat Allah yang sebenarnya membangun pengertian kita atas kedaulatan dan kebenaran
Allah yang sejati.
DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, David John, and Gweyneth Jones. Ayub. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF, 2000.

Bijl, C. Ayub sang konglomerat, 2004.

“Deuterokanonika.” In Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, April 2, 2022.


https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Deuterokanonika&oldid=20921827.

“Kanon Alkitab.” In Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, June 29, 2021.
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kanon_Alkitab&oldid=18588353.

Nursantosa, Andre Putranto. “Kapan Allah Membuat Segalanya Indah: Misteri Waktu dalam
Kitab Pengkhotbah 3:11.” MELINTAS 33, no. 2 (July 13, 2018): 157–84.
https://doi.org/10.26593/mel.v33i2.2959.157-184.

R. Osborne, Grant. Spiral Hermenetika: Pengantar Komprehensif bagi Penafsir Alkitab.


Surabaya: Momentum Christian Literature, 2018.

Scheunemann, Rainer. Panduan Lengkap Penafsiran Alkitab. Yogyakarta: Penerbit ANDI,


n.d.

Stevanus, Kalis, and Stefanus M Marbun. “Memaknai Kisah Ayub Sebagai Refleksi Iman
Dalam Menghadapi Penderitaan,” n.d., 19.

“Teologi Sastra Hikmat.” Accessed May 24, 2022. https://www.samsb.org/?resource=teologi-


sastra-hikmat.

William W. Klein, Craig L. Blomberg, and Robert L. Hubbard, Jr. Biblical Interpretation 2.
2nd ed. Vol. 2. 1 vols. LITERATUR SAAT, n.d.

Zaluchu, Sonny Eli. “Pola Hermenetik Sastra Hikmat Orang Ibrani.” Evangelikal: Jurnal
Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat 3, no. 1 (January 30, 2019): 21.
https://doi.org/10.46445/ejti.v3i1.123.

Anda mungkin juga menyukai