Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Tugas gembala sidang untuk memelihara umat Allah, merupakan tugas

yang sangat kompleks. Gembala merupakan penuntun bagi umat yang dipercayakan

kepadanya oleh Tuhan Yesus. Gembala bertanggung jawab sepenuhnya di hadapan

Allah untuk segala sesuatu yang ia lakukan kepada jemaat yang ia layani; baik tentang

pertumbuhan imannya, pengetahuannya, dan lain sebagainya (1 Ptr. 5:1-4).

Tidak dapat dipungkiri, meskipun gembala diperhadapkan kepada berbagai

permasalahan yang semakin lama semakin rumit. Gereja melalui fungsi

penggembalaannya bisa menjadi tempat bagi orang-orang untuk mendapatkan

jawaban dan pertolongan dalam hidupnya. Pada sisi yang lain dengan tingkat

perkembangan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan yang semakin maju, juga

dalam bidang Information Technology (IT) gereja sebenarnya bisa memanfaatkannya

untuk pelayanan secara maksimal.

Realitanya, sekarang orang lebih mencari jawaban melalui apa yang

ditawarkan para pofesional dunia. Gereja dianggap ketinggalan jaman dalam upaya

menjalankan tugas dan fungsinya. Melalui berbagai pandangan dan survei yang ada,

diperoleh kesimpulan bahwa salah satu penyebab kemunduran gereja adalah tidak

berfungsinya kepemimpinan gembala dengan baik.1 Mengingat kondisi seperti ini

kepemimpinan gembala mesti digali, dikaji, dan dikembangkan. Oleh karena itu, hal

paling penting bagi para pemimpin gereja atau gembala mesti melihat kembali pola

kepemimpinan dalam Alkitab yang efektif dan berhasil.


1
Majalah Spektrum, Hasil Riset, Kemunafikan Pemimpin Gereja Jadi Alasan Generasi
Muda Enggan Ke Gereja. https://majalahspektrum.com/2020/02/12/hasil-riset-kemunafian-pemimpin-
gereja-jadi-alasan-generasi-muda-enggan-ke-gereja/

1
2

John C. Maxwell menyatakan, “segalanya bangkit dan jatuh karena

kepemimpinan.” 2 Oleh karena itu pernyataan ini menjelaskan mengenai betapa

penting dan mendesak keberadaan kepemimpinan dalam suatu organisasi. Secara

lebih khusus yang sedang disoroti oleh penulis adalah kepemimpinan gembala sidang.

Myles Munroe juga menyoroti tentang kepemimpinan, ia menyatakan bahwa:

Tantangan terbesar kita adalah kekosongan posisi kepemimpinan. Kebutuhan


nomor satu di seluruh dunia sekarang ini bukan uang, program-program sosial,
atau bahkan pemerintahan yang baru, melainkan kepemimpinan yang
berkualitas, bermoral, berdisiplin, dan berpusat pada prinsip.3

Frasa “kepemimpinan yang berpusat pada prinsip.” Prinsip yang

dimaksudkan oleh Munroe, tentunya bukanlah prinsip sembarang prinsip, melainkan

prinsip yang didasarkan pada nilai-nilai yang di dalamnya juga terkandung strategi

yang matang dan standar yang layak dihormati dan dapat dijadikan teladan bagi

kepemimpinan dalam ranah apapun. Oleh karena itu, gembala sidang harus

mempunyai cara pandang yang jauh lebih spesifik dan lengkap guna kemajuan dan

perkembangan jemaat Tuhan di setiap gereja masing-masing.

Mengutip dari penjelasan John Stott tentang cakupan kepemimpinan:

Kita jangan keliru, yang disebut kepemimpinan itu jenis dan derajatnya
bermacam-macam. Kepemimpinan tidak hanya terbatas kepada segolongan
kecil negarawan, atau kepada sejumlah kecil tokoh yang bercokol pada puncak
kehidupan nasional. Dalam setiap masyarakat kepemimpinan itu mempunyai
bentuk dan rupa yang aneka raga. . . . Dalam semua bidang dan situasi masa
kini semakin terasa kebutuhan yang amat sangat akan pemimpin-pemimpin
yang mempunyai pandangan ke depan yang lebih tajam, keberanian yang
besar dan dedikasi yang tidak tanggung-tanggung.4

Meskipun keberadaan kepemimpinan tersebut bermacam-macam, dan

masing-masing memiliki nilai dan standar yang berbeda-beda, tentunya tetap dibutuhkan
2
John C. Maxwell, Failing Forward, Mengubah Kegagalan Menjadi Batu Loncatan (t.k.:
Interaksara, tt), 14.
3

Myles Munroe, The Spirit of Leadership, pen., Budijanto, peny., Paula Allo (Jakarta:
Immanuel Publishing House, 2008), 17.
4

John Stott, “Kepemimpinan Kristiani,” dalam Isu-Isu Global, pen., G.M.A. Nainggolan
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996), 460.
3

sebuah prinsip yang baku yang akan menjadi pedoman bagi sebuah kepemimpinan yang

efektif, terutama bagi para pemimpin Kristiani. Oleh karena itu, kitab Keluaran 18:13-27,

yang mengacu pada kepemimpinan Musa akan menjadi standar atau nilai bagi para

pemimpin Kristiani yang rindu menjadi pemimpin yang efektif.

Dalam satu dekade terakhir ini bangsa Indonesia mengalami proses

perubahan yang berdampak pada semua sendi dan segi kehidupan bangsa. Masyarakat

Indonesia mengalami perubahan-perubahan besar dalam tata nilai, pola pikir dan pola

hidup. Perubahan-perubahan itu dapat menjadi tantangan dan hambatan baru, namun

sekaligus juga dapat menghadirkan kesempatan-kesempatan baru untuk

memberitakan Injil. Tantangan, hambatan serta kesempatan untuk memberitakan Injil

itu banyak diwarnai oleh situasi dan kondisi gereja di Indonesia.

Gereja terpanggil untuk menyaksikan tentang kasih Allah kepada dunia.

Kesaksian jemaat dapat terwujud apabila gereja sendiri sebagai tubuh Kristus dapat

hidup dan bertumbuh dalam wilayah setempat dengan menjadi berkat. Dari sisi ini,

kepemimpinan memegang peranan penting yang membuat gereja dapat hidup dan

bertumbuh. Tanpa kepemimpinan yang baik, suatu organisasi, termasuk gereja tidak

dapat berfungsi dengan baik untuk mencapai tujuannya. “Jikalau tidak ada pemimpin,

jatuhlah bangsa” (Ams. 11:14).

Bahkan menurut G. E. Wright: “Tidak ada satu segi kehidupanpun yang

tidak berkaitan dengan fungsi kepemimpinan. Mulai dari keluarga sebagai organisasi

terkecil dalam masyarakat sampai pada negara dan dunia membutuhkan pemimpin

dan kepemimpinan yang baik demi keteraturan dan harmonisasi kehidupan.”5

Pernyataan ini membuktikan betapa pentingnya sosok seorang pemimpin dalam

segala bidang; baik dalam lingkup kecil sampai kepada skala besar.

5
G. E. Wright, Mengelola Konflik Dalam Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 15.
4

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan

adalah hal yang penting dan menyentuh seluruh sisi kehidupan manusia menuju

kepada suatu tujuan. Memimpin adalah kegiatan mempengaruhi, menggerakkan dan

mengarahkan orang lain untuk siap sedia melaksanakan seperangkat kegiatan demi

mencapai tujuan yang telah diterapkan. Pemimpin adalah seorang yang mengetahui

tujuan dengan jelas dan mempunyai keyakinan pribadi tentang tujuan itu, serta

mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan orang-orang lain untuk mencapai

tujuan tersebut secara efektif. Kepemimpinan, menggerakkan dan mengarahkan

orang-orang mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kepemimpinan itu mempunyai bentuk dan rupa yang beraneka ragam.

Secara lebih mendetail kembali John Stott menjelaskan tentang keanekaragaman

bentuk dan rupa kepemimpinan sebagai berikut:

Para rohaniawan adalah pemimpin dalam jemaat dan gereja lokal. Para orang
tua adalah pemimpin dalam rumah tangga dan keluarga mereka. Demikian
juga para guru di sekolah dan para dosen di kampus. Para eksekutif di bidang
bisnis dan industri, para hakim, dokter, politisi, pekerja sosial semua mereka
mengembang tanggung jawab kepemimpinan dalam lingkungan masing-
masing.6

Dalam semua bidang dan situasi masa kini semakin terasa kebutuhan yang

amat sangat pemimpin-pemimpin yang mempunyai pandangan ke depan yang lebih

tajam, keberanian yang besar dan berdedikasi serta yang memiliki strategi.

Kepemimpinan dalam kehidupan Kristen pun merupakan hal yang sangat

esensial. Menurut Poltak Y. P Sibarani: “Allah adalah Allah yang sangat concern

dengan masalah kepemimpinan. Salah satu motifnya adalah karena Allah adalah

Pemimpin Tertinggi dari segala sistem kehidupan di seluruh jagad raya, di surga

maupun di bumi, sehingga tidak mungkin bila Dia tidak memperhatikan masalah ini.7

6
Stott, Isu-isu Global, 460.
7

Poltak Y.P.Sibarani,”Pemimpin di mata Allah” dalam Tanpa Kristus semua sia-sia,


Jakarta: Ramos Gospel Publishing House, 2004, 48.
5

Latar Belakang Masalah

Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan Kristen penuh dengan

pergumulan dan tantangan di dalamnya. Karena itu tidak sedikit mereka yang

melayani Tuhan sebagai gembala atau pemimpin gereja yang merasa lelah dan

menyerah oleh karena banyaknya beban dan masalah di dalamnya. Oleh karena itu

perlu sekali untuk diteliti apa yang menjadi latar belakang di dalam permasalahan

mengenai penggembalaan seorang gembala sidang.

Di zaman modern dan serba maju ini ada banyak hal-hal yang dapat

mendukung kemajuan suatu organisasi; baik di bidang pemerintahan, perusahaan, dan

juga dalam bidang keagamaan. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan tentunya

akan sangat mendukung dalam segala hal yang manusia kerjakan. Oleh karena tidak

daapt dipungkiri gereja yang masih menggunakan pemikiran-pemikiran lama secara

berlahan akan ditinggalkan. Meskipun bukan itu faktor utama kemajuan semua gereja,

karena masih banyak hal-hal lain di dalamnya. Adapun yang menjadi latar belakang

masalah dalam tulisan itu adalah sebagai berikut:

Pertama, motivasi pemimpin gereja atau gembala yang salah. Ada

beberapa hamba Tuhan yang melayani hanya karna ingin mencari keuntungan bagi

dirinya dan organisasinya sendiri, yaitu hamba Tuhan yang melayani dengan hanya

mencari berkat dan keuntungan belaka (1 Ptr. 5:2).8

Kedua, gembala tidak memiliki visi ke depan dalam penggembalaanya.

Hal ini terlihat dari rutinitas atau kebiasaan gereja yang hanya tinggal dalam zona

nyaman dan mudah berpuas diri sehingga gereja menjadi vakum.

Suhento Liauw, Melayani Tuhan Atau Perut? (Jakarta: STT Graphe, 2005), 122.
6

Ketiga, struktur organisasi yang tidak jelas. Gembala berperan seorang diri

dalam tugas pelayanan yang Allah percayakan (one man show) sehingga

mengakibatkan penggembalaan menjadi tidak produktif.

Keempat, ketidak-siapan gereja atau pemimpinnya dalam menyambut

perubahan dunia secara global. Gereja sebenarnya harus mampu memposisikan diri

dalam dunia yang selalu ada dalam perubahannya. Ini bukan berarti bahwa gereja

harus menjadi serupa dengan dunia, tetapi rasul Paulus menjelaskan bahwa gereja

harus mampu beradaptasi dengan lingkungannya (1 Kor. 9:19-23).

Frasa “menjadi seperti” dalam 1 Korintus 9:20, dalam bahasa Yunani

γίνομαι (ginomai) bukanlah mem-fotocopy. Kata γίνομαι (ginomai) “seperti”,

itu sama dengan mirip, tetapi tetap saja berbeda.9 Hal ini dilakukan Paulus supaya

dirinya dapat diterima di kalangan siapa pun dan di manapun. Dan bukan berarti isi

atau kebenaran Injil itu diselewengkan.

Oleh karena itu, hal-hal di atas dapat menyebabkan terjadinya sebuah

masalah yang serius dalam kepemimpinan seorang gembala dalam membangun

pertumbuhan umat Allah yang ia layani.

Permasalahan

Dalam realitas kehidupan berjemaat, salah satu tantangan utama bagi

kepemimpinan Kristen adalah bagaimana mereaktualisasi konsep dan fungsi

kepemimpinan dalam konteks perubahan jemaat serta bagaimana pemimpin

memahami dan menerapkan konsep dan strategi pertumbuhan gereja yang relevan

dalam konteks jemaat lokal masa kini.

Menurut penulis, dewasa ini meskipun para gembala telah memerankan

tugasnya sebagai pemimpin dalam proses penggembalaan umat, namun

9
Bible Works 8
7

kepemimpinan gembala tidak berjalan sesuai kondisi dan tuntutan zaman.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Riset International Barna USA

dan Bilangan Riset Indonesia baru-baru ini, yaitu:

Pertama, pemimpin gereja atau gembala dinilai lemah dalam hal

kepedulian sosial. Hal ini menyebabkan banyak anak-anak muda yang tidak ingin lagi

untuk datang ke gereja dan beribadah.

Kedua, pandai bicara rohani di atas mimbar tetapi kelakuan hidupnya

sehari-hari tidak bisa dijadikan teladan. Banyak pendeta pada praktiknya menjadi

“hamba uang”, cinta uang dan tidak peduli kepada orang miskin dan susah.10 Suhento

Liauw juga menjelaskan dalam bukunya, bahwa ada beberapa pengkhotbah atau

hamba Tuhan yang melayani Tuhan dengan hanya mencari keuntungan bagi perutnya

sendiri, hal itu terlihat dari karakter hamba Tuhan yang selalu mengusahakan

keuntungan materi belaka.11 Hal ini menyebabkan hamba Tuhan atau gembala tidak

dapat dipercayai lagi oleh jemaat sehingga integritas seorang gembala diragukan.

Ketiga, adanya gereja yang tutup atau tidak lagi beroperasi. Hal ini dapat

dipastikan bahwa kepimimpinan dan manajemen gereja tidak terstruktur secara baik

dan benar sehingga gereja tersebut “bangkrut” layaknya perusahaan.

Kondisi ini di antaranya juga dipaparkan oleh Derek J. Tidball dalam

bukunya “Teologi Penggembalaan.”12 Derek J. Tiball mengemukakan bagaimana

kepemimpinan gembala saat ini sedang digugat:

Pertama, peranan gembala jemaat diganti. Banyak hal yang secara

tradisional biasanya dilakukan gembala jemaat sebagai satu-satunya orang yang

10
Majalah Spektrum, Hasil Riset, Kemunafikan Pemimpin Gereja Jadi Alasan Generasi
Muda Enggan Ke Gereja. https://majalahspektrum.com/2020/02/12/hasil-riset-kemunafian-pemimpin-
gereja-jadi-alasan-generasi-muda-enggan-ke-gereja/
11

Suhento Liauw, Melayani Tuhan Atau Perut? (Jakarta: STT Graphe, 2005), 7.
12

Derek J. Tidball, Teologi Penggembalaan (Malang: Gandum Mas, 1998), 18.


8

berpendidikan sejak lama telah diambil alih oleh profesi-profesi yang lain; psikiater,

dokter, konsultan dan lain sebagainya.

Kedua, gambaran penggembalaan sudah dianggap kuno. Memandang

pendeta serupa dengan seorang gembala memang masuk akal dalam suatu dunia yang

pada dasarnya terdiri atas komunitas-komunitas pedesaan. Namun di dunia yang

modern ini analogi domba dan gembala adalah pemandangan yang tidak lazim dan

tidak lagi mempunyai arti. Perubahan struktural sosial mempengaruhi kita secara

lebih mendalam dari yang kita sadari. Kita memaksakan suatu kerangka rasional dan

ilmiah kepada dunia kita dan tidak lagi mendekati persoalan-persoalannya sebagai

misteri-misteri besar, tetapi hanya sebagai masalah masalah yang perlu dipecahkan

melalui kemajuan tekhnologi.

Ketiga, struktur-struktur penggembalaan dalam gereja telah dianggap

ketinggalan jaman. Penyusunan struktur di dalam birokrasi gereja dilihat terlalu

sederhana dan umum, sehingga tidak efektif dan menyentuh persoalan yang rumit dan

kompleks.

Keempat, jabatan penggembalaan sedang digugat. Gereja sendiri sedang

mengalami gejolak perubahan. Dasarwarsa 1960-an membuyarkan pandangan bahwa

hal memiliki suatu gelar atau jabatan sudah cukup untuk membuat orang lain

menerima apa yang dikatakan tanpa bertanya lagi. Sekarang wewenang harus

diperoleh sebagai imbalan dan disahkan oleh pengalaman pribadi dan bukannya

sebagai label kelembagaan. Hal ini juga terjadi dalam jabatan gembala.

Kelima, pendekatan penggembalaan dianggap ketinggalan zaman.

Sementara sistem kepemimpinan di dunia sekuler terus menerus diperbarui supaya

lebih efektif, namun sistem penggembalaan setelah sekian abad usianya secara umum

tetaplah sama. Oleh karena itu banyak gereja yang ditinggalkan jemaat.
9

Keenam, batas-batas penggembalaan sedang kabur. Berpangkal dari

kesadaran yang semakin besar bahwa Allah tidak dibatasi untuk bekerja di dalam dan

melalui gereja saja dan kebenaran tidak ditemukan hanya dalam lingkungan gereja,

maka seringkali permasalahan manusia tidak lagi memerlukan pemecahan dari gereja.

Berdasarkan argumentasi yang dikemukakan Derek J. Tidball, kenyataan

tersebut tentu membuat pelayanan gereja tidak berjalan sesuai secara baik. Padahal

kepemimpinan gembala sangat berpengaruh bagi pelayanan dan perkembangan

gereja. Mempertimbangkan tuntutan terhadap kepemimpinan gembala dalam gereja,

perlu menindaklanjuti apa yang ditegaskan Myron Rush, “bahwa organisasi Kristen

harus mulai memberikan lebih banyak perhatian pada pelatihan manajemen dan

kepemimpinan, karena tanpa manajemen yang berhasil-guna, suatu organisasi tidak

dapat menjalankan misi pelayanannya seproduktif mungkin.”13

Persoalan yang muncul adalah, sementara kepemimpinan di dunia sekuler

terus berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman, apakah gereja harus mengadopsi

model kepemimpinan sekuler? Hal ini tidak salah selama itu tidak bertentangan

dengan kebenaran Alkitab. Menurut Myron Rush, “Filosofi manajemen sekular sering

kali terlalu bersifat manusiawi dan duniawi. Kekuatan dan kekuasaan dipandang

sebagai cara untuk memanipulasi, memanfaatkan dan mengendalikan orang.”14

Kondisi seperti ini tentu bertentangan dengan nilai-nilai kepemimpinan

rohani. Namun demikian menurut penulis, perlu juga digaris bawahi bahwa bila

gereja mengabaikan kepemimpinan sekuler dalam pelayanannya berarti tidak

memanfaatkan fasilitas ilmu pengetahuan bagi pekerjaan Tuhan. Sehingga menurut

penulis, dalam konteks kepemimpinan gembala supaya berlangsung secara baik,

benar dan tepat, maka perlu ada strategi-strategi khusus.


13
Myron Rush, Manajemen Menurut Pandangan Alkitab (Malang: Gandum Mas, 2002),
10.
14
Ibid., 10.
10

Alasan Pemilihan Judul

Dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin jemaat, seorang gembala

sidang selain sebagai pembawa firman dan kehendak Allah kepada jemaat, dia juga

harus bisa mendorong jemaat menuju kepada kedewasaan rohani, kesadaran diri, rasa

tanggung jawab dan inisiatif sebagai orang beriman.

Artinya bahwa gembala sebagai seorang pemimpin jemaat harus bisa

mengajak warga jemaatnya untuk menyalurkan setiap potensi dan bakat serta ide-ide

yang dimiliki oleh warga jemaat ke dalam bidang tugas yang ada dalam jemaat,

bahkan sedapat mungkin gembala sidang membantu warga jemaat mengembangkan

kemampuan dan potensinya sehingga jemaat akan mengalami pertumbuhan yang

signifikan; baik kualitas imannya maupun jumlah jemaat, yaitu kuantitas.

Karena itu adapun yang menjadi alasan dalam pemilihan judul, “Pengaruh

Kepemimpinan dan Strategi Gembala Sidang Terhadap Pertumbuhan Jemaat Di GBI

Glow Fellowship Centre Jakarta Berdasarkan Keluaran 18:25” adalah sebagai berikut:

Pertama, guna memberikan jawaban yang komprehensif atas segala

permasalahan dalam kepemimpinan gembala sidang masa kini berdasarkan Alkitab.

Kedua, untuk memberikan jawaban atas segala pertanyaan dan keresahan

yang ada tentang kehidupan yang sesungguhnya di dalam Kristus berdasarkan

kebenaran Alkitab supaya setiap pembaca dapat dengan mudah mengerti maksud dan

tujuan Allah bagi para pemimpin gereja atau gembala.

Ketiga, guna memberikan sumbangsih yang alkitabiah tentang bagaimana

seharusnya seorang gembala sidang menjadi pemimpin umat yang berkarakter Kristus

guna kemajuan dalam pelayanan yang Allah percayakan.

Keempat, supaya setiap orang percaya dapat belajar dengan sungguh-

sungguh tentang arti kehidupan sebagai seorang hamba Tuhan atau pun orang percaya
11

yang harus melayani dengan hati yang tulus dan suci tanpa harus memikirkan

keuntungan pribadi secara duniawi.

Kelima, tentunya juga alasan pemilihan judul ini adalah untuk penulis

sendiri, yaitu supaya penulis semakin hari semakin giat dalam pelayanan

penggembalaan yang Allah percayakan dengan menerapkan konsep kepemimpinan

Musa. Menjadi teladan bagi banyak orang dan terlebih bagi orang-orang di sekitar dan

tentunya untuk hormat kemuliaan nama Tuhan Sang Penebus dosa.

Problem Statement

Berkaitan dengan permasalahan-permasalahan di atas, problem statement

ini, yaitu terjadinya kelemahan kepemimpinan seorang gembala sidang yang tidak

efektif dalam penggembalaannya sehingga mengakibatkan banyaknya orang-orang

yang menilai kurangnya integritas diri seorang gembala sidang. Adanya gembala yang

melayani hanya karena ingin mendapat keuntungan pribadi; baik secara materi

maupun namanya semakin disanjung (moril). Ketidak-benaran pemimpin gereja

dalam urusan manajemen organisasi di dalamnya. Inilah yang menyebabkan

terjadinya banyak kasus yang tidak mendukung kemajuan pelayanan.

Rumusan Masalah

Untuk memudahkan identifikasi dalam menemukan sebuah solusi dan

jawaban yang komprehensif berdasarkan kebenaran Alkitab, maka permasalahan-

permasalahan di atas perlulah untuk dirumuskan sebagai berikut:

Pertama, bagaimana konsep kepemimpinan dan strategi gembala sidang

yang proporsional berdasarkan kebenaran Alkitab?

Kedua, bagaimana pengaruh kepemimpinan gembala sidang terhadap

pertumbuhan jemaat?
12

Ketiga, bagaimana konsep tentang pertumbuhan jemaat yang holistik dan

proporsional?

Keempat, kepemimpinan gembala sidang mempunyai peran penting dalam

pertumbuhan jemaat.

Kelima, kepemimpinan gembala sidang harus hadir dan menempatkan

kreativitas di tengah-tengah masyarakat.

Keenam, kepemimpinan gembala sidang perlu mengidentifikasi kekuatan

dan kelemahan gereja dalam mengupayakan pertumbuhan jemaat.

Tujuan Penulisan

Dalam menyikapi kebutuhan jemaat saat ini, tugas kepemimpinan gembala

sidang yang efektif dan kompleks sangatlah penting dalam memajukan pertumbuhan

jemaat Allah, baik secara kualitas, maupun kuantitas. Karena itu adapun yang menjadi

tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

Pertama, untuk menganalisis kepemimpinan gembala sidang agar setiap

pemimpin Kristen dapat membuktikan kepemimpinannya yang sejati dalam

pertumbuhan jemaat masa kini. Agar setiap pemimpin Kristen memahami konsep

tentang kepemimpinan dan pertumbuhan jemaat.

Kedua, tujuan penulisan ini difokuskan pada upaya untuk menjawab setiap

persoalan yang sedang berkembang dewasa ini mengenai kepemimpinan gembala

sidang, yaitu guna memberikan strategi dan masukan yang alkitabiah dengan

semangat yang tidak pernah lelah dalam menjalankan tugas.

Ketiga, tulisan ini adalah untuk membuktikan bahwa adanya permasalahan

yang serius yang perlu penanggulangan secara khusus. Karena berdasarkan fakta di

lapangan bahwa tidak sedikit hamba Tuhan yang hidupnya tidak lagi menjadi
13

kesaksian yang baik dan benar.15 Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan supaya dapat

menjadi koreksi bagi gereja Tuhan masa kini untuk lebih mementingkan cara-cara

kepemimpinan seperti yang telah diajarkan dalam Alkitab.

Keempat,, guna memberikan jawaban yang alkitabiah tentang kehidupan

Kristen yang sejati, dan penggembalaan yang berdampak bagi orang-orang di

sekitarnya dalam memberikan teladan seperti yang dimaksud oleh rasul Paulus kepada

Timotius sebagai seorang pelayan atau hamba Tuhan yang sejati, yaitu perkataan yang

memberkati, karakter yang matang, kekudusan, dan dalam kasih yang nyata.

Agar pemimpin gereja dapat menerapkan prinsip dan strategi dalam

pertumbuhan jemaat kepada setiap pelayan dan agar warga jemaat juga memiliki

concern dalam mengupayakan pertumbuhan bersama sesuai kehendak Tuhan.

Pentingnya Penelitian

Pentingnya penelitian ini diperlukan dalam kaitannya dengan usaha

penuntasan sejumlah permasalahan yang muncul di seputaran jemaat maupun hamba

Tuhan sebagai gembala. Secara spesifik, penelitian ini dilakukan guna mengungkap

secara jelas dan tegas tentang pengaruh kepemimpinan dan strategi gembala sidang

berdasarkan kebenaran Alkitab dan realita kehidupan pemimpin Kristen atau orang

percaya saat ini dalam era zaman modern.

Hal ini perlu dilakukan supaya para gembala jemaat semakin bersungguh-

sungguh melayani dengan sepenuh hati melalui cara-cara yang terus berinovasi

menjelang kedatangan Tuhan kedua kali. Oleh karena itu ada beberapa hal yang

menyebabkan pentingnya penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:

15
Randy Clark, Power, Holiness, and Evangelism, pen., Budijanto (Yogyakarta: ANDI
Offset, 2008), 4.
14

Pertama, penelitian ini akan diarahkan kepada masalah-masalah yang

terjadi di lapangan, lalu kemudian akan dikaji dan ditelusuri berdasarkan fakta dan

kebenaran Alkitab tentang kepemimpinan dan strategi gembala sidang.

Kedua, pentingnya penelitian ini untuk mengungkapkan bahwa masih

banyak para pemimpin gereja yang tidak mengerti tugas dan tanggung jawabnya di

hadapan Allah. Terjadinya stagnan dalam penggembalaan yang memajukan iman dan

kuantitas jemaat. Hal ini perlu adanya penuntasan yang serius untuk membawa gereja

Tuhan dalam pertumbuhan iman yang sejati menjelang kedatangan-Nya yang kedua.

Pentingnya penelitian ini secara khusus bagi penulis sendiri, agar dengan

pembahasan yang tepat dan benar tentang pengaruh kepemimpina dan strategi

gembala sidang yang sesuai dengan Alkitab, akan semakin mendorong penulis untuk

semakin giat dalam pelayanan yang sudah Allah percayakan. Dengan demikian

penulis akan terus berusaha mengkaji kebenaran yang alkitabiah tentang

penggembalaan yang efektif. Tulisan ini juga diperlukan untuk penerimaan gelar

Magister Theologia, serta juga untuk menambah literatur tentang pelayanan pastoral

di perpustakaan Sekolah Tinggi Teologi Agapes Jakarta.

Hipotesis

Dengan pandangan yang bertumpu pada kebenaran Alkitab sebagai

landasan utama dalam penulisan karya ilmiah ini, maka hipotesa atau praduga penulis

adalah: jika penerapan kepemimpinan dan strategi gembala sidang dilakukan

berdasarkan Keluaran 18:13-26 secara baik dan benar, maka dapat dipastikan bahwa

gereja atau jemaat akan mengalami pertumbuhan secara signifikan; baik kualitasnya

maupun kuantitas jemaat, yaitu penambahan jiwa-jiwa baru yang beriman.

Artinya bahwa kepemimpinan yang berintegritas dengan menekankan

prinsip-prinsip dan nilai-nilai Alkitab serta strategi yang terstruktur dengan baik dan
15

benar mampu membawa perubahan besar di dalam penggembalaan yang kompleks.

Karena itu dirasa tepat dan perlu bahwa kepemimpinan Musa menjadi jawaban bagi

permasalahan gereja masa kini.

Ruang Lingkup Penelitian

Untuk membuktikan hipotesis di atas, maka penyelidikan dan penyusunan

tesis ini akan berorientasi dan berfokus kepada teks yang diangkat, yakni Keluaran

18:25 berdasarkan kata-kata kunci dan konteks yang ada di dalamnya guna

ditemukannya sebuah jawaban yang alkitabiah dan komprehensif. Selain itu juga, di

dalam ruang lingkup penelitian ini akan difokuskan pada masalah-masalah yang ada

di lapangan guna menjawab setiap tantangan yang ada berdasarkan cara-cara yang

tepat untuk dapat menuntaskan permasalahan-permasalahan yang ada.

Karena itu, dirasa perlu untuk terlebih dulu memaparkan ayat yang

diangkat sehubungan dengan kata-kata kunci yang akan dibahas, yaitu di dalam

Keluaran 18:25 dalam Terjemahan Baru berbunyi:

Dari seluruh orang Israel Musa memilih orang-orang cakap dan mengangkat
mereka menjadi kepala atas bangsa itu, menjadi pemimpin seribu orang,
pemimpin seratus orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh
orang. (Kel. 18:25 ITB)

Dalam teks bahasa Ibraninya adalah sebagai berikut:

‫אלָפִי ם֙ שָׂ ֵ ֣יר‬ ָ ‫וַי ִ ּבְ ַ֙חר מֹ ֶ ׁ֤שה אַנְשֵׁי־ ַ֙֙חִיל֙ מִכ ָּל־ִישְׂר ָ אֵ֔ל וַי ִ ּ ֵ ּ֥תן אֹ ָ ֛תם ר ָא ִ ׁ֖שים עַל־‬
ֲ ‫ה ָ ֑עם שָׂ ֵ ֤יר‬

‫מ ִ ּׁ֖שים וְשָׂ ֵ ֥יר עֲשָׂרֹֽת׃‬ ֲ ‫אֹת שָׂ ֵ ֥רי‬


ִ ‫ח‬ ‫מ ֔ו‬
ֵ

(wayyibhar moseh anse-hayil mikal-yisrael wayyitten otam rasim al-haam sare

alapim sare meowt sare hamissim wesare asarot) (Exo. 18:25 WTT)

Adapun kata-kata kunci atau frasa yang akan diteliti lebih dalam di bab

empat supaya penelitian tidak menjadi luas dan tidak terarah adalah sebagai berikut:
16

ַ֙ ְ‫( וַי ִ ּב‬wayyibhar) dari


Pertama, kata “memilih” dalam teks bahasa Ibrani ‫חר‬

kata dasar ‫( ב ָ ּחַר‬bachar) yaitu menyeleksi dengan teliti. Kata “memilih” merupakan

hal yang biasa dilakukan oleh semua orang. Dalam konteks ini adalah pemilihan para

pemimpin yang dilakukan oleh Musa sebagai pemimpin tertinggi mereka di dunia.

Kedua, frasa “orang-orang cakap” dalam bahasa Ibrani ֙‫֙חִיל‬


ַ֙ ‫( אַנְשֵׁי־‬anse-

hayil), yaitu orang-orang hebat, efisiensi, memiliki kekuatan, dapat juga kekayaan,

dan atau dapat juga diartikan tentara. Kata ֙‫֙חִיל‬


ַ֙ (hayil) merupakan suatu kekuatan;

apakah dari manusia, sarana, atau sumber daya lainnya. Dalam penggunaanya kata

֙‫( ַ֙֙חִיל‬hayil) ini sering diartikan “mampu”. Dalam konteks ini ialah bahwa seorang

pemimpin yang punya wewenang dalam memilih, tentunya harus punya strategi yang

baik dan benar, yaitu dengan memilih orang-orang cakap, mampu, berkompetensi.

֥ ֵ ּ ִ ‫( וַי‬wayyitten) dari kata


Ketiga, kata “mengangkat” dalam teks Ibrani ‫ּתן‬

‫( נָתַן‬nathan), yaitu memberi, meletakkan, mengatur, menempatkan, melimpahkan.

Di sini Musa memberikan sebuah delegasi dan wewenang kepada orang-orang yang

cakap, yang dapat dipercayai sebagai wakilnya dalam memimpin.

֖ ִ ‫( ר ָא‬rasim) dan “menjadi


Keempat, frasa “menjadi kepala” ‫ׁשים‬

‫( שָׂ ֵ ֤י‬sare). Kata ini menjelaskan sebuah jabatan khusus kepada setiap
pemimpin” ‫ר‬

orang-orang pilihan supaya mereka menolong Musa dalam tanggung jawab yang

sangat besar untuk memimpin umat Allah menuju tanah perjanjian.

Selanjutnya, hal-hal penting lainnya yang berhubungan dengan konteks

juga akan menjadi pembahasan secara mendalam pada bab-bab berikutnya.

Pembahasan tentang kepemimpinan dan pertumbuhan jemaat mempunyai

dimensi yang luas dan kompleks. Oleh karena itu, di dalam pembahasan tesis ini

pembahasannya dibatasi pada kedua variable yang dimaksud untuk direpresentasikan


17

dalam judul tesis ini, yaitu pengaruh kepempimpinan dan strategi gembala sidang

terhadap pertumbuhan jemaat di GBI Glow Fellowship Centre Jakarta.

Metode dan Prosedur Penelitian

Untuk menguji dan membuktikan tulisan yang baik dan benar serta

menghasilkan suatu tulisan yang mengandung nilai kebenaran teologis, maka tulisan

ini akan menggunakan metode induktif dengan metode penelitian kualitatif. Metode

ini sangat tepat untuk memperoleh kebenaran yang diharapkan, sebab metode ini

adalah usaha untuk memperoleh data-data dan fakta-fakta yang bersumber dari

Alkitab. Lalu kemudian data-data dan fakta tersebut, diambil suatu kesimpulan.16

Dengan demikian metode dan prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pertama, Alkitab adalah dasar utama dalam penelitian yang dilakukan

guna mencari jawaban dan kebenaran untuk menjawab setiap permasalahan yang ada

di seputaran pelayanan pastoral, yaitu secara khusus teks Keluaran 18:25. Ayat ini

akan dibahas secara mendalam kata demi kata supaya memudahkan maksud dan

tujuan sebenarnya dari penulis Kitab.

Kedua, hal yang dianggap penting dalam prosedur penelitian ini ialah

interpretasi pendekatan eksegesis ayat Alkitab yaitu menafsirkan, melaporkan,

menerangkan dan menjelaskan serta mengeluarkan makna atau arti dari ayat-ayat

Alkitab yang digunakan dan diteliti berdasarkan maksudnya penulis Alkitab.

Ketiga, penulis menggunakan penafsiran secara literal, yaitu sesuai dengan

arti teks yang ada atau apa adanya teks tersebut. Penelitian dilakukan juga dengan

menggunakan literatur atau pustakaan, demi mendapatkan pemahaman-pemahaman

dari banyaknya pandangan yang ada untuk mendukung tulisan ilmiah ini.

16
Welinton Pandensolang, “Argumentasi Teologis Tentang Parousia Berdasarkan 1
Tesalonika 4:13-5:10 dan Wahyu 19:11-20:15” (Tesis S2, STTII Yogyakarta, 2003), 18.
18

Sumber literatur yang digunakan ialah: buku-buku teologi, eksposisi,

kamus, media aplikasi Alkitab dalam teknologi dan sumber-sumber lainnya yang

relevan dengan judul atau penulisan tesis ini, sehingga menghasilkan suatu

kesimpulan yang memuaskan sesuai dengan kebenaran alkitabiah. Namun semua

literatur ini adalah pendukung dalam memberikan jawaban tentang semua persoalan

di dalam pembahasan yang ada. Arti teks asli adalah kunci utama dalam tulisan ini.

Penulis melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing, serta saling

tukar pikiran dengan rekan-rekan yang dapat dipercayai oleh penulis guna

memperoleh banyak pemikiran maupun informasi terhadap judul tesis yang sedang

dibahas. Ini semua dilakukan untuk melengkapi dan menyempurnakan tulisan ilmiah

yang memiliki nilai teologis serta memiliki kualitas yang memadai untuk dapat

dipersembahkan kepada semua pembaca.

Cara ini layak digunakan karena mampu menghasilkan kebenaran dan

kesimpulan yang dapat dipegang serta diaplikasikan dan terhindar dari pemaksaan

gagasan atau konsep tentang topik yang dibahas. Untuk itu, apa yang menjadi

prosedur dalam menemukan sebuah jawaban dan kebenaran dari setiap permasalahan

yang ada mengenai penggembalaan dapat terjawab dengan baik, sehingga jemaat

dapat mengalami pertumbuhan iman dengan jumlah jiwa yang semakin bertambah.

Definisi Istilah

Untuk memudahkan pembahasan dan juga pemahaman yang benar

terhadap topik yang diangkat dan diteliti, maka istilah-istilah pada judul perlu untuk

didefinisikan dengan baik supaya memudahkan para pembaca.


19

Pertama, kata “pengaruh” yaitu daya yang ada atau timbul dari sesuatu

(orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan seseorang.17 Kata

“pengaruh” juga dapat diartikan dampak yang timbul dari sesuatu.

Kedua, kata “kepemimpinan” dari kata dasar “pimpin”. Jadi

“kepemimpinan” merupakan kata kerja aktif, yaitu perihal pemimpin; atau juga cara

memimpin seseorang dalam lingkup tertentu.

Ketiga, kata “strategi” adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan

untuk mencapai sasaran khusus, atau dapat juga diartikan sebagai ilmu dan seni

menggunakan semua sumber daya untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu. Atau

dalam kemiliteran kata “strategi” dapat juga diartikan tempat yang baik menurut

siasat perang.18

Keempat, frasa “gembala sidang”, dari kata “gembala” yaitu biasa

diangkat dari penjaga atau pemiara binatang (ternak). Gembala ini bertanggung jawab

sepenuhnya kepada semua peliharaannya untuk segala kebutuhan dan keperluan

makan, minum atau atas hidup peliharaannya. Dari sinilah seseorang yang pemimpin

dikatakan gembala, lebih khusus bagi pemimpin gereja. Tuhan Yesus juga dilukiskan

sebagai Gembala yang baik (Yoh. 10:11; Mzm. 23:1-6). Jadi “gembala sidang” adalah

seseorang yang dipercayakan Allah untuk melayani umat-Nya di dunia sebagai

pemimpin dan yang mengayomi mereka kepada kebenaran Allah itu sendiri atau

penjaga keselamatan orang banyak.

Kelima, kata “pertumbuhan” adalah hal (keadaan) tumbuh; perkembangan

(kemajuan dan sebagainya), atau dapat juga meningkat kepada sesuatu yang lebih

tinggi lagi dari sebelumnya.

17
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), 849.
18
KBBI Daring: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/strategi
20

Keenam, kata “jemaat” adalah kumpulan orang-orang percaya, atau milik

kepunyaan Yesus Kristus, atau pengantin-Nya.

Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dalam penulisan tesis ini dijelaskan dalam bagian

berikut ini:

Dalam bab I, membahas tentang pendahuluan yang meliputi; latar

belakang permasalahan, permasalahan, alasan pemilihan judul, problem statement,

perumusan masalah, tujuan penulisan, pentingnya penelitian, proposisi, ruang lingkup

penelitian, metode dan prosedur penelitian, definisi istilah, dan sistematika penulisan.

Bab II, merupakan landasan teori dalam tulisan ini, yaitu penulis akan

membahas tentang pandangan-pandangan tentang penggembalaan serta segala macam

pengertian-pengertian yang harus didefinisikan.

Bab III, membahas mengenai metodologi penelitian, khususnya penulis

menggunakan metode penelitian kualitatif. Di dalamnya terkandung unsur-unsur

sebagai berikut: Metode hermeneutika, metode penelitian, prinsip-prinsip historikal-

gramatikal, prinsip penafsiran konteks sastra, prinsip penafsiran historical, prinsip

penafsiran genre sastra, prinsip penafsiran tata bahasa, prinsip penafsiran makna dan

konotasi kata asli, prinsip penafsiran penggunaan bagian-bagian paralel secara tepat,

dan implementasi dari metodologi yang dibangun, serta rangkuman.

Bab IV, akan membahas tentang keseluruhan isi dari tulisan ini yang

berdasarkan patokan Alkitab, dan merupakan jawaban atas segala permasalahan yang

ada dari apa yang telah terjadi. Pada bab ini kata-kata kunci akan dibahas secara

mendalam berdasarkan teks dan maksud aslinya. Namun sebelum itu, latar belakang

kitab perlu untuk dijelaskan terlebih dahulu; baik penulisnya, tujuannya, letak dan

keadaan orang yang ketika kitab itu ditulis.


21

Bab V, merupakan bab terakhir, yaitu kesimpulan dari setiap permasalahan

dan pandangan yang penulis bahas. Di sini penulis memberikan suatu rangkuman

singkat dari pembahasan yang ada dan saran-saran dari penulis serta juga daftar

pustaka yang berisikan buku-buku yang mendukung dalam penulisan karya ilmiah ini.
22

Anda mungkin juga menyukai