Anda di halaman 1dari 40

Nama : Dian Alexis Pangeran Josua Samosir

N.I.M : 16. 3111


Sem-Kelas :V–C
Mata Kuliah : Hermenetika Perjanjian Lama II
Dosen Pengampuh : Pdt. Leo Dunan Sibarani M.Th

Tafsiran Historis Kritis


-Pengkotbah 3 : 16-221 –
Tema : “Hakekat Ciptaan dan Rahasia Allah”
I. Analisis Teks
a) Kritik Teks

Dalam kitab pengkotbah pasal 3:16-22 memilki 10 kritik teks yang diajukan, yaitu sebagai
berikut :

a. Ayat 16
Pada ayat ini ada dua kata yang di kritik oleh kitab Massora.
 ‫ה ֶ ַּ֖צדֶ ק‬Kata ini mendapat kritikan dari Terjemahan Yunani “Septuaginta” dengan sebuah
kalimat τούδικαίου2yang artinya benar, adil, pantas itu = kata ini ditambahkan dengan kasus
genetif yang berarti “kepemilikan seseorang terhadap suatu hal” maka jika diterjemahkan kata ini
menjadi milik yang adil itu. Dalam bahasa Ibraninya kata ini boleh diterjemahkan sebagai yang
benar, adil itu.Didalam ICC, kata (‫ )ה ֶ ַּ֖צדֶ ק‬ini menjelaskan “sebuah tempat bagi orang-orang yang
saleh” seperti dalam pasal 7:15,16,10 dan 9:2 3. yang artinya sama dengan kata “Saleh”. Dalam hal
ini sepertinya kitab Qohelet sangat memeperhatikan bahwa kata “Ketidakadilan” dalam teks juga
berlaku kepada administrasi pemerintahan dan juga praktek agama. 4 Sedangkan di dalam buku
Commentary the songs of songs and Ecclesiastes mengatakan bahwa kata (‫ )ה ֶ ַּ֖צדֶ ק‬adalah
5
menunjukkan sebuah sifat dasar dan tata krama yang baik. Dan juga ditambahkan oleh teks
Targum yang berasal dari terjemahan bahasa Ibrani dari bahasa Aram pada tahun 1873.

*(LXX, karena menurut surat Aristeas dikerjakan oleh 72 penerjemah pada masa pemerintahan raja
Mesir Ptolomeus II Filadelfus, 285-246) menurut Septuaginta, Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani

1
Dalam pasal ini, teks yang saya pilih adalah sebuah satu jalan cerita yang memiliki narasi satu episode sehingga sangat
cocok jika di urai dengan sedemikian rupa. Dalam buku-buku pengkotbah juga teks ini diangkat manjadi satu bagian,
walaupun seting juga disatukan dengan pasal berikutnya. Tetapi dalam BHS sendiri pembagian teks ini hanya sampai pada
pasal yang ke-3 saja. Dan kisah yang dikandung didalamnya juga memiliki alur yang baik tanpa harus terputus oleh ayat dan
pasal berikutnya.
2
Frans D, The song of songs, (MICHIGAN: WM. B EERDMANS PUBLISHING COMPANY, 1950), 265.
3
George Aaron Barton, The International Critical Comentary on The Book of Ecclesiastes (New York: Morrison and Gibb
Limited, 1908), 108.
4
ibid
5
Frans D, The song of songs, (MICHIGAN: WM. B EERDMANS PUBLISHING COMPANY, 1950), 265.

HermenPL-II 1
yang diterbitkan sejak 1931 dst; dan yang diterbitkan oleh A. Rahfls (1935) bahwa terbitan itu belum
tersedia.

Dengan demikian kritikan dapat diterima karena dalam teks Septuaginta ada kata yang
ditambahkan untuk menunjukkan bahwa tempat yang dimaksud adalah kepemilikian dari seseorang
yang menekankan lebih dalam makna dalam teks untuk mengetahui tempat apakah itu sebenarnya.
 (‫)ה ָ ָֽרׁשַע‬yang jika di artikan dalam bahasa Ibraninya adalah kejahatan / bersalah (terhadap
Allah).Kata ini juga mendapatkan kritikan dari Terjemahan Yunani “Septuaginta” dengan sebuah
kalimat όάσεβής yang memiliki arti tidak hormat kepada Allah dan juga mendapat masukan dari
teks Targum yang berasal dari terjemahan Ibrani dari bahasa Aram teks ini bahkan mendapatkan
usulan dari peneliti modern dengan kata ‫ ַהּפָׁשַ ע‬yang artinya lebih tajam lagi yaitu memberontak
terhadap TUHAN / bertindak tidak setia6. Kritik ini boleh diterima karena kata yang diusulkan
menerangkan adanya sebuah tidakan/ jenis tindak kejahatan yang dilakukan oleh beberapa oknum
secara sengaja.
b. Ayat 17
Dalam ayat ini hanya ada satu kata yang mendapatka kritik oleh Kitab Massora yaitu kata (
‫)ׁשֽם‬
ָ yang merupakan sebuah kata keterangan yang artinya (di)sana/disitu. Kata inimendapat usulan
dengan membandingkannya dengan kata (‫)מֵשם‬
‫ׅ‬ yang artinya menjadi dari sana/situ. Kritik ini
ditolak karena arti dari kata yang diusulkan tidak berpengaruh pada terjemahan teks. Bahkan dalam
buku commentary song of songs, kata ini tidak terlalu diperbincangkan untuk di ubah
melainkanhnaya penempatannya saja yang harus lebih ditekankan lagi agar posisi kata setelah
diterjemahkan menjadi baik nantinya.7
c. Ayat 18

Ayat ini juga hanya mendapatkan satu kata untuk dikritik yaitu (‫ ) ְול ְִר ֕אֹות‬artinya dan untuk
penglihatan-penglihatan. Kritik ini berasal dari Terjemahan Yunani “Septuaginta” dengan kalimat
καί τού δείξαι= (‫ ) ְול ְַראֺות‬yang memliki arti sama yaitu dan memperlihatkan, menunjukkan;
menyataka dari perbandingan Terjemahan Siria dan juga Terjemahan Latin Vulgata (345-420 dan
dari bahsaIbrani ke Latin (390-405),bahkan sepertinya kritik ini juga diterima dan digunakan oleh
LAI sehingga dalam terjemahan kita saat ini didalam Alkitab LAI adalah berasal dari terjemahan
bahasa Yunani. Namun sepertinya kata ini sedikit sangat keras dikiritik untuk dipertimbangkan
dalam buku commentary song of songs, yang menyatakaan bahwa kata ini hayalah sebuah subjek
penyedia saja dan hal itu tidak terlalu dibutuhkan dalam kitab LXX, Syiria dan Jerome untuk
dibaca, dengan kata lain tanpa “kata” ini pun sepertinya pembaca sudah tahu maksud dari teks 8.

6
Benjamin. Davidson, The Analytical Hebrew and Chaldee Lexicon, (USA: Zondervan Publishing House, 1993), 212.
Reinhard. Achenbach, Kamus Ibrani-Indinesia, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012), 238.
7
Frans D, The song of songs, (MICHIGAN: WM. B EERDMANS PUBLISHING COMPANY, 1950), 266.
8
6. Frans D, The song of songs, (MICHIGAN: WM. B EERDMANS PUBLISHING COMPANY, 1950), 266.

HermenPL-II 2
d. Ayat 19
Ayat ini mendapat dua kata kritikan yaitu :
 (‫ ) ִמ ְק ֶר֙ה‬yang berarti nasib. Dengan memabndingkannya dengan ayat 2 dan 15 teks ini
memiliki kemiripan dengan mengganti katanya menjadi akhiran (‫)רה‬.
ֵ Kata ini mendapat perhatian
dari WBC dan ICC yang mengatakan bahwa arti dari kata tersebut adalah sama bagi manusia dan juga
hewan antara “peristiwa” dan “nasib”. sama seperti kata () yaitu “roh” ataukah “nafas” keduanya tetap
berasal dari TUHAN. Itulah yang ingin ditekankan dalam kata tersebut, nasib yang dimaksud baik
bagi manusia maupun hewan adalah berasal dari sang pencipta 9. Maka, Kritik ini ditolak karena teks
yang diusulkan tidak kuat dalam argumennya.

Kata (‫ )ּו ִמ ְק ֶ ֤רה‬ini juga memilki makna yang sama yaitu nasib namun, kata ini sepertinya lebih
bnayka memiliki alasan untuk di kritik misalnya seperti dari kodeks-kodeks yag lebih dari 20,
kemudian Teks Terjemahan dari bahasa Yunani “Septuaginta”, Terjemahan Siria, dan Targum
(1873). Dan lebih diusulkan dengan menggunakan kata (‫)מקְ ֶרה‬.
‫ׅ‬ Teks ini diterima dengan alasan
sebelumnya pada penjelasan kritik kata yang pertama.

e. Ayat 21
Ayat ini mendapat 3 kritik dari teks Massora yaitu :

Kata yang pertama adalah (‫)מי‬


֣ ִ berarti Siapakah? Mendapat banyak kritikan dari kodeks-kodeks
yag lebih dari 20, kemudian Teks Terjemahan dari bahasa Yunani “Septuaginta”(285-246),
Terjemahan Siria (1876). Kata yang diusulkan adalah (‫ )ּומִי‬yang mendapat tambahan kata awalan
“dan” sehingga menjadi dan siapakah ?. usulan ini dapat diterima karena adanya kata “dan” boleh
memberikan pemenggalan kata yang baik untuk memulai suatu kalimat yang baru. Dan alasan ini
didukung oleh buku pendukung Kritik teks yang saya gunakan seperti, WBC, ICC juga
Commentary The book of Ecclesiastes (song of songs) yang berpendapat bahwa usulan itu sangat
baik untuk diterima karena dnegan demikian arti teks dapat dipahami dengan baik. Kata ini memilki
makna yang dalam karena terkait akan hubungan manusia, hewan dan juga Tuhan. 10

 Kata (‫ )הָע ֹלָ ֥ה‬dan (‫ )הַּי ֶ ֹ֥רדֶ ת‬lebih dianjurkan untuk membandingkannya langsung kepada
terjemahan yang digunakan (harafiah). Maka usulan ini dipertimbangkan untuk ditolak karena tak
ada pengaruh dan mengalami perubahan bagi makna teks.

b) Analisis Kata
9
George Aaron Barton, The International Critical Comentary on The Book of Ecclesiastes (New York: Morrison and Gibb
Limited, 1908), 108.
Roland E. Murphy, World Biblical Commentary, (Nashville: Thomas Nelson Publisher, 1992), 37.
10
Frans D, The song of songs, (MICHIGAN: WM. B EERDMANS PUBLISHING COMPANY, 1950), 21-22.
George Aaron Barton, The International Critical Comentary on The Book of Ecclesiastes (New York: Morrison and Gibb
Limited, 1908), 109.
Roland E. Murphy, World Biblical Commentary, (Nashville: Thomas Nelson Publisher, 1992), 37.

HermenPL-II 3
Ayat 16 :

No. K..Ibrani K. Dasar Analisis Ann (hal) Ach (hal) Arti


Bentuk Infinitif
‫עוד‬
1. ‫וְעוֺד‬ (k.ket) + kata 589 238 Dan lagi
aoad
awalan ‫ְו‬
bentuk
‫ראה‬ (preterite) dalam Aku
2. ‫ָר ִ ֖איתִ י‬ 671 238
(ra’ah) bentuk orang melihat
pertama tunggal
‫תוח‬ K. bantu kerja /
3. ‫ַ ּ֣תחַת‬ 756 362 Di bawah
(tawah( kata nama
Demonstrativ
Pronoun +
‫ׁשמׁש‬ Matahari
4. ‫ה ָ ַּׁ֑שמֶׁש‬ b.sisipan, 227 349
(semes( ini
k.benda tgl
maskulin
k.depan +
‫קום‬ Dari
5. ‫מ ְ֤קֹום‬ b.idiom 511 295
(qum) bangkitnya
construktif
Demonstrativ
Tempat
Pronoun +
‫ׁשפט‬ pengadilan
6. ֙‫ׁשּפָט‬
ְ ‫ַה ִּמ‬ Prefiks idiom, 198 352
(sepet) (hukuman)
k.benda tgl
ini
maskulin
‫ׁשם‬
ָ Di sana,
7. ‫ָ ׁ֣ש ָּמה‬ k.bantu kerja 723 347
(syam) ke sana
Demosntrative Ada
‫רׁשע‬ Pronoun dlm btk kejahatan /
8. ‫ה ֶָ֔רׁשַע‬ 222 322
(resa) k.benda tgl kefasikan
maskulin itu
Awalan
‫קום‬ penghubung, Dan dari
9. ‫ּומ ְ֥קֹום‬ 511 295
(qum) k.keterangan berdirinya
contructor
Demonstrative
Pronoun, + Yang
‫צדק‬
10. ‫ה ֶ ַּ֖צדֶ ק‬ penunjuk objek 212 281 Benar,
(sedeq)
untuk k.benda adil ini
tgl maskulin
‫ׁשם‬
ָ Di sana,
11. ‫ָ ׁ֥ש ָּמה‬ k.bantu kerja 723 347
(syam) ke sana
Demonstrative
pronoun +
‫רׁשע‬ Kejahatan
12. ‫ה ָ ָֽרׁשַע‬ penunjuk objek 222 322
(resa) itu
untuk k.benda
tgl maskulin
Terjemahan Harafiah :

Dan lagi aku melihat di bawah matahari dari tempat berdirinya sebuah pengadilan ini, ada
kejahatan/berlaku fasik dan dari tempat orang-orang saleh disana ada pemberontakan terhadap
TUHAN.

HermenPL-II 4
Ayat 17 :

No. K.Ibrani K. Dasar Analisis Ann (hal) Ach (hal) Arti


‫אמר‬ b.kal + orang Maka
1. ‫ָאמ ְרּתִ ֽי‬
ַ֤ 35 34
amar pertama tgl berkatalah
‫אנה‬ Per.pronoun +
2. ‫ֲאנִ ֙י‬ 36 35 Aku
ana orgpertama tgl
k.benda tgl
‫לבב‬ Di dalam hati
3. ‫ְּב ִל ִּ֔בי‬ masc +suff org- 86 158
lebab ku
1 tgl
Adakah
‫צדק‬ Penunjuk objek
4. ֙‫אֶת־ ַהּצַּדִ יק‬ 212 281 keadilan itu
sedeq + adj + masc tgl
disana ?
k.awalan
‫רׁשע‬ Dan kejahatan
5. ‫ֶת־ה ָר ָׁ֔שע‬
֣ ָ ‫ְוא‬ +p.objek +org 222 322
resa ada disana
ke-3 tgl masc
‫ׁשפט‬ k.depan +
6. ‫יִׁש ְּ֖פ ֹט‬ 359 353 Dia menaruh.
sapat k.nama masc
‫אלּה‬
7. ‫ֱֹלהים‬
֑ ִ ‫ָהא‬ k. nama 158 29 Allah mereka
ela/elah
Supaya,
k.benda tgl
‫עדה‬- ‫כוה‬ karena –
8. ‫ִי־עת‬
֣ ֵ ‫ּכ‬ masc + umum 618 + 377 237 +148
Koah-edah sekarang,
tgl
masa,waktu
k.depan +b.
‫פוץ‬ Untuk semua –
9. ‫ְלכָל־ ֵ֔חפֶץ‬ Hifal,imperfect 211 +150 211
pus ada urusan
tgl masc
‫עלה‬ k.awalan bentuk
10. ‫ו ְַע֥ל‬ 598 246 Dan kepada
alo jamak
Preterite org ke-
Semua – dari
‫עׁשה‬-‫כול‬ 3 tgl masc +
11. ‫ּכָל־הַ ֽ ַּמע ֶ ֲׂ֖שה‬ 196 + 378 259+150 yang
kol-asah k.depan dgn
melakukan itu
k.bnd tgl masc
‫ָׁשֽם‬ Kata
12. ‫ָׁשֽם‬ Disana/disitu
syam keterangan
Terjemahan Harafiah :

Maka, berkatalah aku didalam hatiku “yang benar dan yang jahat akan diperlakukan adil oleh Allah
mereka itu”. Karena ada masa untuk segala sesuatu dan urusan dan karena menurut setiap
pekerjaan itu berasal dari sana.

Ayat 18

No. K. Ibrani K. Dasar Analisis Ann (hal) Ach (hal) Arti


‫אמר‬ Preterite, org Lalu, berkata
1. ‫ָאמ ְרּתִ ֽי‬
ַ֤ 34 34
amar pertama tgl lah
‫אנה‬ Per.pronoun org
2. ‫ֲאנִ ֙י‬ 36 35 Aku
ana pertama tgl
k.benda tgl
‫לבב‬ Di dalam
3. ‫ְּב ִל ִּ֔בי‬ masc + suff + 86 158
lebab hatiku
org perta tgl
4. ‫עַל־ּדִ ב ְַר ֙ת‬ ‫עלה‬- ‫דבר‬ Kt. Nama 145 – 598 77 – 246 Untuk

HermenPL-II 5
Al – davar tempat peristiwa
‫בנה‬ k.bnd jamak
5. ‫ּב ְֵנ֣י‬ 97 56 Anak/putra
bene masc
‫אדם‬
6. ‫הָָאדָ֔ ם‬ k.bnd tgl masc 157 19 Manusia itu
adam
Kal inf. Suff Untuk
‫ברר‬
7. ‫ְלב ָ ָ֖רם‬ org ke-3 jamak 409 62 memisahkan
barar
masc diri mereka
‫אלּה‬ Dari Allah
8. ‫ֱֹלהים‬
֑ ִ ‫ָהא‬ k.awa + k.nama 158 29
ela/elah mereka itu
Dan
‫ראה‬ Pref +awalan
9. ‫ְול ְִר ֕אֹות‬ 451 306 Penglihatan-
ra'ah + kal. Inf
penglihatan
‫הםבהם‬ Kata depan +
Mereka itu –
10. ‫ׁשהֶם־ ְּבהֵמָ ֥ה‬
ְ hem – pronoun kata 68 - 703 48 -88
hewan
behemah jamak tgl masc
‫הם‬ k.ganti tgl masc
11. ‫ֵ ֖ה ָּמה‬ 192 88 Mereka itu
hem jamak
Awalan + suff,
‫ם‬+‫ל‬
12. ‫לָהֶ ֽם‬ org ke-3 tgl 415 161 Untuk mereka
lekhem
masc
Terjemahan Harafiah :

Lalu berkata lah lagi aku dalam hati ku “Firman kepada anak manusia itu, Allah ingin memisahkan
diri dan menunjukkan kepada mereka bahwa mereka itu juga sama dengan binatang”

Ayat 19 :

No. K. Ibrani K. Dasar Analisis Ann (hal) Ach (hal) Arti


‫כוה‬
1. ‫ִּכ ֩י‬ k. bnd tgl masc 377 148 Sehimgga
koah
‫קרה‬ k.benda tgl
2. ‫ִמ ְק ֶר֙ה‬ 513 194 Nasib
qareh masc
‫בנאדם‬ k.benda tgl Putra (anak)
3. ‫בְ ֽנֵי־הָָאדָ֜ ם‬ 157 + 197 19 +56
ben masc manusia itu
‫קרה‬ k.awal + k.dep
4. ‫ּו ִמ ְק ֶ ֣רה‬ 513 302 Dan dari nasib
qara + k.bnd
‫בהם‬ k.depa + k.bnd
5. ‫ַה ְּב ֵה ָ֗מה‬ 161 48 Binatang
behemah tgl fem
‫קרה‬ k.dep + k.benda
6. ‫ּו ִמ ְק ֶ ֤רה‬ 513 302 Dan dari nasib
qara tgl fem
‫אחד‬ Seseorang, salah
7. ‫ֶא ָח ֙ד‬ k.sifat 17 23
ehad satu
‫ם‬+‫ל‬ k.dep + suff org
8. ‫ָל ֶ֔הם‬ 415 161 Dari padamu
lekhem ke-3 jamak
‫מוֺת‬ k.dep + idiom Menjadi
9. ‫ּכ ְ֥מֹות‬ 328 173
mot construct mati/kira”
‫זאת‬
10. ֙‫זֶה‬ k.sifat masc tgl 235 92 Ini
zot
‫כון‬ Dengan
11. ‫ֵּכ֣ן‬ k.bnd tgl masc 384 151,152
ken demikian
12. ‫֣מֹות‬ ‫מוֺת‬ Inf. Kal 476 173 Mati/menjadi

HermenPL-II 6
mot mati
‫זאת‬
13. ‫ֶ֔זה‬ k.sifat masc tgl 239 311 Ini
zot
‫רוח‬
14. ‫ו ְ֥רּו ַח‬ k.awal +k.sifat 678 23 Dan nafas
ruakh
‫אחד‬ Salah
15. ‫א ָ ֶ֖חד‬ k.bnd tgl masc 17 151
ekhad satu/seorang
Sisa yang
‫כלל‬
16. ‫ל ַּ֑כ ֹל‬ k.bnd tgl masc 429 145 ditinggalkan / yg
kalal
masih tinggal
‫יתר‬ k.awalan +
17. ‫ּומֹות֙ר‬
ַ 476 19 Manusia itu
yeter k.bnd tgl masc
‫אדם‬ Dari hewan
18. ‫ָָאדם‬
ָ֤ ‫ה‬ k.bnda tgl masc 157 48
adam itu/ini
k.depan + pref
‫בהם‬ Tidak ada/
19. ֙‫מִן־ ַה ְּב ֵה ָמה‬ + k.bnd tgl 161 27
behemah belum
masc
‫און‬
20. ‫ָ֔אי ִן‬ k.keterangan 22 148 Kekuatan
ayin
‫כוה‬
21. ‫ִּכ֥י‬ k.sifat 376 84 Sehingga
koah
‫כלל‬
22. ‫ה ַּ֖כ ֹל‬ k.bnd tgl masc 186 151 Semuanya itu
kalal
Menjadi sia-sia /
‫הבל‬
23. ‫הָ ֽבֶל‬ Idiom in pause 163 84 membuat kesia-
habal
siaan
Terjemahan Harafiah :

Sehingga, nasib dari anak manusia dan nasib dari binatang itu adalah sama, yaitu kematiaan. Jika
yang satu mati, yang lain juga akan mati sebab nafas mereka pun datang dari hal yang sama dan
tidak ada kekuatan yang tersisa (lebih) bagi manusia dari hewan itu karna semuanya itu adalah hal
yang sia-sia.

Ayat 20 :

No. K. Ibrani K.Dasar Analisis Ann (hal) Ach (hal) Arti


‫כלל‬
1. ‫ה ַּ֥כ ֹל‬ k.bnd tgl masc 186 151 Semuanya itu
kala
‫הלך‬ Kal. Part active tgl
2. ‫הֹולְ֖ך‬
ֵ 173 87 perginya
halakh masc
Badan, tubuh,
‫אול‬
3. ‫אֶל־מ ָ֣קֹום‬ k.bnd tgl masc 511 + 26 295 + 21 raga – bangkit
ul –qum
dari
‫אחד‬ Salah satu,
4. ‫א ָ ֶ֑חד‬ k.sifat 17 23
ehad seorang
‫כלל‬
5. ֙‫הַּכֹל‬ k.bnd tgl masc 186 151 Seluruhnya itu
kala
‫עפר‬ k.depan + k.bnd tgl Menjadi,
6. ‫ָה ָי֣ה‬ 181 86
apar masc terjadi
‫כלל‬ Pref + k.bnd tgl Dari tanah,
7. ‫מִן־הֶ ֽ ָע ָ֔פר‬ 208 253
kala masc debu
8. ‫ְוה ַּ֖כ ֹל‬ ‫כלל‬ Kal.pret org ke-3 186 151 Dan semuanya

HermenPL-II 7
kala tgl masc itu
‫ׁשוב‬ Kal.pret org ke-3
9. ‫ָ ׁ֥שב‬ 696 336 Kembalinya
sawab tgl masc
‫עפר‬ Prop.const + k.bnd Badan ke tanah
10. ‫אֶל־ ֶהעָפָ ֽר‬ 208 + 26 253 + 21
apar tgl masc itu
Terjemahan Harafiah :

Semuanya itu, pergi keluar dari tubuh. Semuanya itu terbuat dari tanah dan kembali ke tanah itu.

Ayat 21 :

No. K. Ibrani K. Dasar Analisis Ann (hal) Ach(hal) Arti


‫ִ ֣מי‬
1. ‫ִ ֣מי‬ k.bnd jamak masc 483 177 Siapakah ?
mi
‫ידע‬ Kal.part.act tgl Yang
2. ‫יֹודֵ֗ ַע‬ 302 128
yada masc mengetahui
‫רוח‬
3. ‫֚רּו ַח‬ k.bnd tgl masc 678 311 Nafas
ruakh
‫בנה‬
4. ‫ּב ְֵנ֣י‬ k.bnd jamak masc 97 56 Anak manusia
bene
‫אדם‬ Apakah
5. ‫הָָאדָ֔ ם‬ k.bnd tgl masc 157 19
adam manusia
‫עלה‬ Lalu naik ke
6. ‫הָע ֹלָ ֥ה‬ Kal.part.act masc 207 246
alah atas itu
‫הוא‬ Per.pronoun org
7. ‫ִ ֖היא‬ 181 85 Dia (pr) itu
hi/hu ke-3 tgl fem
‫עלה‬
8. ‫ל ָ ְ֑מ ְעלָה‬ Pref.subs. masc 453 189 Akan pergi
alah'ma
‫רוח‬
9. ‫ְורּ֙ו ַ֙ ַ֙ח‬ k.bnd tgl masc 678 311 Dan nafas
ruakh
‫בהם‬ Pref + k.bnd tgl
10. ‫ַה ְּב ֵה ָ֔מה‬ 161 48 Dan binatang
behemah fem
Apakah
‫ירד‬
11. ‫הַּי ֶ ֹ֥רדֶ ת‬ Pref + tgl fem 184 140 turun/pergi ke
yarad
bawah
‫הוא‬ Per.pronoun org
12. ‫ִ ֖היא‬ 181 85 Itu
hi/hu ke-3 tgl fem
‫נטה‬ Pref, proposisition Ke tangan/
13. ‫לְמַ ֥ ּטָה‬ 433 177
lemata subs bawah
‫ארץ‬
14. ‫לָאָ ֶֽרץ‬ Pref, k.bnd tgl fem 405 42 Ke bumi/tanah
erets
Terjemahan Harafiah :

Dan siapakah yang mengetahui bahwa nafas anak manusia apakah dia akan pergi ke atas itu, dan
nafas dari binatang akan turun pergi ke bawahbumi.

Ayat 22 :

No
K. Ibrani K. Dasar Analisis Ann (hal) Ach (hal) Arti
.
1. ‫ו ְָר ִ֗איתִ י‬ ‫ראה‬ Preterite, org 671 306 Dan aku telah
(ra’ah) pertama tgl melihat,

HermenPL-II 8
memandang
‫כוה‬ Kesaksian,
2. ‫ִּכ֣י‬ k.sifat 376 376
koah kekuatan
‫כוה‬ Kata bantu kerja, Tidak
3. ‫אֵ ֥ין‬ 23 27
koah prop const ada/tanpa
‫טוב‬ k.sifat, tgl masc
4. ‫טֹו ֙ב‬ 283 123 Kebaikan
tov kt nama
‫אׁשר‬
5. ‫ׁש֙ר‬
ֶ ‫ֵמ ֲא‬ Pref, kt.nama 463 44 Bahwa
aser
‫ׁשמח‬
Kal. Fut org ke-3 Disana/kesana
6. ‫יִׂש ַ ְ֤מח‬ samma 357 347
tgl masc (tandus)
‫אדם‬
7. ֙‫הָָאדָ ם‬ k.bnd tgl masc 157 19 Manusia itu
adam
Pref. Jamak + Dia (m)
‫עׁשה‬
8. ‫ּבְ ֽ ַמ ֲע ָׂ֔שיו‬ suff org ke-3 tgl 92 143 kelaparan,
esah
masc kurus
‫ הוא‬-‫כוה‬ Dia itu –
9. ‫ִי־הּוא‬
֖ ‫ּכ‬ hi/hu - Masc, fem 170 -376 85 – 149 supaya, bahwa,
koah karena
k.bnd, tgl masc +
‫חלק‬
10. ‫ֶחל ְ֑קֹו‬ suff org ke-3 tgl 262 108 Bagian, milik
halaq
masc
‫כוה‬ Kekuatan,
11. ‫ִּכ֣י‬ k.sifat 377 148
koah kesaksian
‫ִ ֣מי‬ k.bnd jamak
12. ‫ִ ֤מי‬ 483 177 Siapa
mi masc
‫בוא‬ Kal. Fut org ke-3 Dia(m) datang,
13. ‫יְבִי ֶֶ֙֙אּנ ּ֙ו‬ 289 48
bo tgl masc pergi
‫ראה‬ Pref +awalan + Untuk
14. ‫ל ְִר ֔אֹות‬ 451 306
ra'ah kal. Inf menujukkan
‫מה‬
15. ‫ּב ֶ ְ֖מה‬ Pref, id 89 169 Pada apakah
ah'ra
‫היה‬ Pref, kal fut org Kemalangan
16. ‫ׁשּי ִ ְה ֶי ֥ה‬
ֶ 711 86
hayya ke-3 tgl masc (bencana)
‫אחר‬ Suff, org ke-3 Mereka di
17. ‫ַאח ָ ֲֽריו‬ 20 25
ahare jamak masc kemudia hari.
Terjemahan Harafiah :

Dan aku telah melihat dan menyaksikan, tidak ada yang baik bagi manusia yang kelaparan itu,
karena itu adalah kepunyaannya. Lalu siapakah yang akan pergi melihat kemalangan apakah yang
akan terjadi kepadanya dikemudian hari ?

c) Perbandingan Terjemahan

Ayat 16 :

LAI :Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat
ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan.

BIBEL : Angkup ni nunga dung huida di hasiangan on: Hajongjongan ni uhum, hape masa disi
hajahaton, dohot hajongjongan ni hatigoran, hape masa disi hageduhon

HermenPL-II 9
NIV :And I saw something else under the sun:In the place of judgment—wickedness was there,in the
place of justice—wickedness was there.

Ayat 17:

LAI: Berkatalah aku dalam hati: "Allah akan mengadili    baik orang yang benar maupun yang tidak
adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan   ada waktunya." 

BIBEL : Jadi ninna rohangku di bagasan ma: Rap uhumon ni Debata ma halak partigor dohot
parjahat, ai mandapot di Ibana do sogot saluhut sangkap ni roha ni jolma dohot sandok ulaonna.

NIV : I said to myself,“God will bring into judgmentboth the righteous and the wicked,for there will
be a time for every activity and time to judge every deed.”

Ayat 18 :

LAI : Tentang anak-anak manusia aku berkata dalam hati: "Allah hendak menguji mereka dan
memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka hanyalah binatang.  "

BIBEL : Angkup ni didok rohangku ma di bagasan: Ala ni pangalaho ni jolma manisia umbahen
songon i masa, naeng unjunan ni Debata nasida, papatarhon tu nasida tudoshon pinahan sambing
nasida marpangalaho, anggo sian rohanasida sandiri.

NIV : I also said to myself, “As for humans, God tests them so that they may see that they are like the
animals”.

Ayat 19 :

LAI : Karena nasibmanusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka;
sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain  . Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama,
dan manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu adalah sia-sia. 

BIBEL : Ai tung sisada parsorion do sogot jolma manisia dohot pinahan; mate pinahan, mate dohot
jolma i, sada do hosai i di saluhutna, ndang adong hasurungan ni manisia sian pinahan, ai laho
salpu do luhutna.

NIV :Surely the fate of human beings is like that of the animals; the same fate awaits them both: As
one dies, so dies the other. All have the same breath and humans have no advantage over animals.
Everything is meaningless.

Ayat 20 :

LAI : Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya
kembali kepada debu.

BIBEL :Laos sada do hapatean ni luhutna; marharoroan sian orbuk do luhutna, laos marhapatean tu
orbuk muse luhutna.

NIV : All go to the same place; all come from dust, and to dust all return.

Ayat 21 :

LAI : Siapakah yang mengetahui, apakah nafas manusia naik ke atas    dan nafas binatang turun ke
bawah bumi. 

BIBEL : Ai tung ise ma umbotosa manang tung manaek tu ginjang do ia tondi ni manisia? Ia hosa ni
pinahan tung turun do tu tano.

HermenPL-II 10
NIV : Who knows if the human spirit rises upward and if the spirit of the animal goes down into the
earth?”

Ayat 22 :

LAI : Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada bergembira dalam
pekerjaannya,  sebab itu adalah bahagiannya.  Karena siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang
akan terjadi sesudah dia?

BIBEL : Dibahen i nunga tung tangkas huida ndang adong na dumenggan, nda marlas ni roha jolma
i di angka ulaonna, ai i do jambarna. Ai tung ise ma mamboan jolma i tusi, asa idaonna manang aha
na masa dung salpu ibana?

NIV : So I saw that there is nothing better for a person than to enjoy their work, because that is their
lot. For who can bring them to see whatwill happen after them?

Kata Kunci :

No
Harafiah LAI BIBEL NIV
.
Hajongjongan ni
1 Tempat pengadilan Tempat Pengadilan Judgment
uhum
Tempat orang- Hajongjongan ni
2 Keadilan Justice
orang saleh hatigoran
3 Diperlakukan adil Mengadili Uhumon Judgment
4 Urusan, pekerjaan Pekerjaan Sandok ulaonna Activity
5 Memisahkan diri Menguji Unjunan Tests
Binatang , hewan
6 Binatang Pinahan Animals
ternak
7 Nasib/ kejadian Nasib Parsorian Fate
8 Mati Mati Mate Dies
9 Nafas Nafas Hosa Breath
10 Kesia-siaan Sia-sia Laho salpu Meaningless
11 Debu/tanah Debu Orbuk Dust
12 Pergi ke atas Ke atas Manaek tu ginjang Rise upward
Turun ke bawah Down in to the
13 Ke bawah bumi Turun do tu tano
bumi earth
14 Bagian/milik Bahagiaannya. Jambarna Lot
Perbuatan
Hajahaton /
15 memeberontak Ketidakadilan wickedness
Hageduhon
kepada TUHAN
Penglihatan,
16 memperlihatkan, memperlihatkan Asa idaonna To see
menunjukkan

Dalam kata kunci di atas, ada begitu banyak perbedaan dalam setiap perbandingan terjemahan
dalam beberapa bahasa. Misalnya pada kata kunci no.5. bahwa dalam terjemahan secara harafiahnya
adalah memiliki arti “memisahkan diri/menyucikan diri”. Allah memisahkan diri dari orang-orang
yang berbuat kejahatan dan yang memberontak kepadaNya. Sedangkan didalam terjemahan
LAI,BIBEl, maupaun NIV diartikan sebagai sebuah “ujian, menguji ataupun mencobai”.

HermenPL-II 11
II. Analisis Sastra
Kitab Pengkotbah atau yang lebih sering dikenal dengan Qohelet (Ibr) yang berarti Guru,
adalah salah satu kitab Megillot atau Kitab Lima Gulungan. Kitab ini disebut sebagai Hagiographa
(bahasa yunani untuk tulisan-tulisan suci) bersama Mazmur, Amsal, Ayub, Daniel dan beberapa kitab
lainnya yang termasuk dalam kitab Ketuvim. Kata Qohelet adalah terjemahan dari bahasa Yunani
yang di terjemahkan oleh LXX yang diberikan oleh orang-orang Yahudi = Anggota Gereja. 11
Boleh dikatakan bahwa kitab ini adalah salah satu kitab yang paling susah untuk dipahami
dalam kanon Perjanjian Lama. Beberapa hal yang masih misterius mengenai kitab ini adalah
pengarangnya, tanggal penulisannya, bahasanya, objeknya bahkan juga judulnya dan hingga saat ini
masih di perdebatkan.12 Kitab Pengkotbah paling dikenal karena refrainnya (koor) yang di ulang-
ulangi yang menyatakan bahwa “segala sesuatu adalah sia-sia = bahkan di seluruh isi kitab itu), oleh
karena itu Kitab ini sering dipertanyakan keabsahan jenis sastranya di dalam Kanon.
Kitab Qohelet telah dianalisis dengan banyak cara. Analisis yang dipilih disini mengakui
adanya dua pokok penting dalam metode Qohelet, yakni: sifat pengulangan yang khas Semit untuk
memperlihatkan temanya; dan penggunaan sekumpulan amsal, “kata-kata nasihat” untuk memperjelas
dan memperkuat argumentasinya. Yang terakhir ini adalah penting mengingat kepentingan keinginan
Qohelet untuk memperbaiki orang-orang bijak yang lebih tradisional.
 Pembukaan ( Pasal 1:1-3)
 Tema yang diperlihatkan – I (Pasal 1:4- 2:26)
 Tema yang dipelihatkan – II (Pasal 3:1-4:16) ;
Dalam pasal 3:16-22, tema yang dimunculkan adalah Kurangnya Kekekalan. Maka, Nikmati
kehidupan sekarang sebagaimana telah diberikan Allah. 13
 Kata-kata Nasehat – A (Pasal 4:17-5:11)
 Tema yang diperlihatkan – III (Pasal 5:12 – 6:12)
 Kata-kata Nasehat – B (Pasal 7:1 – 8:9)
 Tema yang diperlihatkan – IV (Pasal 8:10 – 9:12)
 Kata-kata Nasehat – C (Pasal 9:13 – 12:8)
 Penutp (Pasal 12: 9-14)
Secara umum sepertinya bentuk sastra dari kitab ini ada dua bentuk yaitu Prosa dan juga
Puisi. Namun tidak sedikit juga yang mengatakan bahwa kitab ini juga adalah bentuk narasi yang
lama. Perdebatan semakin panjang dalam menentukan jenis sastra kitab Pengkotbah di kalangan para
peneliti. Namun diantara semuanya itu, ada pendapat yang mengatakan bahwa pada ayat-ayat tertentu
yang menggunakan kutipan kalimat “ Aku berkata dalam hatiku....” ada diluar jenis Prosa dan juga
Puisi. C.D.G pernah mengatakan bahwa kitab ini adalah sebuah poetico-didactic =” yaitu sebuah

11
A. D. Power, Ecclesiastes or The Preacher, (London: Longsmans, Green and Co, 1724), 3-4
12
Ibid
13
W.S. Lassor, D. A. Hubbard & F. W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 151.

HermenPL-II 12
tulisan tanpa Paralelisme dan juga irama puisi yang indah yang ditulis pada zaman keemasan Puisi
Ibrani.14
Perbedaan Prosa dan Puisi di dalam Perjanjian Lama kadang bisa sangat tipis. Dalam kata
pembuka kitab-kitab Nabi sangat sering dimunculkan. Bahasa yang sering ditandai dengan
Paralelisme misalnya. Kecuali lirik pada bagian lirik murni, yaitu bukan sifat dari prosa leluhur yang
berapi-api.15
Diatas tadi tentu sudah dijelaskan bahwa secara umum kitab ini ada dalam dua bentuk yaitu
Prosa dan juga Puisi dan kedua pendapat itu memiliki argumen yang masing-masing kuat. Lalu,
pertanyaannya apakah teks Pasal 3:16-22 termasuk salah satu dari keduanya. Tentu jawabannya
adalah bukan, karena boleh dikatakan teks ini bersifat narasi yang sedang menggambarkan suatu
peristiwa dengan jelas16. Dan dikatakan juga bahwa ada lima ayat yang tidak termasuk dalam sastra
Prosa dan Puisi karna menggunakan kalimat “ Aku berkata dalam hatiku....” yaitu: pasal 1:16, 2:1,
2:15, 3:17, dan 3:18.

III. Analisis Hadis Lisan 17

Kita menyadari bahwa manusia itu tidaklah pernah pasif, tetapi selalu berkembang.
Misalnya kata yang pernah dipakai oleh orang tua kita dulu, tidak akan sama lagi makna nya dengan
bahasa yang kita pakai saaat ini. Bukan hanya tulisan saja yang berbeda namun juga maknanya.
Semuanya itu bukanlah tanpa alasan untuk mengalami perubahan karena pastinya ada banyak alasan
yang mendorong mengapa setiap hal itu berubah. Begitu juga dengan halnya kitab Pengkotbah dalam
bahasa Ibrani.

Didalam kitab Pengkotbah ada banyak ungkapan yang dipengaruhi oleh bahasa Aram
termasuk juga dalam teks ini (3:16-22), misalnya sye dari kata asyer; dan illu dari kata im lo. Kita
tahu sejarah bahwa pengaruh bahasa Aram terhadap bahasa Ibrani baru dimulai menjelang
pembuangan (587/6 sM) dan berjalan terus hingga menjadi dominan sesudah pembuangan (538 Sm).
Bahkan pada akhirnya dipakai bersama-sama dengan bahasa Ibrani sebagai pergaulan untuk penduduk
di Palestina pada zaman Yesus. Selain bahasa Aram, juga ada pengaruh bahasa Persia yang dapat
dilihat pada pasal 2:5 yang memuat kata pardesim (pl. dari pardes, yang adalah ibranisasi dari
pairidaeza) yang berarti “taman ria/ kebun buah-buahan” dan juga pada 8:11 yang berisi kata pitgam,
“keputusan”, “vonis”. Dari kata paradeioz inilah yang dikembangkan menjadi bahasa Arab yaitu
Firdaus.

14
A. Power, Ecclesiastes, hal. 17-18.
15
A. Power, Ecclesiastes, hal. 17-18.
Tremper Longman III & David E. Garland, The Expositor’s Bible Commentary, (Michigan: Library of Congres Catalog in
publication data, 2008), 262-263.
16
R. N. Whybray, New Century Bible Commentary, (London: WM. B. Eerdmans Publishing, 1989), 76.
17
Emmanuel Gerith Singgih, Hidup di bawah bayang-bayang maut, (jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2002), 2-
3.

HermenPL-II 13
Pada gilirannya kata bahasa Arab ini diambil alih menjadi bahasa Indonesia. Pertimbangan
terakhir mengenai masalah bahasa adalah adalah kemiripan ungkapan-ungkapan kitab Pengkotbah
dengan ungkapan-ungkapan dalam Mishna, yaitu kumpulan hukum lisan Yahudi. Mishna sangat tidak
mungkin dekat dengan masa Salomo. Pandangan yang menekankan kedekatan bahasa kitab
Pengkotbah dengan pengaruh bahasa Fenesia, lalu dari sana menetapkan Salomo sebagai Pengarang
oleh karena kedekatan pemerintahannya dengan Fenesia dan alasan ini sangat ditolak karena memang
sejak dulunya bahasa Ibrani pun sudah dekat dengan negeri-negeri asing yang berada disekitarnya dan
bahkan telah bercampur.

Walaupun dulunya kitab ini disetujui oleh banyak pihak bahwa yang menulis Kitab ini adalah
Salomo sendiri, bahkan Luther (abad ke-14) sendiri mengatakan bahwa ia sangat setuju kitab ini
ditulis oleh Salomo, dan lebih dari 100 tahun seorang Teolog bernama Grotius juga ikut menyatakan
bahwa kitab ini benar di tulis oleh Salomo sendiri. Namun, setelah beberapa ratus tahun kemudian ada
begitu banyak masukan dari para sarjana bahwa kitab Pengkotbah bukan lah ditulis oleh Salomo, hal
itu didasari oleh dua hal yaitu gaya bahasa dan bahasa buku yang digunakan, karena jika Pengkotbah
adalah miilik Zaman Salomo, maka bahasa Ibrani tidak memiliki Sejarah dan tidak ada tentang
Salomo sedikitpun di dalam kitab itu. Melainkan alasan yang paling kuat adalah adanya bahasa Aram
yang terdapat didalam kitab Pengkotbah yang memungkinkan bahwa Kitab ini sudah ada sejak
sebelum zaman Salomo. Pendapat ini juga didukung oleh Dr. Adam Clarke pada tahun 1813. 18

IV. Analisis Sejarah Tradisi


1. Tradisi Ibadah

Ibadah adalah satu hal yang sangat penting dalam kehidupa bangsa Israel. Kegiatan ritus ini
diadakan sejak adanya bapa-bapa leluhur mereka dan masih tetap dipertahankan hingga saat ini.
Walaupun dulunya ada begitu banyak tantangan yang dihadapi para bapa-bapa leluhur hingga zaman
hakim-hakim dalam melaksaan ritus ini namun, para pemimpin, imam-imam, nabi-nabi dan ahli-ahli
Taurat mampu mengembalikan ritus ini ke jalan yang sebenarnya walaupun memang itu sangat sulit.

Perayaaan Hari Raya Pondok Daun19

Perayaan ini sering juga disebut dengan Hari Raya Pengumpulan Hasil Tanah yang dihubungkan
dengan sejarah melaui pondok-pondok daun yang menjadi ciri khas perayaan tersebut. Perayaan ini
sudah ada sejak di masa pengembaran mereka di padang gurun pada saat mereka belum mempunyai

18
A. Power, Ecclesiastes, hal. 1-3.
19
William Dyrness, Tema-tema Teologi dalam Perjanjian Lama, (Jakarta, Gandum Mas, 2004), 129.
H. H Rowley, Ibadat Israel Kuno, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 71.
David. F. Hinson, Sejarah Israel Kuno; Dalam Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 229.

HermenPL-II 14
perumahan yang tetap. Dengan kata lain bahwa sebenarnya tradisi ini sudah ada sejak mereka berada
sebelum ke pembuangan dan tradisi ini diperkiraan telah ada sejak abad ke-11 s.M.

Hari raya pondok daun adalah perayaan yang masuk kedalam kategori Ibadah/ keagamaaan dalam
bangsa Israel (Yahudi) yang mana Perayaan ini selalu diadakan setiap tahunnya dan menjadi salah
satu perayaan yang terbesar dalam tradisi Hari Raya umat Yahudi.

Tradisi perayaan masih tetap dilanjutkan setelah keluar dari tanah pembuangan. Perayaan ini
berlangsung selama 7 hari lamanya dan pada hari pertama dan ke delapan adalah hari istirahat. Pada
saat merayakan perayaan ini mereka harus tinggal di dalam pondok-pondok sebagaimana yang pernah
dilakukan nenek moyang mereka sewaktu di padang gurun keluar dari tanah perbudakan. Dalam
perayaan ini yang dituntut adalah sebuah pesta yang sangat meriah karena semua orang
mengumpulkan makanan hasil bumi mereka serta apapun yang ada pada mereka. Dan perayaan ini
menandakan dan menegaskan mereka bahwa Yahwe adalah Allah mereka (Imamat 23:43).

2. Tradisi Hukum
Tradisi yang dimaksud disini adalah tradisi yang berkaitan dengan Padang Gurun atau yang
disebut juga dengan tradisi Perjanjian Gunung Sinai. Hukum yang terjadi pada saat itu salah satunya
adalah Hukum Taurat dan Perjanjian yang mana tradisi ini pastilah akan membawa kita kembali
kepada zaman pembuangan dimana bangsa Israel keluar dari tanah perbudakan yang dipimpin oleh
Musa yang diutus oleh TUHAN.

Tradisi Hukum Taurat20

Selama masa pembuangan, perubahan-perubahan yang sangat penting telah terjadi dalam
kehidupan Israel. Semua lembaga yang mendukung Hukum Tuarat telah musnah- raja, Bait Allah dan
pelayanan Ibadah para imam yang dilakukan secara teratur. Karena Hukum yang tertulis itu
merupakan peninggalanpenting masih menghubungkan mereka dengan masa lalu maka mereka
mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Membaca dan mempelajari Hukum Taurat menggantikan
upacara korban dalam bait suci.
Setelah masa pembuangan Hukum Taurat masih tetap mendapat tempat dalam kehidupan
masyarakat. Mereka masih mengerti tentang Hukum itu dalamhubungannya dengan Allah dan para
leluhur. Inilah yang ditekankan oleh Ezra dan Nehemia dalam membangkitkan kembali tradisi ini
pada saat kembali dari tanah pembuangan.
Di satu pihak, kerena kedudukan utama Hukum Taurat dalam Yudaisme pada masa sesudah
pembuangan maka sangatlah penting untuk menghindari pelanggaran hukum-hukum itu. Yang
terpenting adalah bagaiman asikap kita terhadap Hukum ini.

20
William Dyrness, Tema-tema Teologi dalam Perjanjian Lama, (Jakarta, Gandum Mas, 2004), 116-120.
David. F. Hinson, Sejarah Israel Kuno; Dalam Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 74-77.

HermenPL-II 15
Ada beberapa sifat Hukum Taurat yang dapat kita lihat disini yaitu :
1) Jangkauan yang Luas : seluruh kehidupan terbuka dihadapan Allah, maka segaala yang
berhubungan dengan kehidupan dalam segi pemerintahan, ibadah, usaha, dan juga rumah
menjadi bagian di dalam hukum tadi.
2) Imbauan yang Bersifat Pribadi : walaupun cakupan hukum ini sangat luas, namun hukum ini
juga bersifat pribadi dalam penyampaian tindakannya dalam sehari-hari.
3) Kekuatan Mutlak : Hukum ini bersifat mutlak karena berasal dari kekudusan Allah, maka
hukum ini menuntut kesempurnaan daru umatNya. Jika Hukum ini dilanggar maka, murka
Allah akan di limpahkan kepada mereka. dan walaupun demikian Allah masih tetap
mengasihi mereka dengan menuntun mereka keluar dari dosa serta menghapuskan dosa
mereaka karena kasihNya yang sangat besar.
4) Penerapan Universal : dalam penerapannya, Hukum ini ditujukan secara komunal yaitu
bangsa Israel. Awalnya memang hukum ini hanya dikenal oleh bangsa Israel namun, pada
akhirnya hukum ini diperkenalkan kepada bangsa-bangsa lain karena tak ada bangsa satupun
yang memiliki hukum seperti ini.
3. Tradisi Pengadilan
Jika kita berbicara akan sebuah Hukum maka tentu didalmnya terdapat sebuah Pengadilan
yang boleh dijadikan sebagai tempat berjalannya proses persidangan atas sebuah pelanggaran
terhadap Hukum. Telah disingggung sebelumnya bahwa Hukum Taurat sebagai pernyataan perjanjian
merupakan dasar kehidupan masyarakat Israel. dengan seiring berjalannya waktu dalam kehidupan
perjalanan Israel maka itu mulai mempengaruhi cara Hukum itu dimengerti.
Sesunguhnya pada saat itu tangggung jawab untuk mengadili jauh lebih luas artinya daripada
saat ini. Seperti yang jelaskan de Vaux, seorang Hakim “lebih merupakan pembela keadilan
ketimbang penghukum kejahatan”. Ia harus menjadi seorang yang adil (de Vaux, I, 157; Ayub 9:33).
Hukum secara khusus dipercayakan kepada para Imam. 21 Namun, yang ditekankan mereka adalah
pengajaran Hukum tersebut agar umat mengerti apa yang dikehendaki Allah. lalu ada orang tertentu
yang dipercaya untuk “menghakimi” sepertinya misalnya Musa (Kel 18:16) dan Yosua (Ul 33:10).
Hal itu terjadi pada saat sejarah Israel mula-mula, maka kemudian muncullah yang namanya “Hakim”
pada saat setelah di tanah Kanaan. Samuel adalah figur Hakim yang paling menonjol diantara
semuanya.
Hukum itu berfungsi secara lancar dalam konteks kehidupan sehari-hari terlihat dengan jelas
dalam jabatan para tua-tua kota. Kelihatannya mereka dipercayakan tanggung jawab untuk mengadili
perselisihan-perselisihan diantara rakyat (Ul 21:19). Dan melakasanakan ketetapan-ketetapan hukum.
- Gagasan mengenai Pengadilan22

21
William Dyrness, Tema-tema Teologi dalam Perjanjian Lama, (Jakarta, Gandum Mas, 2004), 114-115.
22
William Dyrness, Tema-tema Teologi dalam Perjanjian Lama, (Jakarta, Gandum Mas, 2004), 215-216.

HermenPL-II 16
Di tengah-tengah visiun campur tangan Allah di masa mendatang atas nama umat-Nya,
terdapat gagasan mengenai pengadilan. Dalam perjanjian lama pengadilan berarti sapat yang
pemakainnya lebih luas daripada hanya “memberi hukuman”. Untuk dapat memahami keleluasaan
segi pandangan “pengadilan” dalam PL kita harus membayangka bahwa Allah benar-benar ikut
terkait di dalam itu dan lebih jauh yaitu ikut menentukan ketentuan moral. Pengadilan Allah ialah
tindakan pembenaran yang demikian rupa sehingga si penyerang dihukum dan si korban mendapat
ganti rugi. Jadi, pengadilan termasuk dalam aktivitas penyelamatan yang dikerjakan Allah. Yaitu
aktivitas Allah utuk memulihkan kembali tatanan ciptaan yan tekah jatuh dengan hukuman di satu
pihak, dan penyelamatan di pihak yang lain.

Pertama, pengadilan adalah hak istimewa Allah berdasarkan sifat-Nya. Dalam satu arti,
semua aktivitas Allah berkaitan dengan pengadilan, karena semuanya mengkapkan pemerintahanNya
yang adil. Karena pengadlan adalah kepunyaan Allah, berbahagialah orang yang menantikan
pengadilanNya. Dialah Hakim yang mana ia juga bersifat memerintah.

Kedua, pengadilan adalah pekerjaan Allah yang dinamis, yang sekaligus melibatkan
kebijaksanaan dalam memutuskan sesuatu dan tindakan. Dalam pengadilan cara manusia,
memberikan hukuman merupakan dua fungsi yangberlainan; yang satu harus mempertimbangkan
bukti-bukti dan mengambil keputusan, sedang yang satunya melaksanakan keputusan hakim. Karena
segala hikmat berasal daripadanya sehingga untuk melakukan tindakan mengadili Ia tak perlu
mempertimbangkannya, Ia membaca hati dan langsung mengambil keputusan dan menjadi hakim atas
kita. Ia membela orang yang lemah dan anak yatim (Ulangan 10:18 dan Maz 82:3-4) , dan Ia
menghakimi yang jahat (Yeh 7:3 dan 25:11). Dari segi pandangan manusia, maka “berbuat yang adil”,
yang menandai pengadilan Allah, pada dasarnya menjadi kewajiban keagamaan. Mengenal Allah
berarti melakukan keadilan.

- Sinagoge
Sinagoge adalah suatu lembaga keagamaan yang berasal dari periode Perjanjian Lama, yang
menentukan pola-pola ibadat Kristen dan Islam, selain ibadat Yudaisme pada zaman post-
pembuangan. Sinagoge meruupakan corak baru dalam dalam ibadat. Namun, dalam PL kata sinagoge
hampir atau bahkan tak pernah disebut dalam PL sehingga asal mulanya masih kabur.
Banyak ahli yang mengatakan bahwa Sinagoge itu didirikan oleh Musa, karena pada saat itu
Musa mengatakan kepada orang Israel untuk menghentikan kesibukannya pada hari Sabbat dan
berkumpul untuk mendengarkan Hukum Taurat (Torah). Ada begitu banyak pendapat sejak kapan
Sinagoge itu ada. dan ada banyak ahli yang memberikan pendapat tentunya, ada yang mengatakan
bahwa Sinagoge itu ada sebelum pembuangan, Sinagoge itu ada pada saat zaman Makkabe, Sinagoge
muncul menjelang Reformasi Yosia dan yang terakhir bahwa Sinagoge ada pada zaman
Pembuangan.

HermenPL-II 17
Secara Khusus ada dua fungsi Utama dari Sinagoge yang tercatat dalam Alkitab, yaotu
sebagai tempat Doa dan juga tempat Pengajaran. Namun ternyata Sinagoge tidak hanya digunakan
sebagai tempat Ibadat dantempat Pendidikan, melainkan juga sebagai balai Pengadilan. 23Hal ini dapat
kita lihat dalam kitab Lukas 12:11, kata “majelis” disana di terjemahkan dalam bahasa Yunani adalah
Sinagoge dan di dalam Matius 10:17 kata “rumah ibadat” di terjemahkan dari bahasa Yunani yaitu
Sinagoge. ada juga dalam kitab Kisah para Rasul 26:11 dalam pidato Paulus di hadapan Raja Agripa,
yang terjemahan “rumah ibadat” berasal dari bahasa Yunani yaitu Sinagoge. Penghakiman yang ada
dalam teks itu ditujukan kepada Khazzan.
V. Analisis Sejarah Peredaksian

Dalam sejarah peredaksian penulisan kitab Pengkotabah sendiri terkait dengan beberapa hal seperti
jenis teks yang dipakai sebelum samapai kepada kita dalam bentuk Bahasa Ibrani, mengandung begitu
banyak tambahan bahasa asing. Hal ini sudah disinggung sedikit di dalam langkah ke-II yaitu Analisis
Sastra yang mengatakan bahwa adanya pengaruh bahasa Aram, Fenesia, bahkan juga Yunani dalam
kitab Pengkotbah.

1. Pengaruh Bahasa Yunani24


Dalam beberapa pendapat menjelaskan bahwa adanya kaitan tulisan dan penulisan kitab
Pengkotbah ini banyak dipengaruhi oleh Bahasa Yunani. Baik dalam pemikiran dan juga bahasa.
Argumen ini pertama sekali dimunculkan oleh G.Z. pada akhir abag ke-18 dan ingin membuktikan hal
itu dengan cukup yakin. Dia mendasari argumennya karena ada bebrapakata yang hampir sama
konstruksinya dengan paralel Yunani. Pada tahun 1925, sampailah pada kesimpulan penelitain Dr.
Harry Ranston yang menagatakan bahwa sebenarnya tak terlalu banyak Kitab Qohelet mengandung
literartur Yunani, tetapi hanya ada tanda-tanda bahwa Theognis (tahun 520 sebelum masehi) adalah
sumber utama kata-kata mutiara yang terdapat didalamnya dan Hesiod (tahun 700 sebelum masehi)
juga diambil. Namun hal itu dianggap hanya sebuah kemiripan yang dangkal. Tak ada pendapat yang
mengatakan dengan bukti yang kuat hingga saat ini dengan melalui banyak uji coba.
Pendapat lain yang mengatakan menjadi bahwa hanya pemikiran/ide lah yang mungkin dipinjam
dari sumber Yunani. Banyak orang yang mengatakan bahwa pengaruh Yunani yang bersifat teknis
tadi memang hampir tak ada didalam lingkup buku ini, baik dalam bentuk Frasa, idiom ataupun
kekhasan grammatikalnya, karena dalam buku-buku lain pun ada begitu banyak yang mirip dengan
pemikiran sastra Yunani. Tetapi banyak peneliti yang percaya dengan berjuta asumsi bahwa kitab
Pengkotbah lebih banyak dipengaruhi oleh Persia, Romawi pertama.
2. Bahasa Aram25

23
H. H Rowley, Ibadat Israel Kuno, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 192.
24
A. Power, Ecclesiastes, hal. 14-15.
25
A. Power, Ecclesiastes, hal. 15-16.

HermenPL-II 18
Pada awalnya ada begitu banyak pendapat yang mengatakan bahwa Kitab ini memang langsung
dituliskan oleh Salomo, namun mengingat ada banyak penelitian yang dilakukan dalam susunan kata
dan kesusastraannya, sehingga pendapat ini lama-kelamaan menjadi bergeser. Dalam bahasa dan juga
refrensi gayanya, tentu sebuah hal yang sangat menjengkelkan mengingat ada begitu banyak kata
yang dicurigai di ubah menjadi bahasa asli Ibrani sehingga teks dalam kitab Pengkotbah menjadi satu
kesatuan yang baik untuk disusun menjadi teks. Pengaruh bahasa Aram ini sebenarnya sangat jelas
nyata dalam pengarunhya di dalam kitab Qohelet, tetapi hal itu tidak lantas membuat bahasa asli
dalam kitab ini menjadi dikesampingkan, banyak pendapat yang meneliti kitab ini dengan
memisahkan beberapa frasa kata yang memang hanya dimiliki didalam kitab itu dalam PL (H.G).
Namun benar bahwa derivatif dari akar Araminisme dapat ditemukan dalam bahasa Ibrani
Alkitab. Poin lain yang perlu diingat adalah bahwa Qohelet menggunakan kata-kata Ibrani Alkitabuah
yang telah mengubah maknanya. Namun yang lebih penting harus diingat, merea harus pergi kepada
zaman Salomo untukmembuktikan bahwa Qohelet harus menulis buku lama setelah zaman Salomo.
Dipinjam atau kata-kata pinjaman, tidak hanya seberapa jauh letak Fologi itu, dan yang
memungkinkan adalah harus memperbaiki tanggal dalam sejarahnya seperti yang sering diungkapkan
oleh Prof. Jesperson.
3. Kata-kata Persia26
Dalam argumen yang diajukan untuk ini, sebenarnya tak terlalu banyak kata yang dapat
ditemukan, hanya dua saja. Yaitu kata “Surga” dan “Pitgam” namun kedua kata ini juga dapat
ditemukan dalam bahasa asing. Namun walaupun demikian kedua kata ini tidak langsung membuat
bahwa benar kitab Qohelet dipengaruhi oleh bahasa Persia. Karena jika benar kitab Qohelt sebagian
ditulis dalam periodesasi Persia dan kisahnya beberapa bagian, maka bisa saja Qohelet mengambil
sebuah insiden dalam sejarah Persia.

Massora Text (MT) kitab Pengkotbah telah tiba di tangan kita dengan bentuk yang relatif baik.
Dianatara versi kuno dari buku ini antara lain Yunani,Aram, Siria, dan juga Latin dan masih banyak
lagi (hingga pada abad pertengahan) seperti Ethiopic dan versi Arab. Dari sudut pandang sebuah kritik
text, tulisan Yunani (Septuaginta, atau LXX) adalah yang paling penting sejauh ini.
Disitu ada beberapa pertentangan dengan mangacu kepada LXX. Itu adalah sebuah angka
penghargaan, diantara mereka ada literatur yang sangat keras/ekstrem bahwa perbedaan itu datang
dari buku penting yang lain di dalam LXX. Hal itu tentu telah dipertentangkan oleh para
sarjana/ahlinya, oleh karena itu, bahwa Kitab Pengkotbah di dalam LXX adalah sebenarnya
dikerjakan oleh Aquila. Pada abad kedua setelah masehi yang berasal dari bukan Yahudi yang diubah
ke Yahudi siapaun menerjemahkan Bahasa Yunani dari Alkitab Ibrani telah dicatat dalam tiga bagian
kolom oleh Oregenes yang terkenal dengan Hexapla (sejenis kitab paralel). Yang lainnya telah
menyangkal bahwa Aquila telah menyelesaikan Kitab itu dan mengkalaim, lebih baik, bahwa itu
26
A. Power, Ecclesiastes, hal. 17.

HermenPL-II 19
adalah sesuatu yang sederhana daripada dia. Dalam kasus yang lain, karena itu sangat Literatur,
perbedaan antara LXX dan Massora Text menjadi cukup penting. Yang paling signifikan dari
semuanya akan menjadi sebuah catatan dalam eksposisi berikutnya.
Dari text Qumran disana ada dua fragment (kepingan) manuscript dari text Pengkotbah yaitu
4QQoha dan 4QQohb, yang pertama datang hampir mendekati tahun 175 sebelum Masehi. Bersama
bagian Kitab Pengkotbah yang lain seperti Pasal 1:10-14; 5:14-18; 6:1,3-8, 12: 7:1-10,19-20.
Kebanyakan dari coraknya dalah bersifat Ortografik (pengejaan yang baik). Ada banyak versi yang
signifikan harus didiskusikan didalam eksposisi.27
Hal itu juga seharusnya disebutkan disini bahwa pokok utama didalam kitab ini ada sebuah
perbedaan penyebutan/peletakan ayat, lebih dari 21 bagian, antara versi bahasa Ibrani dan juga
Inggris. Misalnya pada ayat yang pertama dalam pasal-5 di dalam bahasa Inggris menjadi ayat yang
terakhir di pasal yang ke-4.

VI. Analisis Bentuk


Di lihat dari struktur yang ada dalam kitab Pengkotbah dapat kita lihat sebagai berikut:
I. Prolog (1:1-11)
II. Authobiografi Kitab Pengkotbah (1:12-12:7)
A. Pengantar kepada Penulis (1:12)
B. Pertanyaan Narative Pengkotbah untuk memahami (1:13-6:9)
C. Nasehat dari Pengkotbah (6:10-12:7)
III. Penutup/ Kesimpulan (12:8-14)
Maka, teks yang saya pilih berada pada bagian ke-II, tentang pertanyaan–pertanyaan yang di
sampaikan oleh Kohelet untuk menjawab segala teka-teki yang di hadapan si penulis.
Kata lain daripada langkah ini sering disebut dengan “alur pemikiran” yang dapat di bagi
menjadi beberapa bagian yaitu :
- Genre
- Sitz Im Leben (Bidang Kehidupan)
- Tafsiran Ayat per Ayat
1. Genre
Dalam setiap teks tentu ada ciri khusus yang menandakan apa jenis teks tersebut. Kitab
Pengkotbah sendiri adalah sebuah jenis teks yang bersifat Hikmat yang memiliki jenis sastra Narasi.
Pasal 3:16-22 ini adalah bersifat Refleksi, yang mana dalam sifat ini ada dua hal yangharus

27
Tremper Longman III & David E. Garland, The Expositor’s Bible Commentary, (Michigan: Library of Congres
Catalog in publication data, 2008), 260-261.

HermenPL-II 20
diperhatikan yaitu penulis menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal (ay, 16-18,22) dan
juga penulis melaporkan renungan atau kesimpulan mengenai suatu kebenaran 28.
2. Sitz Im Leben
Secara umum kitab Pengkotbah biasanya dibacakan pada saat Perayaaan Pesta Pondok Daun,
yaitu untuk mengenang nenek moyang mereka pernah tinggal di pondok-pondok saat di Padang
Gurun29. Tradisi ini dibuktikan dalam dokumen-dokumen dari abad ke-11 s.M. Dan mungkin saja
pasal 3:16-22 ini juga adalah salah satu teks yang memang sering diperdengarkan ketika bangsa Israel
telah kembali dari pembuangan dan mengingat masa-masa kelam yang dihadapi mereka sejak keluar
dari tanah perbudakan lalu runtuhnya Bait Suci yang pertama hingga saat mereka berada di tanah
pembuangan.
Dan juga mengingat bahwa kitab Pengkotbah ditulis pada masa setelah pembuangan
mendekati zaman Helleneisme dan kemungkianan teks ini adalah sebuah gambaran mengenai kondisi
yang mereka alami selama masa-masa tadi dan pada akhirnya mereka menyadari dari keadaan itu
bahwa semuanya adalah atas perbuatan Allah dan tanpNya semua adalah sia-sia. 30
Maka boleh dikatakan bahwa sumber yang menulis kitab ini adalah berasal dari sumber P
(Imam), dikarenakan Qohelet itu dituliskan oleh para orang-orang bijak pada masa itu sehingga teks
ini di sampaikan dengan cara pengajaran di depan khalayak ramai.
3. Hubungan Ayat per Ayat
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pada pasal 3:16-22 ini adalah sebuah episode baru
yang berada dalam satu alur cerita (satu judul film). Namun, dalam penggalan teks ini ada sebuah
kisah baru yang terjadi di sudut yang lain dari si pengarang yang lebih kompleks lagi mengisahan
sebuah cerita yang pernah dialaminya. Teks ini adalah episode pertama dari 3 episode baru yang
berasal dari satu tempat kejadian yang diamati (ay, 16-22; ps, 4:1-6; ay, 7-16).
Tentu jika diamati dengan baik maka alur dari teks ini adalah alur mundur-maju yang mana si
penulis sedang mengungkapkan sebuah peristiwa yang pernah ia alami dan rasakan dimasa lalu (16-
17) dan ia juga menyambungkannya dengan masa yang akan datang dengan sebuah pertanyaan (ay,
20-22). Maka dapat dikatakan bahwa teks ini sebenarnya adalah sebuah teks yang tersusun sangat
rapi, berikut adalah hubungan ayat per ayat dalam teks ini.
 Ayat 16 – 17
Pada ayat pembuka yaitu ayat 16 yang secara longgar terhubung dengan pengamatan waktu
dan musim. Didalamnya Qohelet ingin mengungkapkan pandangannya tentang kejahatan manusia
dan kurangnya superioritas mereka terhadap binatang. Pembukaan ayat ini juga sama seperti pada
ps 2:12 ,13 dan 4:1, namun ayat ini ditambahkan dengan kata “lagi” yang merupakan sebuah

28
A.A.Sitompul, Metode Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 157-158.
29
Catatan Perkuliahan; Pembimbing PL II, 04 April 2017.
W.S. Lassor, D. A. Hubbard & F. W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 145.
30
Catatan Perkuliahan; Pembimbing PL II, 04 April 2017.

HermenPL-II 21
koneksi yang tidak biasa. Dalam ayat ini juga dapat dikatakan bersifat Palindrome, dikarenakan
susunan katanya nya yang baik seperti pada ps 1:6, 2:10, 4:1. 31
Qohelet menyatakan bahwa keadilan yang dilakukan oleh manusia itu rusak; sehingga
kejahatan berlaku, yang mana seharusnya itu tidak terjadi di daerah keadilan publik. Ini jelas
merupakan pengamatan umum; bagimanapun juga ini tidak akan dapat mendukung kesimpulan
apapun tentang periode sejarah tertentu. Namun di dalam ayat 17 ia menegaskan bahwa dalam
bentuk kejahatan apapun, kejahatan itu tidak akan luput dari penghakiman Allah. Pada ayat 17,
dilanjutkan dengan sebuah tindakan dari Allah bagi setiap manusia. 32
Kesinambunagan ayat 16 dan 17 terletak pada kata “adil” yang memiliki makna yang dalam
pada zaman itu, yang memang di dalam teks di jelaskan bahwa ada sebuah perbuatan yang tidak
menyenangkan dari manusia terhadap Allah. sehingga di ayat 17 dikatakan bahwa yang benar
sekalipun akan tetap diadili, kerena “benar” menurut manusia tidaklah sama dengan ukuran bagi
Allah. Benar belum tentu adil namun adil sudah pasti benar.
 Ayat 18
Hubungan antara ayat 16-17 dengan ayat 18 sedikit sulit untuk dilihat, ayat ini dalam bahasa
aslinya ada mengandung kata “davar” yang berarti firman/perkataan. Tentu jika kita
mencermatinya lebih dalam bahwa ada peran Allah langsung terhadap manusia dimana ada jarak
yang dibangun oleh Allah.
Kemungkinan Qohelet ingin mengatakan bahwa ketidakadilan manusia, meskipun
“penilaian” Ilahi menunjukkan bahwa manusia adalah hewan buas. Kemudian di ayat yang
berikutnya (19-21) yaitu mengembangkan kesamaan ini dengan cara lain, mereka memiliki kata
yang sama yaitu “miqreh” yang berarti “Nasib”. Tentu saja tema kesamaan itu diperkenalkan pada
ayat 18. Nuansa yang datang dari Ilahi masih tetap terasa seperti ambigu karena yang disorot
disini adalah kata “menguji”. Kata ini ingin mengarahkan bahwa sifatnya hanyalah terdiri dari
urusan manusia saja yang menunjukkan apakah manusia itu akan melepaskan pengendalianmoral
kerena tidak ada prinsip keadilan di tempat kerja dalam pengalam mereka, atau bisa saja itu hanya
cara Tuhan agar mereka mau menerima KemisteriusanNya dalam segala hal sehingga ada rasa
takut dalam diri mereka.33
 Ayat 19-20
Ayat ini diawali dengan kata ”sehingga” dalam bahasa aslinya, yang mana menunjukkan
akibat dari ayat ke-18 yang menjelaskan bahwa manusia adalah binatang (hewan buas). Maka,
ayat 19-20 adalah penjelasan/alasan penjabaran secara luas akibat dari pernyataan pada ayat ke-18
tadi. ayat 19-20 ini juga menjelaskan bahwa kedudukan manusia dan binatang adalah sama. Ada
tiga kata kunci yang dapat diambil dalam ayat ini (19-20 yaitu :

31
Roland E. Murphy, World Biblical Commentary, (Nashville: Thomas Nelson Publisher, 1992), 36.
32
Frans D, The song of songs, (MICHIGAN: WM. B EERDMANS PUBLISHING COMPANY, 1950),265-266.
33
Roland E. Murphy, World Biblical Commentary, (Nashville: Thomas Nelson Publisher, 1992), 36.

HermenPL-II 22
i. Nasib : kata nasib dalam ayat ini diawali dengan kasus yang berada pada ayat 18 dengan kata
memisahkan diri (bhsasli); menguji (LAI), sehingga dikatakan baik manusia maupun binatang
akan merasakan hal(nasib) yang sama yaitu sebuah ujian dari Allah dengan cara memisahkan
diriNya dari mereka tanpa memihak salah satunya. Maka pada kata;
ii. Mati : adalah dampak bagi “Nasib” yang dmaksud tadi, setiap yang berasal dari Allah akan
kembali padaNya. Kematian adalah tanda bahwa segala makhluk adalah kepemilikian Allah
dan itulah kelemahan manusia. Maka persamaan keduanya sebagai cipataan Allah
adalahmerasakan Kematian (Mati).
iii. Nafas : makhluk yang mati adalah makhluk yang memiliki nafas. Ada sebuah kritikan keras
dan pandangan yang berbeda dan tajam dengan kata ini. Ada pertanyaan yang muncul apakah
Nafas itu sama dengan Roh? Namun, apapun itu, sesungguhnya keduanya berasal dari Allah,
tapi apakah nafas yang diterima oleh binatang sama dengan apa yang diterima oleh manusia?.
“Nefesy” dan “Ruakh”, inilah pembedanya. Diluar dari kasus itu tadi ayat 19 hanya
menekankan bahwa manusia itu tetap akan mati dan juga berasal dari debu tanah. itulah
kenapa Qohelet menekankan bahwa manusia itu tak punya sesuatu untuk ditunjukkan bagi
binatang sebagai suatu kelebihan.

Dan di akhir ayat yang ke-20, dengan tegas dikatakan sebagai kesimpulan bahwa segala sesuatu
adalah hal yang sia-sia.

 Ayat 21
Ayat ini masih berada pada jalur yang sama dengan ayat 19,20, hanya saja ayat ini sepertinya
adalah sebuah ekspresi dari Qohelet yang mengandung sedikit pertanyaan Filosofi. “Siapa yang
Tahu?” sebuah kaliamat pertanyaan yang mengarahkan para pembaca untuk mengikuti laur
pemikiran Qohelet yang sedang berusaha untuk melawan/menyangkal suatu aturan yanga ada
pada saat itu. Qohelet memang tampaknya sedang membalas adanya pandangan kontemporer
yang menegaskan semacam perbedaan dalam nasib akhir manusia dan hewan. Ke atas dan ke
bawah bumi hanyalah seperti sebuah perumpamaan yang menjadikan adanya perbedaan itu.
Sehingga Qohelet menganggap bahwa tak ada yang mengetahui bagaimana akhir kisah makhluk
ciptaan setelah mereka mati. Inilah yang coba ingin ditolak Qohelet, hanya Allah yang tahu segala
sesuatu didunia.34
 Ayat 22
Ayat ini adalah akhir dari episode pertama. Qohelet mengatakan sifat manusia yang
sepertinya tak sadar bahwa mereka telah dikecam oleh Allah. kata “bergembira dalam
pekerjaannya” menunjukkan adanya suatu kisah yang sedang terjadi dibalik yang tertulis. Karena
kalimat ini dilanjutkan dengan kata “kerena, bahwa, sebab” yang menunjukkan bahwa manusia
34
W.S. Lassor, D. A. Hubbard & F. W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010),
149.

HermenPL-II 23
lebih meprioritaskan kehidupan pribadi mereka yang bersenang-senang di dunia tanpa takut akan
Tuhan. Karena di akhir ayat ini jelas di katakan dengan sebuah pertanyaan yang sangat tajam
dalam bentuk sindirian “Lalu siapakah yang akan pergi melihat kemalangan apakah yang akan
terjadi kepadanya dikemudian hari?” tentu inilah yang menjadi akhir dari nasib manusia karena
tak taat kepada Allah dan dengan segala kecongkakan dan kesombongannya.

VII. Pendekatan Literer Baru Ilmu Sosio-Antropologi


a. Sumber-sejarah, periode 350-150 s.M
Bahan otentik tentang sejarah politik kaum Yahudi anara zaman Nehemia dengan zaman
Makkabe adalah jarang sekali. Hanya tersedia beberapa halaman saja dari buku sejarah Yahudi
karangan Flavius Josephus. Padahal karangan Josephus itu tidak selalu menjadi sumber yang dapat
dipercaya. Untungnya, keterangan tentang perkembangan agama pada waktu itu lebih banyak karena
ada beberapa kitab atau bagian dari kitab Lama yang dikarang pada periode itu. Misalnya, antara
bahan yang berasal dari abad ke-4 ada Apokalipsis Yesaya dan Kitab-kitab Tawarikh dengan Kitab
Ezra. Dari abad ke-3, ketentuan pasal-pasal dari Kitab Zakharia dan Kitab Pengkhotbah. Dari, abad
ke-2 ada Kitab Daniel dan sebagian dari kepustakaan apokripal yang tidak termasuk Alkitab, di
samping beberapa dokumen yang disebut pseudepigrapa, dan naskah-naskah Laut Mati, mungkin
Kitab Ester juga termasuk abad ke-2 Tulisan-tulisan tersebut sangat beraneka- ragam, baik dalam
corak maupun isinya, dapat di sadari, sangat banyak arus rohani dan intelektual yang mengalir di
Israel antara tahun 350 sampai 150 s.M.
b. Suasana periode: kepasifan politik, keaktifan agama

Kepasifan politik dan keakifan agama adalah faktor yang paling menarik tentang periode
akhir. Sehingga, boleh dikatakan bahwa keanekaragaman yang tampak pada abad ke-4 dan ke-4 Arah
perkembangan agama Israel, yang menjadi tampak antara periode Hagai-Zerubabel dan periode Ezra-
Nehemia, terbukti menentukan arah untuk periode berikut. Mazhab-mazhab Yang saling
bertentangan, dan gerakan-gerakan rohani yang tidak muncul pada saat itu, berkembang dan menjadi
lusuh pada periode akhir. Kegiatan politik selama tahun-tahun itu, yaitu sampai sekitar tahun 180,
hanya ikit karena peran Israel dalam dunia politik internasional menjadi pasif. Dunia dikuasai oleh
negara-negara raksasa Persia, Yunani (di bawah pimpinan Alexander Agung), dan pada penode
Hellenis kaum Ptolemi dan kaum Seleuki, yang saling bergantian dengan cepat. Meskipun peran
Israel di dunia politik pasit, namun dalam bidang spiritual dan mental ada banyak gerak dan
ketegangan secara politis Israel memang lemah, tetapi secara spiritual telah mencapai hasil dari batin,
dan bertekad untuk mempertahankan kekayaan rohani yang dimilkinya, dengan yang menghancurkan
struktur kestabilan agamani itu.

- Kaum "Futuris"

HermenPL-II 24
Sebagaimana kita catat dalam bagian pelindaran ini, selama periode 350-150, ada kelompok-
kelompok yang menemukan kecenderungan yang tampak pada zaman itu (konservativisme krasi, dan
nomokrasi). Antara kelompok-kelompok ini ada yang ingin mengikuti Arah zaman, sehingga mencari
persesuaian antara kepercayaan Yahudi dengan kebudayaan zaman mereka. Kelompok lain lagi
merasakecewa melihat ketidaksempurnaan Yerusalem, yang dianggap kota ilahi itu, membuat mereka
menanti-nantikan suatu krisis baru dan mengharapkan keselamatan pada masa mendatang (Za. 12-14,
terutama ps. 14) Jadi, di samping Yudaisme, yang bersifat ortodoks atau " ortopraks ", timbul
berbagai aliran, baik yang liberal maupun konsu, vatif, baik yang tertarik pada kebudayaan dan
filsafat atau yang digunakan pada eksklusivisme yang ketat

- Kaum liberal: Kitab Pengkhotbah


Ada contoh baik dalam Perjanjian Lama tentang aliran liberal, yaitu Kitab Pengkhotbah, yang
karangan dari abad ke-3 sM., Yang sukar menyebabkan muslihatnya. Pengarang Kitab Pengkhotbah
adalah sesuatu yang berbeda-beda, terutama pada aliran-aliran Yunani-Hellenis. Agaknya, pengarang
itu diombang-ambing oleh berbagai filsafat dan pandangan hidup. Hidup manusia di dunia ini adalah
menjadi teka-teki. Namun demikian, dia berpegang teguh pada keyakinan akan Allah Pencipta alam
semesta. Memang Allah terasa jauh, transenden, orang tua tidak dapat melihat semua orang. Tidak
ada tanda-tanda yang nyata bahwa Dia memang mengendalikan proses sejarah atau proses manusia
dan tidak ada yang memungkinkan Dia membalas orang. Dalam hal itu ntangan dengan Kitab Amsal.
Dari segi keperkayaan Pengkhotbah, seluruh sejarah yang terjadi Israel tidak lagi. Dia bertolak dari
pengalaman pribadi, berdasarkan pengalamannya, pokok satu-satunya yang dapat dipegang teguh
yaitu kepercayaan tentang adanya Pencipta.
Namun demikian, kita tidak bisa mewarnai Pengarang Kitab Pengkhotbah skeptk jadi saja,
karena itu juga, pastilah karangannya itu tidak mendapat tempat dalam kanon. Memang Kitab
Pengkhotbah mendapat tempat di kanon meminta berdasarkan bagian yang mungkin merupakan
tambahan, yaitu berlembar-ganda yang bernada positif, yang mengandung pada pasal 12:13,
demikian: "Akhir kata dari semua yang didengar adalah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada
perintah- perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. Pada umumnya tidak dapat
dikatakan bahwa tokoh-tokoh mazhab berhikmat itu termasuk kaum radikal. Misalnya, Ben Sirakh
yang mengarang kitabnya pada awal abad ke-2, bercitalik akan menjadi persuasi Hikmat dan Tora.

VIII. Analisis Tempat dan Waktu


a. Tempat
Biblika studi telah datang lebih dan lebih disiplin lagi sebagai cabang ilmu pengetahuan
pada dekade yang telah lampau. Satu disiplin yang mana Sarjana Biblika semakin saling berinteraksi
dalam Sosiologinya. Para pengkritik, Ahli Ilmu Agama dan juga Sejarah Agama Israel saat ini telah
menuliskan juga dari Sosialnya terlebih lagi dari segi Sosial Politik dan juga Sosial Ekonomi.

HermenPL-II 25
Masalah itu dengan banyaknya pekerjaan, bagaiman pun juga adalah bahwa karena
kekurangan data dalam bentuk tulisan dengan penghargaan kepada kehidupan sosialnya, ekonomi,
dan apapun dalam bentuk politik kehidupan Israel Kuno. Mereka sebenarnya berlatih untuk menciba
membangun kehidupan sosialnya. Para pengkritik mencoba untuk mengambil sebuah tanda/klu dari
teks dan mencocokannya kepada hal yang diduga membangun kehidupan Sosiologi mereka dan
seterusnya. Dengan demikian, sebagaimana disebutkan diatas bahwa kitab Pegkotbah telah dipikirkan
oleh seseorang untuk layak di kembangkan didalam kondisi Masyarakat Israel pada periode
Hellenistic, oleh yang lain di samakan dengan periode Persia. Dan beberapa sarjana/peneliti pernah
terdesak untuk menemukannya didalam sebuah kediaman(tempat) pada Periode Maccabean.
Sebagaimana yang telah dicatat oleh Roland E. Murphy, bagaimanapun, sangat kurang latar
belakang tempat Sosial keidupan telah banyak yang hilang. Dengan sederhana kita tidak cukup
paham tentang kondisi sosial dari perbedaan periode untuk membuat berbagai macam seperti
pendapat tertentu. Mungkin, sebagaimana disebutkan diatas, Seow telah berargumen dengan sangat
yakin untuk masa periode Persia. Tapi, pernah adanya sebuah hubungan yang membuat antara tempat
kehidupan sosialnya dan juga teks dalam Pengkotbah tidaklah begitu spesifik seperti tuntutan pada
bentuk latar belakang tempat. Bahkan jika ada sebuah argumen bahwa dalam tuntutan text sebuah
sosio-ekonomi diatur didalamnya yang mana disana sebuah keputusan hakim bagi yang lebih kaya
dan menindas kalangan bawah dan bahwa disana juga terdapat politik jahat, satu yang harus
ditempatkan didalam buku dimanapun dari waktu Salomo. Qohelet sendiri mengingatkan kita bahwa
waktu benar-benar tidak dapat diubah sebanyak yang diinginkan (1:9-11). Posisi yang ditekankan dan
diambil disini adalah adanya ketidakpastian sosio-ekonomi untuk buku yang sudah di pertunjukkan.

b. Waktu
Awalnya ada pendapat awal yang mengatakan buku ini ditulis sekitar tahun 975 s.M hingga abad
ke 8 s.M35. Walaupun banyak yang mengatakan bahwa kitab Pengkotbah ditulis oleh Raja Salomo
hingga pendapat itu dipertahankan sanagt lama waktunya. Namun, setalah dilakukan beberapa
penelitian yang sangat panjang oleh para ahli-ahli sejarah dan teologi, dengan menghasilkan
kesimpulan bahwa Kitab ini ditulis pada abad ke-3 (sekitar 300-250 s.M) 36.
Sebelumnya, telah disinggung juga dalam langkah-langkah sebelumnya bahwa adanya
pengaruh bahasa dari bangsa lain membuat munculnya asumsi mengenai penulisan kitab ini yang
terjadi pada tahun 538 s.M mendekati pembuangan Israel (zaman Hellenisme) 37. Tapi ada juga

35
A. Power, Ecclesiastes, hal. 12.
36
Tremper Longman III & David E. Garland, The Expositor’s Bible Commentary, (Michigan: Library of Congres
Catalog in publication data, 2008), 258-259.
37
Ibid.

HermenPL-II 26
pendapat yang mengatakan bahwa kitab Pengkotbah dituliskan pada “belakangan” dalam sejarah
Alkitab PL.
Ada juga kitab-kitab yang lain yang ditulis pada sekitar tahun itu misalnya Kitab Nehemia
(yang paling dekat). Namun secara khusus, teks pasal 3:16-22 ini di tulis pada zaman setelah
pembuangan ke Babel. Kerana memang coraknya seperti sebuah pengajaran dan dalam situasi yang
sedang mengalami kesesakan dalam kondisi yang sangat kacau.

IX. Firman
Tema : Rahasia Allah dan Hakekat Ciptaan
Judul : Apakah Semua adalah Kesia-siaan ?
A. Pendapat para Ahli :
1. Pdt. Emmanuel Gerrit Singgih, Ph.D. = Hidup ini adalah Ketidakadilan, Penindasan
dan Kecemburuan38

Ayat 16: Kohelet memperhatikan kenyataan yang ironis, bahwa justru di tempat pengadilan,
terjadi hal-hal yang jahat. Di dalam PL, misypat, "keadilan" merupakan paralel dari tsedeq,
"kebenaran". Tuhan itu adil dan benar, hukum-hukum-Nya pun adil dan benar. Manusia yang
berkenan kepada Tuhan adalah manusia yang berkelakuan adil dan benar Tradisi hikmat sangat
menyanjung-nyanjungkan orang-orang berhikmat yang berjabatan hakim (syofet) dan menjalankan
hukum dengan adil dan benar. Tetapi apa yang terjadi di dunia? Justru di tempat yang diharap- kan
akan terjadi keputusan yang adil dan benar, di situ terjadi penyalah- gunaan dan pemutarbalikan
hukum, di situ kejahatan (haresya) merajalela. Sistem hukum dan peradilan sudah tidak bisa
diharapkan. Yang harus diadili malah bebas sedangkan yang harus bebas malah dipenjarakan.

Ayat 17: Apakah ungkapan yang berada di bawah tanda kutip berasal dari keyakinan Kohelet
sendiri atau apakah Kohelet sedang mempertimbangkan sebuah keyakinan umum? Fox, 1 Murphy2 dan
Whybray3 berpendapat bahwa pikiran teologis ini berasal dari Kohelet. Meskipurn berdasarkan
pengamatannya sistem hukum dan peradilan sudah bobrok, ia yakin bahwa pada akhinya keadilan dari
Allah sebagai Hakim tertinggi akan berlaku. Kalau manusia tidak becus mengadili, maka ma- sih ada
Allah yang akan mengadili. Sekarang yang tampak adalah ke- menangan kejahatan, nanti yang
menang adalah keadilan dan kebenaran. Di Israel kuno, masa depan merupakan sumber harapan akan
terjadinya perbaikan dan pembaruan segala sesuatu. Tetapi dalam ayat-ayat per- mulaan sudah jelas
bahwa optimisme seperti ini tidak ada dalam benak Kohelet. Masa depan adalah masa lalu yang
dikembalikan lagi sesudah masa kini. Bagi Fox hal ini lagi-lagi sebuah kontradiksi Kohelet.

Di ayat 16 tidak ada keadilan, di ayat 17 Allah pasti mengadili.' Crenshaw


mempertimbangkan pendapat yang merasa bahwa optimisme ini berasal dari editor ortodoks yang
38
EmnauelGerrit Singgih, Hidup dalam bayang-bayang Maut, (jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), 75-81

HermenPL-II 27
menyisipkan komentar "alim" ke dalam diskursus. Jadi, sama halnya dengan 2:26. Tetapi sdiingatkan
kembali bahwa peringatan Fox agar jangan terburu-buru dengan cara penyelesaian seperti ini.
Lagipula ayat 18 yang menyusul memiliki persoalan yang sama! Maka bersama Davidson, saya
merasa bahwa ungkapan ini merupakan sebuah pendapat umum yang sedang dipertimbangkan oleh
Kohelet. Ungkapan "aku berkata dalam hatiku" tidak perlu berarti hanya berdialog dengan pikiran-
pikiran sendiri tetapi juga dengan pikiran- pikiran orang lain. Salah satu petunjuk kuat bahwa kalimat
"sang Allah akan mengadili... dst.", merupakan pendapat umum dari kata syam, "di sana". TB-LAI
tidak menerjemahkan kata ini (barangkali terlewat).

Apa maknanya syam? Terjemahan-terjemahan kuno seperti T, V, S mengartikannya sebagai


menunjuk pada dunia atau zaman yang akan datang. Gordis mengikuti pendapat ini, dan
mengaitkannya dengan kata barar, "menguji, "memurnikan" pada ayat 18. Allah menghakimi, tetapi
belum sekarang, oleh karena Allah sedang menguji. "Di sana" menurut Gordis adalah di she'ol, dunia
orang mati. Ayub 1:21 dipakai sebagaí dukungan. Kalau artinya demikian maka cocok juga dengan
optimisme di atas dan tetap bisa dianggap berasal dari Kohelet. Beberapa penafsir dari generasi tua,
mengusulkan agar syam diubah sedikit menjadi sam, "menentukan" Jadi, meskipun sekarang tidak ada
proses pengadilan yang baik, pada waktunya yang ditentukan oleh Allah, Dia sendiri akan mengadili.
Jadí, nadanya sama dengan uraian puitis pada 3:1-8 di atas, yang dapat dianggap sebagai konteks jauh
dari ayat ini. Usul ini diikuti oleh BIS-LAI: "pada waktu yang ditentukan Allah". Tetapi kesamaan ini
tidak mulus, karena di 3:1-8 yang dipertentangkan adalah perbuatan- perbuatan manusia yang tidak
bisa dilakukan pada waktu yang sama sedangkan di sini yang dipertentangkan adalah peradilan Allah
danperadilan manusia. Namun, penempatan sam pada akhir kalimat menyebkan makna ini tidak
"berbunyi". Menurut saya masih ada konteks yang lebih dekat yang seharusnya dijadikan
pertimbangan, yaitu ayat 21 yang mempertanyakan mengenai kehidupan makhluk sesudah mati. Syam
tidak perlu diganti dengan sam, oleh karena "di sana" tidak hanya memperlihatkan zaman atau dunia
yang akan datang tetapi juga "dunia atas"! Whybray menyangkal kemungkinan ini, karena konsep
mengenai dunia atas baru muncul kemudian di Israel kuno dan dengan demikian Kohelet bukan
penganut paham ini Saya tidak menyetujui pendapatWhybray. Di dalam ayat 18 hal ini akan jelas.
Kitab Pengkhotbah pun termasuk kitab yang kemudian dalam sejarah terkumpulnya tulisan- tulisan
suci. Jadi, bisa saja Kohelet kenal dengan paham seperti ini, namun menolaknya. Yang penting bagi
Kohelet adalah bahwa di dunia ini tidak ada keadilan. Dia tidak akan terhibur kalau dikatakan bahwa
di dunia bawah, di she'ol, akan ada pengadilan seperti pendapat Gordis di ali atas, atau bahwa di dunia
atas si jahat akan menerima ganjarannya

Ayat 18: Andaikata ada juga pengadilan ilahi, maka pengadilan seperti itu akan berfungsi
sangat lain, yaitu akan memperlihatkan bahwa manusia pada hakikatnya tidak berbeda dari binatang.
Lebaram berasal dari barar, menguji", "memurnikan" dan didahului oleh "emphatic lamed" (banyak
dipakai di sastra Ugarit). Tetapi mengapa menguji? Sebelumnya kita telah melihat bahwa bagi

HermenPL-II 28
Kohelet, sesuatu terjadi oleh karena memang harus terjadi. Di Jepang orang mengatakan "shigata
ganai" dan di Mexico, "que sera sera". Jadi, sesuatu terjadi bukan karena Allah menguji. Whybray
mencatat bahwa arti kata ini di Mishna adalah "memisahkan". Kalau arti itu dipakai di sini, maka
Allah memisahkan diri-Nya dari anak- anak manusia dan menempatkan anak-anak manusia pada satu
tempat dengan binatang. Menurut saya kata "menguji" masih bisa dipertahankan, asal dibaca dengan
nada sinis. Kok bisa manusia hanyalah binatang? Di dalam PL manusia tidak sama dengan binatang.
Di dalam ayat- ayat "imago dei" di Kejadian 1:26-28 (P) dan di Mazmur 8:1-5 manusiaberkuasa atas
binatang-binatang. Di dalam Kisah Penciptaan di Kejadian 2:19 dst. (Y) manusia memberi nama
kepada binatang-binatang. Di pihak lain Claus Westermann memperingatkan kita bahwa Kisah
Penciptaan tidak memisahkan manusia terlalu jauh dari binatang, Baik binatang (di Kej. 1:24) dan
manusia (di Kej, 2:7) disebut nefesy hayah, "makhluk hidup" dan kedua-duanya mendapat berkat
berupa kemampuan melanjutkan keturunan." Mungkin Kohelet menarik konsekuensi ekstrem dan
sinis dari pandangan yang terakhir ini. Rujukan ke manusia dan binatang di sini bukan dimaksudkan
untuk menyamakan suatu penyamaan jenis (species). Kata yang diterjemahkan "binatang" adalah
behemah, yaitu binatang ternak yang besar-besar seperti sapi (atau kerbau untuk konteks Asia
Tenggara). Yang mau ditunjukkan adalah bayangan sapi yang berjalan bolak-balik menarik pedati
atau membajak di padang/sawah, tanpa tujuan dan tanpa makna. Jadi, yang disamakan adalah
pekerjaan si sapi, yang dapat dibandingkan dengan pekerjaan, usaha dan jerih payah si manusía yang
juga tanpa makna dan tujuan (padahal bukan hewan).

Ayat 19: Di sini Kohelet meneruskan penyamaan-penyamaan tersebut tanpa tedeng aling-
aling, Kesamaan yang kedua (yang pertama pada ayat 18 di atas mengenai kesamaan pekerjaan)
adalah bahwa miqre-nya sama Kata itu disebut 3 kali dalam ayat ini. Kalau di dalam 2:14-15 miqre
"nasib" tidak diterangkan, di sini langsung dijelaskan, yaitu kematian. Perjalanan pikiran Kohelet
bersifat spiral. Setiap kali ia melangkah maju dalam argumentasinya, pikiran yang lama disinggung
kembali untuk dikembangkan lagi. Kesamaan yang ketiga adalah bahwa baik binatang maupun
manusia sama-sama bernapas. Kata yang diterjemahkan "napas" adalah ruakh. Di dalam Kisah
Penciptaan pada Kejadian 2:7 Tuhan meniupkan napas hidup ke dalam hidung prototipe manusia dari
tanah lempung, dan hasilnya jadilah makhluk hidup yang disebut ha 'adam. Tetapi istilah yang
dipakai untuk napas bukan ruakh melainkan nesyamah. Mungkin Koheletdisini lebih dekat dengan
kejadian 6:3 yang memperlihatkan bahwa ruakh Tuhan tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam
manusia, maksimal 120 tahun saja. Yang mencolok adalah bahwa di dalam Kisah Penciptaan,
binatang tidak pernah disebut mendapat nafas dari Tuhan. Hanya manusia saja yang demikian. Jadi,
Kohelet sengaja menentang pendapat ini. Apalagi dengan secara eksplisit mengatakan bahwa manusia
tidak mempunyai kelebihan atas binatang.

Ayat 20: Seakan-akan kesamaan ini tidak ada habis-habisnya. Di sini Kohelet
mengemukakan kesamaan yang keempat: kedua-duanya menuju ke satu tempat. Kata yang

HermenPL-II 29
diterjemahkan "tempat" adalah maqom (bnd. bhs. Ind.: "makam" yang berasal dari bhs. Arab).
Tentunya kuburan manusia yang bagus-bagus amat berbeda dari kuburan binatang. Tetapi pada
hakikatnya keduanya tetap adalah kuburan. Bukan tidak mungkin di Palestina zaman dahulu baik
binatang maupun manusia dikebumikan di satu tempat yang telah disediakan di luar permukiman.
Kemudian disebutkan kesamaan yang kelima: kedua-duanya dijadikan dari debu dan akan kembali
kepada debu (haggol hayah min he'afar wehakkol syab el he'afar). Di dalam Kejadian 3:19 yang
konteksnya berbicara mengenai hukuman terhadap manusia, yaitu susah payah dan kerja keras di
dalam mencari sesuap nasi, disebutkan hakikat (bukan hukuman!) manusia yang fana, dengan
rumusan yang dekat sekali dengan apa yang terdapat di ayat 20 ini. Tetapi lagi-lagi di sini terdapat
perbedaan yang mencolok Di Kejadian 3:19 hanya manusia yang dikatakan berasal dari debu dan
kembali kepada debu, binatang tidak.

Ayat 21: Di sini Kohelet mengajukan pertanyaan retorik (tetapi menuntut jawaban "tidak
seorang pun"). Harfiah teksnya berbunyi demikian: "Siapa yang mengetahui napas/roh manusia yang
naik ke atas dan napas/roh binatang yang turun ke bawah?". Kalau ini yang dikuti maka napas/roh
manusia sudah jelas ke atas sedang napas/roh binatang sudah jelas ke bawah! Yang mau diketahui
hanyalah bagaimana keadaan napas/roh sesudah sampai ke tujuannya. Tetapi umumnya para penafsir
menduga bahwa bentuk harfiah seperti sekarang ini merupakan rekayasa editor Masoret. Rekonstruksi
aslinya adalah yang seperti terdapat di RSV dan diikuti oleh TB-LAI. Dari terjemahan harfiah di atas
jelaslah ada pertimbangan apakah ruakh harus diterjemahkan "napas" seperti pada ayat 19, atau
"roh"? TB-LAI konsekuen dengan "napas" sedangkan BIS- LAI dalam ayat ini terjemahan ruakh pada
ayat 19). Di sini Kohelet memilih "roh" (namun tidak menyebut-nyebut terjemahan ruakh pada ayat
19). Disini Kohelet mempertanyakan pemahaman mengenai kehidupan makhluk sebagai roh sesudah
mati. Bukannya Kohelet menolak dunia atas atau dunia bawah, tetapi eksistensi manusia adalah pada
dunia tengah. Dan kalau nasib manusia dan binatang sama, jangan-jangan roh binatang pun naik ke
atas, "aku dan sapiku" sama-sama di surga. Barangkali menurut Kohelet paham yang tadinya muncul
dalam rangka mempertahankan keadilan Allah sehingga melewati realitas yang sekarang ini, telah
disalahgunakan untuk membuat manusia lari dari hadapan kenyataan telanjang yang bernama "hidup"
(atau/dan "mati"?).

Ayat 22: Pikiran yang sudah muncul dalam 2:10 diangkat lagi. Kalau manusia dan binatang
sama-sama hidup di bawah bayang-bayang maut dan bahwa bayang-bayang maut ini membuat
perbedaan esensial di antara mereka berdua menjadi relatif, maka tidak lain yang bisa dibuat sekarang
oleh manusia adalah bergembira, karena itulah porsinya. Hele berupa kegembiraan di dalam jerih-
payah. Siapa yang dapat membayangkannya demikian?, Kita telah mencatat apa yang dilakukan oleh
editor Masoret. Kemudian hari pandangan Kohelet yang menolak eksistensi rohani manusia sesudah
mati dicap sebagai pendapat orang "bebal" seperti dapat terbaca di Kitab Kebijaksanaan Salomo 2:1-
3. Untunglah kitab tersebut ditempatkan di apokrif. Jadi, aneh juga bahwa sebuah pendapat yang

HermenPL-II 30
heterodoks terdapat di dalam kanon, sedangkan pendapat yang ortodoks malah terdapat dalam kitab
yang tidak digolongkan ke dalam tulisan yang membangun iman. Hidup iní memang absurd.

Ayat 22b: agak sulit diartikan. Mi yebi'ennu berarti "siapa yang dapat membawa dia".
Pertanyaan ini disusul dengan frasa "untuk melihat". Melihat apa? Di BIS-LAI melihat apa yang
terjadi sesudah dia. Kalau "sesudah dia" berarti sesudah matinya, maka yang mau dilihat (tetapi tidak
bisa karena sudah mati) adalah jerih-payahnya. Tetapi dugaan saya di sini Kohelet ingin mengajak
orang bergembira mumpung masih hidup, oleh karena sesudah mati dia tidak bisa bergembira lagi.
Dan teringat kepada seseorang yang berbicara mengenai kata "di sana", di mana hanya terdapat
tangis dan kertak gigi.

2. Derek Kidner = Kekejaman Hidup39

Pasal ini bukan mengalihkan pokok pembicaraan seratus persen, sebab gagasan tentang waktu
yang tidak dapat diubah serta kekuasaannya atas kita masih terdapat dalam ay 17. Tapi soal
ketidakadilan demikian mencolok, sehingga tidak bisa dibiarkan semata-mata sebagai bahan ilustrasi
bagi tema itu. Soal ini diangkat untuk sementara waktu menjadi soal tersendiri dalam ay 4, dan
selang-seling akan kembali dalam ps-ps berikutnya (bnd 5:8-9; 8:10-15; 9:13-16; 10:5-7, 16-17).

Tapi soal ini pertama-tama dilihat dalam rangka serta perubahan-perubahan yang sekonyong-
konyong dalam hidup, yang mendapat tekanan utama dalam ps 3. Sebab, jika ada sesuatu yang
berteriak untuk dirombak, itu adalah ketidakadilan Di sini akhirnya kita menemukan keuntungan
nyata dari perubahan dan liku-liku kehidupan kita. Fakta, bahwa segala sesuatu di dunia adalah
musiman, menjanjikan pada kita bahwa suatu ketika kelak akan berakhir masa kejahatan dan ketidak-
adilan yang berkepanjangan itu. Ini menguatkan keyakinan moral yang murni, bahwa Allah
menghendaki keadilan, denganpikiran, untuk mana, seperti untuk segala hal, la sudah menen tukan
waktunya yang tepat.

Ini semuanya nampaknya dapat diterima. Tapi mengapa ditunda? Mengapa waktu kini bukan
waktu yang tepat bagi keadian yang universal itu? Terhadap pertanyaan yang tidak diucapkan ini, ay
18 dab memberi jawaban khas yang ada durinya, sebab yang paling perlu bagi kita bukanlah mengajar
Allah ba gaimana harus melakukan pekerjaan-Nya, melainkan belajar tentang kebenaran mengenai
diri kita sendiri, suatu pelajaran yang sukar sekali diterima olch kita. (Bahkan pd abad 20 ini kita
masih cenderung mengingkari, bahwa dosa adalah pembawaan kita sejak lahir.) Karena itu, kalau ay
18 mengatakan bahwa Allah hendak menguji (lebih tepat: menyingkapkan) mereka dan

39
Derek Kidner, Pengkotbah, (jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2005), 45-47.

HermenPL-II 31
memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka hanyalah binatang, maka kita amat terkejut. Memang,
ungkapan "hanyalah binatang" masih bisa dipertanyakan-ini soal tafsiran.

Tapi harus kita akui, bahwa sama sekali lepas dari kecenderungan kita kepada kelaliman dan
kemesuman yang menempatkan kita malahan di bawah binatang, ada sekurang-kurang nya dua fakta
mengenai diri kita yang memperkuat tuduhan itu nan keserakahan dan kelicikan dalam peri tindak
tanduk kita (yg merupakan pokok dari pembicaraan ini, ay 16) Kedua, kefanaan yang sama diderita
manusia dan makhluk lain di atas bumi.

Yang pertama dari fakta-fakta yang menyedihkan ini muncul kembali dalam ps berikutnya,
yang kedua mengisi sisa ps ini dan kaitmengait dengan bagian-bagian lain dari PL. Ayat 20 hanya
yang memperlihatkan kepada kita manusia dalam perjalan dari debu ke debu, bnd Kej 3:19,
memperhadapkan kita kepada kejatuhan manusia ke dalam dosa dan kepada ironi, bahwa kita mati
seperti binatang karena mengira kita ini allah adanya.

Tapi adakah dalam diri kita sesuatu yang tidak bisa mati? Berdasarkan titik tolak Qohelet,
jawabannya hanya: Siapa tahu? Napas dalam ay-ay ini adalah hidup, yang diberikan Allah baik
kepada hewan maupun kepada manusia, yang kalau dica- but akibatnya kematian, bnd Mzm 104:29-
30. Jadi inilah yang setidak-tidaknya kita miliki bersama-sama dengan hewan, tapi, apakah roh bagi
kita mengandung sesuatu yang abadi, tidak seorang pun dapat menentukan itu berdasarkan
pengamatan.

Namun gema Mzm 49, yang membuat perbandingan yang sama antara manusia dan hewan,
mengingatkan kita bahwa ada jawaban. Orang percaya itu dapat mengatakan, "Allah akarn
membebaskan nyawaku dari cengkeraman dunia orang mati sebab la akan menerima aku". Tapi
manusia yang "bermegah diri", manusia yang tidak tahu diri, dialah yang "menyerupai hewan" yang
binasa; dan inilah manusia yang menjadi pokok perhatian Pengkhotbah.

Bagi manusia seperti itu ay.22 memperuntukkan hal yang terbaik yang bisa diberikannya:
kepuasan sementara karena melakukan sesuatu pekerjaan dengan baik. Ini tidak boleh diremehkan.
Kemungkinan mendapat kepuasan seperti itu adalah warisan dari suatu dunia yang telah diciptakan
baik, seperti dijelas kan ay 13. Satu-satunya yang tidak adasebenarnya mencakup segala-galanya-ialah
sukacita yang didapat karena menerima pekerjaan itu sebagai pemberian Allah (lih ay 13) dan boleh
mempersembahkannya bagi Dia.

3. William Sanford Lasor = Distortion of Justice40

40
William S. Lassor, Mastering the Old Testament, (USA: Library of Congress Catalogung in Publication), 113-
118.

HermenPL-II 32
Ayat 16 : di dalam ayat ini W.S Lasor berfokus kepada kata “melihat” dan “adil”. Ia
mengatakan bahwa dalam kata melihat dia tertuju kepada suatu hamoaran bumi yang luas yang
berada dibawah matahari, tentu maksudnya adalah bahawa si penulis hanya mengalihkan
penagamtannya kepada satu objek saja. Sedangkan untuk kata “Adil”, sesungguhnya disana ia melihat
ada sebuah kejahatan yang merajalela yang tak bisa diuangkapkan lagi. Tempat itu menceritakan
seluruh kekejaman dan kekejian.

Ayat 17 : Pada ayat ini, Qohelet sepertinya sedang menutupi semua yang dia pikirkan dari
hadapan Allah dengan berkata dalam hatinya, namun dia tahu bahwa sebenarnya sebelum ia
mengungkapkan apa yang dia pikirkan Allah sudah melakukan tindakannya terlebih dahulu terhadap
orang yang melakuakan ketidakadilan tadi. Sekarang hanya masalah waktu saja yan sedang ditunggu-
tunggu dan Qohelet merasa bahwa waktunya tidak akan lama lagi tentunya. Adanya kata
“tujuan/”manfaat” ini lah yang di anggap oleh W.S Lasor bahwa Allah memang sedang
memperhatikan mereka dengan segala kegiatan jahat mereka di tempat dimana mereka sedang berada.

Ayat 18-21 : pada bagian ini, adalah klimaks dari perikop ini yang menceritakan bagaimana
kedudukan manusia dan binatang adalah sama. Diayat inilah di kupas tuntas bagaiamana sebenarnaya
manusia yang penuh dengan kemunafikan serta kesombongannya tak punya apa-apa selain hanya
sebuah makhluk ciptaan yang kehidupannya berasal dari Tuhan.

Dan bukan itu saja, bahkan keduanya sama-sama memiliki nasib yang tak jauh berbeda
seperti bahwa mereka akan mati, kembali ke tanah. Hal itu menunjukkan bahwa sebenarnya memang
betul segala sesuatu adalah sia-sia ketika kita melakukan apa yang tidak dikehendaki oleh Tuhan.

Ayat 22 : di ayat kembali dikatakan bahwa Qohelet benar-benar yakin bahwa manusia adalah
lemah dan tak punya apa-apa untuk disombongkan. Dalam konteks pada saat itu, sangat sering bahwa
masyarakat tak punya rasa empati yang tinggi kepada sesamnaya sehingga bahkan saling membiarkan
yang buruk terjadi kepada sesamanya. Asumsi dari Qohelet akan hal itu di tandai dengan ia
mengatakan pada kalimat terahir ayat ini, bahwa memang sesuatu yang buruk akan tetap terjadi pada
manusia oleh karena kelakuannya. Karena memang pada awalnya manusia itu adalah sombong maka,
pada akhirnya oun taka ada saling mengingatkan untuk bertobat sampai hari terakhir hidupnya.

B. Persamaannya :

Ketiga pendapat para ahli diatas dalam menafsirkan perikop ini adalah, menekankan bahwa
adanya ketidakadilan yang terjadi ditengah-tengah sebuah bangsa dan itu berasal dari kelakuan dan
sifat masyarkat itu sendiri. Mereka berpendapat bahwa adanya pemberontakan yang dilakukan dengan
sengaja pada sebuah daerah kepada pemimpin mereka (TUHAN) sehingga itulah yang menyebabkan
mereka mendapatkan kesengsaraan yang akhirnya menyamakan mereka dengan predikat “Hewan”

HermenPL-II 33
yang memiliki Nasib yang sama dan lebih lanjut dikatakan bahwa apapun yang manusia lakukan
adalah sia-sia jika itu bukan dengan bantuan Tuhan.

C. Perbedaannya :
Perbedaan pendapat dari para penafsir yaitu, berada pada penekanan literer nya saja. Ada
pendapat yang melihat satu kata itu sebagai kata kunci, namun penafsir yang lain berbeda. Ada juga
penafsir yang langsung menafsirkan langsung dalam satu judul perikop tanpa membagi-baginya ke
dalam bagian ayat per ayat tapi ada juga yang membuatnya dalam penafsiran melalui ayat per ayat.
D. Kesimpulan
Bahwa sebenarnya di dalam teks ini penulis sedang menceritakan sebuah kisah yang terjadi
pada oknum (personal dan kolektif) dimana ada sebuah kekacauan yang bersifat struktur secara
pemerintahan. Teks ini menekankan adanya penyelewengan jabatan sebuah status di dalam
pemerintahan yang membuat ada begitu banyak dosa dan kesalahan disana. Maka, pada akhirnya
yang diperlakuakan adalah hanya Hukum dan Pengadilan Allah yang bersifat Universal dan Adil.
Kesia-siaan adalah bagi manusia yang bersifat duniawi yang tak mengenal Allah secara keseluruhan
baik dalam karya penciptaan dan penyelamatan.
Sesungguhnya keadilan dan sidang pengadilan yang sedang di jalankan oleh Allah ingin
memperbaiki kehidupan yang berada di tengah-tengah manusia pada saat itu yang boleh terbilang
timoang tindih dalam hal azazi. Itulah yang membuat Allah menunggu bebrapa waktu dengan
mengasingkan dirinya dari manusia, bukan untuk membiarkan melainkan untuk menunggu dan
memberitahukan bahwa sesungguhnya memang akan ada sebuah pengadilan terakhir yang dilakukan
oleh Allah untuk memperbaiki pola dan struktur kehidupan pada zaman itu.
Hal tersebutlah yang mungkin akan membawa kita kepada pernyataan si Penulis bahwa
Kehidupan ini adalah Kesia-siaan. Peraturan yang di jalankan oleh manusia sesungguhya tidak akan
pernah sejalan dengan apa yang di kehendaki Allah. Dari sini kita boleh belajar bahwa apa yang ingin
di sampaikan oleh si Penulis sebenarnya adalah Hiduplah sesuai dengan kehendak Allah karena yang
perbuatan baik yang kita lakukan belum tentu akan mendapatkan balasan yang baik pula dan begitu
juga sebaliknya. Semuanya hanya seturut dengan kehendak Allah.

Kesimpulan Tafsiran dari si Penafsir :

- Ayat 16 : Hukum dan Keadilan tidak Sempurna.

di ayat ini sangat jelas dikatakan bahwa si penulis sedang mengungkapkan kisah yang
ia lihat dan rasakan. jika kita mengikuti sudut pandang dari si penulis, kita akan langsung
memahami apa maksud dari ayat ini, dengan memunculkan sebuah tempat yang harusnya

HermenPL-II 34
“adil” menjadi sebuah “tempat bencana” bagi yang ingin merasakan keadilan. Kerasnya
makna implisit akan Politik dan Ibadah Sosial dan Keagamaan sangat terlihat.

- Ayat 17 : Keadilan Allah yang akan diperlakukan.

sepertinya ketidakadilan semakin berkembang dan merajalela di kalangan masyarakat


tersebut, sehingga mau tidak mau Allah turun tangan untuk menegakkan keadilan. Karena
keadilan yang diperlakuakan oleh manusia sudah sangat rusak. “pada waktunya” adalah
sebuah ungkapan yang digunakan oleh penulis untuk menerangkan bahwa Keadilan Tuhan
pasti akan datang dan itu telah di tentukan.

- Ayat 18 : Manusia = Binatang ?

Ketika pengadilan Allah telah dimulai maka, semua makhluk ciptaan adalah sama.
Penulis disini mengatakan bahwa adanya pernyataan Allah akan kedudukan manusia oleh
karena kejahatannya. Menjauhkan diri dari manusia adalah langkah awal yang dilakukan oleh
Allah sebagai ketidaksukaannya kepada kejahatan manusia. Manusia disamakan dengan
binatang adalah sebuah pernyataan yang sangat kasar dan kejam. Boleh dikatakan mungkin
ini adalah cara Allah untuk memaksa manusia mau mengikuti caraNya dan memperlihatkan
KemisteriusanNya.

- Ayat 19 : Dimulainya Pengintimidasian terhadap manusia.

ayat ini boleh kita jadikan sebagai ayat kunci bagi akibat yang telah di lakukan oleh
manusia. Ada banyak perkara yang di sampaikan oleh penulis disini dan tentunya semua itu
memojokkan manusia yang boleh dikatakan dari makhluk yang sangat berharga menjadi “tak
ada apa-apanya”.

- Ayat 20 : Puncak Intimidasi

ini adalah statement yang menjadi puncak dari ketidakberhargaan manusia dan
persamaan statusnya dengan binatang. “Dari debu kembali ke debu” tanpa mempertimbngkan
lagi jabatan manusia yang dulunya sebagai “penguasa” atas ciptaan lainnya. Tentu hal ini
disebabkan karena pemberontakan mereka terhadap TUHAN.

- Ayat 21 : Perlawanan yang diperlihatakan oleh Penulis

ayat ini tentu sedang memperlihatkan ambiguitas dari ayat-ayat sebelumnya. Karena
semua telah di beritahukan maka, penulis mulai mempertanyakan otoritas dari manusia
sebagai penerima “nafas dan roh”. Sehingga harusnya ada sebuah perbedaan yang ingin

HermenPL-II 35
dipertahankan si penulis antara manusia sebagai penerima “roh” dan juga binatang yang
hanya menerima “nafas”.

- Ayat 22 : Penutup : apakah sebuah Akhir atau Kisah yang masih tetap berlanjut ?

pada sebuah film tentu ada begitu banyak bentuk akhir cerita yng di munculkan, ada
akhir yang bahagia, menyedihkan, atau bisa saja akhir itu bersifat “menggantung”. Sama
seperti ayat ini, si penulis sepertinya tak ingin buru-buru menyudahi kisah yang di mulainya. Si
penulis enggan memberikan akhir yang seperti apa yang cocok dengan kisahnya ini, awalnya ia
sudah mengatakan bahwa memang pada dasarnya manusia tak pantas menentukan keadilan
yang seperti apa yang benar bagi Tuhan walau bagi mereka itu sah-sah saja. Cukup mereka
melakukan saja apa yang sudah menjadi ketentuan tanpa harus menambah maupun merubah
ketetapan Allah. Namun, setelah ketetapan Allah di lancarkan penulis mulai bingung dan
bertanya “lalu, siapa yang akan tahu bahwa manusia itu pasti akan menerima ganjarannya
kalau semua berlaku hal yang sama ?”.

Apakah semua adalah kesia-siaan ? (ayt 19c).

X. Tujuan : Maksud NatsdanSkopus


a. Maksud Nats :
Setiap teks tentu memiliki tujuan yang mengarahkan kita kepada maksud si penulis
yang sesungguhnya yang boleh kita artikan pada konteks saat ini.
“Hiduplah benar di hadapan Allah sesuai dengan ketetapanNya, maka oleh dengan itu
kita akan lebih memahami Allah dengan caraNya melalui karya keselamatanNya terhadap kita.
Takutlah akan Allah maka segala sesuatu akan diberikan kemudahan. Kesia-siaan adalah hasil
dari pelanggaran terhadap aturan dan hukum”

Pesan dari "Pengkhotbah" (Guru) yaitu untuk memahami kitab Pengkhotbah, mula-mula kita
harus mengerti logika pemikiran Qohelet. Dalam sebuah kalimat, inti dari pendapatnya adalah "Hidup
itu sukar dan setelah itu ada kematian". Kematian menjadikan segala sesuatu sia-sia. Dalam kaitan ini,
ia meneliti berbagai bidang kehidupan di mana seseorang berharap untuk menemukan makna. Secara
berturut-turut, ia meneliti pekerjaan (3:9-13; 4:4-6), kesenangan (2:1-11), hubungan-hubungan (4:9-
12), kedudukan (4:13-16), kekayaan (5:9-11), bahkan hikmat (2:12-16). Meskipun mungkin ada
keuntungan relatif, katakanlah hikmat lebih baik ketimbang kebebalan, kematian adalah penyeimbang
yang luar biasa.41

41
Philip Jonston, IVP Introduction to the Bible, (Bandung: yayasan Kalam Hidup), 174-176.

HermenPL-II 36
Dua isu lain mengganggu Qohelet dan mengantarnya pada kesimpulan bahwa hidup ini
adalah sia-sia. Pertama-tama, sebagai seorang yang bijaksana ia tahu bahwa penting sekali
mengetahui saat yang tepat untuk mengatakan apa yang benar atau melaksana tindakan yang benar.
Meskipun demikian, walaupun Allah Telah menciptakan segala sesuatu tepat waktu, la belum
mengizinkan manusia menyelami rahasia pekerjaan-Nya (3: 1- 15). Kedua, pemikiran yang bijak akan
membimbing sescorang untuk percaya bahwa perkara yang baik terjadi pada orang-orang yang baik
dan perkara yang buruk terjadi pada orang orang yang jahat. Meskipun demikian, pengamatan
Qohelet atas kehidupan membimbingnya untuk menyimpulkan bahwa kehi dupan ini pada dasarnya
tidak adil (7: 15-22, 8: 10-15).

Qohelet memang mempunyai beberapa keinginan yang berhubungan dengan kesia-siaan


hidup: Raihlah kesempatan yang ada untuk bersenang-senang. Sikap ini sering dirangkum dengan
frase Latin, carpe diem, "Raihlah (digunakanlah kesempatan) hari itu". Bagian-bagian ini (2: 24-26; 3:
12-14; 3:22; 5: 17-19; 8:15, 9: 7-10) menunjukkan bahwa keuntungan dari rasa dan umpan sementara
seperti itu adalah lupa pada fakta hidup yang sulit

b. Skopus

Garis besar yang berada pada teks di atas sesuai dengan pembahasan yang telah di uraikan
tadi adalah sebuah kehidupan yang sia-sia yang di alaskan dari titiik berangkat pembuka yaitu sebuah
kata Adil yang di tujukan kepada hak hidup seseorang (manusia). Pengadilan yang tidak adil di
sebuah yang katanya tempat orang-orang yang bijaksana dan juga saleh rupanya terdapat penindasan,
kolusi, korupsi dan juga nepotisme (KKN). Keadilan yang diinginkan dan didamba-dambakan
ternyata sudah hilang dan bahkan tak ada lagi. Kehidupan yang baik secara hak dan sosial tak
diperdulikan lagi oleh karena besarnya pengaruh politik dan juga kebudayaan yang membuat
semuanya menjadi bobrok. Tentu inilah yang sedang di perhatikan oleh si penulis mengenai
pandanganya akan hal tersebut sesuai dengan apa yang di inginkan Tuhan tentunya jika berbicara
mengenai kehidupan.

Penulis ingin menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang di tunjukkannya yang membuat
tampak jelas gambaran-gambaran kehidupan yang bobrok tadi yang pastinya tak membuat Allah
bahagia. Bukan saja hanya di pasal dan teks ini sebuah kehidupan yang tidak adil di nampakkan
namun jauh sebelumnya pun telah di ceritakan oleh si penulis beberapa kasus serupa bahkan dengan
corak yang sama namun isi yang sedikit berbeda pada pada kitab-kitab PL lainnya yang telah ada di
kisahkan para penulis kitab PL jauh sebelum kisah ini ada. Dengan kata lain boleh di katakan bahwa
Kohelet bisa saja sedang menyingggung beberapa kasus yang telah ada dengan memberikan sebuah
sentuhan yang sedikit berbeda dalam kitab ini namun tujuannya sama saja yaitu untuk
memperlihatkan sebuah kehidupan yang tidak adil dengan mengatakan bahwa segala sesuatu adalah
sia-sia.

HermenPL-II 37
Bahwa memang hidup itu akan menjadi sia-sia jika pengadilan dan keadilan tidak di jalankan
sesuai dengan patronnya.

Maka bolehlah dari penjelasan diatas bahwa Teologi yang dapat diangkat dari teks ini adalah
Teologi Kehidupan.

Daftar Pustaka

Bart, C. 2001. Theologi Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

HermenPL-II 38
Barton, George Aaron. 1947. The International Critical Commentary: A Critical And Exegetical
Commentary on The Book of Ecclesiastes. Edinburgh: T. & T. Clark.

Delitzsch, Franz. 1950. Commentary on The Song of Songs and Ecclesiastes. Michigan: WM. B.
Eerdmans Publishing Company.

Dyrness, William. 2004. Tema-tema Teologi dalam Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas.

Eaton, Michael A. 1983. Ecclesiastes: An Introduction and Commentary. U.S.A: Inter-Varsity Press.

Eliade, Mircea. 2002. Mitos: Gerak Kembali Yang Abadi (Kosmos dan Sejarah). Yogyakarta: Ikon
Teralitera

Farmer, Kathleen A. 1991. Who Knows What is Good?. U.S.A: Division of Christian Education of
The Nation Council of Churches.

Hinson, David H. 2015(ter). Sejarah Israel pada zaman Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hubbard, David A. 1991. OT15B, Ecclesiastes, Song of Solomon. U.S.A: Library Congress
Cataloging in Publication Data.

Johnston, Philip., Christian Nugroho (terj.)., 2011. IVP Introduction to The Bible: Pengantar untuk
Mengenal Alkitab. England: Inter-Varsity Press.

Kidner, Derek. 2005. Pengkhotbah: Hikmat Melebihi Kebodohan Seperti Terang Melebihi
Kegelapan. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF.

Lasor, W.S., D. A. Hubbard., F. W. Bush (terj). 2010. Pengantar Perjanjian Lama 2, Jakarta: BPK
Gunung Mulia.

Murphy, Roland E. 1992. Word Biblical Commentary (Volume 23A): Ecclesiastes. Colombia: Thomas
Nelson Publishers.

Power, A.D. 1952. Ecclesiastes or The Preacher. Toronto: Longmans Green and Co.

Rowley, H.H. 2011. Ibadat Israel Kuno, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Singgih, Emanuel Gerrit. 2002. Hidup Di Bawah Bayang-Bayang Maut: Sebuah Tafsir Kitab
Pengkhotbah. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Sitompul, A.A., Ulrich Beyer. 2015. Metode Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Vriezen, Th. C., I. J. Cairns (terj.). 2006. Agama Israel Kuno. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

HermenPL-II 39
Whybray, R. N. 1989. New Century Bible Commentary: Based on The Revised Standart Version
Ecclesiastes. U.S.A:Library Congress Cataloging in Publication Data.

Buku pendukung :

LAI.1999. Perjanjian Lama Iibrani-Indonesia, Jakarta : LAI

Achenbach. Reinhard. 2008, Kamus Ibrani-Indonesia. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.

Davidson, Benjamin. 1970, The AnalyticaL Hebrew and Chaldee Lexicon, Michigan: Zondervan
Publishing House.

HermenPL-II 40

Anda mungkin juga menyukai