Anda di halaman 1dari 15

1.

TARIAN ADAT
Tari Ende Lio adalah sebuah tarian daerah yang mengekspresikan rasa lewat tatanan gerak
dalam irama musik dan lagu. Dilihat dari tata gerak dan bentukya, tarian Ende Lio dapat
dibagikan beberapa jenis di antaranya yaitu :
Toja : Kelompok Penari
menarikan sebuah tarian
yang telah ditatar dalam
bentuk ragam dan irama
musik / lagu untuk suatu
penampilan yang resmi

Tarian (Toja) Pala Oleh Para Gadis dari Ndona

Wanda : Penari dengan gayanya


masing-masing, menari
mengikuti irama musik /
lagu dalam suatu kelompok
atau perorangan.
Para Bule Australia Menari Wanda pau di
Kampung Radaara Ndona

Wedho: Menari dengan gaya bebas


dengan mengandalkan gerak
kaki seakan-akan
melompat .- Woge : Gerak
tari dengan mengandalkan
kelincahan kaki dengan
penuh energi dan dinamis ,
dilengkapi dengan sarana
mbaku dan sau atau perisai
dan pedang /parang.

Gawi : Gerak tari dengan


menyentakkan kaki pada
tanah.
Untuk istilah Toja dan Wanda sebenarnya sama arti yaitu menari, hanya cara dan
fungsinya berbeda dan kata wanda unuk suku Lio berarti Toja.
Dari generasi ke generasi para insruktur tari/ penata tari telah banyak menciptakan tarian di
antaranya yaitu :
a. Gawi/Naro Jenis tarian ini berbentuk lingkaran mengelilingi tubu musu dengan cara
berpegangan tangan dan menyentakkan kaki dalam bentuk dua macam ragam yaitu
Ngendo dan Rudhu atau ragam mundur dan maju .
Dalam komposisi bentuk gawi ada bagian -bagiannya yaitu :
 Eko Wawi - Sodha
 Sike - Ana Jara
 Naku Ae Wanda Pau
 Ulu
Susunan dalam Gawi dalam setiap penampilam adalah sebagai berikut : Mega Rema Ba
- Oro e - Sodha - Ndeo Oro.Waktu dan jumlah peserta tari gawi / naro tidak ditentukan
dan tarian ini biasa diadakan di Koja Kanga pada acara Nggua / seremonial adat, bagi
peserta gawi diwajibkan ikut bernyanyi pada bagian oro
b. Tekka Se Tarian ini bentuknya seperti Gawi/ naro, hanya berupa gerakan kakinya satu
ragam dan gerakan putaran lebih cepat dari gawi/ naro. Keunikan dari tekka se, pada
bagian tengah lingkaran dinyalakan dengan bara api atau api unggun dan tarian ini
diadakan pada setiap acara seremonial di wilayah Nangapanda dan sekitarnya.
c. Wanda/ Toju Paü Tarian massa penampilan secara perorangan/ individual dalam suatu
acara, biasanya menari dengan selendang diiringi dengan musik Nggo wani/ Lamba
atau musik feko genda. Biasanya bila penari wanita selesai menari, dia harus
memberikan selendang tersebut kepada laki-laki, atau lebih khususnya yaitu Ana Noö,
demikian sebaliknya Ana Noö memberi selendang kepada ada eda/ bele untuk menari
d. Neku Wenggu Tarian ini berbentuk arak-arakan oleh sekelompok penari dalam acara
penjemputan atau mengantar sarana paÄ loka/ sesajian atau para tamu dan lain-lain.
Bentuk tarian Neku Wenggu sangat banyak dengan masing-masing nama dari setiap
daerah di Ende Lio di antaranya yaitu : Napa Nuwa - Poto Wolo - Poto Pala - Wanda
Pala - Goro Watu/ Kaju dll. Tarian Neku Wenggu biasanya diiringi dengan lagu
Wenggu terdiri dari
e. Tarian Joka Sapa Tarian ini tergolong tarian nelayan dan juga ada jenis yang sama
seperti tarian Manu Tai di Ngalupolo-Ndona. Kekhasan tarian ini, para gadis/ penari
dengan pakaian nelayan diiringi dengan musik/ lagu gambus. Adapula tarian nelayan
dibawakan oleh masyarakat di pesisir Pantai Ende Selatan/ Utara dengan berbagai
nama tarian seperti : Tarian Nelayan - Tarian Irikiki - TarianGetu Gaga - Tarian
Manusama - Wesa Pae dll.
f. Tarian Mure Mure artinya saling mendukung, tarian ini terdiri dari para ibu/ gadis dari
keluarga mosalaki di Nggela - Pora - Waga pada acara ritual adat memohon hujan.
Tarian ini dengan kostum tradisional, lawo tege kasa dan tidak berbaju, musik
pengiringnya yaitu Nggo Wani/ Lamba disertai dengan lagu yang khas Wenggu untuk
tarian Mure.
g. Tarian Sangga Alu/Assu Tarian ini awalnya adalah permainan dan lambat laun
berkembang menjadi sebuah tarian dan penarinya terdiri dari 2 (dua) pasang muda-
mudi disertai dengan seorang ana jara. Dalam penampilan dibutuhkan 4 hingga 8
orang pemain bambu palang dengan cara menyentak dan menjepit secara serentak.
Para penari memasukkan kaki/ kepala di antara bambu dari tempo lambat hingga
tempo cepat, selanjutnya dipadukan dengan irama lagu serta ana jara menari
mengelilingi penari/ pemain bambu palang.
h. Jara Angi Tarian Jara Angi atau kuda siluman dan yang paling populer disebut Tari
Kuda Kepang, penarinya terdiri dari anak-anak atau para remaja pria. Penari
dilengkapi dengan kuda yang terbuat dari Mbao (selendang pinang) atau daun kelapa
yang dianyam dengan bentuk seperti kuda. Tarian ini diawali dengan atraksi lomba
pacuan kuda dilanjutkan dengan menari bersama diiringi dengan lagu Ruda Rudhu
Redha dengan musik gendang atau Nggo Wani/ Lamba. Keunikan dari tarian ini yaitu
para penyanyi menyanyikan lagu dengan kata-kata khusus, juga dinyanyikan dengan
not atau tidak mengucapkan kata-kata syair lagu.
i. Tarian Pala Tubu Musu Penari terdiri dari para ibu/ gadis dari setiap keluarga
Mosalaki di Wolotopo-Ndona, dengan seorang laki-laki sebagai penari woge untuk
upacara Paä Loka atau memberi sesajian di Tubu Musu. Untuk mengiringi tarian ini
yaitu, musik/ lagu Nggo Wani/ Lamba dan Nggo Dhengi dan bagian akhir dari tarian
ini dengan gawi/ naro atau tandak.
j. Tarian Dowe Dera Tarian Dowe Dera ditarikan pada saat menanam tanaman. Para
penari terdiri dari 2 (dua) kelompok yaitu kelompok laki-laki dan kelompok
perempuan, dengan upacara ritual adat di tempat Mopo (di tengah-tengah ladang).
Penari laki-laki dengan musik gaku, membuat lubang pada tanah, sedangkan para ibu/
gadis mengisi bibit tanaman yang sudah dilubangkan. Tarian ini diiringi dengan lagu
Dowe Dera disertai musik Gaku yang terbuat dari bambu (lihat musik gaku) dan
penarinya dilengkapi dengan pakaian adat serta aksesorisnya.
k. Tarian Napa Nuwa Tarian ini sebagai luapan kegembiraan dari para pejuang yang
telah menang dalam peperangan, penari terdiri dari para pejuang atau beberapa orang
laki-laki, dilengkapi dengan alat perang yaitu mbale dan sau atau perisai dan pedang /
parang. Tarian ini diawali dengan Neku Wenggu, dilanjutkan dengan Bhea dan woge
serta Ruü atau agak dengan sau sambil bergerak dalam bentuk lingkaran. Tarian dari
Desa Wolotopo ini diiringi dengan musik Nggo Lamba/ wani dan Lagu Da seko.
l. Tarian Ule Lela Nggewa Judul tarian ini identik dengan judul lagunya yang sangat
khas, bila orang mendengar atau menyanyikan lagu Ulu lela Nggewa pasti akan ingat
tariannya. Dalam tarian ini penarinya terdiri dari para gadis dan musik pengiringnya
hanya sebuah gendang, pada zaman dahulu para leluhur menggunakan batu sebagai
musik pengiringnya.Tarian ini telah membawa nama NTT dalam tingkat nasional di
Jakarta dibawakan oleh sanggar seni Budaya NTT dan Festival Seni Budaya
diberbagai negara dibawakan oleh yayasan budaya bangsa.
m. Tarian Woge Tarian Woge diiringi dengan Nggo lamba/ wani dengan irama yang
khas, tarian ini biasanya ditari oleh satu orang atau secara individual pada upacara adat
didahului dengan kata-kata/ syair atau bhea. Penari dilengkapi dengan alat-alat perang
yaitu mbaku dan sau atau periasai dan pedang/ parang, pada pergelangan kaki diikat
dengan untaian woda atau lonceng giring-giring.Dewasa ini dasar dari tarian Woge
berkembang menjadi menari secara group dengan tata gerak/ ragamnya serta design
lantai digarap dengan berik sehingga menjadi sebuah tarian yang indah.

2. ALAT MUSIK
Seni musik atau seni bunyi yaitu
yang dihasilkan oleh suara manusia / seni
suara dan suara alat-alat instrumen. Seni
suara/vokal, mengungkapkan rasa lewat
suara manusia dalam bentuk kata-kata
syair/lagu seperti : Doja, Ndeö-
Peö,Sodha-Oro-Bhea-dll.
Musik instrumen yaitu membunyikan alat-
alat musik sebagai ritme / melodi dengan
cara meniup, memukul, memetik,
menyentak, dll.

Adapun alat-alat musik instrumen tradisional diantaranya sbb:


a) Musik Tanah : Dengan cara menyentakkan kaki pada tanah sebagai ritme seperti
dalam Gawi / Naro atau Todo Pare
b) Musik Batu : Batu Pena Jawa sebagai ritme untuk mengiringi lagu O Lea di saat titi
jagung.
c) Nggeri Nggo : Terbuat dari satu ruas bambu betung dan musik ini digunakan saat
acara Nainuwa / sunatan.
d) Nggo Dhengi : Disebut juga Nggo Bhonga yaitu terbuat dari potongan kayu Wae
atau Denu terdiri dari tujuh potong kayu diikat pada untaian tali. Musik ini
dimainkan saat senggang di pondok ladang / kebun dan juga sebagai musik pengiring
tarian tradisional.
e) Gaku : Alat musik terbuat dari bambu. Alat musik ini digunakan pada acara Dowe
dera dan sebagai alat bunyi pada Ele seda dan juga sebagai alat pengusir hama /
burung di sawah / ladang.
f) Sato : Alat musik gesek, terdiri dari buah bila atau batok kelapa, dipasang dengan
gagang seperti biola serta dilengkapi dengan satu dawai / senar yang terbuat dari
serat daun Lema Mori / lidah buaya hutan dan Nana Koja / getah pohon koja,. Alat
geseknya dibuat seperti busur hanya ukurannya kecil dan talinya dibuat seperti dawai
/ senar
g) Nggo Lamba / WaniKomposisi musik terdiri dari lamba / wani-nggo-diri.-Lamba /
wani : dibuat dari batang kayu nangka / kelapa yang dilubangkan, pada bagian
tengah, dasar lubang dipasang dengan bilah bambu dan seekor anak ayam dan
ditutup dengan kulit sapi. Adapula lamba / wani terbuat dari kulit manusia seperti di
Wologai-Detusoko dengan alat pemukul terbuat dari Elo ki / ilalang. Lamba / wani
pada umumnya terdiri dar dua macam yaitu Lamba Ine / Induk dan Lamba Ana
/anak. Lamba / Wani Ana ukuran lebih kecil dari Lmba / Wani Ine.-Nggo : alat
musik Gong / Nggo terbuat dari logam kuningan-tembaga-besi atau bahan logam
lainnya, bentuknya bulat, pada bagian tengah dengan bonggolan. 
Nggo terdiri dari tiga jenis yaitu:
1. Nggo Dhengi Dho
2. Nggo Senawa 
3. Nggo Bemu / bass 
4. Diri : musik pelengkap sebagai ritme pada nggo lamba / wani. Alat ini
dibuat dari sepotong logam atau bambu pecah / Gaku.
h) Feko / Suling : alat musik tiup terbuat dari wulu atau bela, sejenis bambu kecil dan
tipis. Feko terdiri dari beberapa jenis yaitu :
1. Feko Nangi : ditiup pada saat tengah malam dengan mengalunkan nada-
nada ratap dan cara meniupnya seperti rekorder.
2. Feko Bu : ditiup dengan nada-nada improvisasi solis, diiringi dengan
beberapa gendang dan jenis suling ini disebut juga suling para gembala.
3. Feko Redho : jenis suling ini ditiup secara duet atau trio dengan harmonis
pada nada-nada lagu, biasa digunakan untuk arak-arakan pengantin atau
acara lainnya.
4. Feko Ria : jenis suling ini ditiup secara kelompok dalam paduan nada
secara harmonis dalam irama mars atau irama lainnya pada acara
pernikahan atau acara resmi lainnya.
5. Feko Pupu : suling ini bentuknya agak unik seperti alat pompa dan cara
meniupnya dengan menggeser bambu untuk menghasilkan nada bass.
i) Genda / AlbanaGenda / Albana terbuat dari pangkal batang kelapa atau kayu dan
kulit kambing. Bentuknya setengah bulatan seperti periuk / podo pada
bagian permukaannya.Dalam komposisinya ada tiga jenis dengan jumlah lima buah
Genda / albana yaitu :
1. Genda Redhu, ukuran kecil sebanyak dua buah untuk improvisasi 
2. Genda Wasa, ukuran sedang sebanyak dua buah untuk ritme
3. Genda Jedhu, ukuran besar sebanyak satu buah untuk bass Musik
Genda /Albana biasanya dipadukan dengan suling / Feko atau lagu-lagu
untuk mengiringi tarian terutama tarian Wanda Pau dalam suatu acara
pernikahan / sunatan dan acara lainnya.
3. RUMAH ADAT
Rumah adat pada masyarakat Lio bukan hanya semata sebagai tempat tinggal saja
tetapi juga mempunyai tujuan dan fungsi sosial tertentu yang di tunjukan dari rumah adat
tersebut. Setiap  rumah adat mempunyai  fungsinya masing-masing:
            Berikut di tampilkan rumah adat dan fungsinya yaitu :
-  Sa’o ria (rumah raja)
-  Kedha(tempat para mosa laki melaksanakan musawarah).
-  Bhaku(tempat penerimaan para tamu dan tempat penyimpanan tulang leluhur).
-  Kebo ria(tempat untuk menyimpan sandang pangan).
-  Kuwu lewa (tempat untuk mengolah bahan makanan untuk pesta adat).

                                                               Rumah adat Wologai

Rumah adat ini,biasa di pakai untuk tempat


upacara,,,yang terlihat pada gambar ini adalah tempat
upacara adat yang terbuat dari batu,dan pada bagian
belakang terdapat rumah adat kecil,yang atap nya dari
rumput liar dan tiang nya dari balok kelapa,,,yang bentuk
nya seperti balai-balai,

Rumah adat Wologai(tampak depan)

rumah adat ini dengan fandasinya terbuat dari


batu,,, dan sebagai penyangga rumah adat
kolong.
dengan tangganya terbuat dari balok kelapa ,dan
juga di lapisi bambu yang di potong-potong,
atau biasa di sebut bambu cincang,dan di api
dengan balok kelapa, dan di jadikan tangga naik
dalam rumah. rumah ini amat sejuk, karna atap
nya di ambil dari alang-alang/rumput
liar                              

Rumah adat Lio 


Rumah adat ini sangat sederhana dengan atap
dari rumput liar,,,dan juga tiang penyangga dari
balok kelapa dengan 2 buah balai-balai depan
nya,dan juga masi merupakan bahan yang
diambil dari alam.

Rumah adat Lio(tampak samping)

Rumah adat ini hampir semuah bahan nya di


ambil dari alam. dengan bahan atap diambil dari
sejenis rumput liar, atau biasa di sebut dari
warga setempat ALANG-ALANG, dengan tiang
dari batang kelapa yang sudah tua,dengan
fandasi dari batu dan terlihat seperti rumah
kolong...  

Rumah adat SA,O RIA


rumah adat ini di buat dengan bahan yang
sama, dengan atap terbuat dari sejenis
rumput liar dengan dinding dari bambu
dan balok kelapacukup sejuk dan nyaman

Rumah adat SA,O RIA


bagian dalam rumah adat tersebut terbuat
dari balok kela dan bambu yang di
potong-potong,atau biasa di sebut warga
setempat dengan sebutan bambu cincang.
dengan bambu sebagai alasnya dan
dindingnya dari batang kelapa

Rumah adat SA,O RIA


pada gambar tersebut adalah pintu masuk rumah adat.(khusus
kepala adat/mosalaki) yang bagian depan tangga naik terdapat
tengkorak kepala kerbau.pada pintu masuk terdapat ukiran-ukiran
dari kayudengan tangga naik terbuat dari bambu.

Rangka atap pada Rumah adat SA,O RIA


Bagian dalam dari rumah adat SA,O ria, tersebut,,dan
bahan yang di pakai terbuat dari batang kelapa,,, dan
daun kelapa,, yang sudah tua dan layak di pakai.dengan
fungsi daun untuk atap,, dan tiang dari batang kelapa,
yang di jadikan balok penyangga,dari rumah adat
tersebut

Rumah adat wologai


Rumah adat ini pada bagian dinding terbuat dari kelapa
dan atap nya terbuat dari serat pohon enau.dan bahasa
setempat menyebutnya  ijuk  ada juga beberapa yang
memakai sejenis rumput liar untuk dijadikan
atap.dengan tangga terbuat dari balok kelapa.

a)      Pengertian
Sa’o merupakan rumah, sedangkan Ria artinya besar. Jadi pengertian Sa’o Ria adalah
Rumah Besar. Sa’o Ria merupakan bangunan utama masyarakat Ende Lio dan amat
disakralkan. Pada Sa’o Ria inilah Atalaki Pu’u menetap.
b)      Fungsi praktis
Sao Ria merupakan tempat berlindung satu atau beberap keluarga yang seketurunan.
Di tempat itulah mereka makan, tidur, dan melakukan pekerjaan – pekerjaan tertentu. Sao
Ria juga berfungsi sebagai dapur untuk memasak makanan.
c)      Fungsi Sosial
Sao Ria adalah tempat tinggal Atalaki Puu beserta saudara – saudaranya.Ia adalah
bapak dan ibu dari segenap suku,representan hidup dari nenek – moyang. Ia yang
menjamin kesatuan dari seluruh warganya,sebab Sao Ria dibangun oleh segenap warga
suku.
d)      Fungsi Religius
Sao Ria merupakan tempat dilakukannya upacara adat yang bersifat religius seperti
upacara pertanian, kelahiran, perkawinan, dan kematian.Adanya Wisu lulu, Ana wula
leja, dan barang – barang pusaka keramat lainnya. Membuktikan bahwa Sao Ria bukan
saja sebuah tempat tinggal roh nenek – moyang dan tempat manusia bertemu dengan dua
ngga’e yang merupakan sumber dan tujuan akhir serta penyelenggara kehidupan alam
semesta.

e. Bentukan Arsitektur
Konsep dan bentukan arsitektur yang di aplikasikan pada bangunan sa’o ria diambil
dari falsafah masyarakat ende lio yaitu:”segala kegiatan yang di lakukan masyarakat ende
lio tidak terlepas dari hubungan dengan leluhur atau nenek moyangnya dan Tuhan yang
maha pencipta. Yaitu dapat dilihat dari bentukan atap yang menjulang tinggi, dan
bentukan atap ini bermakna bahwa apa yang di dapat dan di peroleh masyarakat adalah
kepunyaan yang Maha kuasa sehingga harus ada hubungan dan komunikasi antara
manusia DU’A  NGGA’E (yang maha kuasa).

f. Pola Susunan Ruang


Secara fungsional inti ruang tersebut memiliki fungsi ganda, yakni sebagai ruang
yang bersifat profan dan sekaligus bersifat sakral. Dikatakan bersifat profan karena dalam
kesehariannya pada ruangan ini digunakan untuk melaksanakan aktivitas penghuni
rumah, seperti istirahat, makan bersama, menerima tamu, bekerja, bersantai dan lain
sebagainya. Sedangkan disebut sakral karena pada ruangan ini juga digunakan sebagai
tempat pelaksanaan aktivitas adat (upacara adat) yang bersifat sakral. Di sekeliling ruang
tengah ini terdapat ruang-ruang yang bersifat pribadi (private space) berupa ruang tidur
dan sebagai ruang service (tempat penyimpanan perabot makan/dapur), dan lain
sebagainya.
Berikut pengertian ruang menurut fungsinya masing-masing yaitu :
1. Maga Lo’o, dalam terjemahan bahasa Indonesia di sebut tenda kecil yang berfungsi
sebagai teras atau beranda tempat peristirahatan  bagi para tamu para tamu yang yang
datang.
2. Maga Ria, yang dalam terjemahan bahasa Indonesia di sebut sebagai tenda besar yang
berfungsi sebagai ruang rapat atau tempat untuk bermusyahwara/mufakat yang
berkaitan dengan upacara adat atau untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
3.   Loro atau lorong kecil, namun tidak memisahkan maga nia kiri dan kanan karena
tidak mempunyai dinding pembatas.
4. Waja/lika waja adalah tungku perapian yang terdapat pada sa’o ria yaitu sebelah kiri
untuk memasak sehari-hari, sedangkan yang sebelah kanan untuk memasak pada saat
upara-upacara adat berlangsung.
5. One yaitu,bagian utama dari sa;o ria yang merupakan tempat untuk melakukan
pertemuan keluarga, tempat makan dan tidur untuk keluarga besar pada waktu
beristirahat.
6. Rimba (nggana,nggeu) yang terjemahan pada bahasa indonesia yaitu kamar setengah
dinding yang terdapat pada bagian kiri dan kanan sa’o ria yang berfungsi untuk para
anak yang baru menikah dan sebagai tempat menyimpan benih dan barang-barang adat
yang di tempatkan pada bagian seperti loteng.
7. Rimba longgo yaitu kamar belakang yang biasanya di gunakan sebagai tempat
meletakan persembahan(pada bagian sudut kanan kamar segingga di sebut wisu lulu))
terkadang di pakai sebagai tempat tidur, tempat menyimpan pakaian, beras dan bahan
pangan lainya.
8. Maga longgo atau tenda belakang tempat Melakukan aktifitas untuk menyiapkan dan
menyimpan makanan babi dan ayam, pada bagian samping atas terdapat loteng-loteng
untuk menyimpan bakul sayuran/ubi-ubian yang baru dipanen sore hari dari kebun.

PotonganA-A:
1. “Leke’ Pera” (Tiang utama rumah adat)
            Leke pera adalah tiang utama dari setiap rumah adat Lio. Rumah-rumah orang Lio
pada umumnya adalah rumah bertiang, yang berkolong. Pada rumah adat, tiang pertama dan
utama disebut leke pera. Tiang itu diambil dari kayu nangka. Setelah pohon nangka yang
telah dipilih sebelum mulai dipotong untuk menjadi leke pera, segera pohon itu diperciki
dengan darah ayam merah yang dagingnya dibakar dan langsung dimakan di tempat
penebangan. Di Lise (sebagian wilayah Lio), pada bagian bawah atau di samping leke
pera diletakkan kepala, jantung dan hati babi, sebotol minyak dan rerumputan tertentu.
Semua barang itu ditutupi sebuah batu ceper, yang kemudian digunakan sebagai tempat
untuk menyajikan persembahan.

Potongan B-B:
1. “Hubu” (Puncak atap)
2. “Mangu”  (Tiang utama penyanggah atap rumah)
                    Mangu  adalah tiang-tiang pada dinding bagian sisi dan tiang-tiang utama di tengah
rumah yang menopang balok bubungan. Pada saat pemasangan balok hubungan itu akan
diadakan upacara menari semalam suntuk sekaligus juga balok itu direciki darah seekor
hewan korban (umumnya babi). Di dekat ujung bawah tiang mangu itu diletakkan sebuah
batu ceper tempat persembahan bagi Du’aNgga’e (Tuhan Allah). Hal ini karena Du’a akan
turun melalui tiang mangu untuk memakan atau langsung mengambil persembahan yang ada
pada batu ceper tersebut. Di banyak tempat di Lio, di samping tiang mangu, orang
menggantungkan sebuah tenda teo (endo teo, kanda wari), yakni sebuah anyaman
dari wulu (sejenis bambu yang kecil yang biasa dipakai untuk membuat suling) atau
sepotong papan kayu yang di atasnya diletakkan satu atau beberapa batu ceper sebagai
tempat persembahan.Tenda teo digantungkan pada seutas tali. Di tempat lainnya di
Lio, tenda teo itu digantung di tengah-tengah rumah. Pada saat orang ditimpa penyakit atau
bencana lain, di tempat tersebut orang membawakan persembahan bagi wulaleja (matahari
dan bulan).
3. “Kogo Laba”
 Balok penyanggah tiang mangu.
4. “Ola teo”
 Tali gantungan / tenda teo yakni sebuah anyaman dari wulu yang diisi    dengan
benda-benda pusaka (emas adat, batu penggosok emas/mangan, dan tulang-belulang leluhur
tertentu) sebagai tempat membawa doa permohonan dan persembahan.
5. “Ate”   ( Atap)
6. “Kae bewa”
 Para-para /Loteng besar di atas tungku perapian, untuk menyimpan benda-benda
pusaka.
7. “Kae boko”
 Para-para /Loteng di atas tungku perapian
8. “Benga toko”
 bakul anyaman dari wulu yang diisi dengan benda-benda pusaka (emas adat, batu
penggosok emas/mangan, dan tulang-belulang leluhur tertentu) sebagai tempat membawa
doa permohonan dan persembahan.
9. “Waja”: Tungku
10. “Maga ria”:
11. “Maga lo’o”:
12. “Watu Lata ha’i”
 Batu untuk meletakkan tiang rumah.

g. Bahan dan Struktur dalam Rumah Adat Ende Lio

Rumah adat ende lio ditinjau dari sistem struktur dan konstruksinya, memiliki
sistem struktur , yakni struktur rangka berupa rumah panggung, Dalam hal ini umpak
yang dimaksudkan adalah berupa umpak yang terbuat dari batu alam (umpak batu)  Pada
sistem struktur rangka ini beban-beban bangunan ditransferkan melalui tiang-tiang utama
dan tiang penunjang yang satu sama lainnya dihubungkan oleh balok-balok horisontal
dan diperkaku oleh rangkaian rangka atap bangunan. Tiang-tiang penyangga bangunan
tersebut pada umumnya menggunakan sistem jepit (ditanam) dan sistem sendi (umpak),
sedangkan perkuatan antara tiang dan balok menggunakan sistem sendi (diikat atau pen
dan lubang).

h. Material Bangunan
Perlakuan khusus terhadap material bangunan ini juga dilakukan atau diatur
menurut status  atau fungsi suatu bangunan. Dalam hal ini misalnya pembatasan
penggunaan material dengan jenis tertentu yang hanya diperbolehkan untuk rumah adat.
Pembatasan penggunaan material ini erat kaitannya dengan upaya pelestarian lingkungan,
karena biasanya vegetasi dari jenis material tersebut sangat terbatas; disamping karena
material tadi memiliki kekuatan tertentu (termasuk material dengan kategorisasi kelas
kuat I). Pembatasan penggunaan material tertentu yang peruntukkannya hanya untuk
bangunan khusus (rumah adat) juga merupakan wujud dari penghargaan terhadap
bangunan rumah adat tersebut sebagai simbol pemersatu warga (suku) yang sifatnya
profan dan sekaligus sakral. Dalam pengolahannya sebagai material bangunan, bahan-
bahan tersebut umumnya dikerjakan secara manual dengan sentuhan teknologi yang
sederhana serta sistem pengawetan secara manual dan sederhana pula. Bahan-bahan
bangunan ini setelah ditebang atau diberi bentuk (diolah) biasanya tidak langsung
digunakan, melainkan dibiarkan untuk sementara waktu di hutan  hingga bahan-bahan
bangunan tersebut menjadi kering dan dianggap layak untuk digunakan. Dalam hal ini
proses pengawetan material bangunan tersebut biasanya dilakukan secara alami. Selain
itu, masa pengawetan bahan bangunan ini juga merupakan suatu masa persiapan
pembangunan rumah adat , serta menunggu waktu yang tepat untuk mendirikan
bangunan rumah adat tersebut. Material bangunan ini dalam penggunaannya mengalami
perlakuan-perlakuan tertentu sesuai dengan kemampuan teknologi yang dimiliki.
Perlakuan terhadap bahan-bahan bangunan ini biasanya dilakukan dengan 2 (dua)
kemungkinan. Pertama, bahan-bahan tersebut diberi bentuk tertentu berupa balok-balok
persegi. Kedua, bahan-bahan bangunan tersebut tidak diberi bentuk khusus, tetapi
dibiarkan mengikuti bentuk ‘alaminya’ (bentuk gelondongan), kecuali kulitnya di kupas.
Bahan bangunan yang digunakan umumnya terbuat dari kayu, batang kelapa, batang
lontar, batang pinang dan bambu sebagai bahan struktural atau bahan konstruktif.
Sedangkan bahan yang non struktural atau non konstruktif ialah berupa alang-alang atau
ijuk sebagai bahan penutup atap serta ragam hias (dekorasi) yang digantungkan pada
bidang atap atau rangka atap  bagian dalam.

4. PAKAIAN ADAT

Pakaian adat daerah Ende lio


Adapun pakaian tradisional tersebut adalah sebagai berikut :
 Laki-laki : 
=>  Luka/ ragi wunu siku lima rua 
=>  semba/ senai/ sinde – lete 
=>  lesu ropa/ destar – ola bao ria – 
=>  Assesoris yang biasa digunakan
bersamaan saat mengenakan
pakaian adat adalah rembi – sundu
– wea – londa – gebe – rajo – subi
au dll.

Wanita :
=>  lawo (Sarung untuk perempuan) biasanya
dalam berbagai motif dan warna . 
=>  lambu/baju bodo mite atau hitam dan
warna lainnya 
=> Assesoris yang biasa digunakan
bersamaan saat mengenakan pakaian adat
Perempuan adalah doli bedo kutu (Tusuk
Konde) – wea – siwo – riti – tebë ( Anting
Emas) – londa – gebë rajo ( Kalung ), –
gela paki ndawa – gela mone – gela butu
seke – gela koko bheto – gela butu seko
( Gelang) mbeka weti ( Tempat siri
Pinang) dll.

MAKNA PAKAIAN TRADISIONAL 


Ragi luka lesu
Ragi Kain hitam dengan berbagai motif dan hanya
digunakan oleh para pria yang dilengkapi dengan
luka (selendang) pada bahu sebelah kanan dan
mengenakan lesu (destar) yang dikat dikepala, Lesu
tidak digunakan oleh semua orang tetapi hanya oleh
Mosalaki ( Tua-Tua Adat pada saat pelaksanaan
Ritual Adat ),tanpa menggunakan alas kaki . 
 Lambu Lawo 
Lambu adalah merupakan baju tradisional untuk
perempuan yang asli berwarna hitam namun seiring
perkembangan jaman jenis dan motif kain bajunya
bervariasi . Lawo Sarung yang dipakai oleh
Perempuan dengan berbagai motif dan warna, ada
yang menggunakan bahan sintetis dan ada yang
menggunakan bahan pelestarian seperti Tarum dan
Mengkudu , semakin asli dan bagus motifnya
semakin mahal harga sarungnya. Perempuan
mengenakan lambu, Lawo dengan tatanan rambut
yang di konde (Wege) dalam bahasa Ende /lio ,
Setiap upacara / ritual adat selalu menggunakan
Lambu lawo .
Proses pembuatan ragi dan lawo secara tradisi
Pada jaman dahulu didaerah tenda hidup sekelompok orang yang sangat tentram dan
damai. Walaupun mereka tinggal dipelosok kampung mereka tetap memiliki pakaian
(sekarang dipakai untuk acara acara Adat) yang dimana mereka ciptakan sendiri tidak seperti
suku lain yang biasanya menggunakna kulit kayu sebagai pakaiannya.
Mereka membuat suatu kreatifitas yang sangat indah yang biasa disebut
lawo,ragi,luka dan lain sebagainya. Pakaian tersebut tidak seperti pakaian saat ini
melainkan seperti sarung dan cara pembuatan nya pun sangat rumit dan membutuhkan
waktu yang sangat lama  karna mereka membuatnya dengan peralatan sederhana dan
menggunakan bahan baku dari alam. Disini saya akan menjelaskan secara ringkas tata cara
pembuatan Lawo,Ragi ,Luka dan sebelum itu saya jelaskan berbedaan dari ketiganya lawo
motif nya sepeti batik (berbentuk sarung) jika Ragi motif nya bergaris (Berbentuk sarung)
sedangkan Luka motif nya hampir sama dengan Lawo akan tetapi yang membedakan ialah
Luka berbentuk seperti selendang dan mempunyai hiasan hiasan (Orang Suku Lio
menyebutnya rumbai rumbai)
1. Lawo
Lawo ialah semacam sarung yang slalu digunakan oleh wanita (anak/ibu) suku Lio di tenda.
Lawo juga biasa digunakan untuk acara pernikahan suku Lio dalam mengantarkan Belis
selain itu Lawo biasa dipakai dibagian bawah (Yaitu dari Pinggang kebawah seperti Rok).
Lawo sendiri mempunyai banyak corak dan motif (biasa lawo berwarna coklat,merah, 
kuning) dimana pembuatannya membutuhkan waktu yang sangat lama (berbulan – bulan )
karna orang suku Lio terdahulu masih menggunakan bahan alami.

Tata cara pembuatan Lawo:


a.  Pembuatan Benang
Pembuatan benang membutuhkan waktu yang sangat lama dimana awal nya mencari kapas
dimana diambil langsung dari pohon kapas sesudah itu kapas tersebut di Jata (bahasa
indonesianya dipintal) dengan menggunakan alat tradisional yang biasa disebut oleh  suku
Lio ialah Jata. Barulah berbentuk benang.
b.  Pembuatan Warna
Pembuatan warna pada Lawo juga membutuhkan waktu yang lama karna awalnya harus
mencari akar pohon yang biasa disebut oleh Suku Lio ialah pohon Mengkudu. Dimana
mereka mengambil akar dari pohon tersebut lalu dipisahkan antara kulit akar dan isi
dalamnya dengan menggunakan Parang ataupun Pisau sesudah itu akar tersebut ditumbuk
lalu direbus lalu berubah lah warna menjadi Coklat tua. itu mewarnai juga dengan
menggunakan Pohon Tarum dimana diambil daunnya lalu ditumbuh dan direbus dengan
dengan benang lalu berubah menjadi warna hijau dan juga untuk menjadi warna hitam yaitu
menggunakan Daun Pohon tarum dicampur dengan Kapur sirih sedangkan untuk warna
kuning benang diremus dengan kunyit.
c.   Penenunan Lawo
Tata cara menenun lawo yang harus diperhatikan yang pertama ialah motif apa yang ingin
kita buat sesudah itu memisahkan dan menyusun benang yang kita pintal dengan
menggunakan daun kelapa dan sesudah itu benang yang sudah kita susun kita warna dengan
warna dan motif yang kita ingin kan yaitu warna kuning,coklat,hitam dan hijau (warna dasar
jaman dahulu). Sesudah itu mulailah ditenun menjadi Lawo.
2. Ragi
Ragi ialah sarung yang biasa digunakan oleh Pria suku Lio di Tenda. Ragi juga biasa
digunakan untuk acara pernikahan suku Lio dan pembuatannya pun menggunakan waktu
yang sangat lama sistem pemakaiannya juga sama dengan Lawo. Pembuatan nya hampir
sama dengan lawo akan tetapi yang membedakan nya ialah dari Motif dan warna untuk Ragi
sendiri menggunakan warna Hitan dan Hijau. (Warna jaman dahulu).
3. Luka
Luka ialah selendang yang biasa digunakan oleh Wanita dan biasa dipakai dibagian atas
wanita (seperti Baju) . Sistem pembuatan nya sama dengan Lawo maupun Ragi hanya saja
bentuk nya yang membedakan dari ketiga nya.

5. LAGU DAERAH
Ada beberapa lagu daerah yang dikenal seperti Ie, Doja, Ndeö-Peö,Sodha-Oro-Bhea.

Anda mungkin juga menyukai