Anda di halaman 1dari 6

NYANYIAN TRADISI DALAM TARIAN O UWI PADA UPACARA REBA

BAJAWA-KAB. NGADA
Nyanyian o uwi adalaha nyanyian tradisi Ngada yang dinyanyikan untuk mengiringi
tarian o uwi pada saat upacara reba pada periode antara bulan Desember sampai Februari.
Ungkapan o uwi secara harafiah berarti memanggil ubi. Reba adalah upacara adat tahunan
masyarakat Ngada, sekaligus merupakan perayaan tahun baru Ngada, dan dilakukan sebagai
bentuk upacara syukur atas hasil panen yang didapat selama setahun. O uwi adalah tarian yang
monoton, membentuk lingkaran, tanpa iringan musik di tengah pelataran kampung atau dalam
bahasa daerah Ngada kisa nata.

SISTEM LARAS

Nyanyian tradisi o uwi ini menggunakan tangga nada mayor, dan dalam nyanyian ini
hanya terdapat 4 nada yaitu, 1, 3, 5, 6. Hampir keseluruhan nyanyian, nada- nada ini dinyanyikan
di ulang-ulang dengan nilai nada yang berbeda baik seperempat, setengah, dan seperdelapan.
Selain itu, jarak antara nada dalam nyanyian ini tidak terlalu signifikan serta terdapat nada yang
sama namun ada yang rendah dan ada nada yang tinggi. Birama dari lagu ini adalah 2/4 dan ini
menjadi salah satu ciri khas lagu tradisi Ngada yang kebanyakan menggunakan birama 2/4.

BENTUK LAGU

Nyanyian tradisi o uwi ini mempunyai bentuk yang sangat sederhana, yaitu teridiri atas 4
bagian yaitu, So’u, Dha’o, Kero, dan Keku. So’u adalah bagian lagu yang dinyanyikan oleh 3
orang yang bernyanyi di tengah lingkaran sambil menari dengan gerakan yang sama. Mereka
menyanyikan syair-syair adat yang mempunyai lirik yang mempunyai bunyi dan akhiran yang
sama. Mereka yang bernyanyi bagian So’u adalah tiga orang dengan suara naro (sopra), ana
(alto), dan sou (bass). Selain itu, syair-syair yang dinyanyikan tidak terpaku hanya beberapa syair
adat saja, mereka bisa menyanyikan syair-syair adat yang lain, maka orang yang bernyanyi pada
bagian lagu ini adalah orang yang mempunyai perbendaharaan syair adat yang banyak.

Bagian yang kedua adalah Dha’o. Sama seperti So’u, dha’o juga dinyanyikan oleh tiga
orang dengan suara naro (sopran), ana (alto), dan sou (bass). Yang menjadi perbedaan antara
dha’o dan so’u adalah mereka bernyanyi sambil menari berlawanan arah, misalnya so’u
menghadap ke timur , maka dha’o menghadap ke barat. Selain itu, tidak ada perbedaan syair
antara keduanya, tetapi keduanya dinyanyikan seperti kanon; so’u dinyanyikan terlebih dahulu
setalah itu dha’o mengikuti dengan nada-nada sedikit yang berbeda namun, dengan tempo,
irama, dan ritme yang sama.

Bagian yang ketiga adalah Kero. Kero dinyanyikan seperti saling membalas pantun. Kero
dinyanyikan oleh para wanita atau laki-laki secara sahut-menyahut. Berbeda dengan So’u dan
dha’o yang dinyanyikan oleh tiga orang, bagian kero dinyanyikan oleh banyak orang tetapi
dengan memilah antara laki-laki dan perempuan. Maksudnya, jika kero dinyanyikan lebih dahulu
oleh para laki-laki maka, wanita hanya membalasnya saja. Bagian lagu ini sangat berbeda sekali
dengan kedua bagian so’u dan dha’o. Syair-syair yang dinyanyikan dalam bagian ini bisa
mengulang syair adat dari bagian so’u dan dha’o, tetapi bisa juga berisikan syair-syair adat
seperti pantun. Hampir sebagain besar bagian lagu ini berisikan tentang ejekan laki-laki kepada
wanita atau sebaliknya, tetapi juga bisa berisikan kritik ringan maupun lelucon.

Bagian yang terakhir adalah Keku. Keku secara harafiah berarti solo berupa maklumat.
Keku merupakan puncak dari keseluruhan nyanyian. Keku dinyanyikan oleh satu orang saja yang
berada di tengah lingkaran secara resitatif. Siapapun yang berada di dalam lingkaran loka
(medan) bisa menyanyikan keku asalkan dia harus menyanyikannya sesuai dengan gerakan kaki
dan ritme keseluruhan lagu dari bagian lagu yang lain. Keku bisa dinyanyikan kapan saja asalkan
harus sesuai dengan ritme dangerakan kaki.

Selain itu terdapat pembagian kelompok dalam tarian dan nyanyian o uwi, yaitu laghe
wa’i, 3 orang wanita yang menari tarian seperti tarian ja’i dengan gerakan yang sama dan seiring
di dalam lingkaran. Bana wa’i adalah 2 atau 3 orang wanita yang menari dalam lingkaran dengan
gerakan setengah putaran. Pani wa’i adalah 2 atau 3 orang yang menari seperti ja’i mengelilingi
lingkaran untuk mengajak orang menari bersama sekaligus meramaikan suasana.

BENTUK PENYAJIAN

Nyanyian tradisi o uwi dinyanyikan secara komunal atau bersama-sama walaupun ada
klasifikasi dalam beberapa bagian lagu. Nyanyian ini juga dinyanyikan tanpa ada iringan alat
musik apa pun atau dinyanyikan secara accapela.

ISI DAN MAKNA NYANYIAN

Nyanyian o uwi menceritakan perjalanan Sili Ana Wunga (Sili anak sulung) yang datang
dari Jawa dan mengajarkan cara bercocok tanam (ubi) kepada setiap kampung di Ngada selama
dua malam. Uwi (ubi) menjadi makanan pokok bagi orang Ngada yang menolong orang Ngada
pada saat musim kelaparan, apalagi tanaman ubi tidak akan pernah mati walaupun dimakan
landak dan babi hutan. Hal ini nampak dalam satu syair lagu, sui nga muki, muki bha’i moli,kutu
nga koe, koe ngata wo’o ko’e, kenge ngata wo’o sepe, sekabu ngata wo’o latu. Selain itu,
sebgaian besar isi nyanyian ini adalah nasihat-nasihat adat, maupun syair-syair adat.

Nanyian dan tarian o uwi merupakan nyanyian yang penuh makna bagi orang Ngada.
Secara umum, nyanyian ini dapat dimaknai sebagai ungkapan syukur, momentum kebersamaan
dan persatuan, penghormatan kepada alam dan lingkungan, serta pelestarian warisan leluhur.
FUNGSI MUSIK

Nyanyian ini berfungsi untuk mengiringi tarian o uwi pada saat upacara Reba. Nyanyian
ini merupakan bentuk ungkapan syukur kepada leluhur dan Pencipta atas hasil panen yang
didapat selama kurun waktu setahun. Oleh karena Reba merupakan acara tahunan, maka
nyanyian ini hanya dinyanyikan satu tahun satu kali.

Selain sebagai pengiring tarian, nyanyian ini merupakan sarana dalam membangun tali
persaudaraan, kesatuan, dan kebersamaan antara sesama, karena nyanyian ini dinyanyikan secara
bersama-sama dalam lingkaran sebagai lambang persatuan.

Nyanyian ini juga menjadi salah satu sarana hiburan bagai masyarakat, baik yang
menyanyikan maupun yang menonton. Seiring dengan perkembangan zaman, nyanyian dan
tarian ini menjadi saya tarik tersendiri bagi para wisatawan domestik maupun wisatwan asing.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya wisatawan yang turut serta dalam tarian tersebut maupun
hanya menyaksikan secara langsung di sekitar lokasi tarian pada saat upacara adat reba tiba.
Selain itu juga, banyak media masa yang datang untuk meliputnya secara langsung.

Selain sebagai salah satu item wisata baru, nyanyian ini juga menjadi salah satu media
edukasi untuk mendidik generasi muda tentang budaya. Melalui keterlibatan mereka dalam
bernyanyi dan menari, secara tidak langsung mereka sudah turut serta dalam pelestarian
kekayaan buadaya yang dimiliki. Oleh karena itu, pada saat reba, semua sekolah pasti
diliburkan, dan pihak sekolah mewajibkan siswa untuk bersama-sama terlibat dalam nyanyian
dan tarian o uwi.
LAMPIRAN FOTO
TUGAS MUSIK NUSANTARA

OLEH

KELOMPOK ETNIS NGADA:

BENEDIKTUS MOLO (17117017)

KATHARINA A. T. D. LEKO (17117014)

PENDIDIKAN MUSIK
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG
2018/2019
O UWI
1= 2/4
Walo:

1 3 1 3 . 1 . 1 1 .
Oo u- wi Oo Oo uwi e

So’u: walo*:
. .
1 1 5 5 3 3 5 1 . 1 1 .
1. Si- li ana wunga Oo Oo uwi e
2.Da nuka pera gua Oo Oo uwi e

3 3 5 5 3 3 5
1. Si- li ana wunga Oo *
2. Da nuka pera gua Oo *

Kero:

. 5 5 5 3 5 . . . . . 5 6 5 .
Ee le le oo oo

AS/AF: AS/AF:

:5 5 5 . 5 5 5 5 5 5 . 5 5 5 :
Ngadu ne’e go bhaga e rada ki- sa nata e

AF:
Trilililili…………………….

Ket:
AS: ana saki (laki-laki)
AF: ana fai (perempuan)

Anda mungkin juga menyukai