Anda di halaman 1dari 12

MUSIK GREGORIAN

MUSIK ABAD PERTENGAHAN

Disusun oleh :
Milton Sandyka
NIM : 18101010133

PROGRAM STUDI PENCIPTAAN MUSIK


FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
2018
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................iv

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................1

1.2 Tujuan.........................................................................................................1

1.3 Rumusan Masalah.......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Nama...........................................................................................................3

2.2 Modalitas....................................................................................................3

2.2.1 Tetrachord.........................................................................................4

2.2.2 Nada Finalis dan Nada Dominan......................................................5

2.2.3 Hexachord.........................................................................................5

2.3 Teori Irama dalam Musik Gregorian..........................................................6

BAB III KESIMPULAN.........................................................................................8

3.1 Kesimpulan.................................................................................................8

3.2 Saran...........................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................9
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan YME, berkat limpahan berkat dan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Musik Gregorian,
Musik Abad Pertengahan”. Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Sejarah Musik Dasar yang diampu oleh Bapak Drs. Hadi
Susanto, M.Sn.

Proses penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan, arahan, dan
masukan dari teman-teman. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih untuk
partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini.

Walau demikian, dalam penulisan makalah ini masih banyak sekali


kekurangan dan kekeliruan. Maka dari itu, penulis akan sangat menerima segala
kritik dan saran dari pembaca.

Demikian apa yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk teman-teman dan kami sebagai penyusun dan pembuat makalah.

Yogyakarta, 13 November 2018

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seni adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia yang
mengandung unsur keindahan dan mampu membangkitkan penasaran
orang lain. Seni memiliki berbagai cabang diantaranya seni musik, seni
tari, seni sastra, seni teater, dan seni rupa. Seni musik adalah kompilasi
atau pengaturan suara atau nada yang memiliki irama tertentu dan
mengandung isi dan nilai perasaan tertentu. Seni musik sudah ada sejak
zaman dahulu namun keberadaanya selalu berbeda di setiap daerah
keberadaan seni musik dicatat sebagai searah yang juga berbeda di
berbagai tempat.

Salah satu sejarah musik yang paling menarik adalah musik pada
abad pertengahan. Salah satu bagiannya adalah musik monofon yang
dikenal juga sebagai musik Gregorian. Musik monofon merupakan musik
dimana instrumen yang digunakan hanya satu instrumen saja yaitu vokal
tanpa iringan. Musik Gregorian lebih banyak digunakan untuk
kepentingan keagamaan. Musik pada zaman ini menggunakan tangga
nada gereja yang sering disebut sebagai Modus. Melalui makalah ini,
penulis akan menjelaskan tentang Musik Gregorian pada Abad
Pertengahn.

1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan musik
Gregorian yang muncul dan berkembang pada Abad Pertengahan (375 -
1400 M).

1.3 Rumusan Masalah


a. Apa itu musik Gregorian?

1
b. Bagaimana perkembangan musik Gregorian?

c. Bagaimana bentuk musik dan ciri-ciri musik Gregorian?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Nama
Dalam istilah ‘monofon’ termuat kata monos yang berarti tunggal,
dan phoneo yang berarti berbunyi dari bahasa Yunani. Sehingga, musik
monofon adalah suatu jenis musik yang terdiri dari satu suara saja, tanpa
iringan apapun.

Paus Leo IV dalam suatu surat kepada seorang pemimpin biara


Abas Honoratus memakai istilah Carmen Gregorianum yang berarti
‘nyanyian Gregorian’. Ini berarti bahwa lebih dari dua abad penuh
sesudah Paus Gregorius meninggal pada tahun 604, nyanyian-nyanyian
ini dinilai sebagai musik yang secara khusus dipengaruhi oleh Paus
tersebut.

2.2 Modalitas
Kekayaan estetik musik Gregorian hanya dapat dimengerti bila
modalitas dipahami. Ilmu klasik tentang modalitas Gregorian ternyata
merupakan hasil mata pelajaran “Musica” yang selama seluruh Abad
Pertengahan diajarkan dan dilatih dalam semua sekolah yang pada waktu
itu didirikan di seluruh Eropa, umumnya di dekat suatu biara. Demikian
pula tidak mengherankan bahwa karangan-karangan yang untuk pertama
kali menerangkan tangga nada Gregorian disusun oleh beberapa
biarawan, seperti misalnya Hucbald dari biara St. Amand (840-930).
Pengrang ini menjadi terkenal lebih-lebih karena tulisannya De
Harmonica Institutione. Disini harmonica institutione diartikan sebagai
tangga nada. Dalam karangan ini dipakai nama-nama tangga nada yang
dahulu dipakai oleh ahli musik Yunani. Tetapi sayang, sekarang nama-

3
nama ini dipergunakan secara berlainan. Perubahan agak aneh ini
mungkin disebabkan oleh:

 Karena praktek menyanyikan tangga nada ini berlainan dengan


metode yang biasa dalam kebudayaan Yunani klasik, dulu dimulai
dari atas ke bawah, pada Abad Pertengahan orang mulai menyanyi
tangga nada dari bawah ke atas.

 Karena pengaruh Boethius (480-524). Meskipun baru lahir sesudah


keruntuhan kerajaan Romawi pada tahun 476, tetapi seringkali
disebut sebagai orang Romawi sejati yang terakhir. Berkat Boethius,
Abad Pertengahan mewarisi banyak kekayaan dari kebudayaan
Yunani klasik. Interpretasi Boethius tentang musik Yunani telah
dibuktikan kurang benar, namun demikian pengaruh mental filsuf ini
pada Abad Pertengahan tetap sangat dalam dan luas.

2.2.1 Tetrachord

Seluruh musik Gregorian berdasar dari tetrachord: D - E - F - G.


Dengan kata lain, di atas empat nada ini disusun empat tangga nada
Gregorian otentik, dengan nada D atau E atau F atau G sebagai nada
dasar atau finalis (penutup). Sedangkan satu kwart dibawahnya terdapat
tangga nada plagal yang bersangkutan. Dengan demikian terbentuklah
empat modi (kata majmuk dari modus, tangga nada) atau sistem
modalitas Gregorian, terdiri dari delapan tangga nada yang didasarkan
hanya atas empat nada pokok atau nada finalis yang berbeda.

Lagu doris memuat intervak kwint ke atas yang khas untuk modus
1; setelah naik ke do, melodi turun ke nada Tenor a (Dominan) dan
berakhir dengan nada Finalis d. Dalam lagu hypodoris, melodi turun ke
nada a di bawah nada finalis, kemudian nada Finalis dilingkari dengan
naiknya sampai f.

4
2.2.2 Nada Finalis dan Nada Dominan

Tempat nada finalis dalam tangga nada tertentu merupakan suatu


keistimewaan pada modalitas musik Gregorian yang belum terdapat pada
musik Yunani, dimana nada paling rendah dari tangga nada yang
bersangkutan berfungsi sebagai nada finalis. Namun peranan nada finalis
baru nampak jelas pada abad ke-9.

Satu abad kemudian, yaitu pada abad ke-10, teori modalitas


Gregorian masih dilengkapi dengan teori tentang nada Dominan yang
berarti nada yang menguasai seluruh modus karena sifatnya sebagai pusat
terhadap seluruh gerakan melodi Gregorian. Menurut teori ini, tiap-tiap
modus mempunyai nada Dominan yang khusus dan khas, maka nada
Dominannya berbeda dalam modus otentik dan modus plagal. Nada
Dominan pada modus-modus otentik terletak satu kwint di atas nada
dasar atau nada finalis; pada modus-modus plagal tempatnya satu terts di
atas nada finalis. Tetapi menjelang abad ke-13, nada-nada Dominan yang
terletak pada nada si dipindah satu sekon kecil ke atas menjadi do (dalam
modus frigis, dan dalam modus hypomixolydis). Akhirnya nada
Dominan modus Hypophrygis dipindah dari sol ke la.

2.2.3 Hexachord

Guido d’Arezzo, seorang teoretikus di Italia menciptakan suatu


metode untuk menghafal nada. Untuk itu, ia berpangkal dari Hexachord,
suatu deretan dari enam nada berturut-turut dengan nada setengah di
tengah.

Setiap nada ini mendapat suatu ungkapan atau kualitas sesuai


dengan kedudukan dalam deretan hexachord. Misalnya nada ketiga selalu
dilanjutkan ke atas dengan setengahnada. Untuk menghafal keenam nada
ini sehingga lagu yang belum dikenal dapat dinyanyikan prima vista,
maka tiap nada dalam Hexachord diberi satu suku kata sebagai nama.

5
Suku kata berasal dari himne Johanes dari abad ke-8. Dalam nyanyian ini
berturut-turut potongan-potongan mulai dengan suku kata ‘ut (do)’, re,
mi, fa, sol, la.

Solmisasi memungkinan bahwa penyanyi dapat menghafal urutan


nada dalam hexa chord khususnya tempat letaknya setengah nada, pun
pula dalam modulasi. Pada abad ke-16, solmisasi hexachord ciptaan
Guido d’Arezzo ditinjau kembali dan dilengkapi sampai oktaf, dengan
suku kata do - re - mi - fa - sol - la - ti - do.

2.3 Teori Irama dalam Musik Gregorian


Prinsip birama adalah terikat akan suatu sistem tekanan yang tetap.
Misalnya pukulan pertama pada tiap-tiap jenis birama manapun dianggap
berat. Prinsip irama lepas dari suatu sistem tekanan tertentu. Irama adalah
keinginan musik untuk bervariasi antara nada panjang dan pendek, bukan
menurut suatu pola yang diulang-ulang dalam setiap ruang birama, tetapi
secara tak terduga, penuh kejutan.

Pada musik Gregorian, tidak ada prinsip birama yang tetap. Sejarah
musik membuktikan dengan jelas bahwa prinsip birama tetap baru mulai

6
dipergunakan ketika seni paduan suara berkembang dimana bernyanyi
bersama menuntut adanya hitungan yang mempersatukan semua suara.

Dinamika yang dibutuhkan pada musik Gregorian sebagai musik


ibadah tidak boleh bersifat statis, melainkan harus beralih terus menerus
dengan memakai crescendo, decrescendo, accelerando, dan ritardando.

Suatu motif ritmis selalu dimulai dengan arsis yang bersifat kuat,
pendek, crescendo dan berakhir dengan tesis yang bersifat lemah,
panjang, decrescendo. Panjangnya nada Gregorian sama seperti halnya
pada musik Yunani ialah berdasarkab chronos protos yang berarti
kesatuan waktu tidak dapat dibagi. Tetapi nada Gregorian dapat secara
relatid dapat dipercepat dan diperlambat, berhubungan dengan adanya
arsis atau tesis. Tidak pernah tesis secara langsung dapat diikuti oleh tesis
lain, akan tetapi satu arsis dapat langsung diikuti oleh arsis lainnya.

7
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Musik Gregorian dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) musik
monofon, dimana musik hanya menggunakan satu suara tanpa instrumen;
(2) berdasar dari 8 modus (tangga nada gereja); (3) menggunakan ritmis
bebas sesuai syair; (4) tidak menggunakan birama atau metrum tertentu;
(5) dinyanyikan tanpa iringan; (6) ditulis dalam notasi Neumes.

3.2 Saran
Karena terbatasnya hal-hal yang dapat dibahas dalam makalah ini,
pembaca diharap menggunakan literatur tambahan sebagai penunjang.

8
DAFTAR PUSTAKA

[1] Karl-Edmund Prier, “Sejarah Musik Jilid 1”, 2016, Pusat Musik
Liturgi Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai