Pythagoras merumuskan ide “Harmoni dari Alam Semesta” (music of the spheres) dan
menjadi ide yang sangat populer di antara teoretikus musik dari Abad Pertengahan termasuk
pembagian oktaf ke dalam depalan nada dibuat oleh Pythagoras pada pertengahan abad ke-6 SM.
Menurut para teoretikus Yunani ada sekitar 15 modus yang berbeda. Sistem ini
disederhanakan oleh ahli matematika yang bernama Ptolemeus pada abad ke-2 M menjadi tujuh
modus. Ide-ide dari Yunani tentang kesatuan kata-kata dan musik (istilah puisi dan musik hampir
sama artinya bagi orang-orang Yunani). Plato (sekitar tahun 427-347 SM) dan aristotle
menguraikan teori tentang ethos, atau sifat moral dan efek-efek yang dihasilkan oleh musik.
Meburut Aristotle, musik menirukan dan menggambarkan emosi serta keadaan jiwa manusia.
Dengan demikian ada jenis-jenis musik yang dapat membangkitkan emosi dan sifat yang kurang
baik dari seorang pendengar. Menurut mereka kesenian dan pendidikan tanpa peraturan akan
menghasilkan orang yang tidak bermoral dan masyarakat yang bersifat anarkis. Isu ini masih
relevan pada masa kini, misalnya:
a. Para diktator, baik fasis maupun komunis, berusaha mengontrol kegiatan
musik dari masyarakatnya demi tujuan sosial dan politik;
b. Gereja-gereja biasanya menciptakan norma-norma tentang musik yang
dipakai dalam ibadah;
c. Para pendidik merasa prihatin tentang jenis-jenis musik (juga gambar-
gambar dan tulisan) yang didengar anak-anak dan pemuda-pemudi.
C. Musik di Romawi Kuno
Menurut dongeng, Kota Roma didirikan pada tahun 753 SM. Kekaisaran Romawi mulai
didirikan setelah tahun 149 SM dan mencapai kejayaannya pada permulaan abad ke-2 setelah
kelahiran Yesus Kristus. Kebudayaan Romawi dipengaruhi oleh daerah Italia dan Yunani. Alat-
alat musik yang diciptakan dan dikembangkan oleh para pemusik Roma termasuk beberapa alat
tiup logam dari jenis terompet dan horn sebuah organ (hydraulis) dengan papan tuts, yang ditiup
dengan tekanan air memperlihatkan pemakaian teknologi yang tinggi. Selama dua abad setelah
zaman Kristus, banyak laporan tertulis tentang popularitas virtuoso-virtuoso yang terkenal dan
tentang pekan raya musik yang diperlombakan. Kaisar yang paling terkenal sebagai pemusik
adalah Nero. Yunani dan Romawi Kuno mewariskan budaya Islam dan budaya Barat dari Abad
Pertengahan:
1. Ide tentang melodi yang terkait dengan teks, khususnya dari segi irama dan
metrum;
2. Tradisi penyajian musik berdasarkan improvisasi;
3. Filfasat tentang musik sebagai:
a. Sistem yang teratur dan yang berhubungan dengan “hukum alam”.
b. Suatu kekuatan yang sanggup untuk mempengaruhi pemikiran dan
kelakuan manusia.
4. Teori akustik yang dihasilkan secara ilmiah;
5. Sistem untuk membentuk tangga nada yang berdasarkan tetrakord-tetrakord;
6. Terminologi musikal.
BAB II
MUSIK MONOFONIK-SAKRAL
DAN
SEKULER (0-1200)
A. Latar Belakang
Puncak perkembangan kesenian dan ilmu yang terdapat di kekaisaran Romawi
merosot dengan cepat di Eropa, setelah kejatuhan bagian Kekaisaran Barat pada abad ke-5.
Dengan takluknya Kota Konstantinopel oleh Turki pada tahun 1453, maka tidak ada
Kekaisaran Timur lagi. Melalui konfrontasi di antara kaum Kristen dan Islam di Spanyol,
kemudian beberapa Perang Salib pada abad ke-11 sampai ke-14, kesenian dan ilmu
Yunani/Roma Kuno mulai mempengaruhi Eropa Barat melalui zaman Renaisans (mulai abad
ke-15).
Pada masa-masa terakhir dalam Kekaisaran Romawi, agama Kristen menjadi makin
kuat hampir di setiap daerah wilayah kekaisaran itu. Orang-orang Kristen menghadapi
banyak sekali tantangan dari Pemerintahan Romawi karena mereka tidak mau lagi
menyembah Kaisar Roma. Kekacauan menjadi tampak di kebanyakan Eropa Barat setelah
kejatuhan Kekaisaran Romawi. Hanya gereja Kristen yang merupakan kekuasaan yang stabil,
dengan tradisi-tradisi kebudayaan tinggi dapat digali kembali. Bersamaan dengan pengaruh
agama Kristen yang menggantikan animisme dan sistem-sistem agama purba di Eropa,
sistem politik di Eropa menjadi lebih kuat dan stabil. Masa antara tahun 476-800 sering
disebut “zaman gelap” dan tahun 800 sebagai permulaan zaman Abad Pertengahan. Hampir
seluruh kegiatan musik di Eropa dipusatkan dalam gereja Kristen. Sejak jatuhnya Kekaisaran
Romawi sampai dengan masa Renaisans, sejarah musik Barat harus memusatkan perhatian
pada musik gerejawi
Melalui gereja, suatu tradisi musik gerejawi yang sangat tinggi sifatnya, yang kita
sebut Cantus Planus, berkembang di seluruh Eropa, sebelum tahun 1000. Cantus adalah
sejenis nyanyian monofonik yang merupakan susunan teks dari liturgi-liturgi gereja.
Repertoar musik itu menjadi sumber semua perkembangan dalam musik Eropa pada masa
berikutnya.
B. Suatu Masalah Besar Tentang Sumber-Sumber Naskah
Pada mulanya, kita menyadari bahwa dokumen-dokumen bersejarah yang merupakan
bukti mengenai perkembangan musik gerejawi secara umum dan Cantus Planus secara
spesifik sangat kurang. Tidak ada naskah-naskah notasi musik lain sampai tahun 875-925.
Jadi, ada suatu kekosongan besar dengan naskah-naskah bersejarah. Sesudah awal abad ke-
10, ada banyak bahan sebagai sumber utama untuk penelitian.
Rupa-rupanya, ada suatu tradisi lisan yang panjang. Karena begitu, pengetahuan kita
harus berpusat pada sumber-sumber bersejarah yang membicarakan musik; dari liturgiologi,
dari perkiraan-perkiraan yang berdasarkan teori-teori tentang proses tentang proses
perkembangan tradisi-tradisi lisan dari bidang etnomusikologi, dan kadang-kadang hanya
dugaan.
C. Sumber-Sumber Cantus Planus yang Awal
Latar belakang agama Kristen dalam hubungannya dengan sumber utama, yaitu agama
Yahudi, adalah suatu hal yang tepat untuk memulai pembicaraan mengenai sumber-sumber
liturgi (tata ibadah) Kristen dan musik gerejawi. Naskah-naskah berisi notasi musik Yahudi
ditulis sesudah adanya tradisi musik untuk Cantus Planus Kristen.
Dalam hal ini, para sarjana musik Abad Pertengahan (khususnya mereka yang mulai dari
keterangan yang diambil dari liturgi) merasa pasti bahwa proses pemindahan dari tradisi Yahudi
ke tradisi Kristen, abad ke-1 sampai abad ke-3 berkesinambungan. Ciri-ciri ini khususnya terlihat
dalam kedua tradisi tersebut:
a. Kantilasi, (bernyanyi pada satu nada saja yang dimulai dan diakhiri dengan frase yang
terdiri dari beberapa nada lain) yang dipakai untuk membaca Alkitab;
b. Mazmur Responsorial, ketika jemaat mengulangi salah satu ayat dari mazmur sebagai
refrein atau respons terhadap ayat-ayat lain yang dinyanyikan oleh seorang penyanyi
solo. Sebuah contoh dari Perjanjian Lama adalah Mazmur 136
c. Mazmur Alleluia, yang dinyanyikan jemaat “Alleluia” (artinya “Puji Tuhan”) di antara
setiap ayat mazmur yang dinyanyikan oleh solois.
d. Mazmur Antihonal, yang dinyanyikan solois dan jemaat bergantian setiap ayat secara
bersahut-sahutan.
e. Tractus, sebuah mazmur yang bersifat renungan yang dinyanyikan sesudah pembacaan
Alkitab.
f. Jubilus, sebuah melodi melismatik tanpa kata-kata yang dinyanyikan dengan
riang.”Jubilus” disinggung oleh Augustinus (354-430) dan beberapa sumber lain dari
masa itu. Mungkin ada hubungan dengan ide tentang sorakan-sorakan kemenangan dari
kitab mazmur.
Di samping pengaruh musik Yahudi, kemungkinan besar ada juga pengaruh dari
kebudayaan Yunani saat agama Kristen disebarkan dalam daerah-daerah orang Yunani. Sebelum
Proklamasi Milan (313), beberapa sumber tulisan menjelaskan tugas-tugas lektor atau pemimpin
nyanyian, mengenai pola-pola tertentu untuk menyayikan pembacaan Alkitab, dan mengenai
suatu Schola Lectorum, dengan para solois yang terlatih untuk memimpin nyanyian. Sesudah
Proklamasi Milan, ada konsolidasi pola-pola liturgi. Oleh karena itu, suatu repertoar cantus
planus yang resmi dikembangkan.
Keputusan ini menghasilkan perkembangan yang menyebabkan paling sedikit tiga tradisi
utama dalam masa berikut: tradisi Suriah (terlihat kini dalam gereja Koptik dana gereja Maronit
di Mesir dan Libanon); tradisi gereja Timur, dengan pusatnya di kota Byzantium (terlihat kini
dalam gereja Ortodoks) dan tradisi gereja Barat denhan pusatnya di Kota Roma.
Generasi tokoh gereja pada akhir abad ke-4, seperti Jerome, Augustinus, dan Ambrosius,
mengakui kekuatan musik. Pada akhir abad ke-4, jenis musik gereja yang utama adalah mazmur-
mazmur. Namun suatu jenis musik lain, yaitu hymne (nyanyian rohani), salah satu pencipta
hymne paling penting adalah Ambrosius (340-390), Uskup Milan. Perkembangan cantus planus
akan dipusatkan pada tradisi Byzantine, lalu secara khusus pada tradisi Romawi.
1. Byzantium
Byzantium (Konstatinopel) ditetapkan sebagai Ibu Kota Kekaisaran Romawi pada tahun
330, oleh Kaisar Konstatinus (sejak pemerintahan Kekaisaran Romawi menjadi satu kembali).
Statusnya tetap sampai ditaklukkan oleh Turki pada tahun 1453. Kota itu kemudian diberi nama
baru, yaitu Istambul. Agama Kristen masuk ke daerah Bysantium melalui Antiokhia di Suriah,
jadi mungkin ada pengaruh dari jenis tradisi Yunani itu.
Cantus planus Byzantine membawa suatu warisan yang penting pada pusat-pusat gereja
lain, yaitu sistemnya delapan echoi atau modus gerejawi. Pada masa kini, pengaruh tradisi musik
Byzantium masih terlihat dalam repertoar Cantus Gereja Ortodoks, namun diwarnai dengan
tambahan pengaruh musik Arab, misalnya pemakaian mikrotonus-mikrotonus dalam melodi-
melodinya.
2. Eropa Barat
Di Eropa Barat, gereja-gereja daerah bertahan pada ciri-ciri tertentu dalam cantus planus
mereka, meskipun liturgi-liturgi mereka sering kali hampir sama. Tradisi-tradisi ini termasuk
Keltik dan Sarum di Irlandia dan Inggris, Gallican dari daerah Prancis, Mozarabik dari daerah
Spanyol, Ambrosia dari Milan, dan “Old Roman” di Roma. Gaya-gaya itu mungkin
mempengaruhi perkembangan repertoar Cantus Planus Gregoria, yang paling kuat adalah seni
musik dari tradisi Gallican dari Prancis.
3. Roma
Di Kota Roma, bahasa latin menggantikan bahasa Yunani sebagai bahasa liturgi selama
abad ke-4. Sejak beberapa abad berikutnya para paus memimpin suatu standardisasi tata ibadah
dalam bahasa Latin dan repertoar cantus planus. Paus Gregorius I (590-604) dari tulisannya
sendiri tidak ada perintah-perintah yang spesifik tentang musik. Pada Abad Pertengahan
sehingga pada pertengahan abad ke-9 sudah ada suatu tradisi umum yang mebyebutkan bahwa
Paus Gregorius sebagai pencipta dan penyusun seluruh melodi cantus planus yang dipakai pada
waktu itu. Nama Gregoriua itu tidak dikenal sampai zaman Charlemagne (akhir abad ke-8).
Sebenarnya ada notasi musik dari abad ke-12 yang memperlihatkan suatu repertoar cantus planus
(yang berbeda dari Cantus Planus Gregoria) yang juga dipakai di Kota Roma.
D. Cantus Planus Gregoria
1. Perkembangan Notasi Musik
Sampai akhir abad ke-8, seluruh repertoar cantus planus di Eropa Barat disajikan melalui
tradisi lisan. Ketika repertoar Cantus Planus Gregoria menjadi standar di seluruh Gereja Roma,
jenis notasi musik mulai diciptakan dan dikembangkan supaya lagu-lagu itu dapat ditransmisikan
dengan tepat pada setiap wilayah. Naskah-naskah sejak abad ke-9 dan seterusnya
memperlihatkan pemakaian sistem notasi neumatik untuk memberikan tinggi nada yang harus
dinyanyikan.
Perkembangan selanjutnya terdapat pada abd ke-10, ketika neum-neum diletakkan pada
dua baris yang mempunyai warna-warna berbeda; yang satu berarti nada C, sedangkan satu lagi
berarti F. Sistem not balok ini sudah muncul di seluruh Eropa Barat pada akhir abad ke-11 dan
tampak dalam naskah-naskah dari abad k-12 yang masih ada sampai kini. Guido D'Arezzo
(sekitar tahun 992-1050) yang sering kali dianggap sebagai pencipta sistem not balok,
sebenarnya hanya mendokumentasikan perkembangan ini. Ritme Cantus Planus Gregoria sudah
lama menjadi pusat pembicaraan di antara para ahli di bidang ini dengan beberapa pendapat.
2. Tata Ibadah Gereja Roma dan Teks dari Cantua Planus Gregoria
Untuk mengerti kebesaran repertoar Cantus Planus Gregoria, tahun 800 sampai dengan
Konsili Vatikan Kedua, pada awal 1960 menjadi musik gerejawi utama bagi gereja Roma
Katolik. Ada dua golongan kebaktian yang utama; office dan misa. Nama-nama kebaktian itu
disebut matins (sebelum terbit matahari), lauds (terbit matahari), prime (jam 6.00 pagi), terce
(jam 9.00), sext (jam 12.00), nones (jam 15.00), vesparae (matahari terbenam) dan compline
(sebelum tidur).
Bagian musik dalan kebaktian-kebaktian tersebut terdiri atas mazmur-mazmur san
antifon-antifonnya, hymne-hymne, canticle (susunan bagian-bagian dari Alkitab seperti
Magnificat-Lukas 1:46-55 yang terdapat pada kebaktian vesparae) dan pembacaan Alkitab
secara intonasi serta respons dari jemaat. Kebaktan misa adalah kebaktian utama dalam gereja
Roma Katolik, walaupun liturginya dikembangkan setelah liturgi office. Beberapa bagian dalam
liturgi misa berubah menurut jadwal Tahun Gereja dan disebut Proprium. Suatu jenis misa yang
khusus untuk upacara pemakaman dengan bagian proprium yang tidak berubah adalah misa
Requiem. Disebut requiem karena kalimat pertama dari bagian pertama yaitu introitus, berbunyi
“Requiem aeternam dona eis Domine”.
3. Ciri-ciri Cantus Planus Gregoria
Ada tiga jenis Cantus Planus Gregoria yang tampak dalam naskah-naskahnya
a. Gaya Syllabyk atau bersuku kata dengan setiap suku kata dari teks disusun pada
satu nada masing-masing. Jenis ini termasuk lagu-lagu untuk pembacaan Alkitab,
mazmur, dan liturgi misa, serta dianggap sebagai lagu-lagu yang paling tua dalam
repertoar Cantus Planus Gregoria.
b. Gaya Neumatik dengan melisma-melisma pendek yang terdiri dari dua sampai
empat nada pada setiap suku kata dipakai lebih sering daripada gaya. Jenis ini
termasuk Introitus, Communion, dan melodi-melodi untuk Sanctus, dan Agnus
Del.
c. Gaya Melismatik dengan adanya melisma-melisma yang panjang yaitu 10 sampai
dengan 20 nada atau lebih, yang dinyanyikan pada satu suku kata.
Seluruh repertoar Cantus Planus Gregoria diciptakan dalam delapan modus gerejawi.
Setiap lagu disusun dalam salah satu modus gerejawi tertentu.
4. Perkembangan Selanjutnya dalam Cantus Planus Gregoria
Repertoar Cantus Planus Gregoria yang disebut “klasik” mungkin sudah menjadi standar
pada awal abad ke-10. Lagu-lagu ini termasuk trope, yang terdiri dari teks dan melodi baru yang
ditambah pada suatu Cantus Planus Gregoria yang sudah standae dalam buku tata ibadah.
Biasanya teks bersifat puisi sedangkan melodi neumatis. Pada mulanya trope digunakan sebagai
pengantar Cantus Planus Gregoria yang biasa. Puncak pemakaian trope terjadi di biara-biara
pada abad ke-10 dan ke-11. Suatu perkembangan dari trope yang menarik adalah drama liturgis.
Akhirnya trope ini menjadi sandiwara singkat. Salah satu liturgis yang paling terkenal
adalah Ludus Danielis (sebuah sandiwara musik tentang cerita Daniel dari Perjanjian Lama)
yang terdiri dari hampir 50 nelodi dan setiap segi tradisi Cantus Planus Gregoria. Pada mulanya
suatu melodi yang paling sering menjadi dasar untuk sequentia adalah melisma dari Alleluia.
Namun cantus-cantus melismatik lain kemudian digunakan sebagai dasar. Istilah yang dipakai
untuk proses ini adalah prosula. Suatu kebiasaan memakai sequentia menjadi begitu begitu
populer sehingga buku-buku khusus yang berisi tentang sequentiae diurut berdasarkan tahun
gerejawi dituliskan di seluruh Eropa Barat.
Jenis Cantus Planus baru yang terakhir adalah Condustus, sebuah lagu dalam bentuk
strofik (teksnya disusun dalam ayat-ayat yang memiliki metrum yang sama, kemudian setiap
ayat dinyanyikan dengan musik yang sama) Conductus dinyanyikan pada waktu ada prosesi
dalam kebaktian. Kebanyakan trope, sequintia, dan conductus dibuang dari tata ibadah gereja
Katolik, ketika Konsili Trente pada pertengahan abad ke-16. Cantus Planus Gregoria menjadi
suatu warisan musik yang agung dalam peradaban Barat. Sifatnya obyektif dan kerohanian, yang
menggambarkan konsepsi orang dari Abad Pertengahan mengenai Allah. Ini suatu musik yang
dimaksudkan berfungsi sebagai alat ibadah saja, bukan dinikmati sebagai hiburan.
E. Musik Sekuler
Selama Abad Pertengahan tidak ada suatu perbedaan yang dibuat antara hal yang sakral
dan sekuler. Naskah-naskah berisi lagu-lagu sekuler yang paling tua dituliskan pada abad ke-12.
Yang paling awal biasanya disebut lagu Golliard. Ciri khas dari Abad Pertengahan yang sekuler
lebih jelas tergambar dalam lagu-lagu dengan teks dalam bahasa-bahasa daerah. Suatu
perkembangan musik kemudian adalah musik dari tradisi troubadour dan trouvere. Kedua kata
ini berarti penemu atau pencipta. Tradisi troubadour dan trouvere juga terdapat di daerah Jerman
mulai pada abad ke-13. Kemudian ada tradisi meistertsinger yang dikembangkan dalam serikat-
serikat pekerja di Jerman. Karya seorang meistertsinger yang paling terkenal yaitu Hans Sachs
yang diceritakan salam opera Richard Wagner Dic Meistertsinger von Nurnberg.
Tidak ada naskah yang berisi contoh-contoh lagu instrumental sampai sekitar tahun 1300.
Beberapa jenis alat musik bersumber dari budaya Islam, misalnya lut dan shawm. Ada
kemungkinan besar bahwa alat-alat musik dipakai dalam musik gerejawi pada Abad
Pertengahan, khususnya pada perkembangan polifoni dalam musik, yang telah menjadi auatu
kebiasaan dalam gereja-gereja besar pada abad ke-12.
BAB III
AWAL MUSIK POLIFONIK
DAN
PERKEMBANGANNYA
Dengan kehadiran Kaisar Karel Agung (Charlemagne) di Eropa Barat, “masa gelap” di
Eropa Barat berakhir, ia menginginkan perkembangan pendidikan sehingga ia mendukung
berdirinya biara-biara dan katedral-katedral yang baru. Perkembangan ilmu di Eropa mencapai
puncaknya pada abad ke-12 dan ke-13 ditandai dengan berdirinya gedung-gedung katedral
dengan gaya arsitektur “gotik” juga aliran teologi “skolastik” oleh Thomas Aquinas yang
memperlihatkan pengaruh filsafat Yunani Kuno pada teologi Kristen dan dalam berkembangnya
musik polifoni.
Sebelum ada sistem notasi yang tepat untuk musik polfonik, ada kemungkinan besar
bahwa keterampilan bernyanyi dalam polifoni merupakan suatu tradisi yang berkembang melalui
improvisasi. Beberapa risalah lain daei abad ke-10 dan ke-11 menjadi pedoman untuk
menjelaskan perkembangan teknik musik polifonik tersebut.
BAB IV
MUSIK ARS NOVA DI PRANCIS
DAN
ITALIA (1300-1420)
A.Latar Belakang dalam Sejarah dan Kesenian Lain
Dibandingkan dengan abad ke-13, yang merupakan puncak kekuasaan paus dan gereja
Roma Katolik serta filsafat Kristen, abad ke-14 ditandai dengan suatu kemerosotan kekuasaan
paus dan gereja. Latar belakang itu menjadi sumber perkembangan ide-ide baru mengenai arti
kehidupan Kristen dan pentingnya gereja. Di luar gereja, peristiwa yang terpenting adalah Perang
100 tahun antara Inggris dan Prancis (1338-1453) yang mendominasi dunia politik. Abad ke-14
penting untuk perkembangan kesusastraan dalam bahasa-bahasa nasional (bahasa Italia dan
bahasa Inggria misalnya), bukan hanya tulisan dalam bahasa Latin. Dalam seni lukis, para
pelukis seperti Giotto (kira-kira tahun 1260-1337) mulai meninggalkan gaya Byzantine yang
formal, sejak ratusan tahun sudah dianggap tradisi yang kuat salam seni lukis.
B. Musik Ars Nova
Istilah Ars Nova (“Gaya Baru”) untuk menyebutkan gaya musik abad ke-14 diambil dari
suatu judul risalah musik yang ditulis oleh komponis Phillippe de Vitry (1291-1361) sekitar
tahun 1320. Tanda untuk membedakan not panjang mulai lebih jelas, di samping sistem ligatura
yang lama. Naskah pertama yang memperlihatkan contoh-contoh dari gaya baru berjudul Roman
de Fauvel (sekitar tahun 1316), sebuah naskah yang sangat indah berisi sebuah syair panjang
yang bersifat sindiran dan 167 lagu dari abad ke-13 dan awal abad ke-14. Suatu reaksi terhadap
gaya ini tampak dalam sebuah ensiklik, judulnya Docta Sanctorum, yang keluar dari Paul
Johanes XXII (yang pada ketika itu berusia 80 tahun) di Avignon pada tahun 1324-1325. Bentuk
musik yang terpenting sejak masa Ars Nova adalah motet isoritmik. Pola melodi disebut color;
pola ritmik disebut talea. Biasanya color dan talea berbeda panjangnya dan keduanya diulangi
terus sampai bertemu kembali dalam bentuk seperti pada permulaan lagu. Isoritme adalah suatu
teknik untuk mempersatukan suatu karya dan menggambarkan keinginan komponis-komponis
untuk membentuk musik mereka dengan teliti. Pada masa Ars Nova kebanyakan perkembangan
baru terlihat dalam musik sekuler, bukan dalam musik gerejawi.
C.Guillaune De Machaut
Machaut lahir di Provinsi Champagne, Prancis Utara sekitar tahun 1300. Ia mengenyam
pendidikan setara dengan pendidikan persiapan untuk menjadi pastor. Istanan-istana tempat
Machaut bekerja merupakan sumber inspirasinya, disana juga banyak penggemarnya, baik untuk
puisi maupun musiknya. Machaut adalah satu-satunya komponis pada Abad Pertengahan yang
diwakili oleh hampir semua karyanya pada masa kini. Karya musiknya diurut berdasarkan
jenisnya terdiri dari lagu-lagu dalam bentuk lai, motet, misa, hocket, ballade, rondeau, dan
virelai. Dari 23 motet isoritmik Machaut kebanyakan dibentuk menurut pola yang sudah biasa,
yaitu sebuah tenor yang didasarkan atas suatu melodi Cantus Planus Gregoria yang sering
dimainkan secara insteumentalia dan dua suara atas yang lebih tinggi serta memakai teks-teks
berbeda. Kebanyakan motet Machaut disusun dengan teks dalam bahasa Prancis. Machaut juga
menciptakan beberapa virelai polifonik, dengan sebuah tenor untuk alat musik yang terletak di
bawah bagian vokal solo. Rondeau adalah suatu bentuk puisi dalam bahasa Prancis yang
spesifik. Musik Machaut sering kali sangat kompleks. Hal ini tampak dalam salah satu rondeau
Machaut yang terkenal yang berjudul “Ma fin est mon commencement et mon commencement ma
fin” (Akhirnya adalah permulaanku dan permulaanku adalah akhirku). Machaut menciptakan 41
ballade. Ballade adalah bentuk puisi yang terdiri dari tiga bait; setiap bait mempunyai jumlah
dan jenis baris yang sama. Ballade polifonik adalah sebuah ciptaan Machaut sendiri. Ealaupun
kita mendengar bamyak nada kuin yang srjajar dan banyak disusun yang tajam dalam lagu-lagu
Machaut, efek itu sedikit dihaluskan oleh pemakaian lebih banyak interval terts dan sext dalam
harmoninya daripada musik awal Ars Nova.
D.Musik Italia Pada Abad ke-14
Sampai dengan tahun 1860, Italia bullkanlah suatu negara yang bersatu, melainkan satu
kumpulan daerah-daerah merdeka, daerah-daerah lain yang dijajah Prancis atau “Kekaisaran
Romawi yang Suci”, dan daerah-daerah lain yang dimiliki oleh paus. Suatu hal yang dapat
membangkitkan identitas Italia adalah bahasa Italia, yang sangat berkembang pada abad ke-13
san ke-14. Abad ke-14, “trecento”, dianggap sebagai suatu masa emas dalam kebuyaan Italia dan
ditandai dengan musik yang mengembangkan suatu teknik polifoni yang khas. Pada umumnya,
para komponis Italia menghasilkan suatu gaya musik polifonik yang lebih sederhana daripada
gaya Prancis, namun lebih melodis, liris, dan halus efeknya. Madrigal dan ballate adalah jenis
lagu yang susunannya dekat pada ballade dan virelai dalam musik Ars Nova Prancis. Satu lagi
yang mempengaruhi keadaan musik Italia. Sekitar tahun 1390, seorang komponis dan teoritikus
yang bernama Johannes Ciconia datang ke Kota Padua dari Liege dan menetap di Padua. Ciconia
adalah komponis Belanda/Prancis yang pertama dalam suatu tradisi panjang yang dikenal sampai
pertengahan abad ke-16, ketika jabatan-jabatan yang paling penting di Italia didominasikan oleh
para komponis dari daerah Ciconia.
E.Musik di Avignon pada Akhir Abad ke-14
Pada akhir abad ke-14, suatu gaya musik sekuler yang sangat kompleks dikembangkan di
istana paus “kedua” di Kota Avignon, Prancis Selatan. Jenis lagu yang diciptakan di Avignon
terdiri dari ballde, virelai, dan rondeau untuk suara solo diiringi suara tenor dan contratenor
pada alat-alat musik. Musik Avignon ini sangat kompleks dari segi notasi, ritme, bentuk,
harmoni kromatis, dan disonan. Para komponis Avignon yang paling penting termasuk seorang
Italia Anthonello da Caserta, dan dua komponis Prancis yang bernama Solage dan Jacob de
Senleches. Karya-karya mereka diabadikan dalam suatu naskah yang sangat indah yang berjudul
Chantilly codex.
BAB V
JOHN DUNSTABLE DAN GAYA INGGRIS
PADA AWAL ABAD KE-15
Tahun 1400-1450, dalam sejarah musik, merupakan sejarah musik dari suatu masa
transisi antara Abad Pertengahan pada tingkat terakhir, yaitu masa Ars Nova dan zaman
Renaisans, yang dimulai sekitar tahun 1450. Dua aliran utama dari Ars Nova:
1. Gaya aliran utama dari masa Ars Nova yang dipusatkan di Prancis yang diwakili
oleh Machaut.
2. Musik polifonik dari daerah Italia yang muncul untuk pertama kalinya selama
abad ke-14, dan diwakili oleh Landini.