Anda di halaman 1dari 22

BAB I

MUSIK DI YUNANI KUNO


DAN
DI ROMAWI KUNO

A. Musik di Yunani Kuno


Tradisi kebudayaan Yunani Kuno adalah suatu pengaruh utama pada kebudayaan dan
Eropa Barat selama 2000 tahun yang silam. Mulai sekitar tahun 1000 SM sampai abad ke-4
M, Yunani terdiri dari suatu kumpulan negara kecil dan kota independen.
Kedudukan Yunani sebagai penguasa tidak ada lagi setelah dijajah oleh Roma, tetapi
kekuatan kebudayaan masih terlihat dalam pemakaian bahasa Yunani sebagai bahasa
pengantar di wilayah Laut Tengah sampai abad ke-2 setelah kelahiran Yesus Kristus, dan
juga kebudayaan itu diadopsi ke dalam kebudayaan Romawi Kuno.
Kejayaan kebudayaan Yunani Kuno tersebut terjadi pada tahun 546-323 SM, suatu
masa “emas” bagi filsafat, kesusastraan, seni patung, arsitektur, drama, sains, dan musik.
Sejak 2000 tahun yg silam, para filosof, teolog, sastrawan, arsitek, dan pemusik sering kali
menoleh ke belakang pada tradisi Yunani Kuno untuk mendapat inspirasi, pengajaran, dan
perbaikan. Hal ini terjadi, misalnya pada Abad Pertengahan, zaman Renaisans, dan pada abad
ke-18, pada masa “Pencerahan”.
Pengetahuan kita masa kini tentang musik Yunani Kuno masih sangat terbatas karena
hanya ada sekitar 12 naskah asli berisi notasi musik yang dituliskan beberapa abad setelah
kejayaan kebudayaan Yunani Kuno. Berdasarkan pengaruh kebudayaan Yunani pada
kebudayaan Romawi, lalu pada gereja Kristen, ada kemungkinan besar beberapa ciri musik
Yunani, secara praktis mempengaruhi musik Kristen. Menurut mitos Yunani Kuno, musik
dianggap sebagai ciptaan dewa-dewi atau setengah dewa seperti Apollo, Amphion, dan
Orpheus.
Lyra dan kithara merupakan alat musik petik dan mempunyai tali senar lima sampai
tujuh. Keduanya digunakan untuk mengiringi puisi epik dan juga sebagai alat musik solo.
Aulos adalah sebuah alat musik tiup yang terbuat dari kayu dan terdiri dari dua pipa, masing-
masing mempunyai reed ganda dan lubang jari. Aulos dipakai untuk mengiringi sajian
Dithyramb, suatu jenis puisi yang spesifik yang diperdengarkan dalam ibadah Dionysus.
Sebuah lagu yang menceritakan pertempuran antara Apollo dan naga diperdengarkan oleh
seorang pemain aulos, namanya Sakadas, pada Pekan Olah Raga di Pythia, pada tahun 596
SM. Hal ini menghasilkan peningkatan jumlah virtuoso (orang yang yang memiliki
kemahiran luar biasa memainkan alat musik dan membawakan suara) dan peningkatan
kompleksitas musik itu. Pada abad ke-4 SM seorang filosof yang bernama Aristotle (sekitar
tahun 384-322 SM) mengkritik kecenderungan virtuoso ini, khususnya yang berhubungan
dengan pendidikan musik.
Pada awal zaman Kristen, musik Yunani banyak disederhanakan, baik secara teoretis
maupun secara praktis. Pengetahuan kita tentang musik Yunani Kuno terbatas, perkiraan para
musikolog tentang ciri-ciri musik ini adalah sebagai berikut:
1. Menurut Grout, musiknya bersifat monofonis dengan heterofoni (melodi asli yang
disuarakan sekaligus dengan sebuah, atau beberapa variasi melodi yang sama)
pada waktu alat-alat musik mengikuti suara. Curt Sachs berpendapat bahwa
polifoni terdapat dalam musik Yunani, baik pada masa awal maupun pada masa
akhir. Sebagai bukti, ia menyebutkan teori Yunani tentang interval konsonan dan
disonan, dengan oktaf, kuin, dan kuart dianggap konsonan; dan sekonda, terts,
seksta, serta septim dianggap disonan.
2. Improvisasi telah dipraktekkan, namun diatur melalui konvensi-konvensi bentuk
dan gaya dengan pemakaian beberapa pola melodis yang mendasar.
3. Ada hubungan yang erat antara teks dan musik, serta melodi ucapan dan irama
dari puisi yang menentukan cara menyusunnya dalam musik.

B. Teori Yunani Kuno


Musik Yunani Kuno berpengaruh pada masa selanjutnya melalui teori musiknya. Teori
musik Yunani dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan:
1. Ide-ide tentang sifat musik: peranannya di alam semesta, efek-efeknya, dan
gunanya dalam masyarakat.
2. Penjelasan tentang interval-interval, modus-modus, dan komposisi musik.

Pythagoras merumuskan ide “Harmoni dari Alam Semesta” (music of the spheres) dan
menjadi ide yang sangat populer di antara teoretikus musik dari Abad Pertengahan termasuk
pembagian oktaf ke dalam depalan nada dibuat oleh Pythagoras pada pertengahan abad ke-6 SM.
Menurut para teoretikus Yunani ada sekitar 15 modus yang berbeda. Sistem ini
disederhanakan oleh ahli matematika yang bernama Ptolemeus pada abad ke-2 M menjadi tujuh
modus. Ide-ide dari Yunani tentang kesatuan kata-kata dan musik (istilah puisi dan musik hampir
sama artinya bagi orang-orang Yunani). Plato (sekitar tahun 427-347 SM) dan aristotle
menguraikan teori tentang ethos, atau sifat moral dan efek-efek yang dihasilkan oleh musik.
Meburut Aristotle, musik menirukan dan menggambarkan emosi serta keadaan jiwa manusia.
Dengan demikian ada jenis-jenis musik yang dapat membangkitkan emosi dan sifat yang kurang
baik dari seorang pendengar. Menurut mereka kesenian dan pendidikan tanpa peraturan akan
menghasilkan orang yang tidak bermoral dan masyarakat yang bersifat anarkis. Isu ini masih
relevan pada masa kini, misalnya:
a. Para diktator, baik fasis maupun komunis, berusaha mengontrol kegiatan
musik dari masyarakatnya demi tujuan sosial dan politik;
b. Gereja-gereja biasanya menciptakan norma-norma tentang musik yang
dipakai dalam ibadah;
c. Para pendidik merasa prihatin tentang jenis-jenis musik (juga gambar-
gambar dan tulisan) yang didengar anak-anak dan pemuda-pemudi.
C. Musik di Romawi Kuno
Menurut dongeng, Kota Roma didirikan pada tahun 753 SM. Kekaisaran Romawi mulai
didirikan setelah tahun 149 SM dan mencapai kejayaannya pada permulaan abad ke-2 setelah
kelahiran Yesus Kristus. Kebudayaan Romawi dipengaruhi oleh daerah Italia dan Yunani. Alat-
alat musik yang diciptakan dan dikembangkan oleh para pemusik Roma termasuk beberapa alat
tiup logam dari jenis terompet dan horn sebuah organ (hydraulis) dengan papan tuts, yang ditiup
dengan tekanan air memperlihatkan pemakaian teknologi yang tinggi. Selama dua abad setelah
zaman Kristus, banyak laporan tertulis tentang popularitas virtuoso-virtuoso yang terkenal dan
tentang pekan raya musik yang diperlombakan. Kaisar yang paling terkenal sebagai pemusik
adalah Nero. Yunani dan Romawi Kuno mewariskan budaya Islam dan budaya Barat dari Abad
Pertengahan:
1. Ide tentang melodi yang terkait dengan teks, khususnya dari segi irama dan
metrum;
2. Tradisi penyajian musik berdasarkan improvisasi;
3. Filfasat tentang musik sebagai:
a. Sistem yang teratur dan yang berhubungan dengan “hukum alam”.
b. Suatu kekuatan yang sanggup untuk mempengaruhi pemikiran dan
kelakuan manusia.
4. Teori akustik yang dihasilkan secara ilmiah;
5. Sistem untuk membentuk tangga nada yang berdasarkan tetrakord-tetrakord;
6. Terminologi musikal.
BAB II
MUSIK MONOFONIK-SAKRAL
DAN
SEKULER (0-1200)

A. Latar Belakang
Puncak perkembangan kesenian dan ilmu yang terdapat di kekaisaran Romawi
merosot dengan cepat di Eropa, setelah kejatuhan bagian Kekaisaran Barat pada abad ke-5.
Dengan takluknya Kota Konstantinopel oleh Turki pada tahun 1453, maka tidak ada
Kekaisaran Timur lagi. Melalui konfrontasi di antara kaum Kristen dan Islam di Spanyol,
kemudian beberapa Perang Salib pada abad ke-11 sampai ke-14, kesenian dan ilmu
Yunani/Roma Kuno mulai mempengaruhi Eropa Barat melalui zaman Renaisans (mulai abad
ke-15).

Pada masa-masa terakhir dalam Kekaisaran Romawi, agama Kristen menjadi makin
kuat hampir di setiap daerah wilayah kekaisaran itu. Orang-orang Kristen menghadapi
banyak sekali tantangan dari Pemerintahan Romawi karena mereka tidak mau lagi
menyembah Kaisar Roma. Kekacauan menjadi tampak di kebanyakan Eropa Barat setelah
kejatuhan Kekaisaran Romawi. Hanya gereja Kristen yang merupakan kekuasaan yang stabil,
dengan tradisi-tradisi kebudayaan tinggi dapat digali kembali. Bersamaan dengan pengaruh
agama Kristen yang menggantikan animisme dan sistem-sistem agama purba di Eropa,
sistem politik di Eropa menjadi lebih kuat dan stabil. Masa antara tahun 476-800 sering
disebut “zaman gelap” dan tahun 800 sebagai permulaan zaman Abad Pertengahan. Hampir
seluruh kegiatan musik di Eropa dipusatkan dalam gereja Kristen. Sejak jatuhnya Kekaisaran
Romawi sampai dengan masa Renaisans, sejarah musik Barat harus memusatkan perhatian
pada musik gerejawi
Melalui gereja, suatu tradisi musik gerejawi yang sangat tinggi sifatnya, yang kita
sebut Cantus Planus, berkembang di seluruh Eropa, sebelum tahun 1000. Cantus adalah
sejenis nyanyian monofonik yang merupakan susunan teks dari liturgi-liturgi gereja.
Repertoar musik itu menjadi sumber semua perkembangan dalam musik Eropa pada masa
berikutnya.
B. Suatu Masalah Besar Tentang Sumber-Sumber Naskah
Pada mulanya, kita menyadari bahwa dokumen-dokumen bersejarah yang merupakan
bukti mengenai perkembangan musik gerejawi secara umum dan Cantus Planus secara
spesifik sangat kurang. Tidak ada naskah-naskah notasi musik lain sampai tahun 875-925.
Jadi, ada suatu kekosongan besar dengan naskah-naskah bersejarah. Sesudah awal abad ke-
10, ada banyak bahan sebagai sumber utama untuk penelitian.
Rupa-rupanya, ada suatu tradisi lisan yang panjang. Karena begitu, pengetahuan kita
harus berpusat pada sumber-sumber bersejarah yang membicarakan musik; dari liturgiologi,
dari perkiraan-perkiraan yang berdasarkan teori-teori tentang proses tentang proses
perkembangan tradisi-tradisi lisan dari bidang etnomusikologi, dan kadang-kadang hanya
dugaan.
C. Sumber-Sumber Cantus Planus yang Awal
Latar belakang agama Kristen dalam hubungannya dengan sumber utama, yaitu agama
Yahudi, adalah suatu hal yang tepat untuk memulai pembicaraan mengenai sumber-sumber
liturgi (tata ibadah) Kristen dan musik gerejawi. Naskah-naskah berisi notasi musik Yahudi
ditulis sesudah adanya tradisi musik untuk Cantus Planus Kristen.
Dalam hal ini, para sarjana musik Abad Pertengahan (khususnya mereka yang mulai dari
keterangan yang diambil dari liturgi) merasa pasti bahwa proses pemindahan dari tradisi Yahudi
ke tradisi Kristen, abad ke-1 sampai abad ke-3 berkesinambungan. Ciri-ciri ini khususnya terlihat
dalam kedua tradisi tersebut:
a. Kantilasi, (bernyanyi pada satu nada saja yang dimulai dan diakhiri dengan frase yang
terdiri dari beberapa nada lain) yang dipakai untuk membaca Alkitab;
b. Mazmur Responsorial, ketika jemaat mengulangi salah satu ayat dari mazmur sebagai
refrein atau respons terhadap ayat-ayat lain yang dinyanyikan oleh seorang penyanyi
solo. Sebuah contoh dari Perjanjian Lama adalah Mazmur 136
c. Mazmur Alleluia, yang dinyanyikan jemaat “Alleluia” (artinya “Puji Tuhan”) di antara
setiap ayat mazmur yang dinyanyikan oleh solois.
d. Mazmur Antihonal, yang dinyanyikan solois dan jemaat bergantian setiap ayat secara
bersahut-sahutan.
e. Tractus, sebuah mazmur yang bersifat renungan yang dinyanyikan sesudah pembacaan
Alkitab.
f. Jubilus, sebuah melodi melismatik tanpa kata-kata yang dinyanyikan dengan
riang.”Jubilus” disinggung oleh Augustinus (354-430) dan beberapa sumber lain dari
masa itu. Mungkin ada hubungan dengan ide tentang sorakan-sorakan kemenangan dari
kitab mazmur.
Di samping pengaruh musik Yahudi, kemungkinan besar ada juga pengaruh dari
kebudayaan Yunani saat agama Kristen disebarkan dalam daerah-daerah orang Yunani. Sebelum
Proklamasi Milan (313), beberapa sumber tulisan menjelaskan tugas-tugas lektor atau pemimpin
nyanyian, mengenai pola-pola tertentu untuk menyayikan pembacaan Alkitab, dan mengenai
suatu Schola Lectorum, dengan para solois yang terlatih untuk memimpin nyanyian. Sesudah
Proklamasi Milan, ada konsolidasi pola-pola liturgi. Oleh karena itu, suatu repertoar cantus
planus yang resmi dikembangkan.
Keputusan ini menghasilkan perkembangan yang menyebabkan paling sedikit tiga tradisi
utama dalam masa berikut: tradisi Suriah (terlihat kini dalam gereja Koptik dana gereja Maronit
di Mesir dan Libanon); tradisi gereja Timur, dengan pusatnya di kota Byzantium (terlihat kini
dalam gereja Ortodoks) dan tradisi gereja Barat denhan pusatnya di Kota Roma.
Generasi tokoh gereja pada akhir abad ke-4, seperti Jerome, Augustinus, dan Ambrosius,
mengakui kekuatan musik. Pada akhir abad ke-4, jenis musik gereja yang utama adalah mazmur-
mazmur. Namun suatu jenis musik lain, yaitu hymne (nyanyian rohani), salah satu pencipta
hymne paling penting adalah Ambrosius (340-390), Uskup Milan. Perkembangan cantus planus
akan dipusatkan pada tradisi Byzantine, lalu secara khusus pada tradisi Romawi.
1. Byzantium
Byzantium (Konstatinopel) ditetapkan sebagai Ibu Kota Kekaisaran Romawi pada tahun
330, oleh Kaisar Konstatinus (sejak pemerintahan Kekaisaran Romawi menjadi satu kembali).
Statusnya tetap sampai ditaklukkan oleh Turki pada tahun 1453. Kota itu kemudian diberi nama
baru, yaitu Istambul. Agama Kristen masuk ke daerah Bysantium melalui Antiokhia di Suriah,
jadi mungkin ada pengaruh dari jenis tradisi Yunani itu.
Cantus planus Byzantine membawa suatu warisan yang penting pada pusat-pusat gereja
lain, yaitu sistemnya delapan echoi atau modus gerejawi. Pada masa kini, pengaruh tradisi musik
Byzantium masih terlihat dalam repertoar Cantus Gereja Ortodoks, namun diwarnai dengan
tambahan pengaruh musik Arab, misalnya pemakaian mikrotonus-mikrotonus dalam melodi-
melodinya.
2. Eropa Barat
Di Eropa Barat, gereja-gereja daerah bertahan pada ciri-ciri tertentu dalam cantus planus
mereka, meskipun liturgi-liturgi mereka sering kali hampir sama. Tradisi-tradisi ini termasuk
Keltik dan Sarum di Irlandia dan Inggris, Gallican dari daerah Prancis, Mozarabik dari daerah
Spanyol, Ambrosia dari Milan, dan “Old Roman” di Roma. Gaya-gaya itu mungkin
mempengaruhi perkembangan repertoar Cantus Planus Gregoria, yang paling kuat adalah seni
musik dari tradisi Gallican dari Prancis.
3. Roma
Di Kota Roma, bahasa latin menggantikan bahasa Yunani sebagai bahasa liturgi selama
abad ke-4. Sejak beberapa abad berikutnya para paus memimpin suatu standardisasi tata ibadah
dalam bahasa Latin dan repertoar cantus planus. Paus Gregorius I (590-604) dari tulisannya
sendiri tidak ada perintah-perintah yang spesifik tentang musik. Pada Abad Pertengahan
sehingga pada pertengahan abad ke-9 sudah ada suatu tradisi umum yang mebyebutkan bahwa
Paus Gregorius sebagai pencipta dan penyusun seluruh melodi cantus planus yang dipakai pada
waktu itu. Nama Gregoriua itu tidak dikenal sampai zaman Charlemagne (akhir abad ke-8).
Sebenarnya ada notasi musik dari abad ke-12 yang memperlihatkan suatu repertoar cantus planus
(yang berbeda dari Cantus Planus Gregoria) yang juga dipakai di Kota Roma.
D. Cantus Planus Gregoria
1. Perkembangan Notasi Musik
Sampai akhir abad ke-8, seluruh repertoar cantus planus di Eropa Barat disajikan melalui
tradisi lisan. Ketika repertoar Cantus Planus Gregoria menjadi standar di seluruh Gereja Roma,
jenis notasi musik mulai diciptakan dan dikembangkan supaya lagu-lagu itu dapat ditransmisikan
dengan tepat pada setiap wilayah. Naskah-naskah sejak abad ke-9 dan seterusnya
memperlihatkan pemakaian sistem notasi neumatik untuk memberikan tinggi nada yang harus
dinyanyikan.
Perkembangan selanjutnya terdapat pada abd ke-10, ketika neum-neum diletakkan pada
dua baris yang mempunyai warna-warna berbeda; yang satu berarti nada C, sedangkan satu lagi
berarti F. Sistem not balok ini sudah muncul di seluruh Eropa Barat pada akhir abad ke-11 dan
tampak dalam naskah-naskah dari abad k-12 yang masih ada sampai kini. Guido D'Arezzo
(sekitar tahun 992-1050) yang sering kali dianggap sebagai pencipta sistem not balok,
sebenarnya hanya mendokumentasikan perkembangan ini. Ritme Cantus Planus Gregoria sudah
lama menjadi pusat pembicaraan di antara para ahli di bidang ini dengan beberapa pendapat.
2. Tata Ibadah Gereja Roma dan Teks dari Cantua Planus Gregoria
Untuk mengerti kebesaran repertoar Cantus Planus Gregoria, tahun 800 sampai dengan
Konsili Vatikan Kedua, pada awal 1960 menjadi musik gerejawi utama bagi gereja Roma
Katolik. Ada dua golongan kebaktian yang utama; office dan misa. Nama-nama kebaktian itu
disebut matins (sebelum terbit matahari), lauds (terbit matahari), prime (jam 6.00 pagi), terce
(jam 9.00), sext (jam 12.00), nones (jam 15.00), vesparae (matahari terbenam) dan compline
(sebelum tidur).
Bagian musik dalan kebaktian-kebaktian tersebut terdiri atas mazmur-mazmur san
antifon-antifonnya, hymne-hymne, canticle (susunan bagian-bagian dari Alkitab seperti
Magnificat-Lukas 1:46-55 yang terdapat pada kebaktian vesparae) dan pembacaan Alkitab
secara intonasi serta respons dari jemaat. Kebaktan misa adalah kebaktian utama dalam gereja
Roma Katolik, walaupun liturginya dikembangkan setelah liturgi office. Beberapa bagian dalam
liturgi misa berubah menurut jadwal Tahun Gereja dan disebut Proprium. Suatu jenis misa yang
khusus untuk upacara pemakaman dengan bagian proprium yang tidak berubah adalah misa
Requiem. Disebut requiem karena kalimat pertama dari bagian pertama yaitu introitus, berbunyi
“Requiem aeternam dona eis Domine”.
3. Ciri-ciri Cantus Planus Gregoria
Ada tiga jenis Cantus Planus Gregoria yang tampak dalam naskah-naskahnya
a. Gaya Syllabyk atau bersuku kata dengan setiap suku kata dari teks disusun pada
satu nada masing-masing. Jenis ini termasuk lagu-lagu untuk pembacaan Alkitab,
mazmur, dan liturgi misa, serta dianggap sebagai lagu-lagu yang paling tua dalam
repertoar Cantus Planus Gregoria.
b. Gaya Neumatik dengan melisma-melisma pendek yang terdiri dari dua sampai
empat nada pada setiap suku kata dipakai lebih sering daripada gaya. Jenis ini
termasuk Introitus, Communion, dan melodi-melodi untuk Sanctus, dan Agnus
Del.
c. Gaya Melismatik dengan adanya melisma-melisma yang panjang yaitu 10 sampai
dengan 20 nada atau lebih, yang dinyanyikan pada satu suku kata.
Seluruh repertoar Cantus Planus Gregoria diciptakan dalam delapan modus gerejawi.
Setiap lagu disusun dalam salah satu modus gerejawi tertentu.
4. Perkembangan Selanjutnya dalam Cantus Planus Gregoria
Repertoar Cantus Planus Gregoria yang disebut “klasik” mungkin sudah menjadi standar
pada awal abad ke-10. Lagu-lagu ini termasuk trope, yang terdiri dari teks dan melodi baru yang
ditambah pada suatu Cantus Planus Gregoria yang sudah standae dalam buku tata ibadah.
Biasanya teks bersifat puisi sedangkan melodi neumatis. Pada mulanya trope digunakan sebagai
pengantar Cantus Planus Gregoria yang biasa. Puncak pemakaian trope terjadi di biara-biara
pada abad ke-10 dan ke-11. Suatu perkembangan dari trope yang menarik adalah drama liturgis.
Akhirnya trope ini menjadi sandiwara singkat. Salah satu liturgis yang paling terkenal
adalah Ludus Danielis (sebuah sandiwara musik tentang cerita Daniel dari Perjanjian Lama)
yang terdiri dari hampir 50 nelodi dan setiap segi tradisi Cantus Planus Gregoria. Pada mulanya
suatu melodi yang paling sering menjadi dasar untuk sequentia adalah melisma dari Alleluia.
Namun cantus-cantus melismatik lain kemudian digunakan sebagai dasar. Istilah yang dipakai
untuk proses ini adalah prosula. Suatu kebiasaan memakai sequentia menjadi begitu begitu
populer sehingga buku-buku khusus yang berisi tentang sequentiae diurut berdasarkan tahun
gerejawi dituliskan di seluruh Eropa Barat.
Jenis Cantus Planus baru yang terakhir adalah Condustus, sebuah lagu dalam bentuk
strofik (teksnya disusun dalam ayat-ayat yang memiliki metrum yang sama, kemudian setiap
ayat dinyanyikan dengan musik yang sama) Conductus dinyanyikan pada waktu ada prosesi
dalam kebaktian. Kebanyakan trope, sequintia, dan conductus dibuang dari tata ibadah gereja
Katolik, ketika Konsili Trente pada pertengahan abad ke-16. Cantus Planus Gregoria menjadi
suatu warisan musik yang agung dalam peradaban Barat. Sifatnya obyektif dan kerohanian, yang
menggambarkan konsepsi orang dari Abad Pertengahan mengenai Allah. Ini suatu musik yang
dimaksudkan berfungsi sebagai alat ibadah saja, bukan dinikmati sebagai hiburan.
E. Musik Sekuler
Selama Abad Pertengahan tidak ada suatu perbedaan yang dibuat antara hal yang sakral
dan sekuler. Naskah-naskah berisi lagu-lagu sekuler yang paling tua dituliskan pada abad ke-12.
Yang paling awal biasanya disebut lagu Golliard. Ciri khas dari Abad Pertengahan yang sekuler
lebih jelas tergambar dalam lagu-lagu dengan teks dalam bahasa-bahasa daerah. Suatu
perkembangan musik kemudian adalah musik dari tradisi troubadour dan trouvere. Kedua kata
ini berarti penemu atau pencipta. Tradisi troubadour dan trouvere juga terdapat di daerah Jerman
mulai pada abad ke-13. Kemudian ada tradisi meistertsinger yang dikembangkan dalam serikat-
serikat pekerja di Jerman. Karya seorang meistertsinger yang paling terkenal yaitu Hans Sachs
yang diceritakan salam opera Richard Wagner Dic Meistertsinger von Nurnberg.
Tidak ada naskah yang berisi contoh-contoh lagu instrumental sampai sekitar tahun 1300.
Beberapa jenis alat musik bersumber dari budaya Islam, misalnya lut dan shawm. Ada
kemungkinan besar bahwa alat-alat musik dipakai dalam musik gerejawi pada Abad
Pertengahan, khususnya pada perkembangan polifoni dalam musik, yang telah menjadi auatu
kebiasaan dalam gereja-gereja besar pada abad ke-12.

BAB III
AWAL MUSIK POLIFONIK
DAN
PERKEMBANGANNYA
Dengan kehadiran Kaisar Karel Agung (Charlemagne) di Eropa Barat, “masa gelap” di
Eropa Barat berakhir, ia menginginkan perkembangan pendidikan sehingga ia mendukung
berdirinya biara-biara dan katedral-katedral yang baru. Perkembangan ilmu di Eropa mencapai
puncaknya pada abad ke-12 dan ke-13 ditandai dengan berdirinya gedung-gedung katedral
dengan gaya arsitektur “gotik” juga aliran teologi “skolastik” oleh Thomas Aquinas yang
memperlihatkan pengaruh filsafat Yunani Kuno pada teologi Kristen dan dalam berkembangnya
musik polifoni.
Sebelum ada sistem notasi yang tepat untuk musik polfonik, ada kemungkinan besar
bahwa keterampilan bernyanyi dalam polifoni merupakan suatu tradisi yang berkembang melalui
improvisasi. Beberapa risalah lain daei abad ke-10 dan ke-11 menjadi pedoman untuk
menjelaskan perkembangan teknik musik polifonik tersebut.

A.Teori-teori Awal Musik Polifonik


Ada beberapa teori yang sudah diajukan oleh para pakar musik Abad Pertengahan. Teori-
teori ini meliputi:
1. Musik polifonik awal sering kali disebut organum dalam risalah-risalah teoritis. Ada
anggapan dari beberapa penulis bahwa istilah musik “organum” ini terkait dengan
pemakaian organ. Sebuah organ dari tahun 980 dari Kota Winchester, Inggris
memperlihatkan pemakaian mixture tersebut. Bunyi organ-organ pada awal masa Abad
Pertengahan, keras dan ada yang membandingkan dengan bunyi “guntur” pada masa itu.
Oleh karena jenis musik polifonik yang paling awal terdiri dari oktaf dan kuin atau kuart
yang sejajar, kemungkinan besar bahwa ada kaitannya secara langsung dengan organ.
Mungkin para penyanyi meniru efek musik organ itu.
2. Dokumentasi mengenai musik Yunani kuno memperlihatkan pemakaian heterofoni (dua
pemain yang membuat improvisasi pada melodi yang sama dan pada saat yang sama).
Aulos dapat memainkan dua nada sekaligus, namun kebanyakan pakar musik kuno
menganggap bahwa salah satu pipa berfungsi sebagai drone (sebuah nada yang berbunyi
terus-menerus tanpa berubah) yang mengiringi melodi pipa pertama.
3. Polifoni terjadi karena perbedaan-perbedaan jenis suara yang dimiliki manusia, misalnya
suara tenor dan bas. Mungkin sekelompok penyanyi membawa suatu cantus menurut
bagian suara merek yang paling enak dan menghasilkan suatu progresi interval sejajar.
4. Mungkin ada sumber dalam musik rakyat, misalnya pemakaian nada-nada yang berbunyi
secara terus menerus yang sejajar si bawah atau di atas sebuah melodi.
5. Polifoni timbul setelah adanya suatu penemuan secara kebetulan.
6. Pemakaian polifoni dihasilkan dari filsafat spekulasi tentang kemungkinan
diperdengarkan dua atau lebih interval pada saat yang sama.
7. Mungkin jenis musik polifoni sudah ada dalam suatu tradisi musik di luar Eropa Barat.
Mungkin polifoni itu diimpor dari gereha Timur.
B. Organum yang Awal Sampai Kira-kira Tahun 1150
1. Organum Dalam Sumber-sumber Teoritis
Penjelasan teoretis tentang polifoni timbul untuk pertama kali dalam beberapa risalah
tentang perasajakan dan filsafat pada abad ke-9. De Institutione Harmonica yang dikarang oleh
Hucbald dari daerah Kota Tournai (Belgia) menulis perbedaan-perbedaan tinggi nada di antara
suara pria dewasa dan suara anak laki-laki kecil. Interval-interval yang dianggap konsonan
olehnya adalah oktaf, kuin, dan kuart.
Suatu penjelasan yang jauh lebih lengkap dan yang termasuk contoh-contoh tertulis yang
dapat ditemukan dalam Musica Enchiriadis. Dia jenis “organum” (istilah yang dipakai untuk
musik polifonik) disebutkan dalam dokumen ini:
a. Dua suara berjalan salam interval sejajar. Suara satu menyanyikan Cantus Planus
Gregoria (disebut vox principalis); suara dua (vox organalis) bernyanyi sejajar di
bawah suara satu dengan jarak nada kuart murni atau kuin murni.
b. Seperti pada butir a, tetapi bagian awal dan akhir tidak berjalan secara sejajar.
Nada pertama san nada akhir biasanya unisono.
Guido lebih senang dengan jenis organum yang lebih bebas karena interval-interval lain
daipada kuart dan kuin murni dapat dipakai. Menurut pendapatnya, kuart murni adalah interval
yang utama, dan terts besa atau kecil serta sekonde besar adalah interval-interval yang sekunder
penting. Guido mengutip beberapa contoh yang termasuk percobaan pertama untuk membuat
kadens.
Risalah teori musik yang ditulis oleh John Cotton disebut De Micasa (tentang musik) ia
membicarakan kelebihan pola yang berlawanan atas pola yang sejajar dalam organum.
Pemakaian interval-interval lain dalam organum lebih bebas daripada masa Guido. John
membicarakan kemungkinan memakai dua atau tiga nada dalam voz organalis melawan satu
nada dalam vox principalis.
2. Organum dalam Naskah Notasi Musik pada Tahun 1050-1150
Contoh-contoh organum pertama dalam naskah buku musik yang masih ada ditulis pada
akhir abad ke-11. Sebuah naskah bernama Winchester Troper dari inggris, naskah ini berisi kira-
kira 150 organum dalam dua suara yang memakai teks trope. Notasi neumatik tanpa balok yang
tidak menyatakan unsur tinggi nada dengan tepat terdapat dalam naskah ini. Yang tampak
dengan jelas dalam naskah ini adalah vox organalis ditulis di atas cantus firmus, yaitu suara asli
dari Cantus Planus Gregoria.
Cantus Firmus adalah satu suara yang bukan ciptaan baru dalam sebuah lagu polifonik,
namun berfungsi sebagai dasar untuk komposisi suara-suara lain. Tingkat perkembangan
organum yang selanjutnya terdapat dalam empat naskah berisi 76 organum yang disebut
St.Martial Troper. Lagu-lagu dalam St.Martial Troper ini diciptakan sekitar tahun 1100-1150.
Dalam lagu-lagu ini, kita melihat bahwa nada-nada cantus firmus (biasanya disebut tenor dari
kata “tenere” bahasa Latin untuk “menahan”. Proses komposisi dari hasil gabungan dua suara
yang independen dianggap lebih penting.
Suara duplum (dulu disebut vox organalis) tertulis di atas suara tenor. Jenis organum ini
disebut organum meliamatik. Jenis organum tua dalam gaya “nada melawan nada” mulai disebut
discantus dan terus dipakasi sebagai kontras dengan jenis organum melismatik. Naskah Codex
Calixtinus dari Santiago de Compostella merupakan sumber naskah penting yang ketiga.
Diperkirakan bahwa naskah ini ditulis pada tahun 1130-1140. Isinya terdiri dari 20 organum
dalam gaya yang sama dengan St.Martial Troper dan Codex Calixtinus disusun dalam bentuk
partitur, supaya nasa pada setiap suara mudah diterapkan oleh para penyanyi.
C.Aliran Notre Dame dan Ars Antiqua (1150-1300)
Pada pertengahan sampai akhir abad ke-12, Kota Paris menjadi pusat pendidikan untuk
Eropa Barat. Dari naskah-naskah notasi musik yang termasuk lagu-lagu yanh diciptakan di Paris
pada waktu itu, kita menemukam percobaan yang pertama untul menyusun musik dalam metrum.
Pemusik-pemusik jenis ritme modal yang dimaksud oleh komponis dari susuna ligatura-ligatura
dalam notasinya. Perkembangan sistem ligatura ini tampak, khususnya dalam karya-karya
Leonin dan Perotin, yang termasuk para komponis musik Barat yang pertama, yang nanya masih
dikenal.
1. Leonius
Sumber mengenai komponis Leonius adalah sebuah naskah dari Inggris yang disebut
Anonymous IV yang ditulis sekitar tahun 1275. Leonius menciptakan organum-organum dalam
dua suara untuk teks-teks dari Properius Misa untuk setiap hari minggu dalam Tahun Gereja.
Lagu-lagu Leonius diciptakan sekitar tahun 1163-1182 dan dikumpulkan dalam sebuah buku
disebut Magnud Liber. Bentuk sebuah organum Leonius biasanya terdiri dari bagian tenor yang
diambil dari Cantus Planus Gregoria (yaitu teknik cantus firmus) dalam nada-nada yang sangat
panjang. Clausula yaitu suatu bagian yang kontras dengan suara tenor disusun dalam modus
kelima sehingga mendekati kecepatan suara duplum.
2. Perotinus
Sumber-sumber keterangan tentang Perotinus diambil dari naskah Anonymous IV (sekitar
tahun 1275) dan juga dari seorang teoritikus musik abad ke-13, yang bernama Johannes de
Garlandia. Perotinus menciptakan musiknya sekitar tahun 1190-1220. Perotinus menjadi terkenal
sebagai komponis organum triplum dan quadruplum, yaitu organum dalam tiga dan empat suara.
Yang paling terkenal adalah dua organum quadruplium (Viderunt omnes dan Sederunt) yang
diciptakan untuk ibadah Natal.
Kedua organum ini dianggap sebagai puncak perkembangan saya organum. Perotinus
memakai semua modus ritmik dalam karya-karyanya. Satu jenis lagu polifonik yang lain
diciptakan oleh Perotinus dan para komponis lain pada akhir abad ke-12 adalah conductus, yang
bersumber dari discantua St. Martial, yaitu lebih dekar pada gaya nada melawan nada.
Conductus-conductus sekuler dipakai untuk ratapan pemakaman atau untuk merayakan
peristiwa-peristiwa politik seperti persepakatan di antara dua raja atau kemenangan dalam
peperangan. Dalam conductus semua suara baru, tidak ada cantus firmus. Seperti organum,
conductus disusun dalam dua, tiga, atau empat suara yang menyanyikan teks yang sama. Pada
abad ke-13, gaya conductus dikembangkan, khususnya di Inggris, dan terus dipakai di situ
sampai awal abad ke-15, walaupun tidak dipakai lagi di Prancis.
3. Perkembangan Motet
Pada abad ke-13, puncaknya Abad Pertengahan, jenis lagu polifonik yang terpenting
adalah motet (dari “mot” yang berarti kata dalam bahasa Prancis). Setelah penambahan teks pada
clausula menjadi populer, bentuk itu dikembangkan sebagai jenis musik baru yang disebut motet.
Setiap suara dalam sebuah motet ada motet dalam dua, tiga, atau empat suara mempunyai teks
sendiri. Para konponis motet, termasuk para pastor, dosen, dan mahasiswa menghibur teman-
temannya dengan suatu campuran teks dan musik yang penuh dengan kejenakaan.
Ada tiga tingkat dalam perkembangan motet pada abad ke-13
a. Setiap suara berjalan dalam irama hampir sama.
b. Bagian tenor disusun dalam pola ritmik tertentu, namun berdasarkan tenor dari organum.
c. Semua suara berbeda dalam susunan dan irama.
Ada beberapa contoh motet dalam naskah yang ditulis tanpa teks untuk para penyanyi.
Ada kemungkinan besar bahwa alat-alat sering mengikuti suara-suara dalam sajian motet,
khususnya dalam hal menyuarakan melodi cantus firmus. Sati teknik lagi yang sangat menarik
dan cukup sering ditemukan dalam motet-motet pada tahap ketiga dalam perkembangan motet
adalah hocket. Kata hocket sedu karena bunyi efef itu. Hocket juga terdapat dalam musik pada
abad ke-14 dan awal abad ke-15.
4. Notasi Mensural
Pada akhir abad ke-13, suatu sistem notasi ritme yang baru dikembangkan untuk
menggantikan sistem ritme modal. Sistem notasi Franconian ada empat nilai nada; Maximus,
Lunga, Brevis, Semibrevis, dipelopori oleh seorang teoretikus musik yang bernama Franco dari
Koln. Notasi ini adalah percobaan untuk menotasikan irama yang begitu rumit dan kompleks
dalam motet. Untuk mendapat unsur ketiga dalam musik, perlu pemakaian tanda triol atau
pemakaian titik di belakang nada yang berangkutan. Namun pada akhir abad ke-13, dalam sistem
Franconian, semua nilai nada berdasarkan angka tiga, misalnya tiga brevis sama dengan satu
lunga; tiga semibrevis sama dengan satu brevis. Pemakaian tiga ketuk pada masa Abad
Pertengahan terkait dengan anggapan bahwa angka tiga adalah lambang kesempurnaan, seperti
tampak dalam kepercayaan Kristen kepada Tritunggal. Gaya notasi Franconian ini dibuat lebih
kompleks lagi oleh Petrus de Cruce. Perkembangan ini mengakibatkan brevis menjadi hampir
sama panjangnya dengan nilai lunga. Hal ini merupakan langkah pertama dalam suatu proses
panjang yang berakhir dalam pemakaian nilai semibrevis sebagai not yang paling panjang secara
biasa pada abad ke-17, yang kita sebut pada masa kini sebagai nada penuh.

BAB IV
MUSIK ARS NOVA DI PRANCIS
DAN
ITALIA (1300-1420)
A.Latar Belakang dalam Sejarah dan Kesenian Lain
Dibandingkan dengan abad ke-13, yang merupakan puncak kekuasaan paus dan gereja
Roma Katolik serta filsafat Kristen, abad ke-14 ditandai dengan suatu kemerosotan kekuasaan
paus dan gereja. Latar belakang itu menjadi sumber perkembangan ide-ide baru mengenai arti
kehidupan Kristen dan pentingnya gereja. Di luar gereja, peristiwa yang terpenting adalah Perang
100 tahun antara Inggris dan Prancis (1338-1453) yang mendominasi dunia politik. Abad ke-14
penting untuk perkembangan kesusastraan dalam bahasa-bahasa nasional (bahasa Italia dan
bahasa Inggria misalnya), bukan hanya tulisan dalam bahasa Latin. Dalam seni lukis, para
pelukis seperti Giotto (kira-kira tahun 1260-1337) mulai meninggalkan gaya Byzantine yang
formal, sejak ratusan tahun sudah dianggap tradisi yang kuat salam seni lukis.
B. Musik Ars Nova
Istilah Ars Nova (“Gaya Baru”) untuk menyebutkan gaya musik abad ke-14 diambil dari
suatu judul risalah musik yang ditulis oleh komponis Phillippe de Vitry (1291-1361) sekitar
tahun 1320. Tanda untuk membedakan not panjang mulai lebih jelas, di samping sistem ligatura
yang lama. Naskah pertama yang memperlihatkan contoh-contoh dari gaya baru berjudul Roman
de Fauvel (sekitar tahun 1316), sebuah naskah yang sangat indah berisi sebuah syair panjang
yang bersifat sindiran dan 167 lagu dari abad ke-13 dan awal abad ke-14. Suatu reaksi terhadap
gaya ini tampak dalam sebuah ensiklik, judulnya Docta Sanctorum, yang keluar dari Paul
Johanes XXII (yang pada ketika itu berusia 80 tahun) di Avignon pada tahun 1324-1325. Bentuk
musik yang terpenting sejak masa Ars Nova adalah motet isoritmik. Pola melodi disebut color;
pola ritmik disebut talea. Biasanya color dan talea berbeda panjangnya dan keduanya diulangi
terus sampai bertemu kembali dalam bentuk seperti pada permulaan lagu. Isoritme adalah suatu
teknik untuk mempersatukan suatu karya dan menggambarkan keinginan komponis-komponis
untuk membentuk musik mereka dengan teliti. Pada masa Ars Nova kebanyakan perkembangan
baru terlihat dalam musik sekuler, bukan dalam musik gerejawi.
C.Guillaune De Machaut
Machaut lahir di Provinsi Champagne, Prancis Utara sekitar tahun 1300. Ia mengenyam
pendidikan setara dengan pendidikan persiapan untuk menjadi pastor. Istanan-istana tempat
Machaut bekerja merupakan sumber inspirasinya, disana juga banyak penggemarnya, baik untuk
puisi maupun musiknya. Machaut adalah satu-satunya komponis pada Abad Pertengahan yang
diwakili oleh hampir semua karyanya pada masa kini. Karya musiknya diurut berdasarkan
jenisnya terdiri dari lagu-lagu dalam bentuk lai, motet, misa, hocket, ballade, rondeau, dan
virelai. Dari 23 motet isoritmik Machaut kebanyakan dibentuk menurut pola yang sudah biasa,
yaitu sebuah tenor yang didasarkan atas suatu melodi Cantus Planus Gregoria yang sering
dimainkan secara insteumentalia dan dua suara atas yang lebih tinggi serta memakai teks-teks
berbeda. Kebanyakan motet Machaut disusun dengan teks dalam bahasa Prancis. Machaut juga
menciptakan beberapa virelai polifonik, dengan sebuah tenor untuk alat musik yang terletak di
bawah bagian vokal solo. Rondeau adalah suatu bentuk puisi dalam bahasa Prancis yang
spesifik. Musik Machaut sering kali sangat kompleks. Hal ini tampak dalam salah satu rondeau
Machaut yang terkenal yang berjudul “Ma fin est mon commencement et mon commencement ma
fin” (Akhirnya adalah permulaanku dan permulaanku adalah akhirku). Machaut menciptakan 41
ballade. Ballade adalah bentuk puisi yang terdiri dari tiga bait; setiap bait mempunyai jumlah
dan jenis baris yang sama. Ballade polifonik adalah sebuah ciptaan Machaut sendiri. Ealaupun
kita mendengar bamyak nada kuin yang srjajar dan banyak disusun yang tajam dalam lagu-lagu
Machaut, efek itu sedikit dihaluskan oleh pemakaian lebih banyak interval terts dan sext dalam
harmoninya daripada musik awal Ars Nova.
D.Musik Italia Pada Abad ke-14
Sampai dengan tahun 1860, Italia bullkanlah suatu negara yang bersatu, melainkan satu
kumpulan daerah-daerah merdeka, daerah-daerah lain yang dijajah Prancis atau “Kekaisaran
Romawi yang Suci”, dan daerah-daerah lain yang dimiliki oleh paus. Suatu hal yang dapat
membangkitkan identitas Italia adalah bahasa Italia, yang sangat berkembang pada abad ke-13
san ke-14. Abad ke-14, “trecento”, dianggap sebagai suatu masa emas dalam kebuyaan Italia dan
ditandai dengan musik yang mengembangkan suatu teknik polifoni yang khas. Pada umumnya,
para komponis Italia menghasilkan suatu gaya musik polifonik yang lebih sederhana daripada
gaya Prancis, namun lebih melodis, liris, dan halus efeknya. Madrigal dan ballate adalah jenis
lagu yang susunannya dekat pada ballade dan virelai dalam musik Ars Nova Prancis. Satu lagi
yang mempengaruhi keadaan musik Italia. Sekitar tahun 1390, seorang komponis dan teoritikus
yang bernama Johannes Ciconia datang ke Kota Padua dari Liege dan menetap di Padua. Ciconia
adalah komponis Belanda/Prancis yang pertama dalam suatu tradisi panjang yang dikenal sampai
pertengahan abad ke-16, ketika jabatan-jabatan yang paling penting di Italia didominasikan oleh
para komponis dari daerah Ciconia.
E.Musik di Avignon pada Akhir Abad ke-14
Pada akhir abad ke-14, suatu gaya musik sekuler yang sangat kompleks dikembangkan di
istana paus “kedua” di Kota Avignon, Prancis Selatan. Jenis lagu yang diciptakan di Avignon
terdiri dari ballde, virelai, dan rondeau untuk suara solo diiringi suara tenor dan contratenor
pada alat-alat musik. Musik Avignon ini sangat kompleks dari segi notasi, ritme, bentuk,
harmoni kromatis, dan disonan. Para komponis Avignon yang paling penting termasuk seorang
Italia Anthonello da Caserta, dan dua komponis Prancis yang bernama Solage dan Jacob de
Senleches. Karya-karya mereka diabadikan dalam suatu naskah yang sangat indah yang berjudul
Chantilly codex.

BAB V
JOHN DUNSTABLE DAN GAYA INGGRIS
PADA AWAL ABAD KE-15
Tahun 1400-1450, dalam sejarah musik, merupakan sejarah musik dari suatu masa
transisi antara Abad Pertengahan pada tingkat terakhir, yaitu masa Ars Nova dan zaman
Renaisans, yang dimulai sekitar tahun 1450. Dua aliran utama dari Ars Nova:
1. Gaya aliran utama dari masa Ars Nova yang dipusatkan di Prancis yang diwakili
oleh Machaut.
2. Musik polifonik dari daerah Italia yang muncul untuk pertama kalinya selama
abad ke-14, dan diwakili oleh Landini.

A.Musik di Inggris Sampai Akhir Abad ke-14


Sejak abad ke-13, gaya musik polifonik Inggris sangat kontras dengan gaya Prancis. Hal
ini terlihat dalam kecenderungan musik Inggris:
1. Penggunaan tangga nada mayor yang lebih menonjol daripada modus gerejawi.
2. Gaya yang lebih bersifat harmonis daripada kecenderungan musik Prancis pada suara-
suara independen.
3. Gaya yang berbunyi sonoritas yang lebih penuh.
4. Interval terts dan sekst lebih sering dipakai daripada musik Eropa.
Para teoretikus Inggris adalah, yang pertama mengakui interval terts swbagai interval
konsonan (masa dahulu hanya kuart, kuin, dan oktaf dianggap demikian). Teknik isoritme seperti
yang dipakai dalam motet-motet Prancis tidak muncul dalam musik Inggris sampai akhir abad
ke-14. Naskah Old Hall adalah sumber musik Inggris dari tahun 1380-1420 yang terlengkap dan
terpenting. Naskah musik Old Hall, diberi nama dari seminari Katolik tempat naskah ini
disimpen pada zaman dahulu, adalah kumpulan lagu yang dipakai di kapel raja.
B.Musik di Inggris pada Awal Abad ke-15
Sampai pertengahan abad ke-20, musik Inggris hampir selalu dipandang sebagai aliran
musik yang lebih konservatif dibanding dengan musik dari benua Eropa. Banyak daerah di
Prancis diperintah oleh Raja Inggris karena pada tahun 1415 dalam Pertempuran Agincourt.
Lima hal yang mempengaruhi perkembangan musik Eropa selanjutnya muncul dalam musik
ciptaan para komponis Inggris dari awal abad ke-15, termasuk:
1. Pemakaian trisuara lengkap dalam kebanyakan akord.
2. Melodi-melodi yang memakai progresi nada 1-3-5.
3. Pemakaian homofoni, yaitu rangkaian akord-akord dalam irama yang hampir sama dalam
semua suara.
4. Harmoni yang hampir selalu konsonan.
5. Pemakaian bagian-bagian dalam dua suara yang sama pentingnya sebagai kontras dengan
bagian-bagian lain yang disusun untuk banyak suara.
Kelima hal di atas dapat terlihat secara khusus dalam musik Leonel Power dan John
Dunstable.
C.Leonel Power (sekitar tahun 1375-1445)
Komponis terpenting dalam naskah Old Hall adalah Leonel Power, walaupun karya yang
terlihat dalam kumpulan tersebut adalah karya awal. Keterangan tentang riwayat hidup Leonel
Power hampir tidak ada. Ia meninggal dunia di Kota Canterbury, pada tahun 1445. Sekitar 50
buah komposisinya masih ada sampai saat ini. Motet-motet Power tergolong dalam tiga kategori
yang saling berkaitan satu sama lain:
1. Harmonisasi melodi-melodi sari Cantus Planus Gregoria yang dibuat secara sederhana
dalam gaya “diskant” dengan jalinan kontrapung nada melawan nada;
2. Motet-motet dalam tiga atau empat suara yang suara tertinggi mempunyai peranan
penting.
3. Beberapa motet mungkin diciptakan oleh Power pada akhir hidupnya. Cantus firmus
tidak dipakai oleh Power dalam karya-karya ini; seluruh musiknya baru
Penringnya Power melalui misa-misa berdasarkan suatu hal bahwa ia adalah salah satu
komponis pertama yang mempersatukan lima bagian utama dalam jalinan teks Ordinarius Misa
dengan menggunakan cantus firmus yang sama atau dengan penggunaan motif utama yang
dipakai dalam setiap bagian.
D.John Dunstable (sekitar tahun 1390-1453)
John Dunstable adalah komponis terkenal dalam kelompok komponis Inggris, yang
begitu berpengaruh pada awal abad ke-15. Karya-karya Dunstable yang paling awal, yang masih
ada pada masa kini mungkin diciptakan olehnya antara tahun 1410-1420-an. Belum ada bukti
bahwa ia memiliki hubungan dengan salah satu katedral atau biara tetentu, atau dengan kapel
raja. Ketenaran Dunstable sebagai pemusik tercatat untuk pertama kali dalam sebuah sajak
ciptaan Martin le Franc yang ditulis sekitar tahun 1440. Dunstable menulis bahwa musik yang
diciptakannya, pada 40 tahun yang silam sejak masa Dunstable, adalah musik yang masih patut
didengarkan. Nama Dunstable juga muncul dalam dua risalah lagi tentang astronomi yabg
dikarang oleh Dunstable sendiri. Tujuh puluh tiga karya Dunstable dikumpulkan dalam sebuah
edisi lengkap dalam jilid 8 dari Musica Britannica (1953, rev. 1970). Karya-karya Dunstable,
ternasuk jalinan-jalinan Ordinarus Misa (dengan kemungkinan bahwa dua misa lengkap yang
masih ada asalah ciptaannya, kalau bukan dari Power), 12 motet-motet lain, dan lima lagu
sekuler. Seperti dalam musik Power, kontras di antara bagian-bagiam yang disusun dalam dua
suara dan bagian-bagian tutti (semua suara) sering muncul dalam musik Dunstable. Margaret
Bent (New Grove Dictionary of Music and Musicians) menggolongkan musik Dunstable dalam
empat kategori:
1. Lagu-lagu yang dibentuk secara isoritmik. Sebuah tenor biasanya cantus firmusnya,
terletak di bawah, dua atau tiga suara ada di atasnya.
2. Lagu-lagu yang berdasarkan Cantus Planus Gregoria namun bukan isoritmik.
3. Lagu-lagu dalam gaya ballade, dengan sebuah melodi, yang baru diciptakan atau
berdasarkan Cantus Planus Gregoria secara bebas, yang dinyanyikan di atas dua suara
iringan yang bergerak lebih lambat daripada suara pertama.
4. Lagu-lagu dengan irama teks mempengaruhi irama musik. Tidak ada cantus firmus,
semua suara-baru diciptakan. Quam pulchra est adalah contoh gaya ini yang paling jelas.
Musik Dunstable merupakan puncak musik Inggris dari awal abad ke-15 dalam
kesempurnaan teknik komposisinya.
BAB VI
GUILLAUME DUFAY DAN MUSIK
MENURUT ALIRAN BURGUNDI
Pada abad ke-15, kekuasaan Pangeran Burgundi hampir sama pentingnya dengan
kekuasaan Raja Prancis. Ia juga pendukung seni, termasuk seni lukis dan musik. Kebanyakan
komponis pada abad ke-15 dan ke-16 mendapat pekajaran musik pertama kali dalam musik
sebagai penyanyi dalam sekolah katedral. Disana, mereka belajar kontrapung, membaca notasi
musik, dan liturgi. Guillaume Dufay lahir di Kota Cambrai sekitar tahun 1400. Dia tidak belajar
komposisi secara formal kepada Loqueville, tetapi dari pengalaman bernyanyi di bawah
kepemimpinannya dan menyalin komposisinya. Dufay berada di Cambrai sampai tahun 1418,
kemudian pindah ke Italia. Sekitar tahun 1426-1427, Dufay kembali lagi ke Cambrai sebagai
pastor. Naskah dari Roma tahun 1430, menyatakan bahwa Dufay memiliki dua jabatan sebagai
pastor di Keuskupan Loan selain jabatannya di Cambrai. Sampai akhir hayatnya Dufay tetap
mencipta musik, namun hanya sedikit dari karyanya yang masih ada saat ini. Ratapan-ratapan
atas meninggalnya Dufay diciptakan Busnois, Ockegem, dan Heniart, tetapi semua itu hilang dan
tidak ada pada saat ini.
A.Musik Dufay
Dari musik Dufay, kita mendapatkan suatu pertemuan antara tiga aliran musik yang
mempunyai latar belakang berbeda, yaitu berciri khas Ars Nova Prancis (terlihat dalam motet-
motet isoritmiknya dan susunan misa yang paling awal), yang berciri khas Inggris dan yang
berciri khas Italia. Ia memberikan musik Prancis/Belanda suatu sonoritas baru yang berdasarkan:
1. Trisuara-trisuara penuh, pengarahan harmonik dan kontrol atas nada-nada disonan;
2. Sejenis melodi baru yang dibentuk dalam ritme-ritme yang mengalir dan melengkung
secara halus;
3. Susunan musik yang homogen, yaitu hampir sama pentingnya di antara semua suara.
Ciri khas musik Dufay yang paling penting terdiri dari hal-hal berikut:
a. Pemakaian dan perkembangan kanon digunakan sebagai teknik biasa dalam
musik.
b. Pemakaian harmoni konsonan seperti gaya Dinstable, yaitu banyak akord trisuara
yanh lengkap.
c. Perasaan “tonalitas” dikuatkan karena trisuara tonika sering dibunyikan, dan
efeknya dikuatkan melalui penggunaan banyak kadens.
d. Kadens-kadens sering kali sama dengan jenis “Landini”, dengan pola harmonik
VII 6/3, dan pola melodi 7-6-8, namun kadens V-I dan I-V yang “modern”
e. Empat suara menjadi kenbiasaan dalam musik gerejawinya dan menjadi lebih
dekat pada susunan S.A.T.B.
f. Dalam misa-misa dan motet-motet-nya cantus firmus terletak pada salah satu
suara tengah, biasanya pada suara tenor (istilah “tenor” mulai diartikan sebagai
suatu jenis suara laki-laki, selain sebagai suara cantus firmus).
g. Sebagai kontras dalam susunannya, Dufay sering kali menciptakan bagian-bagian
dalam dua atau tiga suara yang disajikan tanpa cantus firmus, sama seperti
Dunstable dan Power pada masa sebelumnya.
h. Suara yang paling rendaha tidak harus berfungsi sebagai cantus firmus, oleh
karena itu bebas berfungsi sebagai dasar atau bas untuk progresi-progresi
harmonik yang diinginkan oleh Dufay.
B.Chanson-chanson Dufay
Dufay menghasilkan lebih dari 70 chanson (lahu sekuler dalam bahasa Prancis) dan juga
beberapa lagu sekuler dalam bahasa Italia. Sejak abad ke-14, ada beberapa bemtuk puisi tertentu
(formes fixe) yang dianggap patut untuk chanson-chanson polifonik. Tiga perempat dari lagu
sekuler Dubay berbentuk rondeau, ia menciptakan lagu-lagu dalam bentuk ini sepanjang
hidupnya. Karya-karya sekuler dari Dubay yang pertama diciptakan sejak masa jabatannya pada
keluarga Malatesta di Italia Utara. Kebanyakan musik sekuler Dufay diciptakannya untuk
penyanyi solo (suara yang paling tinggi dengan sifat yang lebih melodis) dan dua instrumen yang
mengiringi. Bagi Dufay, teknik imitasi dan kanon biasanya lebih sering berhubungan dengan
musik vokal daripada musik instrumental. Perubahan gaya di antara chanso awal dan yang
terakhir kurang jelas bila dibandingkan dengan musik sakral Dufay.
C.Motet-motet Dufay
Motet-motet Dufay dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu harmonisasi melodi
Cantus Planus Gregoria, motet-motet isoritmik, dan jenis-jenis motet lain.
1. Harmonisasi Cantus Planus Gregoria
Kira-kira setengah di antara karya-karya sakral dari Dufay adalah lagu yang dapat
disebut harmonisasi Cantus Planus Gregoria. Lagu-lagu yang mengikuti pola harmonisasi Cantus
Planus Gregoria ini menggantikan cantus asli dalam liturgi. Jenis musik liturgis seperti antifon,
hymne, susunan “Magnificat” untuk liturgi vesparae, sekwens, dan susunan bagian-bagian
Ordinarius Misa biasanya memasukkan kategori motet ini.
2. Motet-motet Isoritmik
Musik Duday yang paling agung sejak tahun 1420 sampai dengan 1440 adalah misa
motet-motet isoritmik. Motet-motet isoritmik biasanya diciptakan oleh Dufay untuk menyamhut
dan merayakan suatu upacaea agung, misalnya penahbisan Paus Eugene IV, pada tahun 1431,
atau penahbisan kubah besar di Katedral Florenzia (motet: Nuper rosarum flores, 1436).
Sebagian dari motet ini hanya memakai teknik isoritme dalam tenor, kadang-kadang dengan
talea (pola irama) saja tanpa (pola interval yang terntentu). Kebanyakan motet isoritmik disusun
dalam empat suara. Nuper rosarum flores adalah motet iaoritmik dari Dufay yang paling terkenal
dan kompleks. Dufay menghasilkan suatu kanon bebas di antara kedua tenor Talea dan color
memulai dan berhenti bersama-sama; kedua tenor isoritmik diperdengarkan empat kali dalam
kecepatan yang berganti menurut proporsi 6:4:2:3. Rumus matematik yang mendasarkan motet
ini berhubungan kuat dengan spesifikasi-spesifikasi kubah katedral Florenzia tersebut. Hal
seperti ini sangat menyenangkan pada abad ke-15.
3. Motet-motet Lain
Dalam beberapa motet yang lebih kecil dan disusun dalam tiga suara, kita menemukan
gaya yang mengutamakan suara tertinggi dan susunan yang tidak begitu berbeda dari gaya
chanson. Beberapa motet lain yang terakhir, khususnya Ave Regina Celorum, yang diciptakan
Dufay untuk kematiannya, mendahului gaya motet pada zaman Josquin Desprez. Jenis motet ini
merupakan paling penting pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16
D.Misa-Misa Dufay
Dufay bukanlah komponis pertama menciptakan bentuk misa yang, disebut “siklik”
(cyclic), dengan lima bagian dari Ordinarius Misa (yaitu, Kyrie, Gloria, Credo, Sanctus, dan
Agnus Dei) berdasarkan cantus firmus yang sama. Dufay juga salah satu komponis pertama
untuk menggunakan melodi sekuler sebagai cantus firmus dan dasar dalam sebuah susunan misa.
Istilah “misa tenor” atau “misa cantus firmus” sering dipakai untuk misa yang berbentuk
demikian. Dalam misa-misa cantus firmus dari Dufay, kita melihat lanjutan dari teknik isoritme.
Jadi, misa-misa Dufay merupakan motet isoritmik yang sangat besar. Dufay tidak menciptakan
misa-misa cantus firmus sampai sekitar tahun 1450. Susunan-susunan Ordinarius Misa sebelum
tahun 1450 termasuk:
a. Bagian-bagian yang terdiri;
b. Kelompok-kelompok dua atau tiga gerakan yang ada hubungan satu sama lain;
c. Tiga siklus misa yang lengkap, tetapi tanpa cantus firmus yang mempersatukan
semuanya.
Rasa persatuan di antara semua gerakan dihasilkan dengan pemakaian “motif kepala”
yang sama pada permulaan setiap gerakan, modus yang sama dan mensurasi (artinya kira-kira
seperti metrum) yang sama. Misa Caput, sebuah misa cantus firmus yang masa dahulu
dihubungkan kepada Dufay, mungkin bukan ciptaannya. Namun, bukti bahwa Dufay sebagai
komponis misa terlihat pada empat karya aging pasti diciptakan olehnya; dua buah yang
berdasarkan melodi sekuler sebagai cantus firmus, yaitu: Misa “Se la face ay pale” (sekitar
tahun 1450) dan Misa “L’homme arme” serta dua buah yang berdasarkan melodi-melodi dari
Cantus Planus Gregoria: Misa “Ecce ancilla Domini” dan Misa “Ave regina caelorum”. Misa
“Se la face ay pale” memperlihatkan bagaimana Dufay merencanakan sebuah bentuk musik
yang besar. Kecepatan biasa berarti kecepatan yang sama dengan tenor asli dari ballade Se la
face ay pale.
Dengan demikian, cantus firmus itu mendasari bemtuk misa. Diminusi yang terjadi pada
akhir Gloria dan Credo menghasilkan rasa puncak. Setiap gerakan, kecuali Kyrie elesion, mulai
dengan kontrapung dalam dua suara tanpa cantus firmus, kemudian dilengkapi dengan empat
suara termasuk cantus firmus dalam suara tenor. Dalam Gloria dan Credo, duet-duet mendahului
penampilan cantus firmus, dengan menghasilkan urutan duet-tutti-duet-tutti-duet-tutti. Pada
umumnya suara tenor dan kontra tenor berjalan sedikit lebih pelan. Walaupun struktur musik
Dufay begitu kuat, bentuk musik itu tidak selalu seimbang dengan bentuk dan arti dari teks.
Mungkin komponis ingin supaya ada semacam kebebasan dalam cara menafsirkan penyesuaian
antara teks dan musik.
Dalam ketiga misa yang diciptakan oleh Dufay setelah Misa “Se la face ay pale, di
memakai ritme dari cantus firmus dengan lebih bebas. Teknik kanon dan tiruan serimg muncul.
Rasa kontras dalam susunan dihasilkan oleh Dufay lewat bagian-bagian homofonik. Dalam hal
ini, mungkin Dufay sudah dipengaruhi oleh musik Ockeghem dan para komponis lain dari
generasi sesudah dia. Kesimpulannya bahwa dalam misa-misanya, Dufay meninggalkan
beberapa contoh bagaimana mempersatukan seluruh susunan ordinarius misa yang diikuti oleh
para komponis sesudahnya. Akan tetapi, rekaman-rekaman musik Dufay masih terlalu sedikit
sehingga secara praktis musiknya tidak dikenal baik oleh pemusik-pemusik.
E.Gilles Binchois (sekitar tahun 1400-1460)
Walaupun nama Gille Binchois tidak sepenting komponis Dufay bagi para sejarawan
musik, pengaruhnya terhadap para komponis lain di Burgundi hampir seimbang dengan Dufay.
Binchois lahir di Kota Mons sekitar tahun 1400. Yang pasti bahwa selama bertugas Binchois
mengenal komponis-komponis Inggris, mungkin termasuk Dunstable sendiri. Dari bagian-bagian
misa yang ada, tampaknya teknik cantus firmus, yang begitu penting dalam misa-misa Power
dan Dufay, tidak digunakan oleh Binchois.

Nama : I Made Indra Dananjaya


Fakultas : Seni Pertunjukan
Prodi : Seni Musik

Anda mungkin juga menyukai