Oleh :
Kelompok 4
Nama Anggota :
I Nyoman Ananta Wasistha (11)
I Wayan Eka Suardi Pratama (12)
Ni Kadek Mia Indah Sukmayanti (17)
Ni Ketut Nike Agum Pratiwi (19)
Ni Putu Amelia Putri (22)
Ni Putu Dewi Samiasih (23)
Pengertian Pancasila
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar
kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Sifat dari pancasila adalah imperative atau memaksa, siapa saja yang berada diwilayah
NKRI, wajib mentaati pancasila serta mengamalkan dengan tanpa persyaratan.Pancasila adalah
pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia.Pancasila juga merupakan sumber
kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia.Maka manusia Indonesia menjadikan
pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan
kehidupan kenegaraan.
1.Pengertian Pelanggaran HAM
DalamUndang-Undang No.39 tahun 1999 Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang
atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara melawan hokum ,mengurangi, menghalangi, membatasi dan mencabut
HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapat
atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.Yang sekarang telah menjadi UU No.26/2000 tentang
pengadilan HAM yang berbunyi pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang
atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku . Mastricht Guidelines3
telah menjadi dasar utama bagi identifikasi pelanggaran HAM.
2. Kontroversi G30S/PKI
Perkara seputar peristiwa G30S bagi KKR bakal menjadi kasus kontroversial. Dilema bisa
muncul dengan terlibatnya KKR untuk memangani kasus pembersihan para aktivis PKI. Peneliti
LIPI Asvi Marwan Adam melihat, kalau pembantaian sebelum 1 Oktober 1965 yang memakan
banyak korban dari pihak Islam, karena pelakunya sama-sama sipil, lebih mudah rekonsiliasi
begitu Soeharto pada 1 Oktober 1965 berhasil menguasai keadaan, sore harinya keluar
pengumuman Peperalda Jaya yang melarang semua surat kabar terbit kecuali Angkatan
Bersenjata (AB) dan Berita Yudha. Dengan begitu, seluruh informasi dikuasai tentara. Berita
yang terbit oleh kedua koran itu kemudian direkayasa untuk mengkambinghitamkan PKI sebagai
dalang G30S yang didukung Gerwani sebagai simbol kebejatan moral. Informasi itu kemudian
diserap oleh koran-koran lain yang baru boleh terbit 6 Oktober 1965.Percobaan kudeta 1
Oktober, kemudian diikuti pembantaian massal di Indonesia. Banyak sumber yang memberitakan
perihal jumlah korban pembantaian pada 1965/1966 itu tidak mudah diketahui secara persis.
Peran media militer, koran AB dan Berita Yudha, juga sangat krusial. Media inilah yang semula
menyebarkan berita sadis tentang Gerwani yang menyilet kemaluan para Jenderal. Padahal,
menurut Cribb, berdasarkan visum, seperti diungkap Ben Anderson (1987) para jenazah itu
hanya mengalami luka tembak dan memar terkena popor senjata atau terbentur dinding tembok
sumur. Berita tentang kekejaman Gerwani itu memicu kemarahan massa.Karena itu, Asvi
mengingatkan bahwa peristiwa pembunuhan massal pada 1965/66 perlu dipisahkan antara
konflik antar masyarakat dengan kejahatan yang dilakukan oleh negara. Pertikaian antar
masyarakat, meski memakan banyak korban bisa diselesaikan. Sebuah sarasehan Generasi Muda
Indonesia yang diselenggarakan di Univesitas Leuwen Belgia 23 September 2000 dengan tema
”Mawas Diri Peristiwa 1965: Sebuah Tinjauan Ulang Sejarah”, secara tegas menyimpulkan agar
dalam memandang peristiwa G30S harus dibedakan antara peristiwa 1 Oktober dan sesudahnya,
yaitu berupa pembantaian massal yang dikatakan tiada taranya dalam sejarah modern Indonesia,
bahkan mungkin dunia, sampai hari ini. Peritiwa inilah, simpul pertemuan itu, merupakan
kenyataan gamblang yang pernah disaksikan banyak orang dan masih menjadi memoar kolektif
sebagian mereka yang masih hidup.
1. Pencegahan
Pencegahan adalah upaya untuk menciptakan kondisi yang semakin kondusif bagi
penghormatan HAM dengan cara persuasif.
Upaya pencegahan :
2. Penindakan
Penindakan adalah upaya untuk menangani kasus pelanggaran HAM berdasarkan ketentuan
hukum yang berlaku.
Upaya penindakan :
1. LSM HAM
2. Komnas HAM
b. Adanya peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah orde lama yang
bersifat otoriter.
c. Penegakkan hukum yang kurang atau tidak bijaksana karena bertentangan dengan aspirasi
masyarakat.