Anda di halaman 1dari 8

MUSIK SEKULER ABAD PERTENGAHAN

S
elain musik sakral dalam bentuk nyanyian Gregorian yang begitu
mendominasi selama abad pertengahan, terdapat pula bentuk-bentuk musik
sekuler yang berkembang berbarengan dengan musik sakral. Banyak lagu
rakyat dan lagu-lagu sekuler yang diadaptasi dari melodi-melodi nyanyian
Gregorian. Naskah-naskah berisi lagu-lagu sekuler abad pertengahan yang
dianggap paling tua dituliskan pada sekitar abad ke-12 dan tertulis dalam bahasa
yang banyak dipakai saat itu, yaitu bahsa latin. Yang paling awal disebut sebagai
lagu Golliard. Istilah Golliard ini menunjuk pada pastor –pastor atau para
mahasiswa yang selalu mengembara dari sekolah ke sekolah lain, ketika kampus
belum didirikan. Lagu-lagu yang mereka nyanyikan menggambarkan kebiasaan
hidup mereka dengan teks-teks yang bercerita tentang anggur, wanita, dan sindiran.

Selain para Golliard, musik sekuler di awal-awal abad pertengahan banyak


dipertunjukkan oleh para jongleurs atau minstrels, yang merupakan para pencerita
profesional dan penghibur publik, khususnya di Perancis. Mereka bukan saja
menampilkan musik, tetapi juga akrobatik di puri-puri, kedai-kedai minum, dan
alun-alun kota pada masa itu. Meski tidak memiliki hak sipil dan tergolong tingkat
sosial rendah, namun mereka merupakan sumber informasi penting pada zaman
yang belum mengenal surat kabar tersebut. Mereka biasanya menyanyikan lagu-
lagu ditulis orang lain dan memainkan instrumen-instrumen seperti harpa, fiddle,
dan lute.

TroUbadoUr Bentuk-bentuk musik sekuler yang berkembang kemudian adalah musik dan tradisi
dan troubadour dan trauvere. Kedua istilah ini berasal dari bahasa Perancis (trobar dan
TroUvere trouver) yang artinya “menemukan”, atau “menciptakan”, dan dikenakan kepada
penyair liris merangkap musisi dari kaum bangsawan pada sekitar akhir abad ke-11
hingga akhir abad ke-13 di daerah Perancis Selatan (troubadour) dan kemudian
Perancis Utara (trouvere). Bentuk musik ini berkembang dari percampuran
pengaruh budaya Moor, Oriental, dan spanyol yang bertemu dalam rute
perdagangan pada masa itu. Teks lirik-lirik lagu Troubadour ditulis dalam bahasa
Provencal (langue d’oc) yang memang dipakai di daerah Provence, Perancis
Selatan. Sedangkan lirik lagu Trouvere ditulis dalam bahasa Perancis Utara (langue
d’oil), sesuai dengan daerah berkembangnya.

Yang menjadi subjek dari syair-syair lagu Troubadour antara lain seputar
percintaan, kekesatrian, agama, politik, perang, pemakaman, dan alam. Bentuk-
bentuk baitnya berupa canso (disebut sebagai stanza song, karena terdiri dari lima
atau enam stanza di dalamnya), dansa atau balada (lagu tarian dengan tambahan
refrain), tenso (berupa dialog atau debat), sirvente (canso yang bersifat politis atau
satir), pastorela (kisah percintaan antara ksatria dengan gembala wanita), planh
(keluhan atau nyanyian pemakaman), alba (nyanyian pagi), serena (nyanyian
petang/malam).

Dalam hal bentuk musik, lagu-lagu Troubadour cenderung memakai dua bentuk
umum sebagai berikut:

Can
zo,
yait
u
bent
uk
lagu
dua
bagi
an
yan
g
dim
odifi
kasi
atau
dipe
rlua
s.
Pola
nya
adal
ah A
A B.
Ini
sebe
narn
ya
bent
uk
yan
g
seri
ng
dipe
rgun
akan
dala
m
mus
ik
abad
pert
enga
han.
♪ Vers, yaitu bentuk lagu strophic dimana satu melodi dalam bentuk bebas
dipakai untuk sejumlah stanza, atau dengan kata lain ada beberapa bait lagu
yang dipasangkan dengan satu rangkaian melodi yang sama.

Melodi yang diciptakan untuk lagu-lagu Troubadour masih didasarkan pada


modus-modus Gregorian. Sementara ritmenya termasuk kaya dan bervariasi.
Meskipun sebenarnya bersifat monofoni, namun lagu-lagu Troubadour umumnya
diiringi oleh instrumen-instrumen berdawai seperti vielle (sejenis fiddle abad
pertengahan), dan lute. Hingga kini ada sekitar 300 melodi dan 2600 syair dari
musik troubadour yang berhasil didokumentasikan.
Sementara itu, untuk musik Trouvere, subjek-subjeknya dipengaruhi oleh
pendahulunya, troubadour, hanya saja menekankan kisah-kisah kepahlawanan.
Bentuk musik yang dipergunakan pun tidak jauh berbeda dengan troubadour. Nama
atau istilahnya saja yang dibedakan, yaitu ballade yang serupa dengan canzo, dan
chanson yang merupakan istilah trouvere untuk vers. Ada sekitar 1400 melodi dan
400 syair musik trouvere yang bertahan hingga kini.

Tokoh-tokoh Troubadour yang termasuk paling menonjol diantaranya: Guillaume


IX of Aquitaine (1071-1126), jaufre Rudel (meninggal thn 1140), Bernard de
Ventadorn (1130-1190)-dianggap sebagai Troubadour yang paling terkenal-, Peire
Vidal (meninggal thn 1205), Raimbaut de Vaqueiras (meninggal thn 1207), Peirol,
Aimeric de Peguihan, Arnaut Daniel (meninggal thn 1210), Folquet de Marseille
(meninggal thn1231), dan Guoraut Riquirer (meninggal thn 1298).

Sedangkan tokoh-tokoh Trouvere yang terkenal antara lain: Chretien de Troyes


(1120-1180), Richard Lowenherz (meninggal 1190), Blondel de Nesle (lahir 1155),
Conon de Bethune (meninggal thn 1219), Gace Brule (meninggal 1220), Colin
Muset (meninggal thn 1250), Thibault IV of Champagne (meninggal thn 1258),
Gaautier de Coinci (meninggal 1236), Jehan Bretel (meninggal 1272), dan Adam
de la Halle (1237-1287)-disebut sebagai Trouvere yang paling terkenal.

MinnESinger Minnesinger atau disebut juga Minnesanger, adalah istilah yang dikenakan kepada
penyair-musisi asal Jerman pada sekitar abad ke-12 dan abad ke-13. Arti
sesungguhnya dari kata Minnesinger ialah: penyanyi lagu-lagu cinta, karena lirik-
lirik lagunya lebih banyak berbicara tentang cinta (minne; minnesang = lagu cinta).
Namun dalam prakteknya ternyata juga menyanyikan semua bentuk syair puisi liris
di Jerman pada masa itu, terutama Ispruche, yang merupakan syair bertemu
religius, moral, dan politik.

Syair-syair yang ditulis para minnesinger pada awalnya didasarkan pada model
puisi dari troubadour dan trouvere. Namun lama kelamaan, mereka
mengembangkan sehingga syairnya lebih mempunyai karakteristik individual,
misalnya berupa penekanan pada kiasan-kiasan religius atau simbolisme. Para
minnesinger ini juga biasanya menciptakan sendiri baik syair maupun melodi yang
mereka nyanyikan dan menampilkannya di lapangan terbuka sehingga memiliki
relasi langsung dengan para pemirsanya. Latar belakang mereka ada dari kalangan
bagsawan, ksatria, maupun petugas-petugas yang memang berbakat di bidang
musik. Baru kemudian setelah era kaum bangsawan ksatria berakhir, eksistensi
minnesinger mulai pudar dan digantikan oleh Meistersinger yang berasal dari kelas
menengah.

Musik yang dimainkan minnesinger tak jauh berbeda dengan troubadour dan
trouvere yaitu bersifat monofon dan dinyanyikan dengan iringan instrumen-
instrumen berdawai semacam harpa, fiddle, dan lute, atau jenis instrumen berdawai
lainnya. Bentuk musiknya umumnya berbentuk Bar yang serupa dengan canzo
Perancis, serta bentuk Lai yaitu suatu bentuk dimana dua, tiga, atau empat baris
dari teks yang berurutan menggunakan melodi yang sama (A A B B C C, dst).

Tokoh-tokoh minnesinger yang termasuk paling terkenal, antara lain:


Walfram Von Eschenbach, Walther von der Vogerlweide (1170-1228)-disebut-
sebut sebagai pengarang yang paling utama-, Frauenlob (alias Heinrich von
Meissen: 1250-1318), dan Tannhauser (sekitar abad ke-13).

MUSIK POLIFONI ABAD PERTENGAHAN

B
ukti ilmiah pertama mengenai musik polifoni baru ditemukan dalam suatu
tulisan yang erasal dari abad ke-9. Pada masa itu ada seorang biarawan yang
bernama Johannes Scotus Eriugena (810-883) menulis sebuah buku berjudul
De devisione nature, yang artinya: “tentang pembagian alam”. Dalam tulisan
yang bersifat filosofis tersebut antara lain dibicarakan tentang suatu jenis musik
baru yang memakai melodi-melodi yang berbeda untuk suara masing-masing.
Meskipun ada perbedaan dalam masing-masing bunyi, namun menurutnya tetap
menghasilkan bunyi yang bagus dan enak didengar. Atas dasar itu menurut beliau,
musik baru ini merupakan suatu lambang kesempurnaan dari keindahan kosmos
(alam semesta). Ia menyebut jenis musik seperti ini: organicum melos.

OrganUm bentuk paling awal musik polifoni dalam musik gereja tampaknya diciptakan
dengan menambah musik kedua pada sebuah nyanyian. Istilah yang dipakai untuk
menyebutnya adalah organum. Istilah ini sebenarnya mengandung arti: alat musik
tertentu (belakangan mengacu pada instrumen organ). Ada anggapan bahwa
pemakaian istilah organum memang ada kaitannya dengan instrumen organ. Hal ini
diduga karena organ pada zaman itu belum mengenal sistem papan tuts, tetapi
hanya menggunakan tombol-tombol yang harus ditarik oleh pemainnya. Setiap
tombol dihubungkan pada dua atau lebih rangkaian pipa yang terdiri dari nada
utamanya disertai dengan nada-nada beberapa oktaf dan kuin yang lebih tinggi.
Oleh karena belum ada mekanisme untuk menutupi sebagian pipanya, maka secara
otomatis setiap nada yang dimainkan akan menyertakan bunyi oktaf dan kuinnya
sekaligus, sehingga ketika satu rangkaian melodi dibunyikan, maka akan tercipta
suatu pararel nada-nada yang berjarak oktaf dan kuin. Dari sinilah diduga bentuk
musik polifoni awal itu diciptakan dan mengapa nama yang dikenakan padanya
adalah organum.

Secara umum tiga bentuk organum yang tercatat dalam perkembngannya yaitu:
♪ Organum awal. Bentuk awal ini tercatat di dalam suatu risalah dari baad ke-
9 di Perancis utara berjudul Musica enchiriadis (=uraian/pegangan tentang
teori musik). Dalam risalah tersebut, lagu-lagu yang ada ditulis dengan
tanda notasi khusus yang terdiri dari suara pokok atau melodi utama (vox
principalis), dan suara tambahan berjarak interval satu kwart, kwint, atau
oktaf di bawahnya (vox organalis). Bentuk seperti ini lebih tepat disebut
diaphonia (=bunyi yang tidak bersatu). Demi menghindari interval tritonus,
maka tidak selalu memakai pararel kwart, tetapi menggantinya dengan
interval yang lebih kecil, meski tetap vox organalisnya tidak boleh lebih
rendah daripada nada c. Jadi pada bentuk awal ini ada dua jenis organum
yang tercipta, ayitu organum pararel (interval selalu sama seiring gerak
melodi) dan organum layang (ada modifikasi pada interval sehingga lebih
bervariasi).

♪ Organum lama. Bentuk ini muncul pada akhirr abad ke-11. Vox organalis
kini tidak lagi terikat pada jarak tertentu dari melodi/suara pokok, akan
tetapi telah lebih mandiri sehingga kedua suara tersebut bisa bergerak
secara berlawanan satu sama lain. Istilah yang dikenakan untuk bentuk
seperti ini adalah discantus atau discant (=suara yang
menjauh/bertentangan). Sumber tertua yang mencatat organum ini terdapat
dalam risalah yang disebut traktat Milano dari tahun sebelum 1050.

♪ Organuum baru. Bentuk ini ditandai dengan berubahnya posisi vox


organalis menjadi di atas vox principalis dan mendapat fungsi baru, yaitu
dengan melisma-melisma yang mewarnai suara pokok. Bentuk baru ini
tercatat dalam manuskrip-manuskrip yang tersimpan di biara St. Martial di
Limoges, Perancis Selatan, dari akhir abad ke-11 hingga awal abad ke-13.
Selain itu juga dalam Codex Calixtinus yang terdapat di Santiago de
Compostela di Spanyol Utara.
Sekolah Pada awal abad ke-12, Paris menjadi pusat dari perkembangan musik polifoni.
Notre Dame Katedral Notre Dame, yang dibangun pada tahun 1163 hingga sekitar 1257,
menjadi sentral dari aktivitas musik di Paris khususnya, dan di Eropa pada
umumnya. Dua tokoh dirigen gereja Notre Dame berturut-turut yang bernama
Leonin dan Perotin merupakan orang-orang yang paling berperan dalam
perkembangan musik polifoni pada masa itu. Mereka

Juga dianggap sebagai komposer-komposer pertama yang dikenal namanya, karena


pada abad pertengahan karya-karya musik lebih cenderung bersifat anonim.

Leonin menyusun buku kumpulan partitur berjudul Magnus liber organi de


Graduali et Antiphonarium (Buku besar tentang organum-organum berdasarkan
Graduale dan Antiphonarium). Sesudah Leonin meninggal< Perotin, muridnya
merevisi dan mengolah kembali buku tersebut sekaligus menggantikan posisinya
sebagai dirigen di katedral Notre Dame yang merangkap sebagai sekolah musik
masa itu.

Dari upaya Leonin, Perotin, dan para pengikutnya yang secra umum disebut
sebagai sekolah Notre Dame, organum mengalami perkembangan berarti. Bahkan
tidak berhenti sampai disitu, muncul pula bentuk-bentuk musik lain yang juga
bersifat polifoni, sebagai berikut:
♪ Motet. Kata motet berasal dari bahasa Perancis mot (=kata). Asal usul motet
diawali pada sekitar bada ke-13. Pada masa itu, banyak komposer yang
mengambil bagian melisme dari suatu nyanyian Gregorian, kemudian
menulikan lagi dalam not-not berdurasi panjang, serta menambahkan suara-
suara lain di atasnya. Karya seperti ini dikenal dengan istilah clausulae.
Lalu ketika ada penambahankata-kata baru pada suara-suara tambahan
tersebut, maka karya musik yang diciptakan disebut motet. Suara pokok
yang umumnya diambil dari nyanyian Gregorian dikenal dengan istilah
tenor. Selanjutnya, suara tambahan yang persis di atasnya disebut duplum,
di atasnya lagi disebut triplum, dan akhirnya yang tertinggi disebut
quadruplum. Oleh karena suara pokoknya diambil dari nyanyian Gregorian,
maka otomatis bahasa yang dipergunakan adalah bahasa latin. Namun
dalam perkembangannya kemudian, terutama setelah melewati abad ke-13,
bentuk motet menjadi lebih bebas dan tenor serta suara tambahannya tidak
lagi hanya mengambil dari plainsong, melainkan juga dari lagu-lagu
sekuler.

♪ Conductus. Kata conductus diambil drai bahasa latin conducere


(=mengiringi, menemani). Bentuk komposisi ini diciptakan untuk dua, tiga,
atau empat suara. Namun berbeda dari motet, conductus memakai teks yang
sama untuk semua suara. Tema-tema yang ditampilkan umumnya bersifat
serius dan seringkali sakral dan dituliskan dalam bahasa latin serta
diciptakan tersendiri. Begitupun musiknya. Jadi tidak seperti motet yang
suara pokoknya mengambil dari nyanyian yang sudah ada.

Anda mungkin juga menyukai