KELOMPOK 2
Ade Pratama Sitanggang
Beatrice Christa Br. Tarigan
Boby Julsandro Sinaga
Ivana Laura Ratuela
Sonya Angelia Nasthasya Siregar
Timotius Lambok Sijabat
Yoas Mehetabeel Telaumbanua
Musik abad pertangahan
Musik Abad pertengahan 375-1400
Musik abad pertengahan biasanya dipertunjukkan dalam bentuk drama liturgi, gregorian,
tipe litani berbalasan dilakukan dalam ibadah, tipe sekuensi, kanzone, rondo pertunjukan
musik polifon pada abad ke-9 11 konon dimulai dari Islandia dan Norwegia perkembangan
lain adalah sudah adanya sekolah-sekolah musik, organum baru, sudah ada notasi musik
juga berkembang. Sebagai pendukungMusik abad pertengahan adalah sebuah era musik
Barat, yang meliputi musik liturgi yang dipakai untuk gereja, dan musik sekuler, musik non-
relijius. Musik abad pertengahan meliputi musik vokal tunggal, seperti pujian Gregorian
dan musik paduan suara (musik dari sekelompok penyanyi), musik instrumental tunggal,
dan musik yang memakai vokal dan instrumen (biasanya dengan instrumen-instrumen
yang menyertai vokal). Pujian Gregorian dinyanyikan oleh para biarawan pada Misa Katolik.
Misa tersebut adalah adegan ulang dari Perjamuan Terakhir Yesus, yang ditujukan untuk
memberi hubungan spiritual antara manusia dan Allah. Bagian dari hubungan tersebut
dihimpun melalui musik
Musik Monofon : GREGORIAN
Istilah 'monofon' berasal dari dua Nama
kata, yaitu monos (berarti tunggal - Istilah musik Gregorian ini baru
bhs Yunani), dan phooneoo berarti dipakai oleh Sri Paus Leo (847-
berbunyi. Sehingga istilah 'musik 885) dalam suatu surat kepada
monofon' ialah suatu jenis musik pemimpin biara, Abas Honoratus
yang terdiri dari satu suara saja, yang menyebutkan carmen
tanpa iringan apapun juga. Kalimat Gregorianum(nyanyian
"tanpa iringan apapun juga" benar- Gregorian). Nyanyian ini
benar perlu dicantumkan agar sebenarnya sudah ada sebelum
monofoni ini dapat dibedakan dari Paus Gregorian meninggal pada
monodi. Menurut para pakar musik, tahun 604 dan dipengaruhi
musik Abad Pertengahan secara khusus oleh Paus
merupakan puncak kesempurnaan tersebut.
artistik musik monofon atau disebut
musik Gregorian.
TETRACHO
RD
Di teori musik, Sebuah tetrachord adalah rangkaian empat nada yang
dipisahkan oleh tiga interval. Dalam teori musik tradisional, tetrachord
selalu mencakup interval A sempurna keempat, proporsi frekuensi 4:
3 (sekitar 498 sen) —Tetapi dalam penggunaan modern ini berarti
segmen empat nada dari a skala atau baris nada, belum tentu terkait
dengan sistem tuning tertentu.
Teori musik modern menggunakan oktaf sebagai unit dasar untuk
menentukan tuning, di mana orang Yunani kuno menggunakan
tetrachord. Ahli teori Yunani kuno mengakui bahwa oktaf adalah
interval fundamental, tetapi melihatnya dibangun dari dua tetrachord
dan a seluruh nada.
DIATONI
BERWARNA
S
Sebuah tetrachord diatonik memiliki Sebuah tetrachord kromatik memiliki
interval karakteristik yang kurang interval karakteristik yang lebih besar
dari atau sama dengan setengah dari sekitar setengah interval total
dari interval total tetrachord tetrachord, namun tidak sebesar empat
tersebut (atau sekitar 249 sen). per lima interval (antara sekitar 249 dan
Interval karakteristik ini biasanya 398 sen). Secara klasik, interval
sedikit lebih kecil (sekitar 200 sen), karakteristik adalah a minor sepertiga
menjadi a seluruh nada. Secara (sekitar 300 sen), dan dua interval yang
klasik, tetrachord diatonik terdiri dari lebih kecil adalah seminada yang sama,
dua interval nada dan satu interval a mis. A – G♭–F – E.
setengah nada, mis. A – G – F – E.
Nada Finalis dan Nada
Dominan
Tempat nada finalis dalam tangga nada tertentu merupakan suatu keistimewaan pada
modalitas musik gregorian yang belum terdapat pada musik Yunani dimana nada
paling rendah dari tangga-nada yang bersangkutan berfungsi sebagai nada
finalis. Namun peranan nada finalis baru terlihat jelas pada abad ke-9
Pada abad ke-10, teori modalitas gregorian masih dilengkapi dengan teori nada
dominan yang berarti 'nada yang menguasai seluruh modus’ karena sifatnya yang
sebagai pusat terhadap seluruh gerakan melodi gregorian. Menurut teori ini, tiap
modus memiliki nada dominan yang khusus dan khas.
Nada dominan pada modus-modus otentik terletak satu kwint diatas nada dasar/nada
finalis. Pada modus-modus plagal tempatnya satu terts diatas nada finalis.
Namun pada abad ke-13, nada-nada dominan yang letaknya pada nada si dipindah
satu sekon kecil keatas menjadi do (dalam modus 3/ frigis, dan dalam modus 8/
hypomixolidis).
Akhirnya nada dominan modus 4/ hypofrigis dipindah dari sol ke la.
Hexac
hord
Pada tahun 1050 Guido dari Arezzo, seorang teoritikus di Italia menciptakan suatu metode
untuk menghafal nada. Untuk itu ia berpangkal dari Hexachord: Suatu deretan dari enam nada
berturut-turut dengan ½ nada ditengah-tengah. Setiap nada mendapat satu
ungkapan/kwalitas. Misalnya nada ketiga selalu dilanjutkan ke atas dengan ½ nada. Untuk
menghafal keenam nada itu, maka tiap nada dalam Hexachord diberi satu suku kata sebagai
nama.
½ nada selalu terletak diantara nada mi dan fa, artinya nama nada menunjuk tinggi nada
yang relatif. Maka dapat diadakan modulasi dari hexachord dengan nada c (= hexachord
naturale) ke nada dasar g (= hexachord durum) dan ke hexachord dengan nada dasar f(=
hexachord molle).
Solmisasi memungkinkan bahwa penyanyi dapat menghafal urutan nada dalam hexachord
khususnya di letak ½ nada maupun dalam modulasi.
Pada abad ke-16 solmisasi hexachord ciptaan Guido dari Arezzo ditinjau kembali dan
dilengkapi oktaf, dengan suku kata do re me fa sol la ti do.
TEORI IRAMA Teori irama Gregorian pada jaman sekarang
bukan suatu ringkasan dari naskah-naskah
DALAM MUSIK abad pertengahan. Tapi kiranya teori ini tetap
berguna agar ciri khas dan khususnya dapat
GREGORIAN diketahui secara mendalam.
Selain ini yang berhubungan dengan khodrat suara manusia sendiri, perlu diperhatikan sifat
sukral dari musik Gregorian. Gaya staccato yang tepat:misalnya pada aria Opera, Sungguh
Salah tepat nya pada pembawaan musik Gregorian.
Bukankah seeing kali musik Gregorian disebut•suatu doa yang dinyanyikan? •ternyata Susana
doa lebih mudah diciptakan dengan gaya Menyanyi legato dari pada dengan gaya Menyanyi
diantara suara manusia Dipakai bagaikan alat perkusi (dengan Staccato).
Aksen pada bahasa latin.
Aksen dalam bahasa latin menyangkut suatu perkembangan Menurut
taraf"sangat berbeda. Taraf-taraf perkembangan tertentu adalah sebagai
berikut:
(a).Mula-mula dalam bahasa Yunani, dan juga pada bahasa latin, Aksen-
sesuai dengan arti harafiah kata tersebut-diwujudkan dibawakan tidak
secara dynamis, meliankan meluku melodis, artinya tiap-tiap suku kata pokok
diucapkan dengan suatu Nada yang lebih tinggi dari pada suku kata sebelum
nya dan sesudahnya.
Dan suku kata pembantu yang tidak beraksen, disebut pula tesis, sebab
ternyata di sini suara turun.
(b). Pada taraf (c).Baru pada taraf terakhir perkembangan aksen tampil segi
perkembangan berikut dynamika sebagai unsur Irama, yaitu perbedaan antara keras
dalam bahasa latin dan lembut dalam ucapan suku-suku kata masing-masing.
making diperhatikan Perkembangan ini yang berhubungan dengan hakikat Irama,
aspek panjang pendek pastilah terpengaruh oleh kontak dengan bangsa-bangsa
nya aksen, sehingga mudah dari Timur waktu "perpindahan bangsa-bangsa" Pada
Istilah-istilah yang dahulu abad 4SM.Dengan demikian diletakkan dasar untuk suatu
dipakai untuk Kebudayaan yang sama sekali baru, sehingga tidak
membedakan aspek mengherankan bilang mulai saat ini berubahlah pula pengertian
melodis pada ucapan aksen, baik di bidang senior sastra maupun seni musik.
Suku-suku kata,
Demikian pula halnya dengan tesis: kecuali pengedoran tetap
accenlus/accendere(latin)
berlaku bahwa suku kata yang bersangkutan menjadi
=menyalaakan;menyeman
panjang.Sebaliknya berlaku juga aturan umum bahwa pada
gati;menambah;meningka
suku kata suku kata yang tidak beraksen melodinya sering
tkan tesis atau
turun(=tesis melodi).Biarawan yang pertama kalinya
thesis(Yunani)
membuktikan secara ilmiah kebenaran teori, tentang irama
=perletakan, penurunan
gregorian ini adalah Dom Andre Mocquereau, OSB. (1849-1930)
(misalnya kaki dalam tari).
Irama
A B
Gregorian C D
Akhirnya semua pola
Suatu motif ritmis Panjangnya nada gregorian Tidak pernah suatu tesis
irama kecil-kecil ini tetap
selalu dimulai sama seperti halnya pada secara langsung dapat terikat pada aksen kata
dengan arsis yang diikuti oleh tesis lain akan maupun dipengaruhi oleh
nada musik Yunani ialah
bersifat kuat, tetapi satu arsis dapat ritme musik keseluruhan,
pendek, berdasarkan Chronos
langsung diikuti arsis entah kalimat ritme
crescendo,dan Prootos, artinya kesatuan
kedua.Maka dari itu dalam musik,entah ritme kalimat
berkhir dengan waktu ini tidak dapat
musik gregorian hanya bahasa. Maka dari itu
tesis yang bersifat dibagi. Tetapi nada kebebasan irama musik ini
lemah, panjang, gregorian dapat secara terdapat pola irama biner
berarti bahwa irama
descresendo. relatif dapat dipercepat yang namanya iambos gregorian tidak terikat
dan diperlambat, ( pendek-panjang) atau pola pada satu jenis birama
berhubungan dengan irama terner yang namanya tetap terulang ulang.
anapaestus ( pendek- Namun di lain pihak,
adanya arsis atau tesis.
pendek- panjang) kebebasan ini hanya
relatif saja.
Accentus ⁵⁶ atau psalmodi ⁵⁷= gaya resitatifJumalah suku kata
BENTUK BENTUK
yang berbeda beda. Namun setiap ayat dinyanyikan menurut
MUSIK pola lagu tertentu (=pslmodi), terdiri dari:
GREGORIAN
A. B. C.
Psalmodi dipakai terutama untuk
D.
ibadat harian /ofisi (pembawaan
Intium⁵⁸ Mediatio ⁵⁹ Flexa ⁶¹ Terminatio mazmur).
pada awal di tengah suatu ⁶² pada Dalam hal ini ayat- ayat mazmur
ayat kalimat, ayat, ditandi cengkok akhir diapiti dengan sebuah antifon
untuk dengan sebelum kalimat (=refren) dengan gaya silabis.
mengantar asteriscus (*) mediatio, untuk Psalmodi Gregorian ini merupakan
pada nada atau titik bila mengantar suatu perkembangan dari lagu
tenor / Tuba. dua (:) dan kalimatnya melodi dari psalmodi Yahudi
Nada berupa terlalu tenor Psalmodi respons orial
Tenor(=Domin kadens panjang kepada Suatu bentuk khusus, terdiri daru
an) diulang setengah , nada antifon dan satu ayat saja .Terdapat
ulang, biasanya Finalis. dalam Graduale, dan Alleluia
panjangnya dengan (=nyanyian sesudah bacaan kitab
tergantung melisma suci dalam ibadat misa) serta dalam
dari jumalh kecil. responsorium (= nyanyian sesudah
suku kata bacaan dalam ibadat harian / ofisi).
ayat Dalam hal ini urutanya antifon- ayat
antifon
Concent
Concentus merupakan lagu Gregorian yang non-resitatif. Menurut gayanya dapat diklasifikasikan
ussatu suku kata, dan gaya melismatis, yakni satu
berdasarkan gaya silabis, yakni satu nada untuk
suku kata medapat suatu kelompok nada. Lagu-lagu berikut termasuk dalam Concentus:
- Antifon(bunyi bersama) : atau disebut juga refren yang mengapit ayat ayat Mazmur. Dalam
Ibadat Harian (ofisi) biasanya dalam gaya silabis sebagai pembukaan dan penutup seluruh
Mazmur.
- ciptaan hermanus contracius kira–kira 1050 memakai gaya melismatis (tanpa ayat Mazmur).
Dalam ibadat - Responsorium: atau disebut juga sebuat antifon panjang dengan satu ayat
mazmur dengan gaya melismatis. Dalam ibadat Ekaristi : Graduale (nyanyian sesudah bacaan
kitab suci) dan Alleluia (nyanyian sebelum bacaan injil) – Psalmodi Responsorial.
- Ordinarium: nyanyian ibadat Ekaristi/misa , yakni Kyrie eleison (Tuhan Kasihanilah Kami) ,
Gloria in Excelsius Deo), Sanctus(Kudus), dan Agnus Dei(Anak Domba Allah)
- Hymne: suatu nyanyian yang syairnya tersusun menurut pola irama Yunani dan dalam baris-
baris dengan jumlah suku kata tertentu. Maka teksnya tidak diambil dari Kitab Suci,
melainkan suatu puisi, dan sebagainya.
. Bentuk Baru Musik
Gregorian
Bentuk baru musik Gregorian mencakup:
- Tropus: suatu tambahan pada sebuah lagu Gregorian, biasanya sebagai sisipan.
Sebuah gaya melisma diberi syair sehingga lagunya menjadi gaya silabis. Contoh
paling jelas pada Kyrie, fons bonitatis dibandingkan dengan Kyrie dari Misa II.
- Sequentia: (Lat. Sequere – mengikuti), suatu tropus khusus: melisma pada akhir
“Alleluia” yang diberi syair silabis, kemudian menjadi lagu sendiri. Contohnya:
Victimae Paschali Laudes (Hari Minggu Paska) dan Veni Sancte Spiritus
(Pentakosta).
Dalam sejarah dibeda-bedakan tiap tahap perkembangan sequential
Sequential klasik (850-1050)
Ketujuh seni bebas atau mata pelajaran seni oleh martianus capella dibagi 2:
• Kelompok pertama dinamakan dengan nama Trivium artinya persimpangan tiga
dan terdiri atas tiga mata pelajaran pokok ialah grammatica (tata bahasa
latin),Dielectica (logika tingkat pertama jadi minor) dan Rhetorica (seni pidato).
• Dalam kelompok kesenian kedua yang dinamakan quadrivium termasuk ,
aritmetica (aljabar),Geometria (alat ukur), Astronomia(ilmu falak), musica atau
harmonia (teori musik).
Dalam buku "de nuptiis philologiae et mercuri beliau" oleh martianus capella
diuraikan pengaruh mata pelajaran yang satu pada yang lain. Maka terdapat
beberapa teori tentang musik yang juga mempengaruhi perkembangan musik
gregorian misalnya ;
• Bakat musik sebenarnya atas kemampuan menyusun lagu lagu yang bernilai
estetis baik. Maka dari itu seluruh pelajaran musik antara lain menerangkan
tentang (HARMONIA)" melodi dan "RHYthmica" (Irama)
• Tentang harmonia / melodi martianus capella menerangkan bahwa pelajaran
harus berpangkal yang paling elementer yakni dari nada nada masing
masing.
• Tentang Ryhtmica antara lain martinus capella mengungkapkan bahwa tiap
tiap motif irama terdiri dari pola waktu elementar yang dalam bentuknya
yang paling sederhana hanya terdiri dari satu arsis dan satu tesis.
• Dalam musik ternyata irama berfungsi sebagai prinsip aktif dan formal dalam
arti prinsip prinsip yang memberikan 'forma' atau bentuk atau bentuk
tertentu pada nada nada melodi. Sebaliknya melodi ternyata berfungsi
sebagai prinsip pasif dan material dalam arti sebagai prinsip yang menerima
suatu bentuk dari irama bagi dirinya / nada nada nya
2. Augustinus (354-430)
Dalam bukunya "de ordine" augustinus secara umum
menekankan , bahwa tiap tiap jenis seni suara selalu terdapat
suatu aturan baik tentang lama nya maupun ketinggiannya nada
nada masing masing.
Tanda birama menunjukkan ritme lagu. Angka di bagian atas tanda birama menunjukkan jumlah
ketukan per birama, sedangkan angka di bawah menunjukkan nilai not per ketukan. Tanda
birama 3/4 di sini menunjukkan bahwa terdapat tiga ketukan dalam birama, satu ketukan kuat
diikuti dua ketukan lemah, dan masing-masing ketukan bernilai not seperempat.
Pada bagian awal paranada terdapat kunci-G yang menandakan bahwa garis kedua dari bawah
melambangkan nada g¹ (berfrekuensi sekitar 418 Hz).
Tanda mula utama yang di sini terdiri dari dua tanda mula kres pada garis nada c dan f
menunjukkan bahwa kedua nada tersebut dinaikkan setengah nada dalam semua oktaf
(dimainkan sebagai nada cis dan fis) serta menunjukkan bahwa karya musik bersangkutan ber
tangga nada D mayor atau B minor.
Not pertama adalah not seperempat dengan nada d1, dengan dinamika (nyaring lembutnya
suara) mf (bahasa Italia, mezzo forte: agak nyaring). Dapat dilihat bahwa not tersebut langsung
diikuti garis birama walaupun tiga ketuk dalam birama tersebut belum selesai. Dengan demikian,
karya ini dimulai bukan dengan ketukan pertama bertekanan, melainkan dengan ketukan ketiga
lemah dalam suatu birama pembuka (anacrusis).
Not kedua juga merupakan not seperempat dan bernada d 1 yang jatuh pada ketukan pertama
dalam birama berikutnya.
• Tanda legato menghubungkan not d1 tersebut dengan not fis1 dan a1, menandakan bahwa ketiga
not tersebut harus dimainkan secara legato (sambung-menyambung).
Pada birama berikutnya terdapat not setengah bernada a 1 berdurasi dua ketukan
Berikutnya terdapat not seperempat dengan dua kepala not pada posisi nada fis 2 dan a2,
menandakan bahwa kedua nada tersebut harus dimainkan bersamaan. Di atas not tersebut
terdapat tanda staccato, menandakan bahwa not tersebut harus dimainkan
secara staccato (terpisah nyata dari not sebelum dan sesudahnya).
Tanda diam seperempat menandakan bahwa tidak ada nada yang dimainkan
selama (dalam hal ini) satu ketukan.