Anda di halaman 1dari 9

NILAI-NILAI ESTETIK PADA MUSIK JAZZ

Heri Yonathan Susanto Widyaiswara PPPPTK SB Sleman Yogyakarta


A. Latar Belakang Masalah Minimnya perhatian masyarakat, terutama Indonesia, terhadap jenis musik jazz menimbulkan keprihatinan terhadap perkembangan jenis musik ini. Seperti halnya musik klasik, sebagian besar orang memang cenderung menganggap jenis musik ini terlalu berat, abstrak, dan sulit untuk dicerna. Disamping itu, jazz acap kali distereotipkan sebagai musik kaum elite atau kaum gedongan, walaupun kenyataannya di kalangan gedongan sendiri, sebenarnya penggemar ataupun penikmat musik jazz masih merupakan golongan minoritas. Bahkan di kalangan kaum muda dewasa ini sudah umum dijumpai anggapan bahwa jazz adalah musik orang tua yang membosankan dan membuat kita mengantuk.1 Musik jazz selama ini memang dirasa kurang banyak melakukan sosialisasi dengan masyarakat, sehingga pendapat kebanyakan orang bahwa musik ini sulit untuk dinikmati dan selalu terdengar asing di telinga, akibatnya masih banyak orang belum bisa menerima kehadiran musik ini. Seperti halnya dengan musikmusik yang lain, sebenarnya hal-hal yang menyebabkan masyarakat

Niwandono, Pradipto, Jazz dan musik populer dalam lintasan sejarah, www.wartajazz.com., p. 1.

menjadi kenal dengan suatu jenis musik atau lagu tertentu karena faktor kebiasaan (habit).2 Tingkat apresisasi masyarakat terhadap suatu jenis musik dapat terlihat atau diukur dari berapa jumlah penonton yang menyaksikan suatu pementasan. Bisa dipastikan apabila ada pementasan musik dangdut selalu dipadati pengunjung. Lain halnya dengan musik-musik yang lain seperti orkestra, keroncong, dan jazz. Salah satu faktor yang menjadi penyebab adalah bahwa musik-musik tersebut kurang populer di masyarakat, sehingga tidak bisa dikelompokkan ke dalam musik populer yang memiliki ciri-ciri (1) diketahui banyak orang, (2) disukai kebanyakan orang, (3) mudah dipahami rakyat.
3

Definisi ini tentu

tidak baku, sehingga sering terjadi kerancuan dalam mendefinisikan pengertian musik pop khususnya dan seni pada umumnya, karena sulit mendapatkan definisi logis filosofis mengenai seni dan akibatnya sampai hari ini selalu ada debat terus mengenai hal ini. Barangkali seni memang terlalu kaya untuk dicakup dan dikurung dalam definisi.
4

Munculnya image bagi musik jazz yang kurang menguntungkan ini berpangkal pada sebuah pengertian yang dominan bahwa fungsi utama musik adalah untuk menghibur dan memberikan kepuasan kepada khalayak, dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Adanya perkembangan teknologi, yaitu munculnya alat perekam suara pada akhir abad 19 telah mengakibatkan pergeseran besar dalam seni musik dunia : jika pada awalnya musik merupakan ekspresi murni perasaan manusia maka kini musik menjadi produk industri rekaman dan komoditas dagang. Kapitalisme industri musik juga telah
Crook, Hal, How to Improvise, Advance Music, 1991, p. 2. Mack, Dieter, Apresiasi musik Musik Populer, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 1995, p.12. 4 Mudji Sutrisno, S.J., Kisi-kisi Estetika, Kanisius, Cetakan ke 5, Yogyakarta, 2003, p. 134.
3 2

menggeser musik-musik lama yang menunjukkan identitas kultural masing-masing etnis/bangsa di dunia, dan sebagai gantinya muncullah jenis musik baru yang mengatasi dan meluruhkan perbedaanperbedaan kultural yang ada, yaitu apa yang disebut musik populer. Tanpa mengesampingkan kreativitas dari musisi pop (hanya sebagian kecil musisi pop memiliki kreativitas orisinal), sesungguhnya tidak sedikit komposisi pop merupakan bentuk-bentuk yang terstandarisasi atau reproduksi dari trend sesaat, dan fenomena ini cenderung berlangsung secara global.5 Masuknya jazz ke Indonesia bisa diteliti kembali sampai dengan awal abad ini, dan pada tahun 1930-an ada berbagai usaha, terutama bersama orang Belanda seperti misalnya Jacob Sigarlaki. Namun jazz seperti suatu komoditi yang berdiri sendiri barangkali mulai sekitar pada tahun 1960-an.6 Beberapa hotel yang menyelenggarakan pementasan musik di

Yogyakarta (biasanya hotel berbintang) sangat jarang yang memiliki program untuk musik jazz. Selama ini yang ada kebanyakan menampilkan jenis musik pop (populer) dalam berbagai bentuk pementasan musik, dari piano tunggal, organ tunggal, maupun full

band . Koleksi lagu yang dimiliki oleh sebagian besar musisi di


Yogyakarta adalah lagu-lagu yang bersifat standar, artinya lagu-lagu yang pada umumnya setiap orang mengenalnya. Sebut saja misalnya lagu My Way-nya Frank Sinatra, setiap pecinta musik populer pasti mengetahuinya.7

Niwandono, Pradipto, loc.cit. Mack, Dieter, Sejarah Musik Jilid 4, PML, Yogyakarta, 1995, p. 586. 7 Berdasarkan pengamatan penulis sebagai pemain musik di berbagai hotel di Yogyakarta.
6

Yogyakarta sebagai kota budaya yang didalamnya terjadi berbagai perkembangan seni termasuk didalamnya musik jazz belumm banyak menampilkan jenis musik ini dan menjadi agenra reguler di berbagai hotel berbintang dan restoran. Beberapa cafe juga sering menggelar musik jazz meskipun bersifat evensual dan dalam bentuk easy listening yang mereka sebut dengan jazzy. Jazzy ini adalah upaya yang dilakukan para musisi jazz untuk mendekatkan diri dengan masyarakat musik yang selama ini masih menganggap bahwa musik jazz itu sulit untuk dinikmati dengan menyederhanakan akor-akor yang biasanya dipakai dalam musik jazz. Jazzy berarti agak-agak ngejazz atau sedikit bernuansa jazz. Pada umumnya istilah ini dipergunakan untuk menyebut musik populer yang mengadopsi unsur jazz, biasanya pada progresi chord (yang mewakili unsur blue note) maupun irama yang sering dipergunakan dalam jazz misalnya swing, soul, bossanova dan sebagainya. Beberapa pengusung awal jazzy antara lain kelompok Blood, Sweat & Tears (BS&T) dan Chicago sekitar tahun 1968. Ada sebagian artis/musisi yang memang memilih jazzy sebagai konsep musiknya, ada pula yang menjadi jazzy hanya karena kolaborasinya dengan musisi-musisi jazz.8 Kekayaan harmonisasi pada musik jazz yang pada umumnya dianggap rumit oleh orang awam dan terlalu sedikitnya tempat hiburan misalnya hotel yang menyelenggarakan pementasan musik jazz secara reguler berdampak kurang baik terhadap perkembangan jenis musik ini. B. Pembahasan Musik jazz adalah salah satu jenis musik yang memiliki ciri-ciri (1) kebanyakan instrumental, (2) improvisasi relatif bebas, (3) kebanyakan alat-alat akustik, (4) standar teknologi rendah, (5) standar gramatik
8

Niwandono, Pradipto, op. cit. p. 3

musik progresif yang berorientasi antara lain pada musik seni kontemporer, modal, alterasi kromatis, susunan terts atau kwart, (6) teknik pengolahan kebanyakan variatif, (7) prinsip tema dengan pengolahan improvisasi dan variasi, panjang, (peran alat tiup dan piano dominan).9 Berdasarkan sifat-sifat tersebut maka musik jazz menjadi kurang komunikatif, karena musik akan menjadi berarti apabila sudah ada syair, sementara pada musik jazz peran syair menjadi kurang besar karena hampir keseluruhan lagu diisi dengan improvisasi secara bergantian oleh beberapa instrumen. Dalam penjelasan lain didefinisikan, Jazz music, with in roots in basic rhythms

and simple melodies, has developed naturally into a blend of musicianship, humanity, and intellect, having universal appeal. Jazz has brought about renessance in improvisation, providing a style which in conducive to spontaneus creation by utilizing standard music elements, such as 4/4 time, song of uniform length and form (usually 32 measure in length), with in A-A-B-A structure.10
Kesederhanaan musik jazz dalam hal birama, melodi dan bentuk menjadikan musik ini memiliki pakem tersendiri. Seorang pemain musik jazz dalam melakukan improvisasi biasanya selalu bergantian dengan istrumen yang lain. Selama menunggu instrumen lain melakukan improvisasi, seorang pemain tidak perlu menghitung berapa birama yang sudah dimainkan, karena birama, bentuk lagu (AABA) sudah menjadi semacam format yang baku dalam kebanyakan musik jazz. Tingkat virtuositas yang dituntut oleh setiap pemain sangat tinggi, memang disini letak perbedaannya dengan musik-musik lain seperti pop, keroncong, dan dangdut pada umumnya.
Mack, Dieter, Apresiasi musik Musik Populer, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 1995, p.50. 10 Coker, Jerry, Improvising Jazz, A Fireside Book Published by Simon and Schuster, Inc., New York, 1987 p. 1.
9

Pada masa-masa belakangan, semakin tampak bahwa musik jazz senantiasa kontradiktif dengan musik populer (rock dan pop), dimana jika seseorang menjadi penggemar salah satu jenis musik ini biasanya akan menolak yang lainnya. Yang kurang diketahui umum adalah bahwa kedua jenis musik tersebut memiliki hubungan satu sama lain yang saling mempengaruhi. Bukankah jazz maupun rock tumbuh dari akar yang sama, yakni blues? Mungkin tidak banyak orang yang tahu bahwa lagu-lagu The Beatles telah banyak dibawakan oleh para musisi jazz sebagai lagu standar. Atau bahwa Sting, pentolan grup New Wave era 80-an, The Police, adalah juga seorang musisi jazz yang handal. Akibat interaksi antara jazz dan musik-musik hiburan terbukti telah melahirkan berbagai sintesis baru yang memperkaya nuansa baik dalam jazz maupun rock. Bagi para musisi pop atau rock yang mengadopsi elemen jazz akan memberi mereka suatu nilai lebih karena dengan demikian akan dianggap lebih bermutu, sementara sebaliknya bagi kalangan musisi jazz, dengan mengadopsi unsur musik populer akan menyebabkan karya mereka lebih memiliki daya jual. Musik sebagai media untuk mengungkapakan perasaan melalui suara memiliki dua fungsi yaitu musik yang komersial (dagang) dan musik untuk seni. Musik jazz tidak masuk ke dalam musik populer yang berorientasi komersial. Pemikiran ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Hari Roesli, sebagai berikut: Kalau bicara soal musik kita harus membedakan antara musik sebagai industri dan musik sebagai ekspresi kesenian. Kalau musik sebagai komoditi dagang jika secara estetis bagus, yang laku. Dan di kita kondisinya cukup maju. Terlihat dari pemusik yang aksentuasinya dengan dagang kini sudah bisa hidup, dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Berarti musik sebagai komoditi dagang sudah jalan baik. Tapi disamping itu juga ada musik yang berdiri di daerah keenian. Musik-musik kesenian ini merupakan ekspresi dialog dia dengan seni,

tidak ada kontaminasi dengan dunia dagang. Nah jalur ini memang kurang banyak tampil.11 Dieter Mack, dalam bukunya Sejarah Musik, Jilid 4, PML, Yogyakarta, 1995, memaparkan tentang asal mula musik jazz yang dimulai dari sejarah timbulnya musik jazz di Amerika, sampai dengan perkembangannya di Indonesia. Permasalahan dalam bidang musik jazz sedikit berbeda. Jika untuk sementara kita bertolak dari anggapan bahwa jazz di Indonesia hampir sepenuhnya berorientasi pada pada gaya-gaya jazz internasional, maka frase perkembangan musik jazz di Amerika dan Eropa pada tahun 50-an sampai dengan tahun 70-an sama sekali tidak dapat mempengaruhi Indonesia.12 Seringkali jazz diartikan musik yang borjuis dan musik kaum The

Haves. Tentu pendapat ini patut ditentang. Kalau kita kembali ke akar
musik jazz yang berasal dari Work Song para budak kulit hitam yang notabene bukan kaum borjuis. Memang pada jaman Swing, musik jazz dijadikan pengiring dansa kaum ekonomi atas, namun selanjutnya musik jazz berkembang dari klab-klab kecil di pelosok New York, Chicago atau New Orleans. Dari klab-klab kumuh ini musik jazz semakin menguatkan bentuknya sebagai musik yang memiliki sisi hiburan sekaligus sekaligus memiliki sisi apresiasi. Sekedar meluruskan kesalahpahaman yang terjadi, musik jazz bukan musiknya kaum ekonomi atas, tetapi lebih tepat dikatakan musiknya kaum intelektual tinggi. Perlu digaris bawahi, kaum intelektual tinggi tidak sebentuk dan sebangun dengan kaum ekonomi atas.13 C. Kesimpulan

11 12

Ibid., p. 590. Mack, Dieter, op. cit., p. 586. 13 Hindarto, Chico, Demokrasi dalam Musik Jazz, www. wartajazz.com., p. 2.

Musik jazz mempunyai banyak nilai estetiknya dipandang dari kekayaan harmonisasi dan kompleksitas progresi akornya. Musik ini selalu kaya dengan improvisasi dengan mengembangakan melodi dan akor yang ada pada setiap lagu. Dibandingkan dengan jenis musik yang lain, musik jazz memang cenderung memerlukan kemampuan untuk menganalisa lagu, harmonisasi dan progresi akornya. Ketidakmampuan masyarakat musik untuk mengapresiasi jenis musik ini disebabkan kurangnya sosialisasi dan image masyarakat yang barangkali juga sudah menjadi mitos bahwa musik jazz itu sulit dimainkan. Pendekatan tersebut kini sudah diformat dengan menawarkan apa yang mereka sebut dengan jazzy. Diharapkan jenis musik jazzy ini menjadi lebih mudah diterima oleh masyarakat. Perkembangan musik jazz di Indonesia dewasa ini belum terlalu bagus. Ketidaktahuan masyarakat akan nilai sebuah karya seni menjadikan musik jazz cenderung tertinggal dibandingkan dengan musik yang lain. Padahal bagi orang yang mengerti apa itu seni, jazz jauh lebih bernilai tinggi daripada musik lain yang hanya mementingkan trend sesaat. Peranan hotel, restoran, caf, televisi maupun radio sangat besar didalam memasyarakatkan jenis musik ini. Pada umunya hotel yang menyelenggarakan pementasan musik jazz akan dianggap lebih eksklusif, dan hal ini tentu berdampak baik terhadap hotel yang bersangkutan. Falsafah Jawa Witing tresno amarga saka kulina barangkali tepat dijadikan dasar perumpamaaan perkembangan musik ini. Semakin banyak event yang menampilkan musik jazz, maka masyarakat akan semakin mengenal musik yang sarat dengan nilainilai estetik ini.

DAFTAR PUSTAKA Banu, Pono, Kamus Musik, Kanisius, Yogyakarta, 1994. Coker, Jerry, Improvising Jazz, A Fireside Book Published by Simon and Schuster, Inc., New York, 1987. Crook, Hal, How to Improvise, Advance Music, 1991. Hindarto, Chico, Demokrasi dalam Musik Jazz, www. wartajazz.com. Hornby, A.S., Parnwell, E.C., dan Siswoyo, Kamus Inggris-Indonesia, Percetakan PT Intermasa, Jakarta, 1997. Mack, Dieter, Apresiasi musik Musik Populer, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 1995. __________, Sejarah Musik Julid 4, PML, Yogyakarta, 1995. Pradipto, Nirwandono, Jazz dan Musik Populer dalam Lintasan Sejarah, www.wartajazz.com. Sutrisno, Mudji, S.J., Kisi-kisi Estetika, Kanisius, Yogyakarta, 2003. Cetakan ke 5,

Syafig, Muhammad, Ensiklopedia Musik Klasik, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta, 2003.

Anda mungkin juga menyukai