Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Maluku merupakan suatu wilayah yang kaya akan rempah-rempah (specerijeilanden),

daerah yang indah pada bagaian timur kepulawan Indonesia. Maluku juga merupakan salah

satu daerah di Indonesia yang menarik perhatian Dunia dengan kekayaan alam yang

dimiliki pada abad ke 16 sampai sekarang,

Maluku dijadikan sebagai target utama Bangasa Eropa dalam mencari rempah-rempah,

dengan kekayaan alam disertai rempah-rempah yang dimiliki Maluku pada saat itu

menjadikan Maluku sebagai target utama parah penjelajah samudrah dari berbagai belahan

dunia khususnya Bangsa Eropa,

Maluku juga dijadikan pusat pemerintahan dari berbagai kekuasaan, pusat kegiatan

politik, Bandar samudera bagi dunia perdagangan, pusat pendidikan dan kebudayaan, serta

pusat kegiatan-kegiatan keagamaan, Maluku banyak menyimpan fakta serta bukti-bukti

sejarah, salah satunya agama dan kerpercayaan yang sudah di kenal sejak lama. Kira-kira

tahun 1500, agama Islam masuk melalaui pedagang-pedagang kejawa, Hitu, Ternate dan

Banda. Alin ulama mengikuti jalan dagang rempah-rempah dan menyiarkan agama baru

itu kesegala pelosok, Sebagian rakyat Maluku kemudian memeluk agama Islam. Dengan

masuknya orang-orang Portugis yang mulai menyiarkan Agama Khatolik. Ketika Belanda

berhasil mengusir Portugis dari Maluku pada permulaan abad ke-17. Maka pendeta

Belanda menyiarkan agama Kristen Protestan. Ketiga agama resmi ini kemudian

berkembang dan mempunyai pemeliuk-pemeluk yang terbanyak, (Pattikayhatu,2008:8)

1
Sejarah perkembanagan Agama Kristen di Maluku, tidak dapat dilepaskan

hubunganya dengan sejarah kedatangan bangsa Eropa di Indonesia, terutama bangsa

Portugis dan Belanda, Maluku adalah gudang rempah-rempah di Indonesia Timur, oleh

karena itu rempah-rempah malukulah yang menjadi tujuan yang pasti ingin di capai bangsa

Eropa dan gudang itu harus di rebut dan di kuasai oleh mereka, dari hasil rempah-rempah

yang di milki oleh Maluku membuat orang-orang Eropa mencari jalan sendiri datang ke

Indonesia dan akhirnya tiba di Maluku. Baik bangsa Portugis maupun Belanda sementara

berdagang, mereka juga menyebarkan agama (Hanoatubun, 1980:1),

Sejarah gerejah dan pekebaran injil adalah sejarah yang di pimpin oleh Allah sendiri

dimana injil di beritakan karena pekerjaan rokudus yang memimpinya, disinilabh tumbuh

jemaat-jemaat. Masauknya injil pertamakali di Maluku pada tangal 24 juni 1522 di kota

Ternate, sedangkan iunjil masuk di pualau Seram kususnya Negeri Karlutu Kara pada

tahun 1950 Masyrakat Karlutu Kara sebelum masuknya Hiundu agama Islam, agama

Kristen Protestan, agama Kristen Khatolik serta ilmu pengetahuan modernnya alam

pikiranya masih sederhana. Kepercayaan masyrakat adat, di latarbelakangi oleh

kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Pengetahuan dan pengamatan masyrakat pada

umumnya masih sangat sempit, melihat sekelilingnya banyak keajaiban dan keanehan.

Dalam hubungan itu orang percaya dan menyembah kepada Allah matahari dan bulan,

menyembah kepada gunung tanah, kepada pusat kampung, menyembah tanjung labuhan,

kepercayaan kepada arwah tete nenek moyang, mata rumah, batu-batu serta pohon-pohon

besar, sebab pada objek-objek itu terdapat kekuatan-kekuatan yang tak berpribadi yang

menguasai segala sesuatu dan sering menakutakan, sehinga orang berusaha mendapatkan

2
pegangan, guna mendamaikan hidupnya dengan kekuatan-kekuatan gaib itu,

(Hanoatubun,2008:1),

Proses kristenan, khususnya proses masuknya agama protestan pada jemaat GPM

Karlutu Kara tidak banyak di ketahui orang Karlutu, terutama generasi penerusnyua.

Kepercayaan orang karlutu atau agama asli yang di anut leluhur di kampung karlutu,

berkaitan erat dengan penyembahannya kepada Allah matahari-bulan sebagai penguasah

alam semesta, dan juga kepada roh-roh tete nenek moyang dan berhala. Kepercayaan ini

yang bertatap muka dengan agama Kristen Protestan, dalam perjumpaan pertama di

Karlutu, Kara, Pauni dan R.wey adalah kampung-kampung yang telah memperingati

masuknya injil dan agama di Pulau Seram, awalnya pertama dari pulaua seram pada

umunya kemudian menuju ke karlutu, pauni dan R.wey. berdasarkan uraian di atas maka

penulis tertarik untuk mengadakan penilitian dan mengungkap masalah dan dijadikan

sebagai masalah dalam penilitian dengan judul : Masuknya Injil di Negeri Karlutu Kara

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah pokok yang akan di teliti

adalah

1. Bagaimana proses masuknya injil di Negeri Karlutu Kara

2. Bagaiman perkembangan Injil di Karlutu Kara

C. Tujuan Penilitian

Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguraikan masuknya Injil di Karlutu Kara

Kabupaten Maluku Tengah.

D. Manfaat Penilitian

Manfaat penilitian ini bertujuan untuk

3
1. Mengkaji dan mengangkat peranan Agama sebagai Kepercayaan yang di miliki oleh

masyrakat, maka dengan jelas akan memberi pemahaman kepada masyrakat Negeri

Karlutu kara tentang pentingnya agama sebagai Kepercayaan masyrakat setempat.

2. Dapat memberikan konstribusi pengetahuan serta pemahaman bagi lembaga

keagamaan untuk dapat menjaga serta melindungi secara kekristenan di Maluku.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Agama, Religi dan kepercayaamn

Religius bersumber pada agama dan bugdaya, kedua sumber ini sekaligus menjadi

sumber etika agama, Religius bertolak dari ajaran, dogma dan aturan doktrin agama, tetapi

religiusitas bukalah dogtrime atau dogmatisme. Sumber ajaran agama merupakan peta

kogmetif (ontologi) dari bagaimana agama-agama pada awalnya menyikapi problem-

problem kemanusian yang riil. Sebab itu, perjanjian lama, perjanjian baru, atau AL’Qan,.

Dan kitabsuci lainnya merupakan peta kognektif agama-agama yang menopang religiusitas

agama itu.

Selain sebagai peta kognetif, sumber-sumber agama itu pun menjadi rujukan

material dan nilai etika tentang bagaimana masyarakat penghasil kitab suci itu, menata

relasinya dengan sesama, lingkungan/alam semesta dan dengan Tuhan. Pendapat

masyrakat penghasil kitab suci itu sekaligus menjadi material pembelajaran etika agama

kepada semua umat beragama sepanjang masa.

Pemanfaatan suber-sumber agama itu mendorong perlunya transaksi atau

penerjamaan serta hermeneutk (pensfsiran mendalam). Karena itu umat beragama,

termaksud di Maluku atau di Indonesia, berperan sebagai penapsir seperti Dewa Hermes

untuk mengangkat pesan teks-teks itu lalu meneruskan pesan tersebut sebagai suatu nilai

baru bagi masyrakat di masa kini. Terkait itu Hans Georg Gadmer (1995:62) menunjukan

perlunya kesadaran sejarah (Historical conscionsness) sebagai ‘jembatan ilmia’ untuk

5
menangkap gagasan di balik Bahasa, istilah, bahkan permainan (game) yang digunakan

atau di praktekan suatu komunitas.

Sumber-sumber agama itu di perlukan bukan untuk mencari lagi defenisi agama.

Hans Kung (1992:69) menegaskan bahwa agama itu tidak perlu di perdebatkan tetapi

unutuk menghidupi manusia sehinga memungkinkan agama atau religius lebih praktis.

Sadar dan tidaknyha kesanjangan-kesanjangan yang selama ini terjadi antara umat

beragama disebabkan oleh penapsiran yang bersifat memihak atau berat sebelah (eksklusif,

triumphalis) atau orientasi beragama yang lebih bersifat dogmatis dan doktrin.

B. Peranan Belanda dalam menyiarakan agama Kristen Protestan di Maluku

Setelah berakhirnya kekuatan Portugis di Maluku dengan penyerahan benteng “kota

laha” kepada Belanda, maka dengan demikian Belanda yang merupakan penguasa

selanjutnya meneruskan misi penyiaran agama yang merupakan tujuan ke dua Belanda

pada saat itu, hal ini dikarenakan situasi dan keadaan pada saat itu yang di kenal dengan

semboyan “cuis region ejus religio”. Yang artinya barang siapa punya daerah berlakulah

agamanya . Berdasarkan semboyan itu, maka kedatangan orang-orang Belanda di Maluku

telah mengubah kekristenan di Maluku, baik secara lahir maupun batin. Ajaran Katholik

yang telah ditanamkan oleh portugis diganti dengan Kristen Protestan oleh Belanda.

berdasarkan kekuasaan dan wewenag yang diterima belanda, voc sebagai penguasa agama

protestan menuntut agar penganut-penganut agama khatolik berpindah ke protestan dengan

demikian dapat dikatakan reformasi di indonesia terjadi karena keputusan pemerintah. pada

tahun 1605, angkatan laut voc merebut benteng-benteng portugis di banda dan di ambon.

orang-orang kristen di ambon dan lease, yang telah merupakan sekutu orang-orang

portugis, menjadi rakyat kompeni. sebaliknya orang-orang islam di hitu, musuh kawakan

6
orang-orang portugis tadi, menjadi sekutu voc. namun demikian, kedatangan orang-orang

belanda membawa satu hadiah besar bagi kampung-kampung Kristen di maluku. Terlebih

kusus bagi seluruh ambon dan lease. sebab mereka itu berhasil mengikat perjanjian

perdamaian antara semua kampung di pulau-pulau itu. berhentilah peperangan antar-

kampung, yang selama masa portugis menjadi salah satu halangan besar bagi

perkembangan agama Kristen.

( END. Dr Van Den, 2001. Ragi cerita 1 )

C. Masuknya Agama Kristen di Maluku

Sejarah perkembangan agama Kristen di Maluku. Tidak dapat di lepas’pisahkan

hubungannya dengan sejarah kedatangan bangsa Eropa, terutama Portugis dan Belanda.

Sejarah gereja Kristen di Maluku adalah yang tertua di Indonesia, yaitu pada kurun waktu

1534 – 1605 (masa Portugis menyebarkan agama katolik; pengkristenan pertama) dan 1605

– 1815 (Gereja di Maluku dibawah pemeliharaan Gereja VOC sampai 1800 - dan jangka

pendek yang berikutnya dibawah pemeliharaan Pekabaran Injil dari pihak Inggris (1814 –

1817), dan berkembangnya kembali Gereja di Maluku oleh usaha Pekabaran Injil

Netherland Zendelinggenootschap (NZG) dalam kerjasama dengan Gereja Protestan pada

1815 – 1864, serta kurun waktu 1864 – 1935 gereja di Maluku dibawah pimpinan gereja

protestan (Cooley : 1984). Sehingga imbas dari masa kekuasaan atau penyebaran agama

kristen oleh bangsa eropa turut dirasakan oleh masyarakat Maluku Tengah,

Maluku adalah gudang rempah-rempah di Indonesia Timur, rempah-rempah yang

dimilki Maluku menjadi tujuan pasti di capai dan gudang itu harus di rebut dan dikuasai,

mendorong mereka mencari jalan sendri datang ke Indonesia dan akhirnya tiba di Maluku.

Baik bangsa Portugis maupun Belanda sementara berdagang, mereka menyebarkan agama.

7
Hal ini berarti sekaligus telah melaksanakan amanat Kristus bahwa pergi lah kamu,

jadikanlah sekalian bangasa itu muridku.

Setalah berakhirnya kekuatan portugis di Maluku dengan penyerahan benteng “Kota

Laha” kepada Belanda, maka tugas-tugas penyerahan agama berahli dari tangan portugis

dengan misinya ketangan Belanda, tujuan kedatangan belanda ke Indonesia khususnya

Maluku semata-mata semata-mata untuk berdagang, urusan agama terjadi karena di

paksakan oleh keadaan dan kebiasaan pada waktu itu yang terkenal dengan semboyaan

“cuis region ejus relogio” yang artinya barang siapa punya aderah berlakulah agamanya.

Berdasarkan semboyan tersebut maka kedatangan orang-orang belanda di ambon

telah mengubah sama skali kekristenan di Ambon, Agama Roma Khatolik yang telah

ditanamkan oleh orang Portugis diganti dengan Kristen Protestan oleh orang Belanda.

Di masa kekuasaan badan dagang ini (abad ke-17 dan ke-18) ternyata telah berkembang

suatu corak Kekristenan yang khas di dalam Gereja Protestan di Maluku. Perkembangan

demikian nampaknya tidak dapat dilepaskan dari kondisi riil gereja pada masa itu.

Kehadiran para pendeta dan ziekentrooster bukan saja dimanfaatkan oleh gereja untuk

melayani pegawai VOC tetapi juga untuk memelihara orang-orang Kristen Ambon yang

sebelumnya menganut agama Katolik Roma yang kemudian di-Protestankan ketika

penguasa VOC mengambil alih kekuasaan di Ambon dari tangan Portugis pada tahun

1605. Kekristenan yang dikembangkan oleh gereja ternyata bukan saja terdapat di “pusat”

(produksi rempah-rempah) tetapi juga di daerah “pinggiran” (yang kurang strategis dari

segi kepentingan dagang). Jemaat Banda, misalnya, dijadikan basis untuk pekabaran Injil

ke pulau-pulau bagian Selatan. Sejak tahun 1635 diadakan pekabaran Injil ke pulau Kei,

kemudian Aru, Tanimbar dan pulau-pulau Selatan Daya dengan memakai tenaga guru.

8
Sampai dengan abad ke-18 Kekristen-an telah diterima oleh orang-orang Maluku yang

terhimpun dalam jemaat-jemaat dan tersebar di hampir seluruh daerah kepulauan Maluku.

Jumlah mereka telah mencapai puluhan ribu orang. Di Ambon misalnya, tercatat 27.311

anggota yang telah dibaptis dan di Banda 1088 orang.

9
BAB III

METODOLOGI

A. Tipe penelitian

Penilitian ini merupakan suatu penilitian sejarah yaitu suatu penilitian yang berhubung

dengan peristiwa masalampau sehinga prosedur penelitian ini menggunakan metode

sejarah dalam rangka menjelaskan dan mendeskripsikan tentang kedudukan Portugis,

Belanda dan Injil yang masuk di Negeri Karlutu Kara.

B. Tahap – tahap Penelitian

1. Heuristik

jejak dari pada sejarah sebagai peristiwa, merupakan sumber-sumber bagi sejarah

sebagai kisah dan disebut heuristik, heuristik yang berasal dari kata Yunani Heuriskein,

berarti menemukan. Menurut Notosusanto, Nugroho (1978 : 36), sumber sejarah dapat di

klarifikasi menjadi tiga macam sumber sejarah ,yakni sumber benda,sumber tetulis,sumber

lisan.

C. Sumber Tertulis

Sumber tertulis yaitu berupa buku dan arsip atau dokumen sebagai bukti tertulis

mengenai kotaAmbon.

D. Sumber Lisan

Sumber lisan yaitu cerita, saga, balada, anekdot dan fonograf.sumber lisan dapat di

peroleh melalui sejarah lisan dan tradisi lisan (Suhartono W Pranoto:2010:32).

2. Kritik sumber

Merupakan proses evaluasi atau penilaian terhadap semua sumber yang berkaitan

dengan sumber yang di telusuri dalam penelitian ini, hal ini di lakukan dalam rangka

10
validasi data. Perlakukan kusus kritik sumber sejarah adalah upaya untuk mendapatkan

otentisitas dalam kredibilitas somber untuk memperoleh keabsahan,, baik secara fisik

maupun isinya. Kritik sumber dapat di bagi menjadi dua yaitu kritik eksteren guna

memeriksa kebenaran terhadap sumber-sumber yang telah di temukan menyangkut

keaslihan, siapa penulisnya,kapan dan di mana, sedangkan kritik interen gunanya untuk

ketepatan dan nilai pernyataan yang ada dlm suatu dokumen sejarah untuk di uji dan di

kaji kebenarannya .Tujuan kritik adalah menyeleksi “data” menjadi “fakta”

Di kalangan masyarakatluas,data atau fakta dicampur –adukan padahal, keduanya

tidak sama. Data adalah semua bahan: fakta bahan yang suda lulus diuji dengan kritik .

jadi, fakta itu suda dikoreksi (Aam Abdillah, 201: 30). Pendapat ini di kuatkan oleh

Suhartono Pranoto dalam bukunya teori & metodologi sejarah yang menyatakan upaya ini

di lakukan secara intelektual dan rasional mengikuti metodologi guna mendapatkan

objekvitas. Di sini modal seorang sejarawan yaitu sifat tidak percaya terhadap semua

sumber sejarah guna mendapatkan kebenaran keabsahaan dari sebuah sumber (Suhartono

Pratono,2010:35).

3. Interpretasi

Interpretasi adalah proses penafsiran sumber-sumber sejarah yang ditemukan.

Pada tahap ini di tuntut kecermatan dan sikap objektif sejarawan, terutama dalam

interpretasi sumber terhadap fakta sejarah (Abd Rahman Hamid, dkk, 2011:48).

Interpretasi atau penafsiran merupakan bagian yang cukup penting, karena lewat

interpretasilah diperoleh sesuatu. Namun interpretasi juga tergantung pada proses

sebelumnya yaitu kritik sumber yang menghasilkan fakta, dan juga sumber-sumbernya

merupakan awal segalanya . jadi tanpa penafsiran, data yang di kumpulkan tidak

11
memberi informasi (Pranoto, 2010 : 153 ). Sebelum sampai pada tahap historiografi,

terlebih dahulu fakta sejarah digabung-gabungkan berdasarkan sumber kajian. Dalam

kaitan itu, tema pokok kajian merupakan kaidah yang dijadikan sebagai kriteria dalam

mengabungkan data sejarah. Data yang tadak penting atau yang berkaiytan dengan tema

studi, dipisahkan agara tidak mengangu peniliti dalam merekonstruksi peristiwa sejarah

(Hamid dan Majid, 2011 : 49-50 ). Jadi data yang dipakai disini harus berhubungan

dengan tema penilitian.

Interpretasi ada dua macam, yaitu interprestasi analisi artinya menguraikan fakta dan

interprestasi sintensis artinya menyatukan atau menghimpun fakta. Untuk memahami

informasi yang terkandum dalam sebuah arsip tidak hanya cukup menginterprestasikan

secara ferbalistik, melainkan juga dapat dikombinasikan dengan menginterprestasikan

fakta tersebut secara teknis, factual, logis, maupun fisikologis. Dengan demikian,

interpretasi yang dihasilkan dapat dipahami secara menyeluruh dan mendalam (

Herlina, 2009 : 36-39 ).

Sumber-sumber yang telah lolos dari kritik interen maupun exteren, kemudian

dilakukan suatu penafsiran ( tahap sintarts ) dari data-data yang tadi. Data-data yang

dimaksud berkaitan dengan tujuan penilitian. Dalam tahap imi telah ditetapkan dari

fakta-fakta yang teruji, fakta-fakta yang lebih bermakna karena saling berhubungan dan

saling menunjang ( Rochmat, 2009 ; 50 ). Pada tahap ini dituntut kecermatan dan sikap

objektif sejarawan, terutama dalam hal interpretasi subjektif terhadap data sejarah. Hal

itu dapat dilakukan dengan mengetahui watak-watak peradaban atau dengan kata lain

kondisi umum yang sebernarnya dan mengunakan kritis ( khaldun, dalam Hamin dan

Majid, 2011 : 50 )

12
4. Historiografi

Historiografi yaitu melakukan proses penulisan masa lampau dengan menyeleksi

fakta-fakta kemudian dirangkaikan secara imajinatif menjadi kisah sejarah yang

kronologis ( Herlina, 2009 : 56-60 ). Dalam proses penulisan juga terkandum

penjelasan atau ekplanasi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau (

Sjamsuddin, 2007 ; 190).

Berbagai pernyataan mengenai masa silam yang telah disintesikan selanjutnya

ditulis dalam bentuk kisa sejarag atau historiografi. Sampai pada tahap imi sejarawan

akan mengadakan apa yang dikatakan G.J. Reiner ( 1997 : 194 – 197 ) sebagai

serialisasi dalam cerita sejarah. Metode serialisasi dilakukan berdasarkan bacaan ahli

sejarah tentang dunia dimana dia hidup, pengalaman dan kepercayaannya.

Mereka bebas menserialisasiakn peritiwa-peristiwa sejarah sesuai prinsip-prinsip

yang dianutnya. Meskipun demikaian, setiap tuturan sejarah menurut Reiner harus

memperhatikan tiga aspek utama, yaitu : kronologi, kausalitas dan imajinasi ( Hamid

dan Majid, 2011 : 51 ).

Proses historiografi akan dimulai dari langka nomor satu sampai tigah sehinga

diharapkan penulis dapat menampilkan berbagai urutan peristiwa penting menyangkut

Injil di Negeri Karlutu Kara dan sejarahnya di Pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah,

dengan cara menghubungkan berbagai peristiwa yang terpisa satu sama lain menjadi

peristiwa yang utuh. Dalam tahap ini diperlukan suatu kemampuan khusus yaitu

kemampuan mengarang. Bagaimana agar fakta-fakta sejarah yang sudah adah dan

benar-benar terpilih tetapi masih bersifat fragmentaris itu dapat menjadi suatu kajian

yang bersifat utuh, sistematis, komunikatif dan mudah dimengerti bila dalam tahap ini

13
mengunakan suatu imajinasi historis yang baik ( Rochmat, 2009 : 50 ). Historiografi

menurut Gottschalk adalah konstruksi yang di imajinatif dari masalampau berdasarkan

adata yang dfiperoleh dengan menempuh proses ( Abdillah, 2012 ; 30 ). Historiografi

merupakan langkah terakhir namun sangat penting karena tanpa adanya historiografi,

seatu karya sejarah tidak akan perna dihasilkan karena semua tahap sebelumnya dalam

metodologi sejarah, dari heuristik, kritik sumber, interpretasi dirangakai menjadi satu

kesatuan yang utuh.

14

Anda mungkin juga menyukai