PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kami terhadap kesenian Buton yaitu kain tenun Buton, yang jika tidak
karena itu, dengan segala keterbatasan kemampuan yang dimiliki, kami berupaya
B. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Tukang Besi, Rumbia dan Poleang di daratan besar jazirah Sulawesi Tenggara
(Kompas, 22 Jul 2005). Saat ini, wilayah Kesultanan Buton telah terbagi-bagi ke
dalam beberapa kabupaten dan kota, yaitu kota Bau-Bau, Kabupaten Wakatobi,
Kabupaten Bombana, dan Kabupaten Buton sendiri. Tidak hanya itu, seiring
pemerintahan, secara kultural mereka tetap satu. Hal ini terjadi karena
Menurut Indas, salah satu perekat sosial itu adalah kain tenun tradisional Buton
dapat dilihat dari corak dan motif yang terdapat pada tenun Buton. Menurut
Hasinu Daa, sebagaimana dikutip Indas (Kompas, 22 Jul 2005), motif tenun
alam sekitarnya. Misalnya, motif betano walona koncuapa yang terinspirasi dari
abu halus yang melayang-layang hasil pembakaran semak saat membuka ladang;
motif colo makbahu atau korek basah, motif delima bongko (delima busuk),
motif delima sapuua, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dengan melihat
tenun Buton kita akan mengetahui bagaimana pemahaman orang Buton terhadap
alamnya, dan pada saat bersamaan kita diajak bertamasya menikmati alam Buton.
Kedua, tenun Buton sebagai identitas diri dan sosial. Bagi orang Buton,
pakaian tidak semata-mata berfungsi sebagai pelindung tubuh dari terik matahari
dan dinginnya angin malam, tetapi juga berfungsi sebagai identitas diri dan
stratafikasi sosial. Dengan melihat pakaian yang dikenakan oleh wanita Buton
misalnya, kita bisa mengetahui apakah dia telah menikah atau belum. Melalui
pakaian, kita juga dapat mengetahui apakah seorang perempuan dari golongan
awam atau bangsawan. Misalnya, motif tenun kasopa biasanya dipakai oleh
Ode. Menurut Hasinu Daa sebagaimana dikutip oleh Indas (Kompas, 22 Jul
2005), dengan melihat tenun yang dipakai orang Buton, kita dapat mengetahui
Sebagai simbol kedirian orang Buton, maka sudah sewajarnya jika orang Buton
menjaga agar simbol jati diri sosialnya tetap lestari. Salah satu cara yang
Buton tetanu (menenun) sejak mereka masih kecil, yaitu sekitar umur 10 tahun.
Oleh karenanya, tidak heran apabila sebagian besar perempuan Buton, termasuk
Selain sebagai perekat sosial, faktor lain yang menjadikan tenun Buton
tetap terjaga kelestariannya adalah fungsinya yang sangat vital dalam menopang
masyarakat Buton. Sejak dilahirkan sampai meninggal dunia, orang Buton selalu
menggunakan tenun Buton dalam setiap ritual yang dilakukan. Tanpa tenun
modern. Mesin modern tidak saja menghasilkan kain-kain dengan corak yang
lebih variatif dan atraktif, tetapi juga lebih efisien dalam waktu pengerjaan dan
harganya jauh lebih murah. Dalam kondisi demikian, tenun Buton akan semakin
tersisih. Mungkin sebagai perekat solidaritas sosial dan pelengkap ritual tenun
Buton akan tetap lestari, tetapi ia akan kesulitan untuk berkembang. Ketika tenun
sudah tidak lagi berkembang, maka ia akan tersisih digantikan oleh produk tenun
lain dan segera dilupakan orang. Artinya, jika kondisi ini terus menerus dibiarkan
Melihat fungsinya yang sangat besar bagi orang-orang Buton, maka sudah
Buton. Jika selama ini tenun Buton hanya menjadi simbol perekat sosial orang
Buton, penanda stratifikasi sosial, dan pelengkap ritual adat, maka perlu juga
dilakukan eksplorasi lebih jauh terhadap nilai ekonomis yang terkandung dalam
tenun Buton. Dengan kata lain, perlu upaya kreatif agar tenun Buton tidak
sekedar menjadi identitas dan kebanggaan sosial, tetapi juga mampu menjadi
sumber penopang ekonomi masyarakat Buton. Jika tenun Buton mampu menjadi
tenun Buton. Tenun Buton memiliki potensi ekonomi yang sangat besar untuk
potensi ekonomisnya, karena tenun ini mempunyai yang sangat kaya. Konon,
motif tenun Buton berjumlah ratusan, tapi belum terdokumentasi dan diketahui
oleh masyarakat luas. Oleh karenanya, yang perlu dilakukan segera oleh segenap
stake holder adalah melakukan inventarisasi terhadap semua motif tenun Buton
dan memperkenalkannya kepada masyarakat luas. Dengan cara ini, tenun Buton
tidak saja akan lesatri, tetapi juga dapat dikembangkan sebagai penopang
Kedua, meningkatkan mutu dan kualitas tenun Buton agar bisa bersaing
dengan produk tenun lainnya, misalnya dengan membuat tenunan Buton dari
benang sutra. Dengan cara ini, tidak saja kualitas tenun Buton yang meningkat,
tapi juga penghasilan para penenun juga akan naik. Harga kain sarung Buton
misalnya, paling tinggi harganya Rp 150.000 per lembar, tapi jika dibuat dari
kain Buton hanya digunakan untuk busana, maka perlu kreativitas agar tenun
Buton dapat multifungsi, seperti digunakan untuk membuat gorden, taplak meja,
dan alat dekorasi. Semakin banyak fungsi yang dimiliki oleh Tenun Buton, maka
semakin banyak manfaat yang bisa diambil dari tenun Buton. Jika tenun Buton
akan semakin banyak orang atau kelompok yang akan ikut menjaga,
penopang ekonomi masyarakat Buton, maka hasil produk tenun Buton harus
dapat diterima oleh masyarakat non Buton. Jika tenun Buton telah diterima oleh
menjamin keberlangsungan produksi tenun Buton. Oleh karena itu, segenap stake
holder harus bekerjasama agar tenun Buton bisa dikenal dan diterima oleh
masyarakat non Buton, misalnya menjadikan tenun Buton sebagai souvenir resmi
pemerintah daerah, aktif mengikuti pameran kain adat, dan lain sebagainya.
Keempat cara untuk menumbuhkan nilai ekonimis yang dikandung tenun
Buton di atas akan berhasil jika masyarakat Buton sendiri mempunyai rasa
bangga terhadap tenun mereka. Artinya, sebelum orang lain menggunakan tenun
Buton, masyarakat Buton sendiri harus menjadi pengguna utama Tenun Buton.
Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan rasa bangga dan
memiliki terhadap tenun Buton, yaitu: pertama, melalui pendidikan, baik formal
Mereka harus diajarkan bagaimana bentuk dan motif tenun Buton, makna
kedua, mobilisasi secara formal. Cara ini dapat dilakukan, misalnya, dengan
PENUTUP
A. Kesimpulan
dapat dilihat dari corak dan motif yang terdapat pada tenun Buton. Menurut
Hasinu Daa, sebagaimana dikutip Indas (Kompas, 22 Jul 2005), motif tenun
alam sekitarnya. Misalnya, motif betano walona koncuapa yang terinspirasi dari
abu halus yang melayang-layang hasil pembakaran semak saat membuka ladang;
motif colo makbahu atau korek basah, motif delima bongko (delima busuk),
B. Saran
yaitu bagi teman-teman sekalian setelah melihat makalah ini, diharapkan, dapat
kesenian Buton yang menarik, sehingga kesenian Buton dapat dikenal oleh
seluruh dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Februari 2019