Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Latar belakang penyusunan makalah ini merupakan bentuk kepedulian

kami terhadap kesenian Buton yaitu kain tenun Buton, yang jika tidak

mendapatkan perhatian serius kemungkinan akan mengalami kepunahan. Oleh

karena itu, dengan segala keterbatasan kemampuan yang dimiliki, kami berupaya

sedemikian rupa menyusun makalah ini, dengan harapan semoga dapat

bermanfaat bagi generasi ke depan, juga berupaya untuk melestarikan kesenian

buton itu sendiri.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini:

1. Untuk mengetahui asal usul kain tenun Buton


2. Untuk mengetahui fungsi kain tenun Buton
BAB II

PEMBAHASAN

A. Asal-Usul Kain Tenun Buton

Sampai tahun 1960 yang dimaksud dengan orang-orang Buton menurut

JW Schoorl, sebagaimana dikutip Yamin Indas, adalah mereka yang tinggal di

Kesultanan Buton, yang meliputi pulau Buton, Muna, Kabaena, Kepulauan

Tukang Besi, Rumbia dan Poleang di daratan besar jazirah Sulawesi Tenggara

(Kompas, 22 Jul 2005). Saat ini, wilayah Kesultanan Buton telah terbagi-bagi ke

dalam beberapa kabupaten dan kota, yaitu kota Bau-Bau, Kabupaten Wakatobi,

Kabupaten Bombana, dan Kabupaten Buton sendiri. Tidak hanya itu, seiring

meningkatnya mobilitas orang akibat semakin mudahnya alat-alat transportasi,

masyarakat Buton juga ternyata telah mendiami daerah-daerah di luar kawasan

Kesultanan Buton. Uniknya, walaupun berbeda secara geografis dan administrasi

pemerintahan, secara kultural mereka tetap satu. Hal ini terjadi karena

masyarakat Buton mempunyai nilai-nilai budaya yang berfungsi sebagai pengikat

dan perekat hubungan sosial antarmasyarakat Buton di manapun mereka berada.

Menurut Indas, salah satu perekat sosial itu adalah kain tenun tradisional Buton

(Indas, Kompas, 22 Juli 2005).

B. Fungsi Kain Tenun Buton

Tenun Buton mampu menjadi perekat sosial bagi masyarakat Buton

karena dua hal. Pertama, tenun Buton merupakan pengejawantahan dari

penghayatan orang-orang Buton dalam memahami lingkungan alamnya. Hal ini

dapat dilihat dari corak dan motif yang terdapat pada tenun Buton. Menurut

Hasinu Daa, sebagaimana dikutip Indas (Kompas, 22 Jul 2005), motif tenun

Buton dibuat berdasarkan pengamatan dan penghayatan orang Buton terhadap

alam sekitarnya. Misalnya, motif betano walona koncuapa yang terinspirasi dari

abu halus yang melayang-layang hasil pembakaran semak saat membuka ladang;
motif colo makbahu atau korek basah, motif delima bongko (delima busuk),

motif delima sapuua, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dengan melihat

tenun Buton kita akan mengetahui bagaimana pemahaman orang Buton terhadap

alamnya, dan pada saat bersamaan kita diajak bertamasya menikmati alam Buton.

Kedua, tenun Buton sebagai identitas diri dan sosial. Bagi orang Buton,

pakaian tidak semata-mata berfungsi sebagai pelindung tubuh dari terik matahari

dan dinginnya angin malam, tetapi juga berfungsi sebagai identitas diri dan

stratafikasi sosial. Dengan melihat pakaian yang dikenakan oleh wanita Buton

misalnya, kita bisa mengetahui apakah dia telah menikah atau belum. Melalui

pakaian, kita juga dapat mengetahui apakah seorang perempuan dari golongan

awam atau bangsawan. Misalnya, motif tenun kasopa biasanya dipakai oleh

perempuan kebanyakan, sedangkan motif kumbaea yang didominasi warna perak

biasanya dipakai oleh perempuan dari golongan bangsawan dengan gelar Wa

Ode. Menurut Hasinu Daa sebagaimana dikutip oleh Indas (Kompas, 22 Jul

2005), dengan melihat tenun yang dipakai orang Buton, kita dapat mengetahui

kedudukan seseorang dalam masyarakat Buton, seperti sapati atau kenepulu.

Sebagai simbol kedirian orang Buton, maka sudah sewajarnya jika orang Buton

menjaga agar simbol jati diri sosialnya tetap lestari. Salah satu cara yang

digunakan untuk menjaga kelestariannya adalah dengan mengajari perempuan

Buton tetanu (menenun) sejak mereka masih kecil, yaitu sekitar umur 10 tahun.

Oleh karenanya, tidak heran apabila sebagian besar perempuan Buton, termasuk

para istri sultan, mahir menenun.

Selain sebagai perekat sosial, faktor lain yang menjadikan tenun Buton

tetap terjaga kelestariannya adalah fungsinya yang sangat vital dalam menopang

keyakinan masyarakat Buton, yaitu sebagai pelengkap dalam pelaksanaan ritual

masyarakat Buton. Sejak dilahirkan sampai meninggal dunia, orang Buton selalu

menggunakan tenun Buton dalam setiap ritual yang dilakukan. Tanpa tenun

Buton, kesakralan upacara adat Buton menjadi berkurang.


Problem yang dihadapi oleh tenun Buton sebagaimana kain tradisional

lainnya adalah serbuan produk-produk kain yang dihasilkan oleh peralatan

modern. Mesin modern tidak saja menghasilkan kain-kain dengan corak yang

lebih variatif dan atraktif, tetapi juga lebih efisien dalam waktu pengerjaan dan

harganya jauh lebih murah. Dalam kondisi demikian, tenun Buton akan semakin

tersisih. Mungkin sebagai perekat solidaritas sosial dan pelengkap ritual tenun

Buton akan tetap lestari, tetapi ia akan kesulitan untuk berkembang. Ketika tenun

sudah tidak lagi berkembang, maka ia akan tersisih digantikan oleh produk tenun

lain dan segera dilupakan orang. Artinya, jika kondisi ini terus menerus dibiarkan

bukan tidak mungkin tenun Buton akan hilang sama sekali.

Melihat fungsinya yang sangat besar bagi orang-orang Buton, maka sudah

seharusnya semua pihak berpartisipasi untuk melakukan revitalisasi fungsi Tenun

Buton. Jika selama ini tenun Buton hanya menjadi simbol perekat sosial orang

Buton, penanda stratifikasi sosial, dan pelengkap ritual adat, maka perlu juga

dilakukan eksplorasi lebih jauh terhadap nilai ekonomis yang terkandung dalam

tenun Buton. Dengan kata lain, perlu upaya kreatif agar tenun Buton tidak

sekedar menjadi identitas dan kebanggaan sosial, tetapi juga mampu menjadi

sumber penopang ekonomi masyarakat Buton. Jika tenun Buton mampu menjadi

penopang ekonomi masyarakat Buton, maka dengan sendirinya masyarakat akan

kembali bergiat untuk belajar menenun dan mengembangkan tenun Buton.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memunculkan potensi

ekonomi tenun Buton. Pertama, mendokumentasikan dan memperkenalkan motif

tenun Buton. Tenun Buton memiliki potensi ekonomi yang sangat besar untuk

potensi ekonomisnya, karena tenun ini mempunyai yang sangat kaya. Konon,

motif tenun Buton berjumlah ratusan, tapi belum terdokumentasi dan diketahui

oleh masyarakat luas. Oleh karenanya, yang perlu dilakukan segera oleh segenap
stake holder adalah melakukan inventarisasi terhadap semua motif tenun Buton

dan memperkenalkannya kepada masyarakat luas. Dengan cara ini, tenun Buton

tidak saja akan lesatri, tetapi juga dapat dikembangkan sebagai penopang

kesejahteraan masyarakat Buton secara lahir dan batin.

Kedua, meningkatkan mutu dan kualitas tenun Buton agar bisa bersaing

dengan produk tenun lainnya, misalnya dengan membuat tenunan Buton dari

benang sutra. Dengan cara ini, tidak saja kualitas tenun Buton yang meningkat,

tapi juga penghasilan para penenun juga akan naik. Harga kain sarung Buton

misalnya, paling tinggi harganya Rp 150.000 per lembar, tapi jika dibuat dari

benang sutra maka harganya bisa mencapai Rp 400.000 per lembar.

Ketiga, memperbanyak jenis derivasi produk tenun Buton. Jika dulunya

kain Buton hanya digunakan untuk busana, maka perlu kreativitas agar tenun

Buton dapat multifungsi, seperti digunakan untuk membuat gorden, taplak meja,

dan alat dekorasi. Semakin banyak fungsi yang dimiliki oleh Tenun Buton, maka

semakin banyak manfaat yang bisa diambil dari tenun Buton. Jika tenun Buton

semakin bermanfaat, khususnya sebagai penopang ekonomi masyarakat, maka

akan semakin banyak orang atau kelompok yang akan ikut menjaga,

melestarikan, dan mengembangkannya.

Keempat, memperluas wilayah pemasaran. Agar mampu menjadi

penopang ekonomi masyarakat Buton, maka hasil produk tenun Buton harus

dapat diterima oleh masyarakat non Buton. Jika tenun Buton telah diterima oleh

masyarakat non Buton, maka dengan sendirinya jumlah permintaan terhadap

tenun Buton akan semakin banyak. Bertambahnya jumlah permintaan akan

menjamin keberlangsungan produksi tenun Buton. Oleh karena itu, segenap stake

holder harus bekerjasama agar tenun Buton bisa dikenal dan diterima oleh

masyarakat non Buton, misalnya menjadikan tenun Buton sebagai souvenir resmi

pemerintah daerah, aktif mengikuti pameran kain adat, dan lain sebagainya.
Keempat cara untuk menumbuhkan nilai ekonimis yang dikandung tenun

Buton di atas akan berhasil jika masyarakat Buton sendiri mempunyai rasa

bangga terhadap tenun mereka. Artinya, sebelum orang lain menggunakan tenun

Buton, masyarakat Buton sendiri harus menjadi pengguna utama Tenun Buton.

Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan rasa bangga dan

memiliki terhadap tenun Buton, yaitu: pertama, melalui pendidikan, baik formal

maupun non formal. Anak-anak Buton harus dikenalkan kembali terhadap

khazanah kebudayaan mereka, misalnya melalui mata pelajaran muatan lokal.

Mereka harus diajarkan bagaimana bentuk dan motif tenun Buton, makna

filosofis yang dikandungnya, dan bagaimana membuatnya. Dengan cara ini,

anak-anak akan mempunyai kecintaan dan kepedulian terhadap tenun Buton;

kedua, mobilisasi secara formal. Cara ini dapat dilakukan, misalnya, dengan

menjadikan tenun Buton sebagai seragam wajib pegawai pemerintah.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tenun Buton mampu menjadi perekat sosial bagi masyarakat Buton

karena dua hal. Pertama, tenun Buton merupakan pengejawantahan dari

penghayatan orang-orang Buton dalam memahami lingkungan alamnya. Hal ini

dapat dilihat dari corak dan motif yang terdapat pada tenun Buton. Menurut

Hasinu Daa, sebagaimana dikutip Indas (Kompas, 22 Jul 2005), motif tenun

Buton dibuat berdasarkan pengamatan dan penghayatan orang Buton terhadap

alam sekitarnya. Misalnya, motif betano walona koncuapa yang terinspirasi dari

abu halus yang melayang-layang hasil pembakaran semak saat membuka ladang;

motif colo makbahu atau korek basah, motif delima bongko (delima busuk),

motif delima sapuua, dan lain sebagainya.

B. Saran

Dengan mengambil kesimpulan diatas, saran yang dapat saya berikan

yaitu bagi teman-teman sekalian setelah melihat makalah ini, diharapkan, dapat

membuat lagi berbagai macam karya makalah-makalah yang memuat tentang

kesenian Buton, agar bersama-sama menunjukkan betapa masih banyaknya

kesenian Buton yang menarik, sehingga kesenian Buton dapat dikenal oleh

seluruh dunia.
DAFTAR PUSTAKA

http://greatbuton.blogspot.com/2009/08/tenunan-buton.html. Diakses tanggal 5

Februari 2019

Anda mungkin juga menyukai