Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KERAJINAN TRADISIONAL BUTON

Disusun Oleh

kelompok 4:

Winda Febrian(032001002)
Sartina (032001056)
Desy Afriani (032001082)
Nurfitriani (032001081)
Fauziah Nurnida (032001307)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
Baubau
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “kerajinan tradisional buton ” jika dalam Dalam Penulisan makalah ini kami merasa
masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang kami miliki. Untuk itu,kritik dan saran dari semua pihat sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini yang bersifat membangun dalam penyempurnaan
dalam penulisan maupun materi . dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar – besarnya kepada pihak – pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini ,khususnya kepada dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada
kami , sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini .

Baubau, 16 Juli i 2022

Penulis
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................

KATA PENGANTAR ....................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................

A. Latar Belakang...............................................................................................

B. Tujuan.........................................................................................................
...

BAB II PEMBAHASAN................................................................................

A. Asal usul kain tenun Buton...............................................................


 Fungsi kain tenun Buton..................................................................
B. Kerajinan bahan logam.......................................................................
C. Kerajinan bahan alam.........................................................................
D. Kerajinan gerabah...............................................................................
E. Pakaian adat Buton.............................................................................

BAB III PENUTUP.........................................................................................

A. Kesimpulan...............................................................................................

B. Saran.........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

 
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Latar belakang penyusunan makalah ini merupakan bentuk kepeduliankami terhadap


kesenian Buton yaitu kain tenun Buton, yang jika tidak mendapatkan perhatian serius
kemungkinan akan mengalami kepunahan. Olehkarena itu, dengan segala keterbatasan
kemampuan yang dimiliki, kami berupayasedemikian rupa menyusun makalah ini, dengan
harapan semoga dapat bermanfaat bagi generasi ke depan, juga berupaya untuk melestarikan
kesenian buton itu sendiri.

B.Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini:

1. Untuk mengetahui asal usul kain tenun Buton


2. Untuk mengetahui fungsi kain tenun Buton
BAB II

PEMBAHASAN

A.Asal-Usul Kain Tenun Buton

Sampai tahun 1960 yang dimaksud dengan orang-orang Buton menurutJW Schoorl,
sebagaimana dikutip Yamin Indas, adalah mereka yang tinggal diKesultanan Buton, yang
meliputi pulau Buton, Muna, Kabaena, KepulauanTukang Besi, Rumbia dan Poleang di daratan
besar jazirah Sulawesi Tenggara(Kompas, 22 Jul 2005). Saat ini, wilayah Kesultanan Buton telah
terbagi-bagi kedalam beberapa kabupaten dan kota, yaitu kota Bau-Bau, Kabupaten
Wakatobi,Kabupaten Bombana, dan Kabupaten Buton sendiri. Tidak hanya itu,
seiringmeningkatnya mobilitas orang akibat semakin mudahnya alat-alat transportasi,masyarakat
Buton juga ternyata telah mendiami daerah-daerah di luar kawasanKesultanan Buton. Uniknya,
walaupun berbeda secara geografis dan administrasi pemerintahan, secara kultural mereka tetap
satu. Hal ini terjadi karenamasyarakat Buton mempunyai nilai-nilai budaya yang berfungsi
sebagai pengikatdan perekat hubungan sosial antarmasyarakat Buton di manapun mereka
berada.Menurut Indas, salah satu perekat sosial itu adalah kain tenun tradisional Buton(Indas,
Kompas, 22 Juli 2005).

 Fungsi Kain Tenun Buton

Tenun Buton mampu menjadi perekat sosial bagi masyarakat Butonkarena dua hal. Pertama,
tenun Buton merupakan pengejawantahan dari penghayatan orang-orang Buton dalam
memahami lingkungan alamnya. Hal ini dapat dilihat dari corak dan motif yang terdapat pada
tenun Buton. MenurutHasinu Daa, sebagaimana dikutip Indas (Kompas, 22 Jul 2005), motif
tenunButon dibuat berdasarkan pengamatan dan penghayatan orang Buton terhadapalam
sekitarnya. Misalnya, motif betano walona koncuapa yang terinspirasi dariabu halus yang
melayang-layang hasil pembakaran semak saat membuka ladang;

motif colo makbahu atau korek basah, motif delima bongko (delima busuk),motif delima
sapuua, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dengan melihattenun Buton kita akan mengetahui
bagaimana pemahaman orang Buton terhadapalamnya, dan pada saat bersamaan kita diajak
bertamasya menikmati alam Buton.

Kedua, tenun Buton sebagai identitas diri dan sosial. Bagi orang Buton, pakaian tidak
semata-mata berfungsi sebagai pelindung tubuh dari terik mataharidan dinginnya angin malam,
tetapi juga berfungsi sebagai identitas diri danstratafikasi sosial. Dengan melihat pakaian yang
dikenakan oleh wanita Butonmisalnya, kita bisa mengetahui apakah dia telah menikah atau
belum. Melalui pakaian, kita juga dapat mengetahui apakah seorang perempuan dari
golonganawam atau bangsawan. Misalnya, motif tenun kasopa biasanya dipakai oleh perempuan
kebanyakan, sedangkan motif kumbaea yang didominasi warna perak biasanya dipakai oleh
perempuan dari golongan bangsawan dengan gelar WaOde. Menurut Hasinu Daa sebagaimana
dikutip oleh Indas (Kompas, 22 Jul2005), dengan melihat tenun yang dipakai orang Buton, kita
dapat mengetahui kedudukan seseorang dalam masyarakat Buton, seperti sapati atau
kenepulu.Sebagai simbol kedirian orang Buton, maka sudah sewajarnya jika orang Buton
menjaga agar simbol jati diri sosialnya tetap lestari. Salah satu cara yang digunakan untuk
menjaga kelestariannya adalah dengan mengajari perempuanButon tetanu (menenun) sejak
mereka masih kecil, yaitu sekitar umur 10 tahun.Oleh karenanya, tidak heran apabila sebagian
besar perempuan Buton, termasuk para istri sultan, mahir menenun.

Selain sebagai perekat sosial, faktor lain yang menjadikan tenun Butontetap terjaga
kelestariannya adalah fungsinya yang sangat vital dalam menopangkeyakinan masyarakat Buton,
yaitu sebagai pelengkap dalam pelaksanaan ritualmasyarakat Buton. Sejak dilahirkan sampai
meninggal dunia, orang Buton selalumenggunakan tenun Buton dalam setiap ritual yang
dilakukan. Tanpa tenunButon, kesakralan upacara adat Buton menjadi berkurang.

Problem yang dihadapi oleh tenun Buton sebagaimana kain tradisionallainnya adalah
serbuan produk-produk kain yang dihasilkan oleh peralatanmodern. Mesin modern tidak saja
menghasilkan kain-kain dengan corak yanglebih variatif dan atraktif, tetapi juga lebih efisien
dalam waktu pengerjaan danharganya jauh lebih murah. Dalam kondisi demikian, tenun Buton
akan semakintersisih. Mungkin sebagai perekat solidaritas sosial dan pelengkap ritual
tenunButon akan tetap lestari, tetapi ia akan kesulitan untuk berkembang. Ketika tenunsudah
tidak lagi berkembang, maka ia akan tersisih digantikan oleh produk tenunlain dan segera
dilupakan orang. Artinya, jika kondisi ini terus menerus dibiarkan bukan tidak mungkin tenun
Buton akan hilang sama sekali.

Melihat fungsinya yang sangat besar bagi orang-orang Buton, maka sudahseharusnya
semua pihak berpartisipasi untuk melakukan revitalisasi fungsi Tenun Buton. Jika selama ini
tenun Buton hanya menjadi simbol perekat sosial orangButon, penanda stratifikasi sosial, dan
pelengkap ritual adat, maka perlu jugadilakukan eksplorasi lebih jauh terhadap nilai ekonomis
yang terkandung dalamtenun Buton. Dengan kata lain, perlu upaya kreatif agar tenun Buton tidak
sekedar menjadi identitas dan kebanggaan sosial, tetapi juga mampu menjadisumber penopang
ekonomi masyarakat Buton. Jika tenun Buton mampu menjadi penopang ekonomi masyarakat
Buton, maka dengan sendirinya masyarakat akankembali bergiat untuk belajar menenun dan
mengembangkan tenun Buton.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memunculkan potensiekonomi tenun Buton.
Pertama, mendokumentasikan dan memperkenalkan motif tenun Buton. Tenun Buton memiliki
potensi ekonomi yang sangat besar untuk potensi ekonomisnya, karena tenun ini mempunyai
yang sangat kaya. Konon,motif tenun Buton berjumlah ratusan, tapi belum terdokumentasi dan
diketahuioleh masyarakat luas. Oleh karenanya, yang perlu dilakukan segera oleh segenap stake
holder adalah melakukan inventarisasi terhadap semua motif tenun Butondan
memperkenalkannya kepada masyarakat luas. Dengan cara ini, tenun Butontidak saja akan
lesatri, tetapi juga dapat dikembangkan sebagai penopangkesejahteraan masyarakat Buton secara
lahir dan batin.

Kedua, meningkatkan mutu dan kualitas tenun Buton agar bisa bersaingdengan produk
tenun lainnya, misalnya dengan membuat tenunan Buton dari benang sutra. Dengan cara ini,
tidak saja kualitas tenun Buton yang meningkat,tapi juga penghasilan para penenun juga akan
naik. Harga kain sarung Butonmisalnya, paling tinggi harganya Rp 150.000 per lembar, tapi jika
dibuat dari benang sutra maka harganya bisa mencapai Rp 400.000 per lembar.

Ketiga, memperbanyak jenis derivasi produk tenun Buton. Jika dulunyakain Buton hanya
digunakan untuk busana, maka perlu kreativitas agar tenun Buton dapat multifungsi, seperti
digunakan untuk membuat gorden, taplak meja,dan alat dekorasi. Semakin banyak fungsi yang
dimiliki oleh Tenun Buton, maka semakin banyak manfaat yang bisa diambil dari tenun Buton.
Jika tenun Buton semakin bermanfaat, khususnya sebagai penopang ekonomi masyarakat,
makaakan semakin banyak orang atau kelompok yang akan ikut menjaga,melestarikan, dan
mengembangkannya.

Keempat, memperluas wilayah pemasaran. Agar mampu menjadi penopang ekonomi


masyarakat Buton, maka hasil produk tenun Buton harus dapat diterima oleh masyarakat non
Buton. Jika tenun Buton telah diterima oleh masyarakat non Buton, maka dengan sendirinya
jumlah permintaan terhadaptenun Buton akan semakin banyak. Bertambahnya jumlah
permintaan akanmenjamin keberlangsungan produksi tenun Buton. Oleh karena itu, segenap
stakeholder harus bekerjasama agar tenun Buton bisa dikenal dan diterima olehmasyarakat non
Buton, misalnya menjadikan tenun Buton sebagai souvenir resmi pemerintah daerah, aktif
mengikuti pameran kain adat, dan lain sebagainya.

Keempat cara untuk menumbuhkan nilai ekonimis yang dikandung tenunButon di atas akan
berhasil jika masyarakat Buton sendiri mempunyai rasa bangga terhadap tenun mereka. Artinya,
sebelum orang lain menggunakan tenunButon, masyarakat Buton sendiri harus menjadi
pengguna utama Tenun Buton.Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan rasa
bangga danmemiliki terhadap tenun Buton, yaitu: pertama, melalui pendidikan, baik
formalmaupun non formal. Anak-anak Buton harus dikenalkan kembali terhadapkhazanah
kebudayaan mereka, misalnya melalui mata pelajaran muatan lokal.Mereka harus diajarkan
bagaimana bentuk dan motif tenun Buton, maknafilosofis yang dikandungnya, dan bagaimana
membuatnya. Dengan cara ini,anak-anak akan mempunyai kecintaan dan kepedulian terhadap
tenun Buton;kedua, mobilisasi secara formal. Cara ini dapat dilakukan, misalnya,
denganmenjadikan tenun Buton sebagai seragam wajib pegawai pemerintah.

B. KERAJINAN BAHAN LOGAM

Kerajinan perak dan kuningan di Kota Baubau merupakan saksi dari sejarah
panjang kesultanan Buton masa lampau. Sayangnya, pengembangan kerajinan yang satu
ini sudah mulai terkikis zaman.
Tak ingin bukti sejarah ini ditelan waktu, Pemerintah Kota Baubau berupaya untuk
mempertahankannya. Sebisanya kalangan muda bisa tergugah untuk mengembangkan
kerajinan tradisional ini dengan bentuk yang lebih inovatif.

Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Baubau, Andi


Hamsah mengatakan ada tiga hal utama mengapa kerajinan perak dan kuningan ini perlu
dikembangkan. Pertama melihat kembali sejarah panjang kesultanan Buton, kedua
bagaimana menggugah minat kalangan muda untuk berkreasi dan ketiga untuk
pengembangan wisata dan ekonomi.

“Nah, dalam seminar awal inilah kita menggalang informasi dari para pelaku
kerajinan perak dan kuningan dan juga dari OPD untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kerajinan ini,” katanya

Dengan seminar ini diharapkan pengembangan kerajinan perak dan kuningan bisa
menjadi salah satu tujuan pembangunan kota Baubau. Sebab dalam waktu dekat akan
dibahas RPJMD atau visi misi wali kota terpilih.

“Harapan kita bisa menjadi progran prioritas pemerintah. Berbagai masukan dalam
seminar inilah maka kita akan dorong masuk dalam dokumen RPJMD kedepan,” katanya.

Andi Hamsah mengurai apabila terkaver dalm RPJMD maka pemerintah bisa
menganggarkan melalui APBD untuk menjawab kendala yang dihadapi pengrajin seperti
bahan baku, pengembangan inovasi serta pemasaran. Makanya agar program ini dapat
berjalan maka dibutuhkan dukungan semua pihak.

“Baubau ini khan salah satu kota pusaka. Namanya kota pusaka maka harus ada ciri
khas kita, kerajinan perak dan kuningan inila salah satunya. Tujuan kita bukan hanya
bersifat lokal tapi bisa ditingkatkan di level nasional maupun internasional,” bebernya.
(adm)

C. KERAJINAN ALAM

Sejak zaman dahulu hingga saat ini, Kesultanan Buton telah banyak mewariskan
benda-benda budaya dan aneka macam kerajinan tradisional yang sangat indah dan
menawan. Salah satu karya kerajinan tersebut adalah PANAMBA (tudung saji) yang biasa
digunakan oleh masyarakat Buton sebagai penutup talang haroa. Kerajinan tradisional
yang populer dan telah mendunia ini, diproduksi oleh Saliya warga Kelurahan Melay,
Kecamatan Murhum Kota Baubau.
Panamba sering digunakan oleh masyrakat Buton sebagai sajian penutup makanan
dalam berbagai gelaran adat dan budaya, seperti halnya haroa, pekakande kandea, dan
pesta adat masyarakat kadie dalam wilayah Kesultanan Buton. Saat ini pemanfaatan
panamba tidak hanya digunakan pada saat prosesi gelaran budaya saja, melainkan juga
tela digunakan dalam suasana rapat, seminar dan diskusi publik dikantor kantor maupun
di sekolah dan universitas.

" Panamba yang saya buat, ada 4 ukuran yakni ukuran besar, sedang, kecil dan yang
paling kecil ukuran piring " ujar wanita paruh baya yang mengaku telah melakoni
aktifitas merajut panamba sejak masih remaja. Adapun bahan dasar yang digunakan
untuk pembuatan panamba adalah daun kelapa tua dan  kulit pisang kering, " Biasanya
dalam satu satu minggu saya dapat memproduksi 3 sampai 5 buah panamba, " ujarnya
sambil menambahkan dari hasil kerajinan itupula, dirinya mampu membiayai kebutuhan
keseharian keluarganya.

Dikatakan Saliya, saat ini, pamamba hasil kerajinannya, telah menjadi karya
kerajinan tradisional kebanggaan masyarakat Sulawesi Tenggara, karena telah terkenal
diseantero Nusantara dan bahkan dunia. " Alhamdulilah, panamba hasil karya saya ini,
sudah banyak yang memesan, mulai dari orang-oroang propinsi hingga orang pusat di
Jakarta, mereka langsung datang pesan disini, biasanya mereka itu dari Dekranas artis
artis dan juga para turis yang datang berkunjung disini " tuturnya dengan senyumannya
yang khas.

Kemudian lanjut Saliya, harga yang ditawarkan pun sangat berfariasi, mulai dari Rp
100.000 hingga Rp 350.000 ribu rupiah, " Kalau panamba besar,, harganya Rp 350.000,
yang sedang harganya Rp 250.000, yang kecil harganya Rp 200.000 dan yang ukuran
piring harganya Rp 100.000, " ungkap Saliya sambil menambahkan panamba buatannya
dapat bertahan hingga puluhan tahun sepanjang tempat penyimpanannya aman dari
ganguan kutu dan rayap.

Dirinya pun menjelaskan, alat dan bahan yang digunakan dalam proses kerajina
terseubut adalah daung kelapa kering, kulit batang pisang yang dikeringkan, kaid beludru,
manik-manik, jarum, gunting, pisau, plastik bening, parang dan benang jahit, " Pertama
itu kita rangkai dulu bentuknya kemudian, sudah terbentuk lalu ditutup pake kain
beludru warna merah lalu diberi manik-manik khas Buton, " ujarnya sambil
menambahkan alat dan bahannya sangat mudah diperolah dipasar-pasar tradisional di
Kota Baubau.

Namun dirinyapun tidak menampik bahwa, hingga saat ini pemesanan produk
kerajinan buatannya sangat rendah, dan han tersebut merupakan kendala utama dalam
memasarkan hasil produksi kerajinan tersebut "  masalahnya ini, pemesanan kurang,
kecuali pada saat menjelang hari raya baru ada ada banyak yang pesan lagi, " Katanya,
menurut dia, harus ada perhatian pemerintah untuk menopang tumbuh dan
berkembangan kerajinan tradisional tersebut, " Kalau ada  modal dari pemerintah, itu
lebih baik, " katanya saat ditemui diselasela kegiatannya.

Akirnya dirinya pun berharap, kepada pemerintah setempat dalam hal ini instansi
terkait, untuk  dapat memperhatikan nasip para pengrajin tradisionail seperti dirinya
sebagai para pelaku sekaligus pelestari kerajinan benda budaya lokal, yang ada di Kota
Baubau" Ya... harapan saya semoga pemerintah dapat memperhatikan nasip para
pengrajin panamba seperti saya ini, minimal bisa diberi modal usaha itu sudah cukup, "
tutupnya. (Voril) 

D. KERAJINAN GERABAH

Gerabah merupakan alat masak tradisional yang terbuat dari tanah liat. Berbagai jenis
gerabah tersebar di kepulauan Indonesia. Namanya pun beragam, gerabah, tembikar,
hingga tempayan. Sejak gerabah pada masa neolitik, perangkat keras ini terus menyebar
hingga ditemukan pada kepunahan.
Salah satunya gerabah yang terancam punah yaitu Gerabah Klasik Buton yang ada di
Bau-Bau, Pulau Buton Sulawesi Tenggara. Gerabah Buton diperkirakan berumur lebih
dari 500 tahun. Sebagai peralatan rumah tangga, gerabah selalu lekat dengan penduduk
suku Pulau Buton.

Namun, hingga saat ini tercatat setidaknya 12 orang pembuat Gerabah Buton yang
tersisa. Nahas, eksistensi Gerabah Buton semakin surut. Pasalnya, saat ini sudah jarang
ditemukan gerabah di dapur rumah tangga.

Meskipun terlihat mudah, proses pembuatan Gerabah Buton memerlukan ketelitian


khusus. Para perajin Gerabah Buton yang mayoritas seorang wanita ini harus fokus
terhadap bentuk dan ketebalan Gerabah. Apalagi, pembuatan gerabah ini jauh dari kata
modern dan mengandalkan kecepatan tangan.

Bahan utama Gerabah Buton dari tanah liat. Para pengrajin Gerabah Buton biasanya
mencari tanah liat yang berkualitas di sekitar rumah mereka. Tanah liat harus dipastikan
terhindar dari kerikil, ranting serta dedaunan.

Tanah liat terkenal dengan warna cokelat hingga cokelat kehitaman. Namun, tanah
liat di Buton berbeda dari tanah liat lain yaitu berwarna cokelat kekuningan. Warna dasar
tanah juga akan mempengaruhi warna hasil akhir produk gerabah. Pengrajin dibantu
meja putar untuk membentuk tubuh gerabah yang cantik.

Tidak serta merta dibentuk, tanah liat yang didapatkan disiram air. Setelah merata,
tanah didiamkan hingga dua hari lamanya. Tanah liat basah kemudian diuleni secara
manual. Masih dengan tangan tangguh mereka, tanah liat ditekan agar lebih rekat.

Beralaskan semacam lumpang panjang, tanah ditekan sesekali dipukul dengan kayu
layaknya palu. Tanah yang ulet dan halus akan menjadi bahan dasar pembuatan Gerabah
Buton terbaik. Selepas lelah menguleni tanah, tiba saatnya proses pembentukan.

Tanah liat yang ulet kemudian sedikit demi sedikit diubah menjadi gerabah. Mereka
hanya menyusun tiap kepal tanah liat dengan tangan mereka. Ketebalan gerabah juga
akan menjadi penentu layak tidaknya jenis tembikar ini untuk digunakan. Proses ini
memang membutuhkan ketelitian dan tenaga yang ekstra. Perlahan tapi pasti, bentuk
gerabah berupa pot mulai terbentuk. Pembuat gerabah menyempurnakan bentuk dengan
menghaluskan permukaan. Kayu dipukul ke gerabah hingga membuat seluruh
permukaannya halus. Mereka juga menggunakan sedikit air untuk mempermudah
membentuk gerabah. Tahap selanjutnya ialah penjemuran hingga kering. Secara
tradisional, pengeringan Gerabah Buton sepenuhnya mengandalkan terik matahari.
Setelah benar-benar kering gerabah akan dibakar. Proses pembakaran bertujuan agar
Gerabah Buton kuat dan tidak mudah pecah. Pembakaran juga akan menimbulkan warna
khas gerabah yang cokelat memerah. Tahap selanjutnya ialah proses pelukisan sederhana
yang akan memperindah gerabah tua Buton di dapur rumah tangga.

Gerabah buton terdiri dari berbagi bentuk dan fungsi. Bulusa, tempat menyimpan
beras; Kafongkoha, tempat menyimpan air; Kabigibi, tempat menyimpan gula; Balanga,
tempat memasak, hingga Palama, semacam wadah untuk memasak obat dan untuk
menyiram mayat. Berbagai kerajinan berupa hiasan pun juga bisa dibuat pengrajin
gerabah.

Bahkan, memasak dengan gerabah diyakini punya cita rasa yang khas. Proses
produksi Gerabah Buton yang tradisional membuat gerabah ini kental dengan nuansa
klasik. Gerabah yang berusia sekitarlebih dari 500 tahun ini patut dilestarikan
keberadaannya.

E. PAKAIAN ADAT BUTON

Pakaian adat suku Buton merupakan karya seni budaya yang mengandung makna-
makna dan nilai estetika terhadap pemakainya. Penelitian ini bertujuan mengungkap
makna simbolik, bentuk dan warna pada pakaian adat suku Buton di Kota Baubau.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik
pengumpulan data pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dalam pakaian adat tradisional Buton terdapat dua warna yang
dijadikan sebagai warna dasar yaitu hitam dan warna putih, walaupun warna-warna
lainnya seperti warna merah, kuning, biru, hijau dan ungu tetap digunakan. umumnya
baju dan celana pakaian adat tradisional Buton terdiri atas warna dan motif yang sama.
Warna-warna tersebut mengandung beberapa arti bagi masyarakat Buton antara lain
yang berhubungan dengan proses kejadian alam dan manusia, serta arti yang
menunjukkan sikap masyarakat Buton itu sendiri serta menyatakan bahwa di Buton
terdapat penggolongan masyarakat. bahwa pakaian adat masyarakat suku Buton memiliki
makna-makna secara khusus. Dalam arti bahwa masyarakat yang menggunakan pakaian
adat tersebut memiliki ciri-ciri atau spesifikasi tertentu. Bagi masyarakat yang memiliki
status sosial lebih tinggi dalam kehidupan masyarakat Buton memiliki ciri khas dari segi
warna, bentuk perhiasan dan jumlah aksesoris yang digunakan serta perlengkapan lainnya
bahwa pakaian adat masyarakat suku Buton memiliki makna-makna secara khusus.
Dalam arti bahwa masyarakat yang menggunakan pakaian adat tersebut memiliki ciri-ciri
atau spesifikasi tertentu. Bagi masyarakat yang memiliki status sosial lebih tinggi dalam
kehidupan masyarakat Buton memiliki ciri khas dari segi warna, bentuk perhiasan dan
jumlah aksesoris yang digunakan serta perlengkapan lainnya bahwa pakaian adat
masyarakat suku Buton memiliki makna-makna secara khusus. Dalam arti bahwa
masyarakat yang menggunakan pakaian adat tersebut memiliki ciri-ciri atau spesifikasi
tertentu. Bagi masyarakat yang memiliki status sosial lebih tinggi dalam kehidupan
masyarakat Buton memiliki ciri khas dari segi warna, bentuk perhiasan dan jumlah
aksesoris yang digunakan serta perlengkapan lainnya

BAB lll

PENUTUP

A.
DAFTAR PUSTAKA

http://greatbuton.blogspot.com/2009/08/tenunan-buton.html. Diakses tanggal 5 Februari 2019

https://rubriksultra.com/kerajinan-perak-dan-kuningan-pusaka-kesultanan-buton/
https://www.kompasiana.com/vorilfrens/panamba-kerajinan-tradisional-yang-
mendunia_55ca117f84afbd3d0d58e592

https://m.merdeka.com/travel/melihat-produksi-gerabah-tua-buton-yang-hampir-punah.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Pakaian. Diakses pada tanggal 7 Februari 2015.

Anda mungkin juga menyukai