Anda di halaman 1dari 12

Tugas Individu:

MAKALAH
“Tradisi Posuo Pada Masyarakat Di Kota Baubau “

OLEH
WILDA
N1A120009

JURUSAN ANTROPOLOGI SOSIAL


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah swt yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu nabi muhammad saw yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada allah swt atas limpahan nikmat sehat-
nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga saya mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Tradisi Posuo Pada
Masyarakat Kota Di Baubau”.
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
saya mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini saya mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Kendari, 25 Juni 2021

Penulis
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan........................................................................ 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 Pengertian Posuo .......................................................................... 3
2.2 Jenis-Jenis Posuo .......................................................................... 4
BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 5
3.1 Latar Belakang Munculnya Tradisi Posuo pada Masyarakat Di
Kota Baubau ................................................................................ 5
3.2 Proses Pelaksanaa Tradisi Posuo Pada Masyarakat Di Kota
Baubau ......................................................................................... 6
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 8
4.1 Kesimpulan ................................................................................... 8
4.2 Saran .............................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 9
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang ditandai oleh
adanya kesatuan sosial yang memiliki perbedaan latar belakang yang beragam
seperti suku bangsa, agama atau kepercayaan, adat istiadat dan budaya serta
lingkungan geografis yang berbeda-beda. Pengembangan nilai-nilai budaya
bangsa Indonesia yang sangat heterogen ini dan berbeda di tengah-tengah
derasnya arus globalisasi memerlukan perhatian yang sangat serius dari segenap
komponen bangsa. Ini sangat penting karena budaya bangsa berakar dari
keanekaragaman kebudayaan bangsa itu sendiri. Bangsa Indonesia hanya bisa
tumbuh dan berkembang dengan pola dasar budayanya sendiri, bukan dengan
budaya lain. Pelestarian norma lama bangsa adalah mempertahankan nilai-nilai
seni budaya, nilai tradisional dengan megembangkan perwujudan yang bersifat
dinamis, luwes dan selektif, serta menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
selalu berkembang (Ranjabar Jacobus, 2006: 14)
Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah
sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau
agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya
informasiyang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan,
karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Keragaman budaya, tradisi dan agama adalah suatu keniscayaan hidup,
sebab setiap orang atau komunitas pasti mempunyai perbedaan sekaligus
persamaan. Di sisi lain pluralitas budaya, tradisi dan agama merupakan kekayaan
tersendiri bagi bangsa Indonesia. Indonesia memiliki masyarakat yang majemuk
baik dilihat dari segi suku bangsa, agama kepercayaan, adat istiadat maupun dari
segi budaya. Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki kekayaan budaya
yang sangat banyak dan tersebar dari Sabang sampai Merauke misalnya agama,
2

adat, istiadat, kesenian, suku serta memiliki kreativitas yang berbeda-beda disetiap
daerah dalam menghasilkan atau menciptakan suatu kebudayaan.
Pada era modern ini, masih banyak tradisi yang tetap dipertahankan secara
turun temurun dari nenek moyang hingga ke anak cucu pada suatu masyarakat.
Demikian juga yang terjadi di Kota Baubau Sulawesi Tenggara.Tradisi posuo ini
masih dilaksanakan oleh masyarakat kota Baubau, Tradisi ini dilaksanakan ketika
seorang perempuan telah beralih statusnya dari gadis remaja menuju gadis
dewasa. Para gadis akan di kurung dalam sebuah kamar yang disebut suo.

1.2 Rumusan Masalah


1. Latar belakang munculnya tradisi posuo pada masyarakat kota Baubau?
2. Bagaimana proses pelaksanaan tradisi posuo pada masyarakat kota
Baubau?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya tradisi posuo pada
masyarakat di kota Baubau
2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi posuo pada masyarakat di
kota Baubau

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
a) Manfaat Teoritis
Secara teoritis ini bermanfaat bagi bahan masukan penulis dalam
memperkaya dan menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang tradisi
posuo pada masyarakat kota Baubau
b) Manfaat Praktis
Secara praktis dari hasil penelitian ini adalah untuk memperluas
pengetahuan diri penulis sebagai bahan bacaan dan informasi bagi
masyarakat yang ingin mengetahui tentang pembentukan karakter
dalam ritual posuo khususnya menuju kehidupan berumah tangga.
3

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Posuo


Posuo merupakan salah satu budaya masyarakat Buton. Dalam Bahasa
Indonesia diartikan pingitan. Posuo dilakukan kepada anak perempuan yang telah
memasuki usia dewasa atau telah merasakan datang bulan (haid).
Pada zaman dahulu, Posuo dilaksanakan selama delapan hari delapan malam.
Seiring perkembangan zaman, Posuo bisa dilakukan hanya dalam satu malam
saja. Posuo merupakan tradisi yang telah berkembang di Kesultanan Buton sejak
zaman dulu. Ritual ini wajib diikuti seorang wanita berdarah Buton yang belum
menikah.
Ritual Posuo dilaksanakan sebagai penanda transisi bagi seorang wanita,
dari gadis remaja (Kabua-bua) menjadi seorang gadis dewasa (Kalambe). Dalam
Suo dilakukan berbagai ritual sebagai sarana pendidikan bagi persiapan mental
seorang perempuan remaja, menjadi seorang perempuan dewasa yang siap
membentuk rumah tangga.
maka selama berada dalam Suo, para peserta Posuo hanya boleh bertemu
dengan dukun yang memimpin upacara. Mereka akan dijauhkan dari segala
pengaruh luar, baik dari keluarganya sendiri maupun dari pengaruh
lingkungannya. Dari para Bisa inilah, para gadis peserta Posuo akan mendapat
bimbingan moral, spiritual dan pengetahuan. Utamanya bimbingan dalam
membentuk keluarga yang baik.
Ritual posuo, di samping sebagai sarana pembersihan/penyucian diri dan
sarana peralihan status, juga merupakan sarana pendidikan bagi kaum perempuan
sebelum memasuki bahtera rumah tangga. Hal ini teramati dalam pelaksanaannya
yang bukan saja sebagai sebuah ritual, melainkan proses pembinaan mental,
moral, agama, dan perilaku sesuai dengan peran seorang perempuan dalam
kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat.
4

2.2 Jenis-Jenis Posuo


Posuo terdiri dari 3 jenis, yakni posuo wolio,posuo arabu dan posuo
johoro. Posuo wolio merupakan posuo yang berasal dari masyarakat Wolio atau
Buton sendiri. posuo arabu, (posuo hasil modifikasi dan adaptasi dari posuo wolio
dan nilai-nilai islam), Posuo arabu diadaptasikan oleh Syekh Haji Abdul
Ghaniyyu, salah seorang ulama besar Buton medio abad XIX yang menjabat
jabatan Kenipulu dalam kabinet pemerintahan Sultan.
Buton XXIX Muhammad Aydrus Qaimuddin (1824-1851) dengan
menyerhanakan prosesinya dan memasukkan unsur-unsur islam di dalamnya.
Posuo arabu inilah, kata La Ode Abu Bakar, yang kemudian lazim
diselenggarakan oleh masyarakat Buton. Posuo Johoro berasal dari Johor-Melayu
dan posuo arabu merupakan adaptasi dari posuo Wolio dan mengandung nilai-
nilai Islami.
5

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Latar Belakang Munculnya Tradisi posuo Pada Masyarakat Di Kota


Baubau
Kata posuo berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Wolio, yaitu Po
adalah prefiks atau kata depan yang menjadikan kata yang dilekatinya bermakna
verba/kata kerja, dan Suo adalah ruangan bagian belakang rumah (Kamus Bahasa
Wolio, 1985:157). Jadi, secara harfiah posuo dapat diartikan melakukan kurungan
diruang belakang rumah. Posuo ‘pingitan’ adalah suatu proses kurungan di ruang
belakang rumah bagi perempuan selama waktu tertentu, dan mereka tidak
diperkenankan berhubungan dengan dunia luar. Prosesi ini telah menjadi tradisi
mayarakat Buton sejak beberapa abad yang lalu, pada zaman Kesultanan Buton.
Asal mula prosesi pingitan ini berawal dari kebiasaan masyarakat mengurung
perempuan. Mereka menganggap bahwa perempuan memiliki keindahan atau
kecantikan yang dapat mengundang kerawanan kriminal.
Pihak keluarga tidak diperkenankan membiarkan anak perempuannya
keluar rumah dengan bebas, bila anak yang bersangkutan telah gadis. Hal ini
disebabkan karena mereka tidak menginginkan anak gadisnya diperebutkan oleh
banyak pemuda. Para pemuda bisa melihat para gadis hanya pada waktuwaktu
tertentu seperti acara keluarga. Masyarakat Buton menganggap bahwa pingitan
merupakan bagian dari kewajiban orang tua terhadap anak perempuannya. Orang
tua merasa berdosa jika anak perempuannya belum dipingit. Oleh karena itu,
orang tua dan keluarga dekatnya akan mengupayakan agar seorang anak
perempuan harus dipingit meskipun belum akan dinikahkan. Kewajiban
perempuan melakukan ritual pingitan yang tidak diperuntukkan bagi anak laki-
laki menunjukkan bahwa perhatian terhadap anak perempuan lebih besar dari
anak lakilaki. Pengetahuan atau ajaran-ajaran yang didapatkan selama dipingit
diharapkan akan menjadi bakal bagi perempuan sebelum memasuki bahtera rumah
tangga (Fariki, 2009:9)
6

3.2 Proses Pelaksanaan Tradisi Posuo Pada Masyarakat Di Kota Baubau


Dalam ritual Posuo ini, ada tiga tahap prosesi yang harus dijalani. Sesi
pertama disebut Pauncura atau pengukuhan. Pada tahap ini prosesi dilakukan oleh
dukun senior (Parika) diawali dengan tunuana dupa (pembakaran kemenyan) yang
disertai dengan pembacaan doa.
Setelah doa selesai, dilanjutkan dengan Panimpa (Pemberkatan) yang dilakukan
dengan memberikan sapuan asap kemenyan ke sekujur tubuh peserta Posuo.
Setelah itu Parika mengumumkan nama-nama para peserta ritual dan
pemberitahuan kepada seluruh peserta dan keluarganya bahwa sejak saat itu
mereka akan diisolasi dari dunia luar. Mereka hanya bisa berhubungan dengan
para dukun yang bertugas menemani.
Sesi kedua disebut Bhalyi Yana Yimpo atau merubah penampilan yang
dilakukan setelah ritual berjalan selama lima hari. Pada tahap ini ritual yang
dilakukan adalah merubah posisi tidur para peserta. Tadinya kepala di selatan dan
kaki di utara menjadi kepala di barat dan kaki ditimur. Posisi tidur ini akan terus
dilakoni sampai dengan dari ketujuh.
Sesi ketiga disebut Matana Kariya atau puncak acara. Dilakukan tepat
pada malam kedelapan. Ritual yang dilakukan adalah memandikan seluruh peserta
upacara Posuo dengan menggunakan wadah Bhosu (buyung yang terbuat dari
tanag liat). Setelah selesai mandi para peserta akan didandani dengan
menggunakan pakaian Ajo Kalambe (dandanan gadis dewasa) oleh para dukun.
Bagi yang bergelar Waode (bangsawan), setiap kegiatan ritul Posuo saat
makan diiringi dengan pemukulan gendang. Pemukulan gendang ini juga
merupakan ujian bagi kesucian (keperwanan) para peserta posuo. Jika dalam
pemukulan gendang tersebut ada gendang yang pecah, maka hal tersebut menjadi
tanda bahwa diantara para peserta Posuo tersebut ada yang sudah tidak perawan
lagi.
Namun di era zaman modern ini, semua anak gadis sudah bersekolah dan bahkan
bekerja. Makanya malam ritual Posuo dipersingkat satu malam saja. Biasanya
dilakukan saat menjelang seorang gadis akan menikah.
7

Menurut Waode Rasia, semua daerah Kesultanan Buton mempunyai


tradisi Posuo dengan tujuan yang sama, memberikan pembekalan terhadap
seorang gadis dalam bersikap dan mengarungi rumah tangga. Meskipun tata
caranya berbeda-beda setip daerah.
Dengan mengikuti Posuo maka sang gadis sudah siap dipinang atau melakukan
pernikahan.
8

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asal mula prosesi pingitan ini berawal dari kebiasaan masyarakat
mengurung perempuan. Mereka menganggap bahwa perempuan memiliki
keindahan atau kecantikan yang dapat mengundang kerawanan kriminal. Pihak
keluarga tidak diperkenankan membiarkan anak perempuannya keluar rumah
dengan bebas, bila anak yang bersangkutan telah gadis.
Dalam ritual Posuo ini, ada tiga tahap prosesi yang harus dijalani. Sesi
pertama disebut Pauncura atau pengukuhan. Pada tahap ini prosesi dilakukan oleh
dukun senior (Parika) diawali dengan tunuana dupa (pembakaran kemenyan) yang
disertai dengan pembacaan doa. Sesi kedua disebut Bhalyi Yana Yimpo atau
merubah penampilan yang dilakukan setelah ritual berjalan selama lima hari. Sesi
ketiga disebut Matana Kariya atau puncak acara

4.2 Saran
Perlu dilakukan pengkajian yang lebih mendalam dan komprehensif
mengenai sejarah kehidupan Kerajaan dan Kesultanan Buton hubungannya
dengan sosial budaya guna memperkaya literatur pengetahuan dan melestarikan
adat budaya Buton yang sejak dahulu ada dalam kehidupan Buton.
9

DAFTAR PUSTAKA

Ranjabar Jacobus.2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia.Bogor: Ghalia Indonesia

Admin.(2018).Tradisi Posuo Di Buton Penanda Gadis Siap dipinang. Tersedia:


https://inilahsultra.com/2018/08/20/tradisi-posuo-di-buton-penanda-
gadis-siap-dipinang/ [25 Juni 2021]

Mizan,Muhammad.(2014).pendidikan untuk Indonesia tradisi adat posuo.


Tersedia: http://muhamadmizan0304.blogspot.com/2014/12/tradisi-adat-
posuo.html [25 Juni2021]

Anda mungkin juga menyukai