Laporan Penelitian ini diajukan untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester 4
Mata Kuliah Komunikasi Lintas Budaya.
Disusun Oleh:
Ilmu Komunikasi 4B
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyusun makalah Komunikasi Lintas
Budaya . Khususnya tentang pembahasan “Kebudayaan Masyarakat Kampung
Adat Urug Bogor. Makalah ini dibuat dalam rangka meningkatkan pembelajaran
dan sebagai tugas Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuiah Komunikasi Lintas
Budaya . Pemahaman tentang Komunikasi Lintas Budaya dan hal-hal yang
berkaitan dengannya sangat diperlukan, dengan suatu tujuan
agar beberapa masalah dapat diselesaikan dan dihindari, sekaligus
memperdalam wawasan bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 25
LAMPIRAN ......................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kampung atau yang disebut dengan nama lain mempunyai karakteristik yang
berlaku umum untuk seluruh Indonesia, sedangkan Kampung Adat atau yang
disebut dengan nama lain mempunyai karakteristik yang berbeda dari Kampung
pada umumnya, terutama karena kuatnya pengaruh adat terhadap sistem
pemerintahan lokal, pengelolaan sumber daya lokal, dan kehidupan sosial budaya
masyarakat Kampung. Kampung Adat pada prinsipnya merupakan warisan
organisasi kepemerintahan masyarakat lokal yang dipelihara secara turun temurun
yang tetap diakui dan diperjuangkan oleh pemimpin dan masyarakat kampung
Adat agar dapat berfungsi mengembangkan kesejahteraan dan identitas sosial
budaya lokal.
Salah satu Kampung Adat yang ada di Jawa barat ialah Kampung Adat Urug.
Kampung Urug merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di
Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung
adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat Kampung Urug,
kampung kecil tersebut merupakan kampung indah nan asri, serta sejuk dan
damai, yang terletak di Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten
Bogor. Keistimewaan dari Kampung Urug ini adalah Kebudayaan Di kampung
urug masih terjaga, dan masih ada aturan-aturan adat yang berlaku, dan memiliki
Pemerintahan Informal atau Adat Masyarakat Kampung Adat Urug yang terdiri
atas Ketua adat yang berjumlah tiga orang.
Karena Keunikan dari Kampung Adat urug ini, peneliti ingin mengetahui
lebih jauh seperti apa kebudayaan yang ada dan sistem pemerintahan informal
disana. menurut Liliweri (2005) komunikasi lintas budaya adalah Analisis Lintas
Budaya (sering disebut sebagai analisis komparatif) untuk melakukan komparasi
dan menguji perbedaan antar budaya.Harapannya dengan studi ini setiap orang
akan memahami kebudayaannya & mengakui ada isu kebudayaan yang dimiliki
orang lain dalam relasi antar budaya.Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti
1
2
3
4
Telah banyak studi budaya pada wilayah komunitas adat yang tersebar di
Jawa Barat, di antaranya adalah inventarisasi komunitas adat oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat yang telah mengumpulkan
sebanyak 8 komunitas adat, yaitu: Kampung Urug, Kampung Ciptagelar,
Kampung Adat Mahmud, Kampung Pulo, Kampung Naga, Kampung Kuta,
Kampung Dukuh, dan Kampung Sinarresmi (Bidang Kebudayaan Disbudpar
Provinsi Jabar, 2009: 1-26). Hasil inventarisasi dari Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Jawa Barat dapat dikatakan bersifat sementara karena
dimungkinkan masih ada kampung adat yang luput dari inventarisasi tersebut.
Salah satu yang telah teridentifikasi adalah Kampung Cipatat Kolot, Desa
Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor. Sangat beralasan, pada
waktu itu, untuk menyatakan bahwa Cipatat disebut sebagai kampung adat
karena telah disahkan melalui surat Depdikbud nomor 440/I-02.5-24/J.1988
yang menyatakan bahwa Kampung Cipatat – beserta dengan Kampung Urug
dan Kampung Sihuut sebagai:
8
9
tersebut yang dominan hijau. Rumah ini memiliki filosofi dari setiap
ukuran bangunan nya, ukuran tersebut menyiratkan bulan, tahun, hari,
rukun iman, jumlah hari dalam seminggu, rukun islam, bahkan angka
satu sampai sembilan. Rumah ini hanya boleh diisi oleh keturunan
Prabu Siliwangi yang menjadi kokolot berdasarkan wangsit, menurut
Abah Ukat rumah ini nanti nya akan diwariskan kepada anak laki-laki
Abah tergantung petunjuk atau wangsit yang akan di dapatkan Abah
Ukat.
Suasana di dalam Bumi Ageung tampak luas dan sedikit remang-
remang. Aroma serbuk kayu memenuhi ruangan. Perabot kayu antik
menjadi penyekat antar ruang yang terbuka. Di bumi ageung ini ada
salah satu ruangan dimana terdapat meja makan yang ditutupi oleh
kain putih, konon kata Abah Ukat sejak dulu tidak ada yang pernah
menduduki bahkan dilarang untuk menempati atau makan di meja
makan tersebut.
2) Rumah Panggung
Rumah Panggung yaitu sebuah rumah yang berada di depan
Bumi Ageung sebagai tempat paniisan (Istirahat arwah leluhur).
Tempat ini tidak bisa dikunjungi oleh orang lain, hanya saja yang
biasa ke tempat ini adalah seseorang yang membersihkan dan
merawat sebanyak 2 kali dalam sebulan. Sedangkan selain dari
petugas kebersihan yang boleh masuk adalah Ketua Adat (Abah Ukat)
dan Istrinya itupun hanya dilakukan 1 tahun sekali. Tempat ini juga
biasa dilakukan untuk semadi kepala adat.
3) Bumi Alit
Bumi Alit terletak paling ujung dan terpencil, terkurung dalam
pagar kawat, dan cukup memberi kesan keramat dan sakral. Tempat
bumi alit ini yaitu kuburan nenek moyang yang tidak diketahui.
Seseorang yang bisa masuk yaitu sama hanya Ketua Adat dan istrinya
dan itupun dilakukan 2 kali dalam setahun.
4) Leuit
13
padi selamat dari hama dan tanpa kendala. Maknanya, Kita Manusia
duduk-berdiri dan hidup di Bumi, semua yang kita makan berasal
dari Bumi, manusia harus bersyukur kepada Yang memiliki
kekuasaan terhadap Bumi.
e) Seren Pataunan
Seren Pataunan dilaksanakan dalam rangka menutup tahun
Hijriah dan menyambut tahun baru Hijriah, dengan harapan semoga
yang dilakukan pada tahun baru itu semuanya diselamatkan, dijaga
dan diraksa (dihindarkan dari bahaya). Pada acara ini dilakukan
pemotongan kerbau, setelah pemotongan kerbau kepala adat menuju
bumi alit digiring masyarakat. Kemudian warga membawa nasi
kuning dengan lauk-pauknya (daging kerbau) yang telah dido'akan
(selametan), dan sesudah itu dibagikan kepada masyarakat.
Keramaiannya lebih dari acara Seren Taun, biasanya minimal ba’da
magrib sudah ramai, karena bukan abah (pemimpin adat) yang
mengundang tapi masyarakat yang datang sendiri. Seperti dalam
Seren Taun, pada upacara Seren Pataunan banyak kelompok hiburan
seperti Jaipongan, Wayang Golek bahkan Orgen Tunggal ingin
“manggung” di Kampung Adat Urug, datang sendiri tanpa dibayar.
Tetapi itu tergantung Abah Ukat, tidak semua kelompok hiburan itu
bisa diterima karena halaman rumah adat sudah dirapihkan dengan
semen dan batu jadi tidak diboleh dibongkar untuk mendirikan
panggung hiburan. Masyarakat yang datang dari mana- mana itu
tidak sebatas hanya ingin silaturahmi, ikut syukuran mendapatkan
berkat makanan.
seperti yang sudah ditulis di atas tadi, akhirnya yang hijau dan yang
kuning menyatu ke dalam Raga Prabu Siliwangi. jenis yang merah,
putih dan hitam gelar ke dunia menjadi padi seperti yang kita kenal
sekarang. Kelima jenis Padi itu tadinya diturunkan di Pajajaran Bogor,
berhubung Prabu Siliwangi menghilang dan menuju Kampung Adat
Urug, jadi segala-galanya dibawa oleh Prabu Siliwangi termasuk bibit
padi yang lima itu. Syariatnya yang ditanam hanya tiga, yaitu merah,
putih dan hitam, hakekatnya bibit yang lima tadi disimpan di suhunan
(atap) rumah adat urug Lebak yang berjumlah lima, satu atap satu
warna. Tiga yang gelar tadi, hakekatnya Gedong Gedè (Rumah Adat
Urug Lebak), Gedong Luhur atau Paniisan (tempat berteduh), berupa
bangunan panggung tinggi tapi tidak terlalu besar dan Gedong Leutik
bangunan sangat kecil.
Selain bertani warga Urug tercatat 1.279 orang sebagai pedagang,
dalam hal ini mereka yang menjadi pedagang eceran Ikan air laut di
daerah Leuwiliang. Sementara lainnya kebanyakkan sebagai
penambang emas Liar di Gunung Pongkor, dan mayoritas adalah anak
muda.
25
LAMPIRAN
26
27
Bumi Panggung
Bumi Alit
Leuit
DAFTAR PUSTAKA
29