Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEMINAR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

“Pudarnya Budaya Rabab di Kabupaten Pesisir Selatan”

Dosen Pengampu ;

Prof. Dr. Solfema, M. Pd.

Dr. Lili Dasa Putri, M. Pd

Disusun Oleh Kelompok 5:

Amanda Putri Ramadhan (21005091)

Lara Mailina Sari (21005098)

Nadilla Permata Sari (21005065)

Vela Azizah (21005081)

Viona Angely Handayani (21005116)

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat,
karunia, serta kasih sayang-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Pudarnya Budaya Rabab di Kabupaten Pesisir Selatan” pada mata kuliah Seminar
Pemberdayaan Masyarakat dengan sebaik mungkin. Shalawat serta salam tetap
tercurahkan kepada Nabi kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu


dalam proses pembuatan makalah ini, yaitu kepada :

1. Prof. Dr. Solfema, M. Pd. Dan Dr. Lili Dasa Putri, M. Pd selaku dosen pengampu
mata kuliah Seminar Pemberdayaan Masyarakat.

2. Teman-teman yang telah memotivasi dan memberikan pendapatnya dalam


penyusunan makalah ini

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
pembaca.

Padang,4 September 2023

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 5
1.3. Tujuan Penulisan .............................................................................................. 5
1.4. Manfaat Penulisan ............................................................................................ 5
BAB II ................................................................................................................................ 7
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 7
2.1. Konsep Budaya....................................................................................................... 7
2.2. Asal-usul Sejarah Tradisi Rabab Pasisia ............................................................. 9
2.3. Proses Pemudaran Budaya Rabab Pasisia .......................................................... 9
2.4. Upaya Peralihan Kembali Fungsi Tradisi Rabab Pasisia ................................ 12
BAB III............................................................................................................................. 14
PENUTUP ........................................................................................................................ 14
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 14
3.2. Saran ..................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Budaya adalah keseluruhan cara hidup, kepercayaan, norma, nilai, tradisi,
adat istiadat, seni dan bahasa yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya mempengaruhi sikap,
pikiran, dan perilaku masyarakat serta merupakan ciri khas yang membedakan
suatu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya. Budaya mencakup berbagai
aspek kehidupan, seperti agama, seni, bahasa, masakan, pakaian, adat istiadat sosial
dan masih banyak lagi. Budaya juga dapat diartikan sebagai warisan budaya yang
dipelajari, dipraktikkan, dan diwariskan dari generasi ke generasi dalam suatu
masyarakat atau negara. Budaya merupakan faktor penting bagi kelangsungan
hidup suatu kelompok masyarakat dan membentuk identitas yang kuat pada setiap
individu dan masyarakat.

Perubahan adalah suatu proses dimana sesuatu berpindah dari keadaan


sebelumnya ke keadaan lain, secara bertahap atau tiba-tiba. Perubahan dapat terjadi
dalam berbagai aspek kehidupan, seperti perubahan lingkungan, sosial, budaya,
ekonomi, politik, teknologi, dll. Perubahan budaya adalah Perubahan yang terjadi
pada unsur-unsur budaya seperti nilai, norma, kepercayaan, adat istiadat, dan
perilaku suatu kelompok masyarakat. Perubahan budaya dapat terjadi secara
perlahan atau cepat, dimulai dari tingkat individu dan menyebar ke seluruh
masyarakat. Perubahan budaya dapat terjadi karena pengaruh faktor internal atau
eksternal, seperti inovasi atau pengaruh budaya lain yang lebih dominan.
Perubahan budaya dapat berdampak positif atau negatif terhadap komunitas yang
mengalaminya dan seringkali memerlukan penyesuaian dan adaptasi.

Rabab Pasisia adalah salah satu kesenian tradisional khas daerah Pesisir
Selatan,Sumatra Barat. Namun, kesenian tradisional seringkali menghadapi
ancaman kepunahan karena kurangnya minat dari generasi muda untuk
mempelajarinya. Ini mungkin disebabkan oleh pengaruh budaya pop modern dan
perubahan gaya hidup.

Rabab atau barabab sering ditampilkan sebagai bentuk bungo alek (hiasan
kerumunan) pada suatu acara, baik itu pernikahan, hari jadi, atau peresmian acara
penting dalam masyarakat adat Minangkabau. Yang menjadi persoalan saat ini
adalah realitas warisan seni pertunjukan Barabab. Pewarisan keterampilan aktif
dalam menampilkan kesenian tradisional Barabab tidak diwariskan secara lancar
dan terus menerus dari pewaris aktif kepada generasi berikutnya. Seniman Barabab
adalah laki-laki yang berusia di atas 55 tahun dan atau lebih. Bagaimana jika
pewarisan tidak terjadi secara hirarki langsung dari generasi tertua ke generasi
termuda berikutnya? Tentu saja kesenian tradisional Barabab hanya akan tinggal
kenangan dan nama saja, tergantikan oleh gaya musik Barat yang cenderung lebih
digemari generasi muda masa kini, misalnya orgen tunggal, dll.

1.2. Identifikasi Masalah


a. Bagaimana konsep budaya?
b. Bagaimana sejarah asal usul tradisi Rabab Pasisia?
c. Bagaimana proses pemudaran budaya Rabab Pasisia?
d. Bagaimana upaya pengembalian fungsi budaya Rabab Pasisia ?

1.3. Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui konsep budaya.
b. Untuk mengetahui sejarah asal usul tradisi Rabab Pasisia.
c. Untuk mengetahui proses pemudaran budaya Rabab Pasisia.
d. Untuk mengetahui upaya pengembalian fungsi budaya Rabab Pasisia.

1.4. Manfaat Penulisan


a. Menambah pengetahuan tentang konsep budaya.
b. Menambah pengetahuan tentang sejarah asal usul tradisi Rabab Pasisia.
c. Menambah pengetahuan tentang proses pemudaran budaya Rabab
Pasisia.
d. Menambah pengetahuan tentang upaya pengembalian fungsi Rabab
Pasisia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Budaya


Kata “Budaya” berasal dari Bahasa Sansekerta “Buddhayah”, yakni bentuk
jamak dari “Budhi” (akal). Jadi, budaya adalah segala hal yang bersangkutan
dengan akal. Selain itu kata budaya juga berarti “budi dan daya” atau daya dari
budi. Jadi budaya adalah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa dan karsa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya artinya pikiran, akal budi,
hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga
budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,


kesenian, moral, hukum, adat dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh
sekumpulan anggota masyarakat.

Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa kebudayaan berarti buah budi


manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman
dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai
rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Jadi,
kebudayaan mencakup semuanya yang di dapatkan atau dipelajari oleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari
dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara-cara atau
pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak. Seorang yang meneliti kebudayaan
tertentu akan sangat tertarik objek-objek kebudayaan seperti rumah, sandang,
jembatan, alat-alat komunikasi dan sebagainya.

Bagi masyarakat Minang, adat merupakan wajah lain dari kebudayaan


Minangkabau. Hal tersebut menegaskan pengertian kebudayaan sebagai
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat. Kebudayaan itu diekspresikan melalui kesenian, yang
sekaligus merupakan perwakilan lahiriah (surface representation) dari struktur
pikiran manusia yang mendasarinya (Ihromi, 2016: 84).

Menurut Selo Soemardjan melalui Sulasman (2013: 47), kebudayaan


dirumuskan sebagai hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya menghasilkan
“material culture”, sedangkan rasa dan cipta membuahkan “immaterial culture”.
Kebudayaan materi (material culture) terdiri atas dua istilah dengan pengetian yang
sangat berbeda berbeda. Pertama, kebudayaan adalah sesuatu yang berhubungan
dengan hal-hal yang bersifat abstrak dan intelektual. Kedua, kebudayaan dalam arti
bendawi mengandung pengertian dasar dan pragmatis. Artinya, kebudayaan materi
adalah sebuah bentuk kebudayaan yang diciptakan oleh masyarakat yang dapat
dilihat maupun diraba karena berwujud berupa benda fisik. Benda-benda itu bisa
berupa peralatan rumah tangga seperti sendok, panci, mangkok, piring, dan gelas.

Kebudayaan nonmaterial (immaterial culture) adalah ciptaan abstrak yang


diwariskan dari generasi ke generasi. Adat yang diturunkan secara turun-temurun
oleh nenek moyang termasuk dalam bentuk kebudayaan ini seperti, benda-benda
seni pendukung tradisi termasuk di dalamnya. Oleh karena memiliki fungsi, maka
ia memiliki makna dan nilai tertentu di tengah masyarakat. Di Minangkabau,
kebudayaan nonmaterial meliputi sastra lisan (carito kaba, petatah-petitih, pantun,
dan mantra), tulisan (pertunjukan randai, teks tambo, cerita malin kundang, siti
nurbaya, dan buku peraturan adat), lagu daerah, koreografi, dan instrumen musik
(saluang, sarunai, bansi, sampelong, talempong, gandang tambua, gandang tasa dan
gandang katindiak).
2.2. Asal-usul Sejarah Tradisi Rabab Pasisia
Rabab Pasisia adalah seni tutur yang berkembang pada masyarakat Pesisir
Selatan,Sumatera Barat, dimana dalam pertunjukannya menggabungkan antara
kaba atau cerita dengan iringan rabab (Hartitom,G.R.Lono.L.Simatupang.Victor
Ganap, 2019). Rabab Pasisia dikenal dengan suara yang khas dan digunakan dalam
berbagai kesempatan, seperti acara pernikahan, upacara adat, dan pertunjukan seni.

Rabab Pasisia berasal dari kata "Pasisia" yang merupakan nama sebuah desa
di daerah Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Desa ini dianggap sebagai tempat asal
usul Rabab Pasisia. Rabab sendiri adalah jenis alat musik petik dengan senar yang
khas, sering kali terbuat dari kayu dan kulit kambing.Sejak abad ke-14, Islam mulai
berkembang di wilayah Minangkabau, termasuk Pesisir Selatan. Alat musik Rabab
Pasisia memiliki peran penting dalam ekspresi musik Islami di daerah ini. Rabab
Pasisia sering digunakan dalam pertunjukan seni tradisional yang berkaitan dengan
budaya Islam, seperti tarian Randai dan Ma'randai.

Rabab Pasisia mengalami berbagai perkembangan dalam teknik pembuatan

dan pemainannya seiring berjalannya waktu. Pemain Rabab Pasisia biasanya adalah

kaum laki-laki yang terampil dalam bermain alat musik ini. Rabab Pasisia memiliki

peran penting dalam seni dan budaya Minangkabau. Alat musik ini digunakan untuk

mengiringi tarian tradisional seperti Tari Piring, Saluang Tanduak, dan banyak

pertunjukan seni lainnya. Selain itu, Rabab Pasisia juga menjadi bagian integral

dalam pertunjukan musik dan bernyanyi dalam tradisi Minangkabau.

2.3. Proses Pemudaran Budaya Rabab Pasisia


Kesenian Rabab merupakan salah satu kesenian tradisional yang terbentuk
dan berkembang dalam kebudayaan masyarakat Minangkabau, tersebar di banyak
daerah dengan jenis dan corak tertentu. Seperti di Nagari Kambang, Kecamatan
Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan menyuguhkan kesenian Rabab Pasisia
sebagai hiburan bagi masyarakat. Rabab Pasisia sering ditampilkan dalam acara
pernikahan, acara nagari, acara khitanan dan acara lainnya. Pertunjukan Rabab
banyak diminati kalangan lanjut usia karena zaman yang semakin kompleks

Generasi muda lebih tertarik pada musik modern dibandingkan kesenian


lokal. Pementasan Rabab Pasisia dimulai pada malam hari sekitar pukul 21.00 WIB
dan berlangsung hingga menjelang subuh. Ruang pertunjukan Rabab disediakan
oleh pemiliknya dan juga dilengkapi dengan fasilitas seperti; Kasur dan bantal
diletakkan di samping kamar mempelai atau di samping tempat kedua mempelai
duduk bersebelahan, dan di sinilah pemain rabab melakukan pertunjukan
Rababnya.

Ketertarikan terhadap Rabab Pasisia mulai memudar seiring dengan


kemajuan musik Barat, khususnya resital organ, sehingga masyarakat mulai
meninggalkan keseniannya sendiri. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa
seiring berkembangnya teknologi dan informasi, seni Rabab Pasisia pun mulai
memudar. Minatnya berangsur-angsur berkurang, sehingga eksistensinya di
masyarakat mulai berkurang. Padahal kesenian tradisional merupakan kekayaan
budaya bangsa yang perlu dijaga dan dikembangkan, termasuk kesenian Rabab
Pasisia yang perlu dijaga dan dikembangkan di masyarakat. Dengan masuknya
musik modern di Kabupaten Pesisir Selatan seperti organ tunggal, selera pun
dipengaruhi oleh penampilan organ tunggal. Oleh karena itu, kesenian tradisional
Rabab jarang digunakan baik pada acara pernikahan, acara adat maupun acara
remaja. Sebab masyarakat sudah banyak terpengaruh oleh gelombang musik
modern, dimana musik modern lebih menarik dibandingkan dengan kesenian
daerahnya sendiri.

Organ tunggal tersebut merupakan suatu bentuk seni modern yang telah
berkembang sangat luas. Hal ini terlihat dari tingginya minat masyarakat saat
menyaksikan pertunjukan di Kabupaten Pesisir Selatan. Hampir setiap minggu,
pertunjukan organ tunggal dilakukan sebagai hiburan di resepsi pernikahan.
Apalagi dengan pesatnya perkembangan organ tunggal, masyarakat kini lebih
mengutamakan organ tunggal sebagai salah satu bentuk seni yang digunakan secara
praktis dalam pernikahan dan acara remaja. Penyajian yang menarik membuat
semua orang bersemangat mengikuti pertunjukan. Akibatnya, apresiasi pecinta seni
terhadap rabab kini semakin menurun, yang tentunya akan berdampak buruk bagi
kelangsungan dan perkembangannya. Pada umumnya masyarakat saat ini tidak
memperhatikan nilai-nilai baik pendidikan maupun moral, mereka hanya melihat
pada kualitas.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan pemudaran budaya rabab pasisia


di Kabupaten Pesisir Selatan, antara lain:

a. Perkembangan teknologi dan budaya modern

Perkembangan teknologi dan budaya modern telah membawa pengaruh


yang besar terhadap masyarakat, termasuk di Kabupaten Pesisir Selatan.
Masyarakat kini lebih menyukai hiburan modern, seperti musik pop,organ tunggal,
dan dangdut. Akibatnya, kesenian tradisional seperti rabab pasisia mulai tergeser
dan ditinggalkan.

b. Kurangnya regenerasi pelestari

Kesenian rabab pasisia membutuhkan keterampilan khusus untuk


memainkannya. Namun, kurangnya regenerasi pelestari membuat kesenian ini
semakin terancam punah. Banyak generasi muda yang tidak tertarik untuk
mempelajari kesenian ini, karena dianggap kuno dan ketinggalan zaman.

c. Kurangnya dukungan pemerintah

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan sebenarnya telah berupaya untuk


melestarikan kesenian rabab pasisia. Namun, upaya tersebut masih belum optimal.
Pemerintah perlu memberikan dukungan yang lebih besar, baik dari segi anggaran
maupun pembinaan.
2.4. Upaya Peralihan Kembali Fungsi Tradisi Rabab Pasisia
Salah satu upaya untuk mencegah pemudaran budaya Rabab Pasisia atau budaya
apapun adalah dengan mengambil langkah-langkah berikut:

a. Pendidikan dan Penyuluhan: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang


pentingnya budaya Rabab Pasisia dan nilai-nilai budaya lainnya melalui
pendidikan dan penyuluhan. Ini dapat dilakukan melalui program-program
sekolah, seminar, lokakarya, dan pertemuan komunitas. Hal ini juga
diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat terhadap Rabab.
b. Warisan Budaya: Memelihara dan melestarikan pengetahuan dan
keterampilan terkait budaya Rabab Pasisia. Ini dapat mencakup
pengumpulan rekaman audio dan video, dokumentasi tradisi lisan, dan
pendokumentasian praktik-praktik budaya.
c. Dukungan untuk Seniman dan Musisi Lokal: Mendukung seniman dan
musisi lokal yang berperan dalam melestarikan budaya Rabab Pasisia. Ini
dapat mencakup pemberian hibah, sponsor, dan pelatihan untuk generasi
muda.
d. Pertunjukan dan Festival Budaya: Mengadakan pertunjukan dan festival
budaya yang mengutamakan musik dan seni Rabab Pasisia. Ini dapat
membantu mempromosikan kesadaran tentang budaya ini di kalangan
masyarakat luas.
e. Kolaborasi Antar Generasi: Mendorong kolaborasi antara generasi yang
lebih tua dan lebih muda dalam komunitas Rabab Pasisia. Ini dapat
membantu mengalihkan pengetahuan dan keterampilan dari generasi ke
generasi.
f. Pemberdayaan Komunitas: Melibatkan aktif komunitas dalam upaya
melestarikan budaya Rabab Pasisia. Komunitas dapat mengambil peran
aktif dalam mengidentifikasi prioritas, mengembangkan proyek-proyek,
dan menjalankan program-program yang mendukung warisan budaya
mereka.
g. Pengakuan Resmi: Mengupayakan pengakuan resmi dari pemerintah atau
badan budaya terkait untuk budaya Rabab Pasisia, sehingga bisa
mendapatkan perlindungan hukum dan dukungan finansial.
h. Mendorong Partisipasi Masyarakat: Mendorong partisipasi masyarakat
dalam kegiatan-kegiatan budaya, seperti pertunjukan Rabab Pasisia, les
musik tradisional, dan lainnya.
i. Pendanaan dan Dukungan Keuangan: Mencari sumber pendanaan dan
dukungan keuangan untuk proyek-proyek budaya Rabab Pasisia, baik dari
pemerintah, LSM, atau sektor swasta.
j. Jaringan dan Kerjasama: Membangun jaringan dan kerjasama dengan
komunitas budaya lainnya di daerah yang serupa dan di seluruh dunia untuk
berbagi pengalaman dan sumber daya.

Pemeliharaan budaya Rabab Pasisia dan budaya lainnya memerlukan kerja keras
dan komitmen yang berkelanjutan dari masyarakat dan pemangku kepentingan.
Dengan berbagai upaya ini, kita dapat membantu mencegah pemudaran budaya dan
melestarikan warisan budaya yang berharga.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
a. Bagi masyarakat Minang, adat merupakan wajah lain dari kebudayaan
Minangkabau. Hal tersebut menegaskan pengertian kebudayaan sebagai
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat. Kebudayaan itu diekspresikan melalui
kesenian, yang sekaligus merupakan perwakilan lahiriah (surface
representation) dari struktur pikiran manusia yang mendasarinya.
b. Rabab Pasisia berasal dari kata "Pasisia" yang merupakan nama sebuah desa
di daerah Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Desa ini dianggap sebagai tempat
asal usul Rabab Pasisia. Rabab sendiri adalah jenis alat musik petik dengan
senar yang khas, sering kali terbuat dari kayu dan kulit kambing.Sejak abad
ke-14, Islam mulai berkembang di wilayah Minangkabau, termasuk Pesisir
Selatan. Alat musik Rabab Pasisia memiliki peran penting dalam ekspresi
musik Islami di daerah ini. Rabab Pasisia sering digunakan dalam
pertunjukan seni tradisional yang berkaitan dengan budaya Islam, seperti
tarian Randai dan Ma'randai.
c. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pemudaran budaya rabab pasisia
di Kabupaten Pesisir Selatan, antara lain: Perkembangan teknologi dan
budaya modern, kurangnya regenerasi pelestari, dan kurangnya dukungan
pemerintah.
d. Salah satu upaya untuk mencegah pemudaran budaya Rabab Pasisia atau
budaya apapun adalah dengan mengambil langkah-langkah berikut:
pendidikan dan penyuluhan, warisan budaya, dukungan untuk seniman dan
musisi lokal, pertunjakan dan festival budaya, kolaborasi antar generasi,
pemberdayaan komunitas, pengakuan resmi, mendorong partisipasi
masyarakat, pendanaan dan dukungan keuangan, serta jaringan dan kerja
sama.
3.2. Saran
a. Budaya dapat dipandang sebagai warisan yang diteruskan dari satu generasi
ke generasi berikutnya. Ini mencakup nilai-nilai, tradisi, dan pengetahuan
yang dilestarikan dan diwariskan. Budaya memainkan peran penting dalam
membentuk identitas individu dan kelompok. Budaya dapat merujuk pada
identitas nasional, etnis, agama, atau bahkan subkultur tertentu.
b. Rabab Pasisia adalah bagian penting dari identitas budaya Minangkabau.
Alat musik ini tidak hanya berperan dalam bidang seni, tetapi juga dalam
menjaga dan merayakan warisan budaya yang kaya dan beragam dari
masyarakat Minangkabau.
c. Pudarnya rabab pasisia merupakan fenomena yang memprihatinkan. Rabab
pasisia adalah salah satu bentuk kesenian tradisional yang memiliki nilai
budaya yang tinggi. Hal ini perlu menjadi perhatian masyarakat dan
pemerintah.
d. Rabab pasisia adalah salah satu alat musik tradisional yang berasal dari
Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Alat musik ini memiliki nilai
budaya yang tinggi dan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat
setempat. Namun, keberadaan rabab pasisia saat ini terancam pudar.
Mencegah hilangnya rabab sebagai kesenian tradisional maka perlu upaya
yang cukup kuat agar tetap lestari.
DAFTAR PUSTAKA

Hartitom,G.R.Lono.L.Simatupang.Victor Ganap. (2019). Rabab Pasisia sebagai


Pertunjukan Seni Tutur Di Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal ISI Jogja,
vol.20 no.1 hal 1-12.
Soerjono, Soekanto. Sosiologi suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.
150-151. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga
Sosiologi (Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1964),
h. 115.
Ediwar, S. S., Minawati, R., Yulika, F., & Hanefi, M. P. (2018). Musik
Tradisional Minangkabau. Gre Publishing.

Anda mungkin juga menyukai