Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH PERKEMBANGAN PERADILAN

PADA MASA DINASTI ABASIYAH

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi ujian tengah semester mata kuliah sejarah


peradilan islam yang dibina oleh Ibu Theadora Rahmawati, M.HI.

Disusun Oleh:

MIRZA KHOIRUN NISA’


(22382072013)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM MADURA
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Tradisi dan Budaya Madura dalam Perspektif Islam” ini dengan
baik dan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari
berbagai pihak, kami telah berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik dan
sesuai dengan harapan, walaupun di dalam pembuatannya kami menghadapi
kesulitan, karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Kutsiyatur Rahmah, M.HI. selaku dosen pengampu Islam dan
Budaya Madura. Dan juga kepada teman – teman yang telah memberikan
dukungan dan dorongan kepada kami.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami
butuhkan agar dapat menyempurnakannya di masa yang akan datang. Semoga apa
yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi teman–teman dan pihak
yang berkepentingan.

Pamekasan, 20 Maret 2023

Penulis
Mirza Khoirun Nisa'

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. II


Daftar Isi .......................................................................................................... III
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan.............................................................................................. 1
D. Manfaat ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tradisi dan Budaya........................................................ 3
B. Macam-Macam Tradisi dan Budaya Madura................................... 4
C. Tradisi dan Budaya Madura Dalam Perspektif Islam...................... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................... 9
B. Saran................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat Madura selama ini identik dengan religiusitas. Madura yang
juga terkenal kental akan budaya dan tradisinya memiliki banyak sekali tradisi-
tradisi yang masih dilestarikan dan dijaga sampai pada saat ini. Agama dan
budaya merupakan dua unsur penting dalam masyarakat yang saling
mempengaruhi. Ketika ajaran agama masuk dalam sebuah komunitas yang
berbudaya, akan terjadi tarik menarik antara kepentingan agama di satu sisi
dengan kepentingan budaya di sisi lain. Demikian juga halnya dengan agama
Islam yang diturunkan di tengah-tengah masyarakat Arab yang memiliki adat-
istiadat dan tradisi secara turun-temurun. Sedangkan tradisi merupakan bagian
dari kebudayaan.
Islam Madura merupakan salah satu varian Islam kultural yang ada di
Indonesia setelah terjadinya dialektika antara Islam dengan budaya Madura.
Proses dialektika tersebut pada gilirannya akan menghasilkan Islam Madura yang
unik, dan khas dengan ragamnya tradisi-tradisi Madura yang sudah disisipi nilai-
nilai Islam. Yang pada perkembangan selanjutnya, tradisi-tradisi tersebut
dihasilkan dari kebiasaan-kebiasaan yang berbasis Islam membentuk suatu budaya
madura yang khas seperti tahlil, rokat tasè' dan sebagainya.
Namun, tradisi-tradisi dan kebudayaan ini dahulunya jauh dari nilai-nilai
keislaman. Seiring berjalannya waktu dan keinginan melestarikan budaya
kampung halaman, tradisi dan kebudayaan tersebut tersisipi dengan nilai-nilai
keislaman. Untuk itulah lebih jelasnnya disini penulis akan membahas tentang
“Tradisi dan Budaya Madura Dalam Perapektif Islam.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
yang hendak dijawab antara lain adalah:
1.

1
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui apa itu tradisi dan budaya.
2. Untuk mengetahui apa saja macam-macam tradisi dan budaya Madura.
3. Untuk mengetahui tradisi dan budaya Madura dalam perspektif Islam.

D. Manfaat Pembahasan
1. Bagi penulis, makalah ini menjadi sebuah media kreatifitas ilmu dalam
pengkajian tradisi dan budaya Madura dalam perspektif Islam.
2. Bagi pembaca, makalah ini diharapkan mampu memberi wawasan
pengetahuan mengenai tradisi dan budaya Madura dalam perspektif Islam.

2
BAB II

A. Pengertian Tradisi dan Budaya


1. Pengertian Tradisi
Secara Tradisi menurut Bahasa Latin yaitu tradition yang artinya
diteruskan atau kebiasaan. Tradisi dalam pengertian yang paling
sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan sudah
menjadi bagian dari kehidupan di suatu kelompok masyarakat. Hal yang
paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari
generasi ke generasi lainnya baik secara tertulis maupun lisan, karena
tanpa adanya ini, sebuah tradisi bisa punah.1
Secara istilah perkataan tradisi mengandung sebuah arti yang
tersembunyi tentang adanya kaitan masa lalu dengan masa kini. Hal ini
menunjukkan kepada sesuatu yang diwariskan oleh orang-orang terdahulu
masih berwujud dan bisa berfungsi hingga sekarang. Tradisi
memperlihatkan bagaimana masyarakatnya bertingkah lauk, baik dalam
kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal gaib atau
keagamaan.
Tradisi juga merupakan roh dari sebuah kebudayaan, karena tanpa
tradisi tidak mungkin suatu kebudayaan akan hidup dan langgeng.
Dengan tradisi hubungan antara individu dengan masyarakatnya bisa
terjalin harmonis atau tentram. Dengan tradisi, sistem kebudayaan akan
menjadi kokoh, akan tetapi jika tradisi dihilangkan maka ada harapan
suatu kebudayaan akan berakhir di saat itu juga.
2. Pengertian Budaya
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, budaya (culture) diartikan
sebagai; pikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu
yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Dalam pemakaian
sehari-hari, orang biasanya mensinonimkan pengertian budaya dengan

1
Mahfudlah Fajrie, Budaya Masyarakat Pesisir Wedung Jawa Tengah: Melihat Gaya komunikasi
dan Tradisi Pesisiran, (Wonosobo: CV. Mangku Bumi Media, 2016), hal. 23.

3
tradisi (tradition). Dalam hal ini tradisi diartikan sebagai kebiasaan
masyarakat yang tampak.2
Budaya atau culture merupakan istilah yang datang dari disiplin
antropologi sosial. Dalam dunia pendidikan budaya dapat digunakan
sebagai salah satu transmisi pengetahuan, karena sebenarnya yang
tercakup dalam budaya sangatlah luas. Budaya laksana software yang
berada dalam otak manusia, yang menuntun persepsi, mengidentifikasi
apa yang dilihat, mengarahkan fokus pada suatu hal, serta menghindar
dari yang lain.3
Budaya adalah suatu konsep yang membangkit minat dan
berkenaan dengan cara manusia hidup, belajar berpikir, merasa,
mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut budanya dalam
arti kata merupakan tingkah laku dan gejala sosial yang menggambarkan
identitas dan citra suatu masyarakat.
Jadi, budaya didefinisikan sebagai cara hidup orang yang
dipindahkan dari generasi ke generasi melalui berbagai proses
pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling cocok
dengan lingkungannya. Budaya merupakan pola asumsi dasar bersama
yang dipelajari kelompok melalui pemecahan masalah adaptasi eksternal
dan integrasi internal. Sekelompok orang terorganisasi yang mempunyai
tujuan, keyakinan dan nilai-nilai yang sama, dan dapat diukur melalui
pengaruhnya pada motivasi.

B. Macam-Macam Tradisi dan Budaya Madura


1. Carok
Tradisi carok telah menciptakan stereotip negatif yang berkembang diluar
pulau Madura. Tradisi carok orang Madura, dikenal dengan berlawan dengan
menggunakan senjata khas Madura (clurit). Oleh karena itu, pandangan ini
memberi pandangan negatif bahwa orang Madura disamakan dengan sifat kasar
dan emosi yang tinggi. Sebenarnya, carok dilakukan untuk membela kehormatan

2
Software Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
PT.Balai Pustaka, 2005), hal. 149.
3
Sumarto, Budaya, Pemahaman dan Penerapannya “Aspek Sistem Religi, Bahasa, Pengetahuan,
Sosial, Keseninan dan Teknologi”, Jurnal Literasiologi, VOLUME 1, NO. 2 Juli- Desember 2019.

4
keluarga, dan perasaan malu. Istri merupakan manifestasi martabat dan
kehormatan suami, karena istri adalah bhantal lapate berarti landasan kematian.
Tradisi carok secara tidak langsung telah mempengaruhi pandangan
masyarakat luar Madura negatif. Carok adalah tindakan secara fisik yang
dilakukan oleh orang Madura terhadap orang lain yaitu dengan menyerang
menggunakan senjata dan biasanya membunuh orang yang menghinanya (Fauzi
2004). Selain carok, Madura juga dikenal dengan tradisi kebudayaan yang lain
seperti Karapan sapi. kerapan sapi sebagai salah satu kesenian yang diangkat
sebagai budaya Madura, sedangkan bentuk budaya tersebut adalah
memperagakan pertandingan pacuan sapi jantan yang memang khusus untuk
dipertandingkan (Fuad2012).

2. Kerapan Sapi

Disebut kerapan sapi karena dua pasang sapi jantan diadu cepat larinya (ê
kerrap) sejauh jarak tertentu. Setiap satu pasang sapi dikendalikan seorang joki
(bhuto/tokang tongko’) dengan memakai peralatan/perlengkapan berupa
pangonong dan kalêlês. Yang paling awal sampai ke garis finis dianggap sebagai
pemenang.4

Kerapan Sapi adalah salah satu tradisi dan budaya Madura yang sangat
terkenal hingga ke mancanegara. Puncaknya pada acara tahunan yang tak luput
digelar oleh pihak pemerintah, yaitu Kerapan Sapè Gubeng yang
memperebutkan piala bergilir dari Presiden. Selain mempertontonkan kontes
kerapan sapi, di dalam acaranya pun menampilkan berbagai tradisi dan budaya
Madura lainnya. Tentu dengan adanya acara tahunan ini memberikan dampak
terhadap peningkatan ekonomi di Madura dengan banyaknya wisatawan yang
berkunjung. Jadi tak heran jika masyarakat sangat antusias.

3. Pèlèt Betteng

Ritual tradisi pelet betteng pada hakikatnya dilakukan untuk


menghormati, memuja, mensyukuri dan meminta keselamatan kepada leluhur
4
Mohammad Kosim, KERAPAN SAPI; “PESTA” RAKYAT MADURA (Perspektif Historis-
Normatif), KARSA, Vol. XI No. 1 April 2007, hal. 69.

5
dan Tuhannya. Dan dalam tradisi ini dianggap sebagai penghormatan terhadap
roh leluhur dan rasa syukur kepada Allah SWT sebagai bentuk menghargai
nikmat dan yang dipergunakannya nikmat tersebeut. Karna sejatinya nikmat
akan terus bertumbuh, mengembang dan bertambah apabila nikmat yang Tuhan
berikan di syukuri dengan sebaik mungkin sama halnya dengan ritual rokat pelet
betteng ini sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.

Dalam tradisi rokat pelet betteng atau selametan atau sedekah kandungan
calon ibu pada usia kehamilan 4 atau 7 bulan tersebut merupakan wujud rasa
syukur atas dikaruniakannya seorang keturunan terhadap keluarga tersebut, yang
mana keluarga dan calon ibu memiliki harapan atas direalisasikannya ritual
Rokat pelet betteng jabang bayi yang berada dalam kandungan dan ibu yang
sedang hamil dapat selamat dan lancar hingga melahirkan.5

4. Rokat Tase’

Upacara rokat tase’ ini merupakan suatu upacara ritual yang penting bagi
kehidupan masyarakat yang kehidupannya bergantung pada hasil laut serta
penduduk yang bertempat tinggal di pesisir pantai.

Rokat dalam bahasa Madura berarti ruatan/ruwatan, tase’ berarti laut atau
pesisir, pangkalan mengandung arti tempat berpangkal perahu para nelayan dan
salameddhen berarti selamatan. Rokat tase’, rokat pangkalan atau salameddhen
tase’ dimaksudkan untuk menjaga ketentraman dan keselamatan yang
berhubungan dengan tempat berpangkal perahu dan seluk beluk kehidupan di
laut.6

Pada dasarnya upacara rokat tase’ ini berkaitan dengan sistem religi dan
upacara keagamaan yang diselenggarakan dengan adanya kesadaran para
nelayan yang menggantungkan hidupnya kepada hasil laut dengan melakukan
selametan rokat tase’ dengan tujuan untuk mencari keselamatan dan

5
Musholli dkk, LIVING QUR’AN TRADISI ISLAM NUSANTARA: KAJIAN TERHADAP TRADISI
PELET BETTENG PADA MASYARAKAT PROBOLINGGO, Jurnal Islam Nusantara Vol. 05 No.
02 (2021) : 37-51. Januari 2021. hal. 49.
6
Ainur Rahman Hidayat, Makna Relasi Tradisi Budaya Masyarakat Madura dalam Perspektif
Ontologi Anton Bakker dan Relevansinya bagi Pmebinaan Jati Diri Orang Madura, Jurnal Filsafat
Vol.23, Nomor 1, April 2013.

6
menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT. Dengan adanya kesadaran
masyarakat setempat tersebut, sehingga dengan kesepakatan bersama
masyarakat setempat mengadakan tradisi rokat tase’.

5. Tanèyan Lanjhâng

Tanèyan Lanjhâng adalah pola hunian yang terdiri dari satu keluarga
besar yang mengelompok dengan halaman panjang di tengahnya. Namun,
taneyan ini bersifat tertutup dan memiliki aturan dan etika bagi setiap orang
yang akan masuk ke dalamnya.7

Yang menarik dari tradisi tanèyan lanjhâng ini adalah bahwa susunan
rumah berdasarkan hirarki dalam keluarga. Barat-Timur adalah arah yang
menunjukkan urutan tua muda. Sistem yang demikian mengakibatkan ikatan
kekeluargaan menjadi sangat erat. Dari pengamatan dan hasil observasi selama
di lapangan, pemukiman masyarakat Madura diawali dengan sebuah rumah
induk yang disebut dengan tongghuh, yakni rumah cikal bakal atau leluhur suatu
keluarga. Tongghuh dilengkapi dengan kobhung, kandhang, dan dapor. Apabila
sebuah keluarga memiliki anak yang berumah tangga, khususnya anak
perempuan, maka orang tua akan membuatkan rumah bagi anak perempuan.
Penempatan rumah untuk anak perempuan berada persis di sebelah timur rumah
tongghuh.8

C. Tradisi dan Budaya Madura dalam Perspektif Islam


Budaya di tengah-tengah masyarakat merupakan sesuatu yang sangat
melekat dalam kehidupan sehari-hari baik dari segi kebiasaan atau tradisi maupun
dari segi paten nenek moyang. Seringkali disebutkan bahwa banyak budaya yang
terbentuk dari tradisi atau kebiasaan masyarakat dalam hubungan sosio-kultural.
Hubungan sosial tersebut tidak terlepas dari hubungan saling menghargai segala
perbedaan baik dari perbedaan ras, agama maupun yang lainnya. Terlebih khusus
dalam agama Islam yang di dalamnya sangat menekankan toleransi.

7
Lintu Tulistyantoro, Taneyan Lanjhang- Sebuah Kasus Hunian Masyarakat Madura,
Ensiklopedia Arsitektur Nusantara, Kendari 2021.
8
Abdul Sattar, TANIYAN LANJANG Pola Kekerabatan dan Tata Kekerabatan Masyarakat
Madura, Jurnal Undip Semarang, Januari 2023.

7
Arti toleransi dalam Islam sebenarnya tidak cukup hanya diartikan sebagai
menghargai perbedaan agama, akan tetapi juga menghargai budaya masyarakat
yang mungkin saja agak jauh dari nilai Islam. Hal tersebut merupakan hasil
akulturasi dari pada nenek moyang. Oleh sebab itu, sikap yang paling tepat
sebagai agama Islam ialah bagaimana menjadikan nilai atau subtansi dari budaya-
budaya masyarakat yang tidak ada unsur Islam menjadi budaya yang memiliki
nilai keislaman.

Secara Islam bagi masyarakat Madura merupakan identitas yang melekat


pada diri mereka, seperti aceh, banjar dan sebagainya. Kristalisasi dan aktualisasi
pemahaman keislaman masyarakat Madura tersebut bisa dilihat dari fenomena
bahwa hampir semua orang dan anak-anak lelaki memakai kopiah atau tutup
kepala khas Indonesia dalam segala bentuk interaksi sosial kemasyarakatan.
Begitu pula halnya dengan wanita, yang selalu berkerudung dengan tutup kepala
atau syal yang ringan dan praktis. Lima kali sehari kita juga bisa melihat orang-
orang Madura melakukan shalat rawatib berjamaah di surau atau langgar
kampung setelah diserukan adzan melalui pengeras suara atau loud speaker.

Realitas konkrit masyarakat Madura yang notabene Islam adalah bisa


dilihat dari pemandangan desa-desa yang menunjukkan hubungan yang erat
antara agama dan kehidupan sehari-hari. Hampir semua rumah, terutama rumah-
rumah di kawasan Sumenep, mempunyai sebuah langgar. Di satu desa terdapat
sekurang-kurangnya satu masjid umum.
Konstruksi kehidupan keagamaan berakar kuat dalam adat orang Madura.
Sepanjang tahun penuh dengan selamatan-selamatan Islam adat. Diantaranya: 1).
Selamatan untuk keluarga yang telah meninggal dunia, dilaksanakan pada hari
kamis malam. 2). Selamatan dan ayam dilaksanakan pada bulan Sora atau
Muharram, yaitu bulan pertama dalam Islam. 3). Selamatan untuk memperingati
hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. (molodan). 4). Selamatan Arasol pada
bulan Rabi’ul Akhir. 5). Selamatan untuk Isro’ Mi’roj Nabi Muhammad SAW.
setiap tanggal 27 bulan Rajab. 6). Selamatan bulan Sya’ban. Masyarakat desa
biasanya mengadakan upacara yang berlangsung dari sesudah maghrib sampai
akhir Isya’ menjelang fajar. Sambil berjalan sepanjang pantai atau daerah

8
pinggiran kota, mereka mengucapkan do’a-do’a tertentu, meminta kesehatan,
umur panjang dan kemakmuran.9

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas, maka penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
9
Abd. Jalal, Tradisi Carok dan Identitas Kesukuan Masyarakat Madura. Proposal Penelitian. h.3.

9
1. Tradisi merupakan bagian dari budaya. Karena tradisi adalah roh yang dari
sebuah kebudayaan, karena tanpa tradisi tidak mungkin suatu kebudayaan
akan hidup dan bertahan lama.
2. Macam-macam tradisi dan kebudayaan di Madura antara lain, carok,
kerapan sapi, rokat tasè’, pèlèt betteng, tahlilan, molodan, rasolan,
molodan, dan lain sebagainya.
3. Tradisi dan budaya di Madura kini telah disisipi dengan nilai-nilai
keislaman yang kental.

B. Saran
Dari pembahasan makalah di atas, maka penulis dapat memberikan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Sebagai umat Islam yang mengajarkan nilai-nilai toleransi dan kita
sebagai masyarakat Madura dengan beragam tradisi dan kebudayaan,
hendaknya tetap melestarikan tradisi dan budaya dengan mengganti
substansi yang awalnya jauh dari nilai keislaman menjadi kental akan
nilai keislaman.
2. Selain itu, kita juga harus mempelajari sejarah tradisi dan budaya Madura
yang ada, untuk kita wariskan pada generasi-generasi selanjutnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Fajrie, Mahfudlah. (2016). Budaya Masyarakat Pesisir Wedung Jawa Tengah:


Melihat Gaya komunikasi dan Tradisi Pesisiran. Wonosobo: CV. Mangku
Bumi Media.
Software Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2005). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: PT. Balai Pustaka.
Sumarto. (2019). Budaya Pemahaman dan Penerapannya “Aspek Sistem Religi,
Bahasa, Pengetahuan, Sosial, Keseninan dan Teknologi”.Jurnal
Literasiologi, VOLUME 1, NO. 2.
Kosim, M. (2007). KERAPAN SAPI; “PESTA” RAKYAT MADURA (Perspektif
Historis-Normatif), KARSA, Vol. XI No. 1.
Musholli, dkk. (2021). LIVING QUR’AN TRADISI ISLAM NUSANTARA:
KAJIAN TERHADAP TRADISI PELET BETTENG PADA MASYARAKAT
PROBOLINGGO. Jurnal Islam Nusantara, Vol. 05 No. 02 (2021) : 37-51.
Hidayat. Ainur R. (2013). Makna Relasi Tradisi Budaya Masyarakat Madura
dalam Perspektif Ontologi Anton Bakker dan Relevansinya bagi
Pmebinaan Jati Diri Orang Madura. Jurnal Filsafat Vol.23, Nomor 1.
Tulistyantoro, Lintu. (2021). Taneyan Lanjhang- Sebuah Kasus Hunian
Masyarakat Madura, Ensiklopedia Arsitektur Nusantara.
Sattar, Abdul. (2023). TANIYAN LANJANG Pola Kekerabatan dan Tata
Kekerabatan Masyarakat Madura. Jurnal Undip Semarang.
Jalal, Abd. Tradisi Carok dan Identitas Kesukuan Masyarakat Madura. Proposal
penelitian.

11
12

Anda mungkin juga menyukai