KEARIFAN LOKAL
Disusun :
Taufiqurrahman
202201039
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas Limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya. Saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Kearifan Lokal, Makalah ini membahas tentang
"Defenisi Kearifan Lokal, Bentuk – bentuk Kearifan Lokal Nusantara, Sejarah
Multikulturalisme dan Pesebarannya, Pendidikan Multikulturalisme,
Multikulturalisme dan Kearifan Universal "
Taufiqurrahman
ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... II
A. Kesimpulan ............................................................................................... 12
B. Saran .......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka
ragam suku-suku di Indonesia merupakanbagian integral daripada
kebudayaan Indonesia. Kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas
berbagai suku bangsa dengan segala keaneka ragaman dan tidak bisa lepas
dari ikatan-ikatan primordial, kesukuandan kedaerahan. Proses
pembangunan yang sedang berlangsung menimbulkanperubahan dan
pergeseran sistem nilai budaya sehingga mental manusiapun
terkenapengaruhnya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
menimbulkan perubahankondisi kehidupan manusia. Maka dari itu
diperlukan. sebuah peranan budaya lokaluntuk mendukung ketahanan
budaya nasional itu sendiri.
Kearifan lingkungan atau kearifan lokal masyarakat sudah ada di
dalam kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu mulai dari zaman
prasejarah hingga saat ini, kearifan lingkungan merupakan perilaku positiť
manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang
dapat bersumber dari nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang
atau budaya setempat. Wietoler dalam Akbar (2006) yang terbangun secara
alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan
lingkungan di sekitarnya. perilaku ini berkembang menjadi suatu
kebudayaan di suatu daerah dan akan berkembang secara turun-temurun.
Secara umum, budaya lokal atau budaya daerah dimaknai sebagai budaya
yang berkembang di suatu daerah, yang unsur- unsurnya adalah budaya
suku-suku bangsa yang tinggal di daerah itu. Dalam pelaksanaan
pembangunanan berkelanjutan oleh adanya kemajuan teknologi membuat
orang lupa akan pentingnya tradisi atau kebudayaan masyarakat dalam
mengelola lingkungan, seringkali budaya lokal dianggap sesuatu yang
2
sudah ketinggalan di abad sekarang ini, sehingga perencanaan
pembangunan seringkali tidak melibatkan masyarakat.
Indonesia memiliki berbagai suku bangsa, keanekaragaman
tradisional dan budaya yang didalamnya terkandung nilai-nilai etik dan
moral, serta norma-norma yang sangat mengedepankan pelestarian budaya
bangsa. Nilai-nilai tersebut menyatu dalam kehidupan masyarakat setempat,
menjadi pedoman dalam berperilaku dan berinteraksi dengan alam,
memberi landasan yang kuat bagi pengelolaan pelestarian budaya, selaras
dan harmoni.
Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan
asimilasi yang telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa
(nation-state) sejak awal abad ke-19. Monokulturalisme menghendaki
adanya kesatuan budaya secara normatif (istilah 'monokultural juga dapat
digunakan untuk menggambarkan homogenitas yang belum terwujud (pre-
existing homogeneity). Sementara itu, asimilasi adalah timbulnya keinginan
untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan cara
mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan
baru. Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan resmi di negara
berbahasa-Inggris (English-speaking countries), yang dimulai di Afrika
pada tahun 1999. Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar
anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial
di antara elit. Namun beberapa tahun belakangan, sejumlah negara Eropa,
terutama Inggris dan Perancis, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah
kebijakan multikulturalisme.
Sejarah menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman
telah melahirkan penderitaan panjang umat manusia. Pada saat ini, paling
tidak telah terjadi 35 pertikaian besar antar etnis di dunia. Lebih dari 38 juta
jiwa terusir dari tempat yang mereka diami, paling sedikit 7 juta orang
terbunuh dalam konflik etnis berdarah. Pertikaian seperti ini terjadi dari
Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah
mengalir dari Yugoslavia, Cekoslakia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni
3
Soviet sampai Sudan, dari Srilangka, India. hingga Indonesia. Konflik
panjang tersebut melihatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud defenisi kearifan lokal ?
2. Apa yang di maksud bentuk – bentuk kearifan nusantara ?
3. Apa yang di maksud sejarah multikulturalisme dan
pesebarannya ?
4. Apa yang di maksud pendidikan multikulturalisme ?
5. Apa yang di maksud multikulturalisme dan kearifan universal ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi kearifan lokal
2. Untuk mengetahui bentuk – bentuk kearifan Nusantara
3. Untuk mengetahui Sejarah multikulturalisme dan pesebarannya
4. Untuk mengetahui Pendidikan multikulturalisme
5. Untuk mengetahui multikulturalisme dan kearifan univerasal
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
telah berkembang lama sebagai hasil dari proses hubungan timbal-balik
antara masyarakat dengan lingkungannya (Marzali, dalam Mumfangati,
dkk., 2004). Jadi, konsep sistem kearifan lokal berakar dari sistem
pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Karena hubungan yang
dekat dengan lingkungan dan sumber daya alam, masyarakat lokal,
tradisional, atau asli, melalui "uji coba" telah mengembangkan pemahaman
terhadap sistem ekologi dimana mereka tinggal yang telah dianggap
mempertahankan sumber daya alam, serta meninggalkan kegiatan-kegiatan
yang dianggap merusak lingkungan.
Pengetahuan lokal ternyata bisa menjadi salah satu solusi mengatasi
dampak perubahan iklim disektor pertanian terutama dalam mengatasi krisis
pangan ditingkat komunitas. Sebuah penelitian terbaru dari International
Institute for Environment and Development (IIED) mengungkapkan
kearifan lokal yang diajarkan turun temurun telah menuntun masyarakat
tradisional yang terbelakang sekalipun mampu bertahan menghadapi
perubahan iklim. Praktek-praktek tradisional itu disesuaikan dengan
ketinggian tempat, jenis tanah, curah hujansebagainya yang kesemuanya
mendukung keberlanjutan lingkungan. Para petanitelah terbiasa
menggunakan tanaman lokal untuk mengendalikan hama dengan memilih
varietas tanaman yang mampu mentolerir kondisi ekstrim seperti
kekeringan dan banjir, menanam beragam tanaman untuk menghadapi
ketidakpastian di masa depan. Pemuliaan varietas jenis baru secara lokal ini
di lakukan berdasarkan ciri-ciri kualitas yang melindungi keanekaragaman
hayati.
B. Bentuk – bentuk Kearifan Lokal Nusantara
a. Kearifan Lokal yang Berwujud Nyata (Tangible)
Wujud nyata kearifan lokal, antara lain :
1. Tekstual. Sejumlah jenis kearifan lokal tekstual meliputi
sistem nilai, tata cara, ketentuan khusus yang dirangkum
dalam tulisan yang dapat ditemukan dalam prasi (budaya
6
menulis diatas daun lontar), kalender dan kitab tradisional
primbon.
2. Arsitektural atau bangunan.
3. Karya seni berupa benda cagar alam atau tradisional seperti
batik, keris dan lainnya.
b. Kearifan Lokal yang Tidak Berwujud (Intangible) :
Kearifan lokal yang tidak berwujud seperti petuah yang
disampaikan secara oral dan turun-temurun yang dapat berupa
kidung dan nyanyian dengan kandungan nilai ajaran tradisional.
Lewat petuah dan bentuk intangible lainnya, nilai sosial
disampaikan secara verbal/oral dari generasi ke generasi, Contoh
kearifan lokal dari etika lingkungan sunda, antara lain :
1. Kudu inget ka bali geusan ngajadi (manusia bagian dari
alam, harus mencintai alam, tidak tepisahkan dari alam).
2. Hirup katungkul ku pati, paeh teu nyaho di mangsa (segala
sesuatu ada batasnya, termasuk sumber daya alam dan
lingkungan).
7
akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan
kebudayaannya masing-masing yang unik
Secara histories, sejak jatuhnya Presiden Soeharto dari
kekuasaannya yang kemudian diikuti dengan masa yang disebut "era
reformasi", kebudayaan Indonesia cenderung mengalami disintegrasi.
Dalam pandangan Azyumardi Azra, bahwa krisis moneter, ekonomi, dan
politik yang bermula sejak akhir 1997, pada gilirannya juga telah
mengakibatkan terjadinya krisis sosio-kultural di dalam kehidupan bangsa
dan negara. Jalinan tenun masyarakat (fabric of society) tercabik-cabik
akibat berbagai krisis yang melanda masyarakat.
Krisis sosial budaya yang meluas itu dapat disaksikan dalam
berbagai bentuk disorientasi dan dislokasi banyak kalangan masyarakat
kita, misalnya disintegrasi social-politik yang bersumber dari euphoria
kebebasan yang nyaris kebablasan; lenyapnya kesabaran social (social
temper) dalam menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga
mudah mengamuk dan melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarki;
merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan
kesantunan sosial; semakin meluasnya penyebaran narkotika dan penyakit-
penyakit sosial lainnya, berlanjutnya konflik dan kekerasan yang bersumber
atau sedikitnya bernuansa politis, etnis dan agama seperti terjadi di Aceh,
Kalimantan Barat dan Tengah, Maluku Sulawesi Tengah, dan lain-lain.
Merebaknya budaya McDonald, juga makanan instant lainnya,
dengan demikian, budaya serba instant; meluasnya budaya telenovela, yang
menyebarkan permisivisme, kekerasan, dan hedonisme, mewabahnya
MTVisasi, Valentine's day, dan kini juga pub night di kalangan remaja.
Walaupun multikulturalisme itu telah digunakan oleh pendiri bangsa
ini untuk mendesain kebudayaan Indonesia, bagi pada umumnya orang
Indonesia masa kini multikulturalisme adalah sebuah konsep yang masih
asing.
Konsep multikulturalisme di sini tidaklah dapat disamakan dengan
konsep keanekaragaman suku bangsa atau kebudayaan yang menjadi cirri
8
masyarakat majemuk (plural society). Karena, multikulturalisme
menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Mengkaji
multikulturalisme tidak bisa dilepaskan dari permasalahannya yang
mendukung ideology ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan
penegakan hokum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya
komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, juga
tingkat dan mutu produktivitas.
Dalam masyarakat majemuk manapun, mereka yang tergolong
sebagai minoritas selalu didiskriminasi. Ada yang didiskriminasi secara
legal dan formal, seperti yang terjadi di negara Afrika Selatan sebelum
direformasi atau pada jaman penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang di
Indonesia. Ada yang didiskriminasi secara sosial dan budaya dalam bentuk
kebijakan pemerintah nasional dan pemerintah setempat seperti yang terjadi
di Indonesia dewasa ini. Perjuangan hak-hak minoritas hanya mungkin
berhasil jika masyarakat majemuk Indonesia kita perjuangkan untuk
dirubah menjadi masyarakat multikultural. Karena dalam masyarakat
multikultural itulah, hak-hak untuk berbeda diakui dan dihargai. Tulisan ini
akan dimulai dengan penjelasan mengenai apa itu masyarakat Indonesia
majemuk, yang seringkali salah diidentifikasi oleh para ahli dan orang
awam sebagai masyarakat multikultural. Uraian berikutnya adalah
mengenai dengan penjelasan mengenai apa itu golongan minoritas dalam
kaitan atau pertentangannya dengan golongan dominan, dan disusul dengan
penjelasan mengenai multikulturalisme. Usaha memperjuangkan hak-hak
minoritas di Indonesia akan lebih diungkap dalam tulisan ini.
D. Pendidikan Multikulturalisme
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. secara etimologis,
multikulturalisme dibentuk dari kata multa banyak), kur(budaya),
isme(aliran/paham), secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan
akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan
kebudayaannya masng -masing yang unik.
9
Pengertian pendidikan multikulturalime Menurut para ahli :
10
E. Multikulturalisme dan Kearifan Universal
Multikulturalisme mengacu pada penerimaan dan penghormatan
terhadap keberagaman budaya dalam suatu masyarakat. Sementara itu,
kearifan universal melibatkan pengakuan terhadap nilai-nilai dan prinsip-
prinsip yang dapat diterapkan secara luas di berbagai budaya.
Keseimbangan antara multikulturalisme dan kearifan universal dapat
menciptakan lingkungan yang inklusif dan harmonis, di mana nilai-nilai
bersama dihargai tanpa mengesampingkan keunikan setiap budaya.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keanekaragaman nilai sosial budaya masyarakat yang terkandung di
dalam kearifan lokal itu umumnya bersifat verbal dan tidak sepenuhnya
terdokumentasi dengan baik. Di samping itu ada norma-norma sosial, baik
yang bersifat anjuran, larangan, maupun persyaratan adat yang ditetapkan
untuk aktivitas tertentu yang perlu dikaji lebih jauh. Dalam hal ini perlu
dikembangkan suatu bentuk knowledge management terhadap berbagai
jenis kearifan lokal tersebut agar dapat digunakan sebagai acuan dalam
proses perencanaan, pembinaan dan pembangunan kesejahteraan
masyarakat secara berkesinambungan.
Kesadaran akan adanya keberagaman budaya disebut sebagai
kehidupanmultikultural. Akan tetapi tentu, tidak cukup hanya sampai disitu.
Bahwa suatukeharusan agar setiap kesadaran akan adanya keberagaman,
ditingkatkan laginmenjadi apresiasisecara positif Pemahaman ininyang
disebutsebagaimultikulturalisme.Multikulturalisme (multiculturalisme)-
meskipun berkaitansering disamakan-adalah kecenderunganyang berbeda
denganpluralisme.Multikulturalisme adalah sebuah relasi pluralitas yang di
dalamnya terdapatproblem minoritas vs mayoritas, yang di dalamnya ada
perjuangan eksistensialpengakuan, persamaan, kesetaraan, dan keadilan.
Pendidikan Multikultural adalah suatu pendekatan untuk
melakukantransformasi pendidikan secara menyeluruh membongkar
kekurangan,kegagalan, dan praktik-praktik diskriminatif dalam proses
pendidikan.Pendidikan Multikultural didasarkan pada gagasan keadilan
sosial dan persamaan hak dalam pendidikan.
Sejarah multikulturalisme mencerminkan upaya untuk mengakui,
menghargai, dan mempromosikan keberagaman budaya, etnis, dan agama
dalam suatu masyarakat. Dalam perkembangannya, multikulturalisme telah
menjadi respons terhadap tantangan integrasi sosial, memperjuangkan
12
pengakuan hak-hak setiap kelompok, dan membangun landasan inklusif
bagi keberagaman. Meskipun mendapat dukungan, terdapat juga kritik
terhadap konsep ini, dengan beberapa menyatakan bahwa implementasinya
bisa menimbulkan ketegangan atau bahkan menciptakan segmen
masyarakat yang terisolasi. Kesimpulannya, sejarah multikulturalisme
menunjukkan dinamika kompleks dalam menjawab pertanyaan identitas
dan harmoni sosial.
multikulturalisme menunjukkan pentingnya mengakui dan
menghargai keberagaman sebagai aspek kaya dalam masyarakat. Sementara
multikulturalisme fokus pada keberagaman dalam konteks budaya, kearifan
universal menekankan nilai-nilai bersama yang dapat mempersatukan
semua manusia. Pemahaman dan penerapan keduanya dapat menciptakan
lingkungan inklusif yang mempromosikan toleransi, saling pengertian, dan
kerjasama di antara berbagai kelompok. Dengan memadukan
multikulturalisme dan kearifan universal, masyarakat dapat bergerak
menuju kesatuan yang didasarkan pada prinsip-prinsip bersama sambil
memelihara dan merayakan keunikan setiap individu dan kelompok.
B. Saran
Indonesia adalah bangsa yang multikultural, bangsa yang berdiri
dari bebagai macam suku, budaya, ras dan berbagai bahasa. Namun hal
tersebut tidak menutup kemungkinan bagi kita sebagai bangsa indonesia
untuk bersatu dan berjuang untuk bangsa yang terdiri dari bermacam-
macam kultur ini. Kita harus bersatu agar duduk sama rendah dan berdiri
sama dengan bangsa yang lain dan bersama-sama, bergotong royong untuk
mengangkat martabat hangsa Indonesia di mata dunia. Untuk itu sebagai
warga Negara yang cinta tanah air kita harus menjaga keanekaragaman
kebudayaan kita. Kita dianjurkan untuk hidup saling berdampingan satu
sama lain sehingga tidak ada pertengkaran dan perpecahan.
13
DAFTAR PUSTAKA
14