Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TENTANG
“MENGENENAL DAN MEMAHAMI RAGAM
NILAI BUDAYA LOKAL”
Dosen pengampuh :Andang S.Pd.,M.Pd.

Disusun oleh kelompok IV:


1.Hartini Iza (22.3.02.0008)
2. Subhan Rabial ummah
3. Efrilia mayla putri
4. Ayu Widarti
5. evy sukaisi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karean atas berkat, rahmat dan
karunianya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Mampu
mengenal dan memahami ragam nilai budaya lokal” dengan teapat waktu. Tak
lupa pula shalawat serta salam kita khaturkan kepada baginda besar kita, sang
revolusioner sejati, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman
jahiliah menuju zaman islamiah, islam yang kita imani saat ini sampai yaumul
qiamah .

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi teman-teman sekalian. Bahkan kami berharap
lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dakam kehidupan
sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dala
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi menyempurnkan makalah ini.

Bima, 08 Novemer 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Sampul.............................................................................i

Kata Pengantar............................................................................. ii

Daftar Isi...................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. latar Belakang.............................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................1

C. Tujuan........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Nilai budaya lokal...............................................................3

B. Maja labo Dahu sebagai entintas nilai masyarakat


Bima......................................................................................3

C. Nilai Maja labo Dahu sebagai khaanah budaya Nasional


Indonesia......................................................................................

BAB III PENUTUPAN

A. Kesimpulan................................................................................14

B. Saran.......................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada dasarnya budaya memiliki nilai-nilai yang senantiasa diwariskan,


ditafsirkan dan dilaksanakan seiring dengan proses perubahan sosial
kemasyarakatan. Pelaksanaan nilai-nilai budaya merupakan bukti legitimasi
masyarakat terhadap budaya. Eksistensi budaya dan keragaman nilai-nilai luhur
kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan sarana dalam
membangun karakter warga negara, baik yang berhubungan dengan karakter
privat maupun karakter publik.

Menurut Geertz (1992:5) kebudayaan adalah ‘pola dari pengertian-


pengertian atau makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang
ditransmisikan secara historis, suatu sistem mengenai konsepsikonsepsi yang
diwariskan dalam bentukbentuk simbolik yang dengan cara tersebut manusia
berkomunikasi, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan dan sikap mereka
terhadap kehidupan’. Pendapat ini menekankan bahwa kebudayaan merupakan
hasil karya manusia yang dapat mengembangkan sikap mereka terhadap
kehidupan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui
proses komunikasi dan belajar agar generasi yang diwariskan memiliki karakter
yang tangguh dalam menjalankan kehidupan.

Namun seiring perkembangan zaman, eksistensi budaya dan nilai-nilai


budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sampai saat ini belum optimal dalam
upaya membangun karakter warga negara, bahkan setiap saat kita saksikan
berbagai macam tindakan masyarakat yang berakibat pada kehancuran suatu
bangsa yakni menurunnya perilaku sopan santun, menurunnya perilaku kejujuran,
menurunnya rasa kebersamaan, dan menurunnya rasa gotong royong diantara
anggota masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut menurut Lickona (1992:32)
terdapat 10 tanda dari perilaku manusia yang menunjukan arah kehancuran suatu
bangsa yaitu: (1) meningkatnya kekerasan dikalangan remaja; (2) ketidakjujuran
yang membudaya; (3) semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orang tua, guru
dan figur pemimpin; (4) pengaruh peer group terhadap tindakan kekerasan; (5)
meningkatnya kecurigaan dan kebencian, (6) penggunaan bahasa yang
memburuk; (7) penurunan etos kerja; (8) menurunnya rasa tanggungjawab
individu dan warga negara; (9) meningginya perilaku merusak diri; dan (10)
semakin kaburnya pedoman moral.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu nilai budaya Lokal


2. Bagaimana Maja Labo Dahu sebagai etinitas nilai masyarakat Bima
3. Apa saja nilai Maja Labo Dahu sebagai khazanah budaya nasional
Indonesia
C. TUJUAN
1. Mengetahui Nilai budaya lokal
2. Mengehtahui bagaimana Maja labo dahu sebagai etinitas masyarakat
bima
3. Lebih mengenal Nilai maja labo dahu sebagai khazanah budaya lokal
sebagai upaya pengembangan karakter bangsa.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nilai Budaya Lokal

Nilai-nilai budaya lokal ini adalah jiwa dari kebudayaan lokal dan menjadi
dasar dari segenap wujud kebudayaan di daerahnya. Budaya lahir dan
dikembangkan oleh manusia, melalui akal dan pikiran, kebiasaan dan tradisi.
Setiap manusia memiliki kebudayaan tersendiri, bahkan budaya diklaim sebagai
hak paten manusia. Kebudayan merupakan hasil belajar yang sangat bergantung
pada pengembangan kemampuan manusia yang unik yang memanfatkan simbol,
tanda-tanda, atau isyarat yang tidak ada paksaan atau hubungan alamiah dengan
hal-hal yang mereka pertahankan. Dengan demikian, setiap manusia baik individu
atau kelompok dapat mengembangkan kebudayaan sesuai dengan cipta, rasa, dan
karsa masing-masing.

Bahasa pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya
masyarakat penuturnya karena selain merupakan fenomena sosial, bahasa juga
merupakan fenomena budaya. Sebagai fenomena sosial, bahasa merupakan suatu
bentuk perilaku sosial yang digunakan sebagai sarana komunikasi. Oleh karena
itu, berbagai faktor sosial yang berlaku dalam komunikasi, seperti hubungan
peran di antara peserta komunikasi, tempat komunikasi berlangsung, tujuan
komunikasi, situasi komunikasi, status sosial, pendidikan, usia, dan jenis kelamin
peserta komunikasi, juga berpengaruh dalam penggunaan bahasa. Sementara itu,
sebagai fenomena budaya, bahasa selain merupakan salah satu unsur budaya, juga
merupakan sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai budaya masyarakat
penuturnya.

Salah satu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai luhur bangsa adalah


dengan memperkenalkan budaya lokal kepada anak didik kita, Memperkenalkan
cerita rakyat dalam bentuk mendongeng sebelum tidur misalnya merupakan
budaya bangsa kita dahulu, yang pada masa kini sudah mulai meluntur seiring
berkembangnya zaman. Cerita merupakan salah satu sarana penting untuk
mempertahankan eksistensi diri. Cerita tidak hanya digunakan untuk memahami
dunia dan mengekpresikan gagasan, ide-ide, dan nilai-nilai, melainkan juga
sebagai sarana penting untuk memahamkan dunia kepada orang lain, menyimpan,
mewariskan gagasan dan nilai-nilai tersebut dari generasi ke generasi berikutnya.
Budaya lokal yang beraneka ragam merupakan warisan budaya yang wajib
dilestarikan.

Ketika bangsa lain yang hanya sedikit mempunyai warisan budaya lokal
berusaha keras untuk melestarikannya demi sebuah identitas, maka sungguh naif
jika kita yang memiliki banyak warisan budaya lokal lantas mengabaikan
pelestariannya. Ibarat kata pepatah ”menggapai burung terbang sementara punai
di tangan dilepaskan”. Beberapa hal yang termasuk budaya lokal misalnya cerita
(dongeng) rakyat, ritual kedaerahan, tradisi kedaerahan, kreativitas (tari, lagu,
drama, dll.), dan keunikan masyarakat setempat. Beragam wujud warisan budaya
lokal memberi kita kesempatan untuk mempelajari kearifan lokal (local genius)
dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di masa lalu. Kearifan lokal
adalah sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola
lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya
tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas itu berada.

Dengan kata lain kearifan lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi
geografis-geopolitis, historis, dan situasional yang bersifat lokal (Saini KM,
2005). Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan
mereka. Menurut John Haba ( 2008:7-8) kearifan lokal merupakan bagian dari
konstruksi budaya. Kearifan lokal mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan merupakan elemen penting untuk
memperkuat kohesi sosial di antara warga masyarakat. Secara umum, kearifan
lokal memiliki ciri dan fungsi berikut ini: (1) sebagai penanda identitas sebuah
komunitas; (2) sebagai elemen perekat kohesi sosial; (3) sebagai unsur budaya
yang tumbuh dari bawah, eksis dan berkembang dalam masyarakat; bukan unsur
budaya yang dipaksakan dari atas; (4) berfungsi memberikan warna kebersamaan
bagi sebuah komunitas; (5) dapat mengubah pola pikir dan hubungan timbal balik
individu dan kelompok dengan meletakkannya di atas common ground; (6)
mampu mendorong terbangunnya kebersamaan, apresiasi dan mekanisme bersama
untuk mempertahankan diri dari kemungkinan terjadinya gangguan atau
perusakan solidaritas kelompok sebagai komunitas yang utuh dan terintegrasi.

Dari paparan di atas dapat dipahami, bahwa kearifan lokal adalah seluruh
gagasan, nilai, pengetahuan, aktivitas, dan benda-benda budaya yang spesifik dan
dibanggakan yang menjadi identitas dan jati diri suatu komunitas atau kelompok
etnis tertentu. Masalahnya kearifan lokal tersebut seringkali diabaikan, dianggap
tidak ada relevansinya dengan masa sekarang apalagi masa depan. Dampaknya
adalah banyak warisan budaya yang lapuk dimakan usia, terlantar, terabaikan
bahkan dilecehkan keberadaannya. Padahal banyak bangsa yang kurang kuat
sejarahnya justru mencari-cari jatidirinya dari tinggalan sejarah dan warisan
budayanya yang sedikit jumlahnya. Kita sendiri, bangsa Indonesia, yang kaya
dengan warisan budaya justru terkadang mengabaikan aset yang tidak ternilai
tersebut. Sungguh kondisi yang kontradiktif.

Nurgiyantoro (1995: 164) menegaskan bahwa cerita dan tradisi bercerita


sudah dikenal sejak manusia ada di muka bumi ini, jauh sebelum mereka
mengenal tulisan. Cerita merupakan salah satu sarana penting untuk
mempertahankan eksistensi diri. Cerita tidak saja digunakan untuk memahami
dunia dan mengekpresikan gagasan, ide-ide, dan nilai-nilai, melainkan juga
sebagai sarana penting untuk memahamkan dunia kepada orang lain, menyimpan,
dan mewariskan gagasan dan nilai-nilai tersebut dari generasi ke generasi
berikutnya. Pada masa kini, anak-anak kita lebih akrab dengan Cinderella,
Spiderman, Superman, Pinoccio dan lain sebagainya. Tidak kenal Sangkuriang,
Ratna Suminar, Malin Kundang, Bandung Bondowoso, Purnama Alam, Timun
Mas dan lain sebagainya. Karena tidak akrab, maka jangan heran kalau esensi
kearifan lokal yang ada pada cerita tersebut juga tidak pernah melekat dalam
benak anak-anak kita.

Macam Nilai Budaya

Terdapat beberapa macam nilai budaya yang perlu terus dilestarikan masyarakat,
di antaranya:
 Nilai Kejujuran

Kejujuran merupakan kunci kehidupan. Tanpa adanya kejujuran semua


usaha yang telah diajarkan manusia tidak akan berjalan lancar.

 Nilai Patriotisme

Selain nilai kejujuran, nilai patriotisme juga harus senantiasa tertanam


di dalam diri setiap individu.

 Nilai Kompetitif

Kompetitif yang dimaksud adalah nilai-nilai kompetisi dalam artian


positif, Adjarian.

 Nilai Kerja Sama

yaitu saling memahami, saling menghargai, saling membantu, saling


mengatasi kekurangan, dan saling menguakan kebersamaan."

Contoh Nilai Budaya

Di dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat beberapa nilai budaya yang bisa


diterapkan, di antaranya:

 Mengucapkan "Permisi"

Hal sederhana pertama yang bisa dilakukan untuk menerapkan nilai


budaya dalam berperilaku adalah dengan senantiasa mengucapkan
"permisi".Ungkapan ini juga bisa diikuti dengan membungkukkan
badan.Tradisi ini hendaknya bisa selalu kita lestarikan kapanpun dan di
manapun kita berada.

 Sedekah Bumi

Adjarian pernah mendengar istilah "sedekah bumi"?Sedekah bumi


merupakan sebuah upacara yang dilakukan untuk merayakan hasil panen
yang didapan suatu masyarakat. Tradisi ini dilakukan sebagai ucapan rasa
syukur terhadap bumi.

 Grebekkan Maulud

Tradisi satu ini biasanya dilakukan di daerah Solo dan


Yogyakarta.Nah, tradisi ini digelar dalam bentuk upacara untuk
merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

 Selalu Memakan Makanan hingga Habis


Selalu menghabiskan makanan yang ada di piring juga merupakan
salah satu bentuk nilai budaya. Dengan begitu, kita bisa menghargai
semua orang yang terlibat dalam pembuatan nasi. Mulai petani, pihak
yang menyelem padi menjadi beras, distributor, hingga ibu yang sudah
menanakkan nasi.

B. Maja Labo Dahu sebagai Entintas nilai masyarakat Bima

Provinsi Nusa Tenggara Barat terdapat dua pulau besar (Pulau Sumbawa
dan Pulau Lombok), Pulau tersebut dihuni oleh tiga suku (Suku Mbojo, Suku
Sumbawa dan Suku Sasak), yang menjadi etnis dominan Masyarakat Nusa
Tenggara Barat. Suku Mbojo dan Suku Sumbawa mendiami pulau Sumbawa,
sedangkan suku Sasak menyebar di seluruh Pulau Lombok.Sebagaimana suku
bangsa secara universal, ketiga suku di NTB tersebut memiliki semboyan dan
falsafat hidup dan budaya yang berbeda tetapi masing-masing mengandung nilai-
nilai luhur dan mengakar dalam kehidupan Masyarakatnya. Suku Mbojo sistem
nilai budaya Maja Labo Dahu, suku Sumbawa mempunyai budaya Sabalong
Samalewa, dan suku Sasak terkenal dengan budayanya Patut Patuh Patju. Budaya
Bima sebagai perisai kehidupan yang paling menonjol adalah budaya” Maja labo
Dahu”. Sebuah Simbol yang dibudayakan agar menjadi benteng dan tindakan
seseorang dalam kehidupan yang dapat memberikan petunjuk untuk menetapkan
tentang tindakan yang baik atau buruk,

Demikian ‘Maja labo dahu’ sebagai sebuah sistem nilai budaya


masyarakat Bima pada masa pemeritahan sultan Muhammad Salahuddin 1917 -
1951 dan suku Mbojo pada umumnya.. Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh dari beberapa Informan maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Maja
Labo Dahu sebagai falsafah kehidupan Masyarakat Bima yang memberikan efek
yang positif terhadap karakter masyarakat ketika pesan-pesan moralnya di pahami
seutuhnya oleh Masyarakat Bima, Maja Labo Dahu yang berarti “Malu dengan
Takut”, secara leksikal “Maja” berarti Malu, “Labo” berarti dengan dan bisa juga
diartikan sebagai dan, kemudian “Dahu” yang berarti takut. Dengan demikian
Maja labo Dahu memiliki arti ‘Malu dan Takut’.
Sedangkan secara filosofis “Maja Labo Dahu” bermakna: Pertama, Maja;
dikonsepsikan sebagai sebuah sikap moral manusia untuk merasa ‘Malu’ terhadap
tindakan yang menyimpang, atau melanggar hukum baik hukum Agama, hukum
Negara dan etika sosial-budaya yang mencerminkan kearifan lokal sebuah
komunitas Masyarakat.

Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kota Bima menggelar diskusi
Budaya dengan tema Maja Labo Dahu, diskusi yang digelar di Aula Drs. H M
Noor A Latif Gedung Perpustakan dan Kerasipan Daerah Kota Bima Kamis
(14/9/2023) tersebut mengundang tiga Narasumber ternama yang kompoten di
bidang budaya dan Keadatan Bima.Beberapa poin penting tentang falsafah Mbojo
Maja Labo Dahu terungkap dalam diskusi tersebut, diantaranya Drs. H Anwar
Hasnun telah mengutarakan bagaimana penerapan Maja Labo Dahu yang
sebenarnya dalam kehidupan Masyarakat Bima sejak semboyan tersebut dipakai
baik oleh Masyarakat maupun system pemerintahan di Bima, makna yang
terkandung merupakan saripati ajaran agama Islam dan budaya yang mengajarkan
karakter bertanggung jawab dalam kehidupan sosial. “Makna Pada perintah
agama berbuat baik, masuk dalam semboyan ini, yakni Maja yang berarti Malu
terhadap sesama manusia Ketika melakukan perbuatan yang melanggar aturan dan
tidak sesuai adab, dan Takut kepada Allah yang Maha Pencipta tatkala melakukan
perbuatan jahat,” paparnya.

Penulis buku Nggusu Upa (4), Nggusu Ini (6) dan Nggusu Waru (8) ini
mengungkapkan, penerapan semboyan Maja Labo Dahu dalam kehidupan saat ini
menurutnya masih sangat relevan, apalagi generasi dihadapkan pada
perkembangan jaman yang begitu cepat, telah membuat banyak semboyan Luhur
yang diajarkan oleh para orangtua terdahulu mulai hilang dalam kehidupan
bermasyarakat utamanya anak muda, oleh karena itu perlu adanya kesepahaman
untuk tetap mempertahankan nilai tersebut dengan mengadopsinya dalam
pembelajaran di sekolah hingga ke tingkat Perguruan Tinggi. “Kita perlu mencari
cara agar ajaran luhur yang diwariskan oleh para orangtua Kita itu masih menjadi
pegangan hidup generasi berikutnya, walaupun kemajuan teknologi telah
membuat individu kurang peduli dengan orang lain di sekitarnya, akan tetapi
penerapan Maja Labo Dahu bisa menjadi benteng bagi generasi.

Ia menjelaskan falsafah Bima Maja Labo Dahu adalah bagian Sikap


beradab orang Bima dengan baik sesama orang Bima maupun dengan masyarakat
lain, pada intinya ungkapan tersebut mengandung makna yang sangat luas, selain
sebagai pesan moral dalam bergaul juga menjadikanya sebagai cara bertindak
dalam hidup bermasyarakat. “Kita telah diajarkan oleh orangtua kita bagaimana
cara berkomunikasi dengan orang lain yang sebaya demikian juga dengan
orangtua, semuanya memiliki adab dan cara berbahasa yang berbeda,”

C. Nilai Maja Labo Dahu sebagai Khazanah budaya Nasional Indonesia

Di zaman ini, banyak perubahan yang dialami oleh masyarakat


diberbagi penjuru, tidak terlepas Bima itu sendiri. Berdasarkan kondisi real
dunia, Negara bagian timur adalah Negara konsumen terbesar dari hasil
produk ekonomi dunia. Salah satunya adalah Indonesia itu sendiri dan di
dalamnya ada sosok pulau kecil yakni Bima. Arus modernitas telah
menginfluensi arah pemikiran Negara-negara timur sabagai Negara
konsumerime terhadap produk ekonomi. Mereka cenderung berpikir instant
dan berpikir pendek tanpa harus mengetahui asal-muasal dimana mereka
memperolehnya. Budaya, style, makanan serta paradigma telah merubah gaya
hidup mereka yang dulu cenderung membela diri dan sekarang harus
membuka diri menerima setiap pengaruh-pengaruh dari luar yang sifatnya
akan menghacurkan mereka. Salah satu bukti nyata adalah; dulu masyarakat
bima sangat kental dengan budayanya yakni Maja labo dahu yang di
implementasikan dalam sebuah bentuk budaya rimpu oleh kaum wanita, tetapi
sekarang budaya itu mulai sirna seiring perkembangan Zaman.
Apabila fungsi dan peranan Maja Labo Dahu sudah terlaksana maka
cita, rasa, karsa dan karya manusia akan bermanfaat bagi rakyat dan negeri.
Seseorang baru dapat berbuat demikian apabila dalam pribadinya terpancar
takwallah (takut kepada Allah), siddiq atau jujur, amanah, tabliq, cerdik dan
adil. jika seseorang sudah memiliki serta mengamalkan enam nilai tersebut
diatas, ia akan mampu mengemban tugas dengan baik dan benar, akan
berperan sebagai pengayom dan pelindung rakyat dan negeri dalam
melakukan tugasnya selalu memegang teguh nilai-nilai luhur Maja Labo
Dahusebagai berikut:4
1. Apa yang diikrarkan oleh lidah harus sesuai dengan suara hati nurani
daerah harus pula diamalkan. Nilai yang berfungsi membentuk tanggung
jawab dalam melakukan tugas, baik sebagai pemimpin maupun sebagai
anggota masyarakat.

2. Nilai yang menjunjung tinggi asas kekeluargaan dan musyawarah .


3. Apa yang telah dihasilkan dalam musyawarah harus diprogramkan dan
dilaksanakan oleh seluruh masyarakat secara gotong royong.
4. Apa yang diikrarkan, dalam arti yang telah diprogramkan harus diwujudkan
menjadi kenyataan.
5. bagaimanapun tugas yang diemban, harus dijalankan dengan sabar dan
tabah, pantang untuk lari dari tanggung jawab.
6. Semua hasil pembangunan yang telah dicapai melalui perjuangan seluruh
rakyat harus dinikmati secara adil, seuai besar kecilnya tanggung jawab yang
dipikul.
7. Nilai luhur ditujukan kepada kelompok yang memilki nilai lebih, baik dari
segi harta maupun kekuasaan, agar selalu memikirkan kepentingan orang lain.
Mereka harus memiliki kepedulian yang tinggi.
Sebagai orang yang beriman dan bertaqwa anggota masyarakat akan
merasa malu apabila sistim budaya dan norma agama dilanggar. Sifat malu
bagi orang beriman dan sifat takut bagi orang yang bertaqwa, dijadikan norma
adat yang harus dipegang teguh sebagai tiang atau pedoman hidup. Apabila
ada yang melanggar akan mendapat hukuman dari masyarakat dan dari Allah.
Apabila Sultan sebagai pengayom dan pelindung rakyat dan negeri melanggar
pedoman hidup itu, maka dianggap sebagai golongan “Mancemba”(pelanggar
adat). Karena itu harus dihukum ssesuai denga hukum adat. Kalau
pelanggarannya berat akan memperoleh hukuman “Huda” (hukuman badan)
dibuang atau diberhentikan dari jabatannya, kalau pelanggarannya ringan,
akan memperoleh hukuman “denda”. Selain jenis hukuman Huda dan
denda, ada pula jenis hukuman yang disebut “paki weki” (membuang atau
mengasingkan diri) ke daerah lain yang dari sanak saudara serta kampong
halaman. paki weki dilakukan atas kemauan sendiri, merasa aib atas
perbuatannya. Selama di daerah pengasingan berusaha sekuat tenaga disertai
niat yang ikhlas untuk melakukan taubat pada Allah.
Menurut masyarakat, akhlak merupakan faktor penentu bagi
perkembangan semua unsure kebudayaan konkrit yang berwujud kelakuan.
Sebab itu pembinaan akhlak melalui pendidikan harus dilakukan sedini
mungkin oleh orang tua sebagai pendidik utama dan pertama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fungsi dan peranan Maja
Labo Dahu adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia secara utuh.
karena itu tidaklah mengherankan, apabila masa lalu orang Bima memiliki
daya saing tinggi. Mereka mampu bersaing pada era globalisasi kedua, walau
pada akhirnya daya saing melemah karena kurangnya penguasaan ilmu
pengetahuan teknologi. Dengan kita benar- benar menerapkan ‘maja labo
dahu’ ketika kita lagi berkuliah atau keluar dari bima, maka rasa takut dan
malu itu menjadi cerminan diri kita sebagai masyarakat bima, sehingga
dipandang baik di mata di Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA

 Rasid, yunus. Tranformasi nilai-nilai budaya lokal sebagai upaya


pembangunan karakter.jurnal Staff pengajar universitas Gorontalo.
 Mahttps://badanbahasa.kemdikbud.go.id/artikel-detail/769/
pemertahanan-nilai-nilai-budaya-lokal-dalam-pemelajaran-sastra-di-
sekolah#:~:text=Nilai%2Dnilai%20budaya%20lokal%20ini,segenap
%20wujud%20kebudayaan%20di%20daerahnya.

 --https://brida.bimakota.go.id/web/detail-berita/375/membangun-
kembali-falsafah-hidup-%E2%80%98maja-labo-dahu%E2%80%99-
melalui-diskusi-budaya-#:~:text=Ia%20menjelaskan%20falsafah
%20Bima%20Maja,cara%20bertindak%20dalam%20hidup
%20bermasyarakat

Anda mungkin juga menyukai