Anda di halaman 1dari 12

KARYA ILMIAH

TRADISI SIGAJANG LALENG LIPA


DALAM BUDAYA SUKU BUGIS-
MAKASSAR
DOSEN: Nurul Fitrah Yani, S.S., M.Hum

DI SUSUN OLEH:

MUH. GILANG BASKORO


20231020002

PROGRAM STUDI MANAJEMEN INFORMATIKA


JURUSAN INFORMATIKA KOMPUTER
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN
PROFESI INDONESIA (LP3I) MAKASSAR 2023

2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................................i
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian............................................................................................................2
D. Manfaat Penelitian..........................................................................................................2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................3
A. Landasan Teori................................................................................................................3
1. Tradisi..........................................................................................................................3
2. Budaya atau Kebudayaan............................................................................................3
3. Suku Bangsa................................................................................................................3
BAB III
METODE PENELITIAN...........................................................................................................4
A. Jenis Penelitian................................................................................................................4
B. Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................................................................4
C. Jenis dan Sumber Data....................................................................................................4
1. Data Primer..................................................................................................................4
2. Data Sekunder.............................................................................................................4
D. Teknik Pengumpulan Data..............................................................................................5
1. Teknik Baca.................................................................................................................5
2. Catat.............................................................................................................................5
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.........................................................................6
A. Hasil Penelitian...............................................................................................................6
B. Pembahasan.....................................................................................................................6
BAB V
PENUTUP..................................................................................................................................8
A. Kesimpulan.....................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................9

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan,


kepercayaan, kesenian, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan
yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Isi utama kebudayaan merupakan
wujud abstrak dari segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam
bentuk atau berupa system pengetahuan, nilai, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi,
dan etos kebudayaan.

Budaya adalah hasil ciptaan dengan suatu pola hidup yang berkembang dan dimiliki
Bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Suatu
kebudayaan memancarkan ciri khas oleh system norma dan aturan-aturan adat. Norma-
norma ataupun kebiasaan berupa tradisi yang telah membudaya, sebagai hasil dari proses
berfikir yang kreatif secara bersama-sama membentuk sistem hidup yang
berkesinambungan (Ranjabar, 2006).

Tradisi artinya suatu kebiasaan yang bermoral seperti adat, kepercayaan, kebiasaan
ajaran dan sebagainya yang turun-temurun dari nenek moyang terdahulu yang telah
dilestarikan sebagai cerminan hidup masyarakat yang memiliki kebudayaan. Kemampuan
masyarakat menciptakan dan memelihara budaya adalah bukti bahwa manusia yang hidup
dalam lingkup masyarakat mampu membuktikan kemampuannya tersebut dalam
mengekspos budayanya. Salah satu kebudayaan suku Bugis-Makassar yang memiliki
suatu tradisi yang semakin berkembangnya zaman semakin ditinggalkan dikarenakan
tradisi tersebut dapat memakan nyawa seseorang, nama tradisi tersebut ialah Sigajang
Laleng Lipa. (sal, 2004)

tradisi ini dilakukan sebagai bentuk atau upaya dalam membela kehormatan dan
harga diri yang diinjak. Semua orang, semua suku, semua ras juga pasti sependapat
bahwa harga diri dan kehormatan bukan sesuatu hal yang baik untuk dipermainkan,
dihina, ataupun diinjak. Masyarakat Bugis-Makassar sangat menjunjung tinggi itu semua,
bahkan jika harus dibayar dengan nyawa sekalipun mereka siap. Kebanyakan orang
Bugis-Makassar menilai bahwa harga diri dinilai penting karena tingkah laku dinilai baik

1
jika manusia memiliki harga diri. Zaman dahulu masyarakat Bugis-Makassar
menyelesaikan sebuah sengketa atau permasalahan dengan duel satu lawan satu antar
laki-laki. Karena itu masyarakat Bugis-Makassar percaya bahwa laki-laki dinilai memiliki
harga diri yang tinggi apabila mampu menyelesaikan tanggung jawab dan masalahnya
dengan tangannya sendiri, tanpa ada campur tangan dari pihak lain. Namun, hal tersebut
tidak mula-mula langsung diselesaikan dengan cara adu kekuatan antar laki-laki,
melainkan jika musyawarah tidak mencapai mufakat maka pilihan terakhirnya adalah adu
kekuatan.

Pandangan masyarakat Bugis-Makassar mengenai harga diri adalah tentang apapun


yang mereka punya seperti, keluarga, istri, lahan, tempat tinggal, pengetahuan dan
sebagainya. Sigajang Laleng Lipa juga bisa timbul karena keluarga dihina jika mengalami
keterbelakangan, kebobohan, serta melakukan tindakan asusila. Memang tidak setiap
permasalahan di Sulawesi Selatan dikaitkan dengan Sigajang Laleng Lipa melainkan
dengan begitu tingginya masyarakat Bugis-Makassar dalam menjunjung harga diri, maka
jangan sekali-kali menginjak atau menghinanya, jika tidak mau hal-hal buruk terjadi.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis mengambil judul “Tradisi Sigajang
Laleng Lipa Dalam Budaya Suku Bugis-Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diberikan tentang Tradisi Sigajang Laleng
Lipa selanjutnya peneliti mengidentifikasi permasalahan, yakni mengenai makna Tradisi
Sigajang Laleng Lipa dalam budaya suku Bugis-Makassar.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dapat dijelaskan tujuan penelitian,


yaitu untuk mengidentifikasi makna dari Tradisi Sigajang Laleng Lipa dalam budaya suku
Bugis-Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat seperti, dapat
memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pembaca mengenai salah satu tradisi suku
Bugis-Makassar dan juga dapat memberikan kesempatan bagi peniliti-peniliti lain untuk
memperdalam kajian budaya suku Bugis-Makassar.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Tradisi

Tradisi adalah cara mewariskan pemikiran, kebiasaan, kepercayaan, kesenian,


tarian dari generasi ke generasi dan dari leluhur ke anak cucu secara lisan. Pada
dasarnya tradisi merupakan bagian dari kebudayaan. Dilihat dari konsepnya,
kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang dilakukan secara berulang-ulang
berdasarkan waktu tertentu dengan anggota masyarakat lain. Hasil karya yang
dilakukan secara berulang-ulang tersebut telah menjadi suatu kebiasaan yang disebut
dengan tradisi. (Setiadi, 2007)

2. Budaya atau Kebudayaan

Dalam bahasa Sansekerta kata kebudayaan berasal dari kata budh yang berarti
akal, yang kemudian menjadi kata budhi atau bhudaya sehingga kebudayaan diartikan
sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Pendapat lain mengatakan bahwa budaya
berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam
kebudayaan, sedangkan daya adalah perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani.
Sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia.
(Suratman, 2010)

3. Suku Bangsa

Suku bangsa adalah suku sosial yang khusus dan bersifat askriptif (ada sejak
lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Indonesia
dikenal bangsa dengan banyak suku bangsa, dan menurut statistik hampir mencapai
300 suku bangsa. Setiap suku mempunyai adat istiadat, tata kelakuan, dan norma yang
berbeda. Namun demikian beragam bangsa ini mampu mengintegrasikan dalam suatu
negara Indonesia untuk mencapai tujuan masyarakat yang adil dan makmur. (Hidayah,
1997)

3
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, deskriptif yaitu suatu
rumusan masalah yang memandu penelitian untuk mengeksplorasi atau memotret situasi
sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam. Pendekatan kualitatif
adalah pendekatan yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, minat motivasi, tindakan,
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Pendekatan kualitatif ini
bertujuan untuk mendapatkan informasi lengkap tentang “Tradisi Sigajang Laleng Lipa
dalam Budaya Suku Bugis-Makassar”.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian dilakukan di Makassar, Sulawesi Selatan. Waktu penelitian


dilakukan selama empat hari pada tanggal 26-30 Agustus 2023.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan
dicatat. Dalam penelitian ini data primer langsung dari lapangan baik berupa
observasi maupun yang berupa hasil wawancara langsung dengan informan seperti
tokoh masyarakat tentang tradisi sigajang laleng lipa.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah bukti teoritik yang diperoleh melalui studi pustaka. Dalam
penelitian ini, penulis mengambil data dari beberapa buku refrensi dan jurnal. Data
sekunder dalam penelitian ini adalah kajian terhadap artikel atau buku-buku yang
ditulis oleh para ahli yang ada hubungannya dengan penelitian ini, internet serta
kajian pustaka dari hasil penelitian terdahulu yang ada relevasinya dengan
pembahasan penelitian ini, yang dilakukan dengan cara membaca dan menulis serta
mengkajinya.

4
D. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Baca

Teknik baca adalah teknik yang menindak lanjuti proses dari metode
dokumentasi, sehingga bisa menemukan hal-hal yang diperlukan dari benda-benda
mati, seperti buku, majalah, notulen dan lain-lain. Langkah-langkah teknik baca
seperti membaca dengan instensif bahan dan data yang sudah ada, memilih data yang
benar-benar sesuai dengan kebutuhan penelitian, serta membaca bahan-bahan yang
sudah dikumpulkan, kemudian dapat memilah bahan mana yang benar-benar sesuai
dengan permasalahan dalam penelitian. (Sugiyono, 2012)

2. Catat

Teknik catat adalah teknik yang digunakan untuk mencatat data yang telah
dikumpulkan dari hasil teknik baca, atau dengan mencatat peristiwa-peristiwa yang
sudah berlalu, dan memilih data sesuai dengan apa yang diperlukan. Langkah-langkah
dalam melakukan teknik catat ini bisa dilakukan seperti, menandai data yang sudah
diperoleh dari hasil dokumentasi, mengidentifikasi data mana yang memang sesuai
dengan permasalahan dan mencatat data yang sesuai dengan penelitian.

5
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Masyarakat Bugis-Makassar sangat menjunjung tinggi rasa malu atau dalam


bahasa setempat adalah siri’. Sigajang Laleng Lipa dilakukan oleh dua orang yang
berduel dalam satu sarung menggunakan badik/kawali (senjata tradisional masyarakat
bugis). Tradisi ini dilakukan ketika ada pihak yang bertikai dan tidak bisa
menyelesaikannya melalui musyawarah untuk mencapai mufakat, walaupun nyawa jadi
taruhannya. karena kedua keluarga tersebut merasa benar, maka permasalahan ini harus
diselesaikan dengan Sigajang Laleng Lipa. Namun jika melakukan sigajang kedua belah
pihak yang bertikai tidak harus lagi ada rasa dendam yang terpendam dan menganggap
perkara sudah selesai. Hasil pertarungan dari Sigajang Laleng Lipa kebanyakan berakhir
imbang, sama-sama meninggal, atau keduanya sama-sama hidup. Ketika Sigajang Laleng
Lipa sudah diucap dan kedua pihak telah bersepakat, maka tak ada kata mundur. Bagi
seorang yang memiliki darah Bugis-Makassar, pantang untuk menarik ucapannya karena
ucapan adalah representasi dari jati diri seseorang.

Meski begitu, Sigajang Laleng Lipa sendiri tak bisa dilangsungkan tiap bertikai
lalu kemudian memilih berduel. Bukan begitu cara mainnya. Untuk menuju ke tradisi
saling tikam, sekiranya ada tiha cara penyelesain masalah yang lazimnya disebut sebagai
“Tellu Cappa”.

“Pertama, ‘Cappa Lila’ (ujung lidah). Cara pertama ini ditempuh untuk
menyelesaikan masalah dengan perundingan, negosiasi atau musyawarah. kedua, ‘Cappa
Laso’ (ujung penis/kemaluan) setelah melakukan penyelesaian masalah dengan
menempuh ujung yang pertaaama gagal, maka ditempuh cara menggunakan opsi kedua.
Karena bagi masyarakat Bugis-Makassar anak perempuan yang masih perawan adalah
permata yang sangat mahal harganya.

B. Pembahasan

Runtutan terjadinya Sigajang Laleng Lipa juga telah dijelaskan sebagaimana setiap
permasalahan akan berusaha diselesaikan dengan melakukan musyawarah, demi mencari

6
titik tengah diantara keduanya. Namun jika memang gagal dalam mencapai mufakat,
maka tergantung dari kesepakatan yang terjadi. Apakah pilihannya melakukan Sigajang
Laleng Lipa atau tidak. Kemudian jika memang disepakati keduanya akan membicarakan
hal ini kepada kepala adat setempat, lalu nantinya kepala adat akan menentukan kapan
hari yang dalam melakukan Sigajang Laleng Lipa. Nantinya sebelum hari dimana
keduanya bertarung dalam satu sarung yang sama, mereka diharuskan melakukan puasa,
guna sebagai bentuk upaya meminta izin terhadap nenek moyang agar Sigajang Laleng
Lipa berjalan dengan lancar. Memasuki hari H pelaksanaan, ketua adat setempat akan
menentukan tempat yang jauh dari tempat tinggal warga. Hal ini dianggap tidak pantas
untuk dipertontonkan, karena permasalahan yang terjadi hanya meyangkut kedua belah
pihak, dan bukan menyangkut orang lain. Keduanya akan bertarung dalam satu sarung
yang sama, dengan dipersenjatai Badik oleh ketua adat. Nantinya hasil dari tradisi ini
akan ditentukan jika salah satu atau keduanya menyerah, dan bila salah satu ada yang
meningggal atau keduanya meninggal.

7
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan penelitian yang telah diuraikan dalam karya tulis
ilmiah yang membahas tentang Tradisi Sigajang Laleng Lipa dalam Budaya suku Bugis-
Makassar, dapat disimpulkan bahwa masyarakat suku Bugis-Makassar sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan , namun masih ada juga masyarakat yang kurang
begitu memperhatikan hal tersebut sehingga mengakibatkan sebagian dari mereka
melampaui batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan. Hingga akhirnya timbul lah
sebuah konflik atau permasalahan yang menyangkut mengenai siri’ atau rasa malu.
Tentunya dalam terjadinya sebuah permasalahan tidak terlepas dari ungkapan tidak
setuju atau kecewa terhadap sesuatu yang dilakukan suatu pihak. Hal ini timbul dari
gerak tubuh, vocal, hingga ekspresi tubuh yang menandakan fenomena-fenomena yang
dialami. Terlebih lagi saat melakukan sebuah musyawarah dalam mencapai mufakat
diantara keduanya, pastinya pihak yang merasa benar akan vocal dalam mengungkapkan
kebenarannya. Sedangkan seharusnya pihak yang salah tinggal mengakui kesalahannya,
serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Hal ini dianggap penting karena,
dengan nilai-nilai positif yang bisa diambil sehingga nantinya sikap-sikap inilah yang
bisa digunakan masyarakat Bugis-Makassar atau masyarakat lain dalam menyelesaikan
sebuah permasalahan. Berbicara benar, berani mengakui kesalahan, tidak menyalahkan
orang lain, serta bertindak dengan seharusnya merupakan nilai-nilai kehidupan yang
sangat dijunjung oleh masayarakat Bugis-Makassar.

8
DAFTAR PUSTAKA

.
Hidayah, Z. 1997. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3S Indonesia.
Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Moleong, J. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ranjabar, J. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.
sal, M. 2004. Tradisi dan Inova : Beberapa Masalah Tari di Indonesia. Jakarta:
Wedatama Widya Sastra.
Setiadi, E. 2007. Ilmu sosial dan budaya dasar. Jakarta: Kencana Putra Grafika.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suratman, d. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Malang: Intimedia.

Anda mungkin juga menyukai