Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“HUBUNGAN PAMALI SEBAGAI TRADISI LISAN DENGAN


KESEHATAN MANUSIA”

DOSEN PENGAMPU MATERI :


Dimas Asto Aji An’Amta, M.A

TIM PENYUSUN :
Serly 20201440120081
Habibah 20201440120028
M. Rizki 20201440120038
Novi Ariyanti 20201440120062
Gita Ria Safitri 20201440120026
Khalisah Amalia 20201440120034
Ana Hisni Millati 20201440120010
Mila Ridha Rizka 20201440120044
M. Fauzan Salihin 20201440120039
Eka Noor Wahyuni 20201440120022
Muhammad Syairozi 20201440120053
Wullan Dilla Munandari 20201440120089

YAYASAN BANJAR INSAN PRESTASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INTAN MARTAPURA
DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN
2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya lah makalah ini dapat terselesaikan. Melalui makalah ini,
kita dapat mengetahui tentang “Hubungan Pamali sebagai tradisi lisan dengan
Kesehatan manusia”.

Makalah ini kami susun sebagaimana materi yang terdapat dalam mata kuliah
Antropologi Kesehatan. Materi ini kami ambil dari berbagai sumber. Dengan
demikian, para pembaca bisa memperluas wawasannya, memahami dan
mengaplikasikan isi makalah dalam kehidupan sehari-hari.

Kami menyadari akan kelemahan dan kekurangan dari makalah ini. Oleh
sebab itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, agar
makalah ini akan semakin baik sajiannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua pembaca.

Kintap, 24 September 2021

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................6
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................6
BAB II
ISI............................................................................................................................7
A. Definisi Pamali..............................................................................................7
B. Hubungan Pamali sebagai Tradisi Lisan dengan Kesehatan Manusia..........9
C. Contoh Pamali yang ada di lingkungan sekitar...........................................11
BAB III
PENUTUP.............................................................................................................13
A. Kesimpulan.................................................................................................13
B. Saran............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pembahasan Antropologi, manusia tidak dapat dipisahkan dari


kebudayaan. Selain kebudayaan memberikan kerangka kepada cara berpikir,
bersikap dan bertingkah laku bagi manusia, kebudayaan juga merupakan
konteks tatanan hidup dibangun, sehingga pamahaman masyarakat akan
budaya itu menjadi ada. Jika pandangan dunia diterjemahkan menjadi aturan
tingkah laku maka budaya menjelma menjadi pandangan hidup yang
memungkinkan manusia mengetahui dan memahami, tetapi juga mengambil
sikap terhadap apa yang diketahui dan dipahaminya. Dunia tidak hanya
dipandang sebagai sesuatu yang ada atau suatu yang teratur dan bermakna
tetapi lebih sebagai sesuatu yang mengandung nilai peraturan mengenai nilai
itu.
Dengan sistem kepercayaan yang terintegrasi di dalamnya meliputi tata
peran para pelaku yang diperlukan, mengenai masa sejarah dapat didekati atas
keterkaitan dalam suatu situs tradisi-tradisi tertentu. Inti kepercayaan dapat
berupa struktur maupun proses kejadian kehidupan manusia di dunia ini.
Temuan ini memberikan informasi baru mengenai hal tersebut.
Pandangan hidup suku Banjar masih menganut kepercayaan yang sangat
kuat. Pengaruh-pengaruh dari orang-orang zaman dulu masih dipakai sebagai
warisan. Meskipun tidak dipungkiri teknologi yang masuk dapat mempegaruhi
pola pikir suku Banjar. Pengaruh zaman dulu biasanya diwariskan melalui
folklord. Salah satu folklore, dari Kalimantan Selatan adalah sastra lisan
berbentuk kalimat larangan atau pantangan. Dalam kalimat ini mengandung
nilai-nilai tradisional maupun modern yang sangat tepat untuk dilestarikan
keberadaannya. Meskipun sebagian besar kalimat pamali terasa mengandung
ketahayulan, namun justru dibalik “kepamalian” yang ada dalam tuturan lisan

4
masyarakat Banjar memiliki sesuatu yang tersembunyi dari segi tujuan atau
manfaat yang disesuaikan dengan pengadaptasian power nalar yang ada.
Tradisi ini mempunyai nilai-nilai kearifan lokal yang mengkonstruksi pola
hidup dan pola pikir masyarakat pemiliknya. Dalam konteks ini tradisi lisan
atau yang disebut dengan pamali orang Banjar juga menjadi cerminan
masyarakat Banjar yang memiliki nilai-nilai etika dan moral. Salah satu yang
masih berkembang dalam masyarakat Banjar yaitu pamali sebagai sebuah
bentuk larangan atau pantangan terhadap sesuatu yang tabu untuk dilakukan.8
Namun demikian, tindak berbahasa itu tidak terbebas dari nilai-nilai sosial
budaya masyarakat. Tidak sembarangan kita melakukan tindak berbahasa. Ada
seperangkat peraturan atau norma yang mengatur dan melindungi manusia
dalam melakukan interakasi sosial dengan sesamanya. Dalam bahasa, ada
sejumlah kata, istilah, ungkapan atau kalimat yang tidak boleh diucapkan.
Sebagian tidak boleh sama sekali diucapkan, dan sebagian tidak boleh
diucapkan disembarang tempat. Kata, istilah, ungkapan atau kalimat semacam
itu disebut sebagai bahasa tabu (dalam bahasa Inggris, tabooed words).
Adapun istilah pamali yang dapat dikaitkan dengan bidang kesehatan,
seperti larangan tidak boleh menggigit kuku, tidak boleh membawa anak balita
keluar rumah di malam hari. Orang Banjar biasa mengatakan pamali untuk
mencegah orang-orang sekitarnya mengerjakannya. Konsep pamali juga
dikenal di komunitas suku Bugis, yaitu disebutkan bahwa bila terjadi
pelanggaran melakukan hubungan intim saat istri sedang haid, mereka (kedua
mempelai) akan terkutuk dan menderita kusta/kaddala (Soenarti dan Soejati).
Pamali menjadi suatu kajian yang menarik untuk dibahas karena terdapat
banyak pantangan yang terkadang tidak masuk akal dalam pola pikir tetapi ada
pula hal positif yang berguna terkandung di dalamnya terutama erat kaitannya
dengan kesehatan manusia.
Oleh karena itu, kami sebagai Tim penyusun tertarik untuk mengangkat
makalah yang berjudul “Hubungan Pamali sebagai Tradisi Lisan dengan
Kesehatan Manusia.”

5
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian “Pamali” secara umum ?


2. Bagaimana Hubungan Pamali sebagai Tradisi Lisan dengan Kesehatan
Manusia ?
3. Seperti apa contoh Pamali yang ada di lingkungan sekitar ?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis hubungan pamali sebagai tradisi lisan dengan
kesehatan manusia

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian “Pamali” secara umum.
b. Untuk mengetahui Hubungan Pamali sebagai Tradisi Lisan dengan
Kesehatan Manusia.
c. Untuk mengetahui contoh Pamali yang ada di lingkungan sekitar.

6
BAB II
ISI

A. Definisi Pamali.

Sebagai makhluk sosial dalam proses menjalani kehidupan tentunya


didasari pula dengan tuntunan dan tuntutan, tuntunan dan tuntutan itu datang
sejalan dengan alur kehidupan yang ada, bahwa, sebagai manusia sosial pasti
mengenal dengan budaya dan adat istiadat, karena itu bisa menjadi arahan
dan juga landasan dalam hidup bermasyarakat akan tetapi tidak setiap
masyarakat selalu mengikuti adat terdahulunya, sebagian dari mereka saja
yang masih memegang teguh ajaran dan warisan para leluhurnya.
Masyarakat adat adalah masyarakat yang masih menyandarkan tatanan
kehidupannya pada tradisi, atau adat istiadat yang telah berlangsung turun
temurun atau diwariskan dari generasi kegenerasi selanjutnya, hal ini
bukanlah hal yang tabu bagi masyarakat yang menjaga akan tradisinya, tetapi
seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman yang sangat cepat dan
signifikan masyarakat yang dulunya memegang teguh ajaran leluhurnya,
semakin kesini semakin terpancing dan mengikuti perubahan zaman yang
ada, sehingga mereka perlahan menghilangkan tradisi yang telah lama
dianutnya. Ada sebuah legitimasi kata yang tidak tertulis mengenai
laranganlarangan dikomunitas kampung Naga yang secara turun temurun
difahami dan dipatuhi sebagai kesadaran sosial yang tulus, tanpa ancaman
dan tanpa sanksi tertulis. legitimasi kata larangan tersebut mengandung
makna sebagai sesuatu hal yang bersifat tabu dan sifat magis yang tidak boleh
dipertanyakan.
Kata tersebut adalah “Pamali” pamali ini mengandung kata melarang
sekaligus Pamali adalah merupakan warisan leluhur yang tidak dapat
diganggu gugat. Pamali juga dapat diartikan suatu aturan yang diwariskan
oleh leluhur yang dijadikan sebagai tuntunan masyarakat adat dalam
melestarikan kehidupannya bersama alam. Dalam perkembangannya pamali

7
mempunyai nilai-nilai kebudayaan yang tinggi dan menjadikannya sebagai
aturan tataran kehidupan masyarakat adat. Pamali juga mengandung makna
kata melarang sekaligusmakna sanksi yang tidak bisa diukur batasannya. Dan
kecap (ungkapan) pamali ini menjadi rambu-rambu dalam mengelola alam.
Dalam keberlangsungan kehidupanpamali diperlukannnya pewarisan
budayaagar tetap berlangsung dan tidak termakan oleh zaman (Nurdiansyah
Nano, 2017).
Pamali merupakan bahasa lisan yang isinya berupa larangan atau
pantangan. Menurut sebagian masyarakat Banjar pamali dianggap sebagai
mitos karena kehadirannya diyakini sebagai suatu kepercayaan turun temurun
yang bersifat sakral yang tidak boleh dilanggar, karena apabila dilanggar
maka berakibat buruk. Masyarakat Banjar adalah suku bangsa yang
menempati wilayah Kaliamantan Selatan serta sebagian berada di Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Timur. Masyarakat Banjar terbagi menjadi 3
kelompok berdasarkan teritorialnya yaitu: Banjar Pahuluan, Banjar Batang
Banyu, dan Banjar Kuala.
Nilai merupakan suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu
untuk menimbang atau memimih alternatif keputusan dalam situasi sosial
tertentu. Begitu pula dengan “Pamali” setiap ungkapan pamali memiliki nilai
tersendiri seperti Pamali baduduk di muka lawang’tidak boleh duduk di
depan pintu’. Ungkapan pamali ini mengandung nilai karakter disiplin. Nilai
karakter disiplin artinya tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan. Makanya ungkapan pamali di atas
melarang seseorang duduk di depan pintu karena akan membuat orang yang
keluar masuk rumah merasa terganggu karena jalan mereka terganggu.
Sebagai tradisi lisan yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
masyarakat Banjar, ungkapan pamali bahasa Banjar mencerminkan sikap dan
pandangan masyarakat tersebut. Ada dua hal yang tercermin dalam
pengungkapan maksud dengan ungkapan pamali bahasa Banjar yang sering
digunakan oleh masyarakat Banjar. Pertama, Masyarakat Banjar adalah
masyarakat yang mengutamakan kesopanan dan kesatuan dalam

8
menyampaikan maksud. Larangan tidak disampaikan secara langsung, tetapi
dalam bentuk ungkapan lain yaitu kata pamali yang bermakna tabu. Larangan
dengan istilah pamali dimaksudkan agar penerima pesan tidak merasa didikte
atau digurui. Kedua, penggunaan pamali sebagai media pembentukan
karakter terutama yang berkenaan denga nilai karakter religius, toleransi,
disiplin, dan peduli sosial. Pengungkapan secara sederhana dengan bahasa
yang singkat tetapi syarat makna. Orang cenderung mudah memahai dan
mengingat pesan yang disampaikan secara singkat dibandingkan dengan
penyampaian yang panjang lebar. Dengan demikian inti dari pesan sebagai
bentuk penanaman nilai karakter akan mudah tercapai.

B. Hubungan Pamali sebagai Tradisi Lisan dengan Kesehatan


Manusia.

Pamali adalah aturan-aturan mengenai apa yang harus dan yang tidak
boleh dilakukan. Konsep pamali ini menyangkut banyak hal dan diantaranya
ada yang berkaitan dengan masalah kesehatan. Konsep pamali ini tidak hanya
dikenal oleh komunitas suku Banjar saja melainkan juga dikenal oleh
komunitas lain diluar suku Banjar seperti komunitas suku Bugis dan suku
Sunda.
Kesehatan adalah sesuatu yang biasanya hanya dipikirkan bila sakit atau
gangguan kesehatan mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang ( Ewles
dan Simnet 1994 dalam Harjati et al 2012 ). Menurut WHO 1947 kesehatan
adalah keadaan sempurna baik Fisik, mental, sosial bukan hanya bebas dari
penyakit cacat dan kelemahan. Menurut Undang-Undang Kesehatan No.36
Tahun 2009, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
Antropologi kesehatan secara umum didefinisikan sebagai aktivitas formal
antropologi yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit (Wigna dan
Virianita 2009). Solita Sarwono (1993) mendefinisikan antropologi kesehatan

9
sebagai studi tentang pengaruh unsur-unsur tradisi terhadap penghayatan
masyarakat tentang penyakit dan kesehatan. Koentjaraningrat (1984)
mengemukakan bahwa antropologi kesehatan merupakan ilmu yang
mempelajari manusia dari aspek fisik, sosial dan tradisi. Menurut Lieban
(1973), antropologi kesehatan mencakup studi tentang fenomena medis.
Fenomena medis yaitu bagaimana manusia dapat menerjemahkan rasa sakit
atau ketidaknyamanan.
Menurut Syatir (2013) dalam (Istiana, 2014) mengenai Pamali yang dianut
masyarakat Banjar yakni, Masyarakat Banjar meyakini bahwa pelanggaran
terhadap pamali akan mengakibatkan ganjaran atau kutukan, fungsi utama
pamali adalah sebagai pegangan untuk membentuk pribadi luhur, dalam hal
ini pamali memegang peranan sebagai media pendidikan budi pekerti. Sebagai
contohnya yakni “pamali jika anak-anak berbaring tengkurap sebab ibunya
akan cepat
meningga”, jika dilihat dari sisi Kesehatan manusia / medis tidur dengan
posisi seperti ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan misalkan sakit di
dada atau perut. Pamali ini berfungsi untuk mendidik anak supaya menjadi
pribadi yang memegang teguh etika, memahami sopan satun dan menjaga
budaya.
Pamali memiliki hal positif yang terkandung di dalamnya meskipun hanya
sebuah tradisi lisan yang berisi aturan tentang larangan melakukan sesuatu
yang tidak tertulis, tetapi untuk sebagaian masyarakat Indonesia masih sanga
tdipercayai. Dilihat dari sudut pandang antropologi, tradisi lisan pamali ini
termasuk pada nilai atau budaya yaitu sesuatu yang dapat diinterpretasikan.
Cara orang dahulu dalam membuat aturan, larangan untuk mencegah orang-
orang disekitarnya melakukan hal yang tidak baik dijadikan sebuah nilai yang
kemudian diwariskannya secara turun-temurun, sehingga sampai saat ini
orang-orang masih mengenalnya. Tradisi pamali dalam konsep budaya dalam
antropologi juga memuat dua unsur penting yaitu pola pikir dan pola perilaku.
Tradisi pamali berkaitan dengan masalah kesehatan terbukti dengan orang-
orang yang hidup pada zaman dahulu dengan menaati dan mempercayai

10
tentang larangan layaknya pamali jarang mengalami sakit yang berat. Hal
positif yang terkandung dalam pamali tersebutlah yang memang secara
kesehatan juga ada benarnya, jika dilakukan maka akan mengakibatkan
gangguan kesehatan

C. Contoh Pamali yang ada di lingkungan sekitar.

Tradisi lisan pamali yang biasa dikenal oleh komunitas suku Banjar
sebagai pantangan atau larangan melakukan sesuatu yang telah melekat dalam
kehidupan sehari-harinya. Beberapa contoh pamali yang ada dalam komunitas
suku Banjar yaitu :
1. “Badua laki bini kada bulih bahubungan amun nang bininya masih
men” (Jangan berhubungan intim suami istri jika sang istri dalam
keadaan haid)
Mitosnya jika suami istri berhubungan intim apabila seorang istri
dalam keadaan haid maka kedua mempelai (suami dan istri) akan
terkutuk dan menderita kusta.
Logikanya dalam bidang kesehatan, bagi pasangan memang tidak
diperbolehkan melakukan hubungan suami istri apabila seorang istri
dalam keadaan haid karena dapat menyebabkan infeksi pada leher
rahim bagi perempuan dan dapat menyebabkan penyakit kelamin.
Menurut syariat islam berhubungan suami istri pada saat istri sedang
haid juga memang dilarang.
2. “kada bulih malandau” (Jangan bangun tidur terlalu siang)
mitosnya jika bangun tidur terlalu siang hingga matahari sudah berada
diatas kepala, akan berakibat segala bentuk rezeki yang datang bisa
menjauh kembali.
Logikanya bangun terlalu siang akan menyebabkan orang tersebut
menjadi malas dan pekerjaannya juga tidak terselesaikan, serta tidak
menggunakan waktunya secara efisien. selain itu, bangun terlalu siang

11
juga tidak baik untuk kesehatan, salah satunya adalah dapat
menyebabkan kerusakan hati.
3. “kada bulih maigut kuku” (Jangan menggigit kuku)
mitosnya karena akan mengundang nasib buruk dan pembawaan
sering gugup juga akan menderita batin.
Logikanya mengigit kuku adalah kebiasaan yang kurang enak dilihat
atau kurang sopan, kuku juga merupakan sarang kuman sehingga
ditakutkan kuman dapat masuk ke dalam mulut dan terserang penyakit.
4. “kada bulih mambawa kanakan halus kaluar rumah bamalaman ari”
(Jangan bawa anak balita keluar rumah dimalam hari)
mitosnya bisa didekati mahluk halus.
Logikanya udara malam sensitif untuk anak terutama balita.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pamali yang merupakan salah satu tradisi lisan memang sudah secara
turun-temurun diterapkan di kehidupan masyarakat Indonesia. Pamali
memiliki hal positif yang terkandung di dalamnya meskipun hanya sebuah
tradisi lisan yang berisi aturan tentang larangan melakukan sesuatu yang tidak
tertulis, tetapi untuk sebagaian masyarakat Indonesia masih sangat
mempercayainya. Hal positif yang terkandung dalam pamali tersebutlah yang
memang secara kesehatan juga ada benarnya, jika dilakukan maka akan
mengakibatkan gangguan kesehatan. Seperti larangan jangan bangun tidur
terlalu siang yang mitosnya akan menyebabkan segala bentuk rezeki yang
datang bisa menjauh kembali, dalam bidang kesehatan memang tidak
dianjurkan pula karena salah satunya dapat menyebabkan kerusakan hati.

B. Saran

Penulis menyarankan kepada masyarakat sebagai warga Indonesia yang


bijak sebaiknya meneladani hal-hal positif yang terkandung dalam tradisi lisan
pamali, karena selain mempertahankan warisan leluhur yang berupa
indegenous knowlegde, dalam kaitannya dengan kesehatan manusia juga
dengan mengambil hal-hal positif yang terkandung di dalamnya dapat
meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya kesehatan yang sudah
seharusnya selalu dijaga yaitu dengan cara menghindari hal-hal yang dapat
mengganggu kesehatan atau akan menimbulkan penyakit bila dilakukan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Wigna W, Virianita R. 2009. Antropologi Kesehatan. Bogor (ID): Institut


Pertanian Bogor
Nurdiansyah Nano. (2017). Budaya Pamali Sebagai Landasan Pembelajaran
Lingkungan Di Sekolah Dasar Study Kasus. Penelitian Pendidikan, 4
Istiana, I. A. D. (2014). Pemali Sebagai Kearifan Lokal Dalam Mendidik Anak
Pada Keluarga Banjar.
Achmad Sri W. (2014). Pamali & Mitos jawa Imu Kuno Antara Bejo Dan
Kesialan (Romandhon MK, Ed.). Bantul: Araska.
Harjati, Thaha RM, Natsir S. 2012. Konsep sakit terhadap kesehatan ibu dan anak
pada masyarakat suku Banjar ( Internet)

14

Anda mungkin juga menyukai