Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

ASPEK SOSIAL BUDAYA TRADISI “PERAQ API ” PADA MASA BAYI


BALITA YANG BERKAITAN DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK PADA
“NY.N” BLUD UPT PUSKESMAS SELAPARANG

OLEH:

SISKA HERLIANA

NIM. P07124123081

SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM

2023

1
HALAMAN PENGESAHAN

ASPEK SOSIAL BUDAYA TRADISI “PERAK API” PADA MASA BAYI


BALITA YANG BERKAITAN DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK PADA
“NY. N” DI PUSKESMAS SELAPARANG

Laporan ini telah disetujui, diperiksa, dan dipertanggung jawabkan dihadapan


Pembimbing lahan dan penbimbing Pendidikan.

Mengetahui:

Pembimbing Lahan Pembimbing Pendidikan

RITA HARDIYANTI, A.Md.KEB DESI ROFITA, M.KEB


NIP:198806182017042001 NIP:19921002202032001

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah


yang berjudul "Tradisi Sosial Budaya Peraq Api di Puskesmas Selaparang" dengan
tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosio Antropologi
dalam Praktik Kebidanan.

Dalam proses penyusunan makalah ini, tentunya penulis mendapatkan bimbingan,


arahan, koreksi, dan saran. Untuk itu penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada:

1. Dr. Yopi Harwinanda Ardes, M. Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan


Mataram
2. Zaroan Supriadi,S.Kep,Ns,M.Kep selaku kepala UPT Selaparang
3. Dr.Sudarmi, SST.M.BioMed selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
mataram
4. Imtihanatun Najahah. S.ST..M.Kes selaku Ketua Prodi Sarjana Terapan
Kebidanan Poltekkes Mataram
5. Siti Kamariah, A.Md.Keb. selaku bidan koordinator Puskesmas Selaparang
6. Rita Handyani, A.Md.,Keb. selaku bidan pembimbing lahan atau Preseptor di
Puskesmas Selaparang
7. Desi Rofita, SST, M.Kes. selaku pembimbing pendidikan I dalam kegiatan
praktek klinik di Puskesmas Selaparang..
8. Seluruh bidan dan staff Puskesmas Selaparang.

Penulis menyadari laporan inimasih jauh dari kata sempurna.Oleh sebab itu,Saran
dan kritikyang membangundi harapkan demi kesempurnaan laporan ini.

Selaparang 18 Oktober 2023

Penulis

DAFTAR ISI
3
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI....................................................................................................... IV

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1

B. Tujuan ............................................................................................................ 2

C. Manfaat ......................................................................................................... 2
D. Metode Praktek Lapang ................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Tradisi ........................................................................................................... 3

B. Kesehatan ibu dan bayi ................................................................................. 5

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB IV PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................. 15

B. Saran............................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................

BAB I

4
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Tradisi merupakan nama lain dari kebudayaan. Tradisi ini dilakukan turun
temurun dari kelompok masyarakat tertentu yang berdasarkan nilai social budaya
pada masyarakat yang bersangkutan. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota
masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun hal-
hal yang bersifat gaib atau keagamaan

Tradisi merupakan kegiatan pewarisan serangkaian kebiasaan dan nilai- nilai dari
satu generasi kepada generasi berikutnya. Nilai-nilai yang diwariskan biasanya adalah
nilai dan norma dalam masyarakat pendukungnya dari generasi tua ke generasi yang
lebih muda seperti halnya upacara Perak api yang masih dianggap baik dan
mempunyai kekuatan agama dan budaya.

Tradisi peraq api adalah suatu ritual pada ibu dan anak yang dilakukan setelah
putusnya tali pusar dari anak yang baru lahir. Tradisi ini biasanya dilakukan pada hari
ke-tujuh atau hari ke-sembilan untuk pemberian nama pada bayi.Tradisi Peraq api ini
masih di jalankan oleh masyarakat Desa Marong Karang tatah.

Sasak tradisi Peraq api mempunyai makna dan arti tersendiri bagi pendukungnya.
Dalam upacara tersebut dipimpin oleh Belian nganak (dukun beranak) dukun bersama
keluarga atau orang tua bayi mempersiapkan perlengkapan dan peralatan yang akan
digunakan dalam pelaksanaan upacara Peraq api.Dukun beranak memimpin acara
mulai dari persiapan,proses acara,sampai acara selesai.

B.Tujuan

Tujuan Umum:

Untuk mengetahui lebih dalam tradisi Peraq api yang berkaitan dengan
kesehatan ibu dan anak..

Tujuan Khusus:

5
1. Untuk mengetahui bagaimana apakah tradisi Peraq api di Desa Marong
Karang Tatah masih dilakukan dan bagaimana hubungannya dengan
kesehatan ibu dan anak.
2. Untuk mengetahui dampak positif tradisi tradisi Peraq api terhadap kesehatan
ibu dan bayi
3. Untuk mengetahui dampak negatif tradisi tradisi Peraq api terhadap
kesehatan ibu dan bayi

C.Manfaat

Hasil wawancara ini diharapakan dapat memberikan informasi dan


pemahaman bahwa derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh budaya
diantaranya adalah tradisi. Perilaku masyarakat dalam memelihara dan menjaga
kesehatan sangat dipengaruhi oleh tradisi dan kebiasaan yang dilakukan oleh
masyarakat.

D. Metode Praktek Lapang

Metode yang digunakan dalam pelaksanan Praktek Lapangan adalah dengan


metode wawancara dimana penulis melakukan wawancara pda “Ny.N” selaku
masyarakat Marong Karang tatah. Data yang diperoleh berupa informasi
bagaimana prosedur secara garis besar tradisi Peraq api dilakukan

BAB II

TINJAUAN TEORI
6
A. Tradisi

1.Definisi Tradisi

Tradisi adalah segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu
kemasa kini. Tradisi dalam pengertian yang lebih sempit hanya berarti bagian-
bagian warisan sosial khusus yang memenuhi syarat saja yakni yang tetap
bertahan hidup di masa kini (Sztompka, 2017).

Adapun pengertian Tradsi menurut R. Redfield (2017) yang mengatakan bahwa


tradisi dibagi menjadi dua, yaitu great tradition (tradisi besar) adalah suatu tradisi
mereka sendiri, dan suka berfikir dan dengan sendiri mencakup jumlah orang
yang relative sedikit. sedangkan little tradition (tradisi kecil) adalah suatu tradisi
yang berasal dari mayoritas orang yang tidak pernah memikirkan secara
mendalam pada tradisi yang mereka miliki. Sehingga mereka tidak pernah
mengetahui seperti apa kebiasan masyarakat dulu, karena mereka kurang peduli
dengan budaya mereka.

Tradisi adalah suatu warisan berwujud budaya dari nenek moyang, yang telah
menjalani waktu ratusan tahun dan tetap dituruti oleh mereka- mereka yang lahir
belakangan. Tradisi diikuti karena dianggap akan memberikan semacam pedoman
hidup bagi mereka, tradisi itu dinilai sangat baik oleh mereka memilikinya,
bahkan dianggap tidak dapat diubah atau ditinggalkan oleh mereka (Simanjuntak,
2016)

2.Fungsi tradisi

1. Alam bahasa klise dinyatakan, tradisi adalah kebijakan turun-temurun.


Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita anut
kini serta di dalam benda yang diciptakan di masa lalu. Tradisi pun
menyediakan fragmen warisan historis yang kita pandang bermanfaat.
Tradisi seperti onggokan dan material yang dapat digunakan orang dalam
tindakan kini dan untuk membangun masa depan;

7
2. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat
loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok. Tradisi
daerah, kota dan komunitas lokal sama perannya yakni mengikat warga atau
anggotanya dalam bidang tertentu;
3. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, kekecewaan dan
ketidakpuasan kehidupan modern. Tradisi yang mengesankan masa lalu
yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila
masyarakat berada dalam krisis.

3.Hubungan budaya dengan kesehatan.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Kebudayaan akan


memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda- benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lain-lain yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.

Pemahaman terhadap keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di


setiap masyarakat tergantung dari kebudayaan yang mereka miliki. Pada masa
lalu, ketika pengetahuan tentang kesehatan masih belum berkembang,
kebudayaan memaksa masyarakat untuk menempuh cara ‘trial and error’ guna
menyembuhkan segala jenis penyakit, meskipun risiko untuk mati masih terlalu
besar untuk pasien. Kemudian perpaduan antara pengalaman empiris dengan
konsep kesehatan ditambah juga dengan konsep budaya dalam hal kepercayaan
merupakan konsep sehat tradisional secara kuratif. Sebagai contoh pengaruh
kebudayaan terhadap masalah kesehatan adalah penggunaan kunyit sebagai obat
untuk menyembuhkan penyakit kuning (hepatitis) di kalangan masyarakat

8
Indonesia. Masyarakat menganggap bahwa warna penyakit pasti akan sesuai
dengan warna obat yang telah disediakan oleh alam. Hal itu menunjukkan bahwa
kebudayaan dan pengetahuan serta teknologi sangat berpengaruh terhadap
kesehatan (Jimung, 2019).

B.Kesehatan Ibu dan Bayi

Kesehatan ibu dan bayi masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang
menjadi prioritas yang memerlukan penanganan yang lebih optimal. Berbagai
upaya kesehatan telah dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu
maupun bayi. Upaya kesehatan ibu dan bayi adalah upaya di bidang kesehatan
yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas
dan bayi baru lahir.

a. Kesehatan ibu.

Kesehatan ibu mengacu pada kesehatan wanita selama kehamilan, persalinan


dan periode postpartum. Menjadi ibu seringkali merupakan pengalaman yang
positif dan memuaskan, tetapi untuk sebagian besar wanita hal tersebut
berhubungan dengan penderitaan, kesehatan yang buruk dan bahkan kematian.
Penyebab utama kematian ibu adalah penyebab langsung seperti perdarahan,
hipertensi, infeksi dan persalinan macet, sedangkan penyebab tidak langsung
seperti pendidikan dan sosial budaya. Hampir semua kematian ini terjadi dalam
lingkungan dengan sumber daya yang rendah, dan sebagian besar penyebab
tersebut bisa dicegah. Risiko seorang wanita di negara berkembang meninggal
karena sebab terkait ibu selama masa hidupnya adalah sekitar 33 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang wanita yang tinggal di negara maju. Angka
kematian ibu adalah indikator kesehatan yang menunjukkan kesenjangan yang
sangat luas antara daerah perkotaan dan pedesaan, kaya dan miskin, baik antar
daerah di dalam suatu negara (WHO, 2018).

b. Masa nifas

9
Masa nifas (postpartum/puerperium) berasal dari bahasa Latin yaitu dari
kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan. Masa
nifas dimulai setelah dua jam postpartum dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya berlangsung
selama enam minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan baik secara
fisiologis maupun psikologis akan pulih dalam waktu tiga bulan. Jika secara
fisiologis sudah terjadi perubahan pada bentuk semula (sebelum hamil),
tetapi secara psikologis masih terganggu maka dikatakan masa nifas tersebut
belum berjalan dengan normal atau sempurna (Nurjanah et al., 2013).

c. Tujuan perawatan masa nifas

Perawatan masa nifas diperlukan karena periode ini merupakan masa kritis
bagi ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60 persen kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50 persen kematian masa nifas
terjadi dalam 24 jam pertama. Masa neonatus merupakan masa kritis bagi
kehidupan bayi,dua per tiga kematian bayi terjadi dalam empat minggu
setelah persalinan dan 60 persen kematian bayi baru lahir terjadi dalam
waktu tujuh hari setelah lahir. Pemantauan melekat dan pemberian asuhan
yang tepat bagi ibu dan bayi pada masa nifas dapat mencegah kematian ibu
dan bayi. Tujuan umum perawatan masa nifas adalah membantu ibu dan
pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak. Sedangkan tujuan
khususnya adalah;

1) menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologisnya;


2) mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi
pada ibu dan bayinya;
3) memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, menyusui, keluarga berencana, perawatan bayi sehat dan
pemberian imunisasi;
4) memberikan pelayanan keluarga berencana (Walyani & Purwoastuti,

10
2015).

d. Aspek sosial budaya pada masa nifas

Kebudayaan maupun adat istiadat dalam masyarakat Indonesia ada yang


menguntungkan dan ada pula yang merugikan bagi status kesehatan ibu
hamil, ibu bersalin maupun ibu nifas. Pengaruh sosial budaya pada ibu hamil,
melahirkan dan nifas terlihat dengan adanya upacara-upacara kehamilan tiga
bulan, tujuh bulan, masa melahirkan dan masa nifas. Tingkat kepercayaan
masyarakat kepada petugas kesehatan dibeberapa wilayah juga masih rendah.
Masyarakat masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut
yang sedemikian tinggi, sehingga masyarakat lebih senang berobat dan
meminta tolong kepada dukun. Mayoritas ibu hamil yang tinggal di daerah
pedesaan masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan
danpersalinan biasanya dilakukan di rumah. (WHO, 2018).

e. Kesehatan bayi.

Bayi yang baru lahir atau neonatus adalah anak di bawah usia 28 hari.
Selama 28 hari pertama kehidupan ini anak berisiko paling tinggi untuk
meninggal. Oleh karena itu, pemberian makan dan perawatan yang tepat
diberikan selama periode ini baik untuk meningkatkan peluang anak untuk
bertahan hidup maupun untuk meletakkan fondasi bagi kehidupan yang sehat
(WHO, 2018).

Setelah bayi dilahirkan, tubuh bayi baru lahir mengalami sejumlah adaptasi
psikologis. Bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan masa
transisi kehidupannya ke kehidupan luar uterus berlangsung baik. Penelitian
menunjukkan bahwa 50 persen kematian bayi terjadi dalam periode neonatus
yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru
lahir yang sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang mengakibatkan
cacat seumur hidup, bahkan kematian. Pencegahan merupakan hal terbaik
yang harus dilakukan dalam penanganan neonatus sehingga neonatus sebagai
11
organisme yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke
ekstrauterin dapat bertahan dengan baik karena periode neonatus merupakan
periode yang paling kritis dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi.

C. Aspek sosial budaya terkait bayi baru lahir.

Beberapa aspek sosial budaya yang berkaitan dengan perawatan bayi baru
lahir, antara lain;

1) bayi dibedong supaya tidak mudah terkaget-kaget (terkejut), juga dapat


menghangatkan badannya;
2) bayi harus memakai gurita supaya perutnya tidak buncit;
3) bayi tidak boleh diajak keluar rumah sebelum berusia 40 hari;
4) bulu mata digunting agar lentik;
5) meletakkan gunting lipat di bawah tempat tidur bayi dan tempat
tidurnya dipukul-pukul menggunakan sapu lidi agar bayi tidur nyenyak;
6) terkait makanan pada bayi baru lahir, ibu dilarang makan pedas, nanti
feses bayi ada cabe rawit utuh, padahal maksudnya adalah mencegah
bayi mengalami sakit perut jika ibu mengonsumsi makanan pedas,
makan semangka menyebabkan perut bayi besar dan keras sebab
terkena “sawan” semangka, dan masih banyak lagi.

Diantara berbagai aspek sosial budaya yang dilakukan oleh masyarakat


tersebut, yang tidak terbukti kebenarannya dan yang benar-benar tidak masuk
akal kadang membuat masyarakat bingung. Memang ada benarnya beberapa
aspek sosial budaya yang ada, yang terkadang jika kita ikuti akan bermanfaat,
misalnya bayi tidak boleh keluar sebelum 40 hari, sebab fisik bayi belum
sekuat fisik orang dewasa jika kontak dengan udara luar akan menyebabkan
sakit, dan supayabayi tidak tertular virus dari orang sakit ketika berada di
tempat ramai. Sedangkan kerugiannya antara lain bayi pada usia sebelum 40
hari mempunyai beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi dan harus dibawa
keluar rumah, misalnya untuk imunisasi, berobat ke pelayanan kesehatan ketika

12
bayi mengalami keluhan. Pemakaian gurita pada bayi jika dikatkan dengan
kesehatan dapat mengurangi daya pernapasan pada bayi yang pada akhirnya
bayi tersebut sesak napas, karena bayi lebih banyak menggunakan pola
pernapasan perut (Mubarak et al., 2013)

BAB III

TINJAUAN KASUS

Hasil wawancara yang dilakukan pada “Ny.N”terkait aspek sosial budaya tradisi
“Peraq api” yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Selaparang,
Lombok Barat. Adapun hasil wawancara yang dilakukan pada” Ny.N” adalah sebagai
berikut:

1.Identitas diri

Nama: Nila Suci Aminarti

Umur: 22 Tahun

Suku Bangsa : Sasak

Agama : Islam

Alamat Lengkap : Marong Karang tatah

2.Daftar pertanyaan dan jawaban

a. Apakah ada tradisi yang bayi ibu jalani pada saat masa bayi balita?

Jawaban: Iya, ada

b. Tradisi apa yang bayi ibu jalani?

Jawaban: Tradisi yang anak saya jalani waktu itu tradisi Peraq api

c.Bisakah ibu menceritakan bagaimana tradisi itu?

jawaban: Pertama siapakan perangkat acara yang disiapkan terdiri dari moto
seyong (beras kentan yang di sangrai),enten-enten (gula kelapa) daun

13
bikan,sembeq,(kunyah rishi pinang santan kelapa (untuk keramas ibu),gelang
pelindung dan penanda.Kemudian api dipadamkan dengan percikan daun bunut
(daun beringin) dan tandan buaq bikan (batang buah bikan) yang diletakkan di
atas tepaq. Bayi dan ibu yang sudah dikeramas dan dibersihkan dengan air sampai
bersih disebut dengan masor. Selanjutnya, bayi ta eyok (diayak) dengan cara di
ayun-ayun di atas bara api yang sudah dipadamkan. Waktu pelaksanaannya
setelah petoq poset (putusnya tali pusar). Acara peraq api dilaksanakan pada
waktu nyepek peken (saat puncak keramaian pasar) antara pukul 09.00-10.00 pagi

Setelah seluruh rangkain acara tersebut selesai, kemudian dilanjutkan dengan


pemberian nama pada anak bayi. Nama yang disiapkan ditulis dalam kertas dan
digenggamkan pada kedua tangan bayi. Apabila salah satu dari nama yang
digenggam erat, berarti nama tersebutlah yang dipilih sendiri oleh bayi. Nama
yang terpilih diletakkan di atas sѐmbѐq dan selanjutnya belian mencolekkan
sѐmbѐq di kening bayi sambil menyebut namanya.

d. Siapa yang membantu ibu dalam melakukan tradisi itu?

Jawaban: Ya, jelas yang bantu saya waktu itu orangtua,suami,mertua saya

e. Adakah keuntungan yang bayi ibu dapatkan setelah melakukan tradisi itu?

Jawaban: Tidak ada,karena acara itu sebagai acara pemberian nama dan Aqikah
(Pemotongan kambing) yang dimana membantu dalam mewujudkan rasa syukur
kepada Allah SWT atas karuniaNya berupa kelahiran seorang anak.

f. Apakah ibu akan meneruskan tradisi ini ke generasi ibu?

Jawaban: Iya, untuk lebih mengenal dan mempertahankan tradisi

14
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ny. “N”, penduduk di Desa Marong Karang
tatah terdiri dari berbagai suku dengan suku mayoritas adalah suku sasak. Suku sasak
memiliki bermacam-macam tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu dan telah
dilakukan turun-temurun oleh masyarakat dan masih dilestarikan sampai sekarang.
Beberapa tradisi yang masih dijalankan diantaranya adalah tradisi Peraq api.

Peraq api dilakukan oleh belian (dukun beranak). Mula-mula api dipadamkan
dengan percikan daun bunut (daun beringin) dan tandan buaq bikan (batang buah
bikan) yang diletakkan di atas tepaq. Bayi dan ibu yang sudah dikeramas dan
dibersihkan dengan air sampai bersih disebut dengan masor. Selanjutnya, bayi ta eyok
(diayak) dengan cara di ayun-ayun di atas bara api yang sudah dipadamkan. Waktu
pelaksanaannya setelah petoq poset (putusnya tali pusar). Acara peraq api
dilaksanakan pada waktu nyepek peken (saat puncak keramaian pasar) antara pukul
09.00-10.00 pagi (Suhardi, dkk: 34).

Setelah seluruh rangkain acara tersebut selesai, kemudian dilanjutkan dengan


pemberian nama pada anak bayi. Nama yang disiapkan ditulis dalam kertas dan
digenggamkan pada kedua tangan bayi. Apabila salah satu dari nama yang digenggam
erat, berarti nama tersebutlah yang dipilih sendiri oleh bayi. Nama yang terpilih
diletakkan di atas sѐmbѐq dan selanjutnya belian mencolekkan sѐmbѐq di kening bayi
sambil menyebut namanya (Suhardi, dkk. 2010)

Dampak positif budaya Peraq api terhadap kesehatan

15
1. Masyarakat di Desa Marong Karang tatah menganggap bahwa tradisi
Peraq api adalah tradisi warisan yang memiliki nilai yang positif,
sehingga menurut mereka tradisi ini sangat perlu dipertahankan, karena
Peraq api di anggap sebagai acara syukuran yang menandakan sudah
diberi keturunan yang sehat dan menandakan anak yang dilahirkan sudah
di beri nama yang pastinya nama tersebut berarti doa.

2. Melalui tradisi Peraq api bermanfaat untuk mejalin ikatan keakraban


karena masyarakat mengundang para kerabat dan saudara untuk
berkunjung dan bersilaturahmi. Melalui tradisi Peraq api pula banyak
saudara yang bertemu. Khususnya kaum kerabat yang berada di wilayah
tertentu itu sendiri. Masyarakat Marong Karang tatah mengatakan bahwa
tradisi Ngurisan merupakan suatu acara yang membuat mereka bisa
bertemu dengan para kerabat dan anak saudara. Bentuk silaturahmi yang
terjadi ketika tradisi Peraq api sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
bentuk silaturahmi ketika upacara atau kegiatan tradisi lainnya.

Dampak negatif budaya peraq api terhadap kesehatan :

Dari proses perak api itu dapat disimpulkan bahwa tradisi budaya ini dapat
berdampak negatif pada kesehatan ibu dan bayi. Karena pada tradisi ini bayi baru
lahir sudah diberikan asap hasil pembakaran yang berasal dari kayu dan bahan
organik lain yang mengandung campuran gas,partikel,dan bahan kimia akibat
pembakaran yang tidak sempurna yang membuat secara tidak langsung akan
berdamapak negatif pada bayi yang baru lahir atau neonatus yang dimana anak di
bawah usia 28 hari berisiko paling tinggi untuk meninggal. Komposisi asap dari
pembakaran tersebut terdiri dari gas seperti karbon monoksida, karbon dioksida,
nitrogen oksida, ozon.

Secara umum bahan pencemar senyawa kimia nitrogen oksida, sulfur


dioksida, karbon monoksida,ozon dan partikulat di udara menyebabkan gangguan
kesehatan pada manusia seperti luka mata dan luka saluran pernapasan.

16
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tradisi perak api merupakan salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh
masyarakat di Desa Marong Karang tatah. Tradisi peraq api dilakukan oleh bayi
balita dengan tujuan untuk memberikan nama pada bayi . Jenis perawatan yang
dilakukan berupa pengasapan bayi dengan cara bayi diputer-puter di atas uap bara api.

Desa Marong Karang tatah tetap mempertahankan tradisi Peraq api dengan
berbagai alasan, diantaranya adalah bahwa tradisi ini sudah dilakukan sejak
dahulu dan merupakan warisan nenek moyang atau tradisi turun-temurun. Tradisi
ini juga dilakukan atas anjuran tetua kampung dan anjuran ibu maupun ibu
mertua. Tradisi Peraq api masih merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan masyarakat. Tradisi Peraq api sekalipun dilakukan dengan
maksud mengupayakan kesehatan ibu nifas dan bayinya tapi pada kenyataannya
praktik tradisi ini merupakan perilaku berisiko yang dapat merugikan kesehatan
ibu dan bayi. Risiko gangguan kesehatan yang dialami oleh ibu dan bayi
diantaranya adalah gangguan sistem pernapasan, luka bakar, penurunan tekanan
darah, ruam di kulit dan bahkan akibat fatal yang paling perlu diwaspadai adalah
dapat mengakibatkan kematian.

B. Saran

Perawatan masa nifas untuk ibu dan bayi diharapkan dapat dilakukan dengan
cara yang lebih sehat. Misalnya untuk menghangatkan ibu dan bayi bisa
menggunakan selimut atau dengan alat maupun benda yang tidak menimbulkan

17
asap. Pelaksanaan peraq api dapat dilakukan tanpa menggunakan sabut kelapa
dan daun-daunan yang dibakar. Mendapatkan manfaat dari daun-daunan dapat
dilakukan dengan direbus, kemudian airnya dapat diminum atau digunakan
sebagai campuran untuk air mandi ibu. Diharapkan dengan cara demikian ibu dan
bayi dapat terhindar dari asap saat melakukan tradisi peraq api

DAFTAR PUSTAKA

Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. (2018). Evidence summit mengurangi


kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia.

Ansori, Zakaria. (2018). Tradisi Peraq Api dalam Dinamika Perubahan Sosial Pada
Masyarakat Kawo. Jurnal Schemata, Vol. 7(1), 61-75.

World Health Organization. (2018). Household Air Pollution.

Usman & Sapril (2018). Pemanfaatan budaya posoropu dalam perawatan masa

nifas oleh perempuan Buton Utara. Jurnal MKMI, 14(3), 268-277. _

Nur Azizah Zuhriah. (2019). Eksistensi Sufisme Dalam Tradisi Pedaq Api Di Lombok

Mubarak (2013). Aspek sosial budaya terkait bayi baru lahir.

Nurjanah (2013). Hubungan budaya dengan Kesehatan.

Sztompka, R. Redfield dan simanjutak(2017). Definisi tradisi.jurnal Schemata, Vol.


7(1), 61-75.

18
19

Anda mungkin juga menyukai