Anda di halaman 1dari 19

TRADISI DAN KEBUDAYAAN SUKU JAWA DALAM KEBIDANAN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Profesionalisme Kebidanan
Dosen Pengampu : Siti Fatimah, S. SiT ,M.KM

COVER

Disusun Oleh :
1. RIA SEPTIANA A. (2103020004)
2. YENI ITA PRATIWI (210302005)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BREBES
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena atas berkat dan rahmatnya penulis diberi
kesehatan sehingga makalah yang berjudul ”Tradisi Dan Kebudayaan Suku Jawa Dalam
Kebidanan” dapat selesai dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi,
penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna mengingat
keterbatasan waktu dan kemampuan oleh karena itu ,penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun .

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusun makalah ini.

Brebes, 18 Okteber 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL............................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1

A. Latar Belakang.................................................................................................. 1

B. Rumusan............................................................................................................ 1

C. Tujuan................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 3

A. Definisi Tradisi Dan Kebudayaan.................................................................... 3

B. Tradisi Kebudayaan Masyarakat Yang Berhubungan Dengan Kebidanan......3-12

C. Cara Bidan Mengatasi Presepsi Tradisi Kebudayaan Tidak benar .................12-13

BAB III PENUTUP........................................................................................................14

A. Kesimpulan.......................................................................................................14

B. Saran.................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki keragaman dalam kebiasaan, adat istiadat, budaya dan norma
yang berlaku di lingkungan masyarakatnya terutama yang terkait dengan kesehatan ibu
dan anak. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut terutama faktor sosial budaya
di masyarakat.
Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak
balita dan anak prasekolah sehat.
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Indonesia selalu menjadi masalah pelik yang tak
kunjung membaik keadaannya. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak
tersebut diyakini memerlukan kondisi sosial politik, hukum dan budaya yang kondusif.
Situasi kesehatan ibu dan bayi baru lahir di Indonesia sama sekali belum bisa dikatakan
menggembirakan.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa tidak lepas dari upacara-upacara, baik
yang terkait dengan daur hidup maupun yang terkait dengan fenomena alam dan
peristiwa-peristiwa penting. Masyarakat Jawa sangat mempercayai hal-hal gaib dengan
mempraktekannya dalam berbagai upacara tradisi, seperti upacara tradisi tentang asal-
usul daerah atau suku, upacara tradisi daur hidup, upacara tradisi yang berkaitan dengan
kesuburan pertanian dan mata pencaharian (Suseno, 2001: 86-87).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Definisi Tradisi dan Kebudayaan?
2. Apa saja Tradisi Kebudayaan Yang Dianut Oleh Masyarakat Indonesia Yang
Berhubungan Dengan Kebidanan?
3. Bagaimana Cara Bidan untuk Mengatasi Presepsi Tradisi Kebudayaan Tidak benar
yang Berkembang di Masyarakat, Berhubungan dengan Kebidanan?

iv
C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Definisi Tradisi dan Kebudayaan.
2. Untuk Mengetahui Tradisi Kebudayaan Masyarakat Yang Berhubungan Dengan
Kebidanan.
3. Untuk Mengetahui Contoh Budaya dalam pelayanan Antenatal Care, Intranatal Care,
Postnatal Care, dan Pelayanan BBL.
4. Untuk Mengetahui Cara Bidan Mengatasi Presepsi Tradisi Kebudayaan Tidak benar
yang Berkembang di Masyarakat.

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Tradisi Dan Kebudayaan


Kebudayaan atau yang disebut peradapan adalah pemahaman yang meliputi :
Pengetahuan, kepercayaan , seni, moral, hukum, adat istiadat yang diperoleh dari anggota
masyarakat ( Taylor 1997 )
Tradisi atau disebut juga dengan kebiasaan merupakan sesuatu yang sudah
dilaksanakan sejak lama dan terus menjadi bagian dari kehiduap suatu kelompok
masyarakat, seringkali dilakukan oleh suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang
sama.
Pengertian lain dari tradisi adalah segala sesuatu yang diwariskan atau disalurkan dari
masa lalu ke masa saat ini atau sekarang. Tradisi dalam arti yang sempit yaitu suatu
warisan-warisan sosial khusus yang memenuhi syarat saja yakni yang tetap bertahan
hidup di masa kini, yang masih tetap kuat ikatannya dengan kehidupan masa kini.

B. Tradisi Kebudayaan Masyarakat Yang Berhubungan Dengan Kebidanan
1. Tradisi Kebudayaan dalam Antenatal Care
Berbagai kelompok masyarakat di berbagai tempat yang menitik beratkan
perhatian mereka terhadap aspek kultural dari kehamilan dan menganggap peristiwa
itu sebagai tahapan-tahapan kehidupan yang harus dijalani didunia. Masa kehamilan
dan kelahiran dianggap masa krisis yang berbahaya,baik bagi janin atau bayi maupun
bagi ibunya karna itu sejak kehamilan sampai kelahiran para kerabat dan handai-tolan
mengadakan serangkaian upacara baggi wanita hamil dengan tujuan mencari
keselamatan bagi diri wanita itu serta bayinya, saat berada di dalam kandungan
hingga saat lahir.
Orang jawa adalah salah satu contoh dari masyarakat yang sering menitik
beratkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari pertistiwa kehamilan, sehingga di
dalam adat-istiadat mereka terdapat berbagai upacara adat yang cukup rinci untuk
menyambut kelahiran bayi. Biasanya upacara dimulai sejak usia ketujuh bulan
kandungan ibu sampai pada saat kelahirannya,walaupun ada pula sebagian kecil
warga masyarakat yang telah melakukannya sejak janin di kandungan ibu berusia tiga

vi
bulan. Upacara – upacara adat jawa yang bertujuan mengupayakan keselamatan bagi
janin dalam prosesnya menjadi bayi hingga saat kelahirannya itu adalah upacara
mitoni,procotan dan brokohan.
Sebagian masyarakat jawa juga percaya bahwa bayi yang lahir pada usia tujuh
bulan mempunyai peluang untuk hidup,bahkan lebih kuat daripada bayi yang lahir
pada usia kehamilan delapan bulan,walupun kelahiran itu masih prematur.
Kepercayaan ini tampak terdapat pula pada sejumlah suku bangsa di indonesia dan
Malaysia. Karena itu orang jawa menganggap usia tujuh bulan kandunggan sebagai
saat yang penting, sehingga perlu dilakukan upacara yang disebut mitoni untuk
menyambutnya dan menangkal bahaya yang mungkin timbul pada masa itu. Upacara
mitoni yang umumnya hanya dilakukan pada kehamilan pertama dari seorang wanita,
sebenarnya dapat pula berfungsi untuk memberikan ketenangan jiwa bagi calon ibu
yang belum pernah mengalami peristiwa melahirkan.
a) Upacara mitoni
Dilakukan dengan cara memandikan sang calon ibu dengan air bunga, yang
biasanya dilakukan oleh orang tua pasangan suami-istri yang sedang menantikan
bayinya, ditambah sejumlah kerabat sepupuh terdekat atau sepupuh yang
dihormati Selanjutnya diadakan upacara memecah buah kelapa bergambar wayang
dengan tokoh dewa kamajaya dan dewi ratih oleh sang calon ayah, yang
sebelumnya dimasukan ke dalam sarung yang dikenakan oleh si calon ibu ketika
dimandikan, mulai dari ujung sarung pada batas menyentuh tanah. Namun
sebelum menyentuh tanah,sang calon ayah harus bisa menagkap buah kelapa itu
pada ujung sarung dekat kaki istrinya.
Upacara ini dimkasudkan agar kelak proses kelahiran bayi dapat berjalan
lancar dan bayi yang akan lahir tampan atau cantik seprti dewa dan dewi tersebut.
Rangkain upacara mitoni pada dasarnya melambangkan harapan baik bagi sang
bayi, yakni harapan agar ia sempurna dan utuh fisiknya, tampan atau cantik
wajahnya,dan selamat serta lancar kelahirannya.
b) Upacara procotan
Dilakukan dengan membuat sajian jenang procot yakni bubur putih yang
dicampur dengan irisan ubi. Upacara procotan khusus bertujuan agar sang bayi
mudah lahir dan rahim ibunya.

vii
c) Brokohan
Upacara sesudah lahirnya bayi dengan selamat dengan membuat sajian nasi
urap dan telur rebus yang diedarkan pada sanak kluarga untuk memberitahukan
kelahiran sang bayi. Pusat perhatian orang jawa mengenai pelaksanaan upacara
pada masa kehamilan dan kelahiran terletak pada unsur tecapainya keselamatan,
yang dilandasi atas keyakinan mengenai krisis kehidupan yang mengandung
bahaya dan harus ditangkal, serta harapan akan kebaikan bagi janin dan ibunya.
Maka upacara kelahiran seringkali tidak dilaksanakan dalam bentuk kenduri besar
dengan mengundang banyak handai-taulani.

Pantangan - Pantangan Makanan Di Masyarakat :

a) Jawa Tengah
Bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan
dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
b) Jawa Barat
Ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi
makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.
c) Masyarakat Betawi
Berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena
dapat menyebabkan ASI menjadi asin.
d) Daerah Subang
Ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena
khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan
memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga
rendah.Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si
bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nanas,
ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa
kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan.

Pantangan - Pantangan didalam Tradisi Kebudayaan Masyarakat :

Keanekaragaman budaya yang ada di masyarakat memunculkan berbagai


adat istiadat yang terkait dengan kehamilan. Pantang selama masa kehamilan
dalam masyarakat baik yang berpengaruh pada kesehatan atau yang tidak

viii
mempengaruhi kesehatan ibu dan bayinya masih cukup banyak. Mulai dari
pantangan untuk istri, sua-mi, dan pantangan yang harus dituruti keduanya.
Pantangan yang harus di- turuti oleh istri merupakan pantangan dengan jumlah
terbanyak.

1) Tidak boleh duduk di pintu supaya tidak mengalami kesulitan saat melahirkan
Fakta : Pada kehamilan lewat waktu (post date) otot rahim tidak sensitive
terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau ke-lainan pada rahim.
Jadi tidak ada hubungannya dengan perbuatan duduk di pintu. Larangan duduk di
depan pintu sesungguhnya mem-punyai makna tuntunan akhlak dan sopan santun
yang tinggi. Se-bab duduk di depan pintu dapat mengganggu orang lain yang
keluar masuk rumah, di sisi lain tentu saja kurang elok dipandang jika seorang
perempuan duduk-duduk di depan pintu.
2) Tidak boleh duduk di atas tanah dan sapu supaya tidak lengket ari-ari saat
melahirkan
3) Tidak boleh mandi saat maghrib atau senja hari supaya kulit bayi tidak kemerah-
merahan
Fakta : Menurut ilmu medis, mandi di waktu maghrib dapat merusak saraf.
Sebaiknya menghindari mandi di waktu magrib. Namun, mandi di waktu maghrib
atau senja tidak ada kaitan dengan kulit bayi yang kemerah- merahan.
4) Tidak boleh melakukan pekerjaan layu on ( daun pisang diasap-asap-kan pada api
supaya menjadi layu dan wangi ) agar kulit bayi tidak mengalami bercak-bercak
lebam.
5) Tidak boleh melihat kera karena dikhawatirkan kelak bayi yang dikandungnya
akan mirip kera.
6) Tidak boleh keluar pada saat maghrib, malam hari, hujan rintik- rintik karena
dikhawatirkan ada makhluk halus yang mengikuti dan mengganggu
kandungannya
7) Tidak boleh melangkahi parit dan kali supaya tidak menyebabkan keguguran.
8) Pantang duduk di atas tangga rumah (bak ulee rinyeun) karena akan mengalami
kesulitan saat melahirkan.
9) Pantang melihat gambar binatang yang menyeramkan, seperti : kera, gambar
kecelakaan dan gambar yang tidak islami.

ix
10) Larangan makan yang dianggap “tajam” seperti nanas karena dikhawatirkan akan
keguguran
Fakta : Yang berbahaya bagi ibu hamil sebetulnya buah nanas muda dan
sangat asam, serta dikonsumsi dalam jumlah banyak. Buah nanas yang matang,
justru banyak mengandung zat-zat gizi untuk perkembangan janin, seperti
vitamin A, vitamin C, kalsium (Ca), fosfor (P), magnesium (Mg), zat besi (Fe),
na-trium (Na), kalium (K), gula dektrosa, sukrosa dan serat. Sebelum dimakan,
rendamlah di dalam air garam untuk menghilangkan getahnya.
11) Tidak boleh minum es agar bayinya tidak besar sehingga tidak mengalami
kesulitan ketika melahirkan
12) Larangan makan nasi kerak karena dikhawatirkan ari-ari tidak keluar
(lengket) pada saat melahirkan
13) Tidak boleh makan makanan dingin karena dikhawatirkan badan ibu
menggigil kedinginan saat melahirkan
14) Pantang menyiangi ikan hidup seperti lele dan gabus agar anak-nya kelak
tidak terkejut-kejut
15) Jangan tidur di pagi hari karena akan mengalami kesulitan saat melahirkan.

2. Tradisi Kebudayaan Intranatal Care


Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi
budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan kebudayaan ibu bersalin yang
berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Beberapa hal yang dilakukan oleh
masyarakat pada ibu bersalin :
a) Minum rendaman air rumput Fatimah akan merangsang mulas.
Memang, rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu hamil, tapi apa
kandungannya belum diteliti secara medis. Rumput fatimah atau biasa disebut
Labisia pumila ini, berdasarkan kajian atas obat-obatan tradisional di Sabah,
Malaysia, tahun 1998, dikatakan mengandung hormon oksitosin yang dapat
membantu menimbulkan kontraksi.
Tapi, apa kandungan dan seberapa takarannya belum diteliti secara medis.
Jadi, harus dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum meminumnya. Karena, rumput
ini hanya boleh diminum bila pembukaannya sudah mencapai 3-5 cm, letak kepala
bayi sudah masuk panggul, mulut rahim sudah lembek atau tipis, dan posisi ubun-
ubun kecilnya normal. Jika letak ari-arinya di bawah atau bayinya sungsang, tak
x
boleh minum rumput ini karena sangat bahaya. Terlebih jika pembukaannya belum
ada, tapi si ibu justru dirangsang mulas pakai rumput ini, bisa-bisa janinnya malah
naik ke atas dan membuat sesak nafas si ibu. Mau tak mau, akhirnya dilakukan
jalan operasi.
b) Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan,
akan membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar.
Ini tak benar, Keluarnya cairan keputihan pada usia hamil tua justru tak
normal, apalagi disertai gatal, bau, dan berwarna. Jika terjadi, segera konsultasikan
ke dokter. Ingat, bayi akan keluar lewat saluran lahir. Jika vagina terinfeksi, bisa
mengakibatkan radang selaput mata pada bayi. Harus diketahui pula, yang
membuat persalinan lancar bukan keputihan, melainkan air ketuban. Itulah
mengapa, bila air ketuban pecah duluan, persalinan jadi seret.
c) Minum minyak kelapa memudahkan persalinan.
Minyak kelapa, memang konotasinya bikin lancar dan licin. Namun dalam
dunia kedokteran, minyak tak ada gunanya sama sekali dalam melancarkan
persalinan. Mungkin secara psikologis, ibu hamil menyakini, dengan minum dua
sendok minyak kelapa dapat memperlancar persalinannya. Jika itu demi
ketenangan psikologisnya, maka diperbolehkan, karena minyak kelapa bukan
racun.
d) Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan.
Madu tak boleh sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup,
sebaiknya jangan minum madu karena bisa mengakibatkan overweight. Madu
termasuk karbonhidrat yang paling tinggi kalorinya. Jadi, madu boleh diminum
hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB naik dari batas yang ditentukan, sebaiknya
segera hentikan. Demikian juga dengan telur, pada dasarnya selama telur itu
matang maka tidak akan berbahaya bagi kehamilan. Hal ini disebabkan karena
telur banyak mengandung protein yang dapat menambah kalori tubuh.
e) Makan durian, tape, dan nanas bisa membahayakan persalinan.
Ini benar karena bisa mengakibatkan perndarahan atau keguguran. Durian
mengandung alkohol, jadi panas ke tubuh. Begitu juga tape serta aneka masakan
yang menggunakan arak, sebaiknya dihindari. Buah nanas juga, karena bisa
mengakibatkan keguguran.
f) Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit persalinan.

xi
Yang membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi, melainkan ibu yang
pernah mengalami dua kali kuret atau punya banyak anak, misal empat anak. Ari-
ari lengket bisa berakibat fatal karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah
mengalami kuret sebaiknya melakukan persalinan di RS besar. Hingga, bila terjadi
sesuatu dapat ditangani segera.

3. Tradisi Kebudayaan Postnatal Care


a) Tidak boleh bersenggama
Dari sisi medis, jelas dr. Chairulsjah Sjahruddin, SpOG, MARS, sanggama
memang dilarang selama 40 hari pertama usai melahirkan. Alasannya, aktivitas
yang satu ini akan menghambat proses penyembuh- an jalan lahir maupun involusi
rahim, yakni mengecilnya rahim kembali ke bentuk dan ukuran semula. Selain
karena fungsi hormonal tubuh yang bersang- kutan belum kembali aktif bekerja.
Kalau sanggama dipaksakan terjadi dalam tenggang waktu itu, kemungkinan yang
terjadi bisa macam- macam.
Di antaranya infeksi atau malah perdarahan. Sebabnya, mukosa jalan lahir
setelah persalinan sangat peka akibat banyaknya vaskularisasi/aliran darah, hingga
terjadilah perlunakan mukosa jalan lahir. Dengan berjalannya waktu, vaskularisasi
ini kian berkurang dan baru akan normal kembali 3 bulan setelah bersalin. Belum
lagi libido yang mungkin memang belum muncul ataupun pengaruh psikologis,
semisal kekhawatiran akan robeknya jahitan maupun ketakutan bakal hamil lagi.
b) Kaki harus lurus
Menurut Koesmariyah, baik saat berjalan maupun berbaring, kaki harus lurus.
Dalam arti, kaki kanan dan kiri enggak boleh saling tumpang tindih ataupun
ditekuk. Selain agar jahitan akibat robekan di vagina tak melebar ke mana-mana,
juga dimaksudkan supaya aliran darah tetap lancar alias tak terhambat. Secara
medis, posisi kaki yang lurus memang lebih menguntungkan karena membuat
aliran darah jadi lancar. Sedangkan mobilisasi secara umum, pada dasarnya boleh
dan malah harus dilakukan. Makin cepat dilakukan kian menguntungkan pula.
Dengan catatan, kondisi si ibu dalam keadaan baik, semisal tak mengalami
perdarahan atau kelainan apa pun saat melahirkan. Selain patokan bahwa dalam 8
jam pertama setelah melahirkan ia sudah bisa BAK dan BAB serta selera
makannya bagus. Begitu juga tensi, denyut nadi, dan suhu tubuhnya dalam batas
normal. Soalnya, jika tak bisa BAK dan BAB berarti ada sesuatu yang enggak

xii
beres yang akan berpengaruh pada kontraksi dan proses involusi (pengecilan
kembali) rahim.
c) Tidak boleh tidur siang
Pantangan yang satu ini kedengarannya keterlaluan. Bayangkan, meski
ngantuk setengah mati lantaran sering terbangun malam hari karena harus
menyusui dan menggantikan popok si kecil, si ibu tak boleh tidur siang. Menurut
Chairulsjah, tidur berkepanjangan memang mengundang proses recovery yang
lebih lambat. "Makin lama berbaring makin besar pula peluang terjadi
tromboemboli atau pengendapan elemen-elemen garam." Lalu bila si ibu
bangun/berdiri mendadak, endapan elemen tersebut dikhawatirkan lepas dari
perlekatannya di dinding pembuluh darah. Padahal akibatnya bisa fatal, lo.
Endapan-endapan tadi bisa masuk ke dalam pembuluh darah lalu ikut aliran darah
ke jantung, otak dan organ-organ penting lain yang akan memunculkan stroke.
d) Tak boleh keramas
Pantangan yang satu ini dicemaskan bisa membuat si ibu masuk angin. Itu
sebab, sebagai gantinya rambut cukup diwuwung, yakni sekadar disiram dengan
air dingin. Lagi-lagi, penyiraman ini diyakini agar darah putih bisa turun dan tak
menempel di mata. Namun agar tak bau apek dan tetap harum disarankan
menggunakan ratus pewangi.
Tentu saja pantangan semacam itu untuk kondisi jaman sekarang dirasa
memberatkan. Terlebih untuk ibu-ibu yang harus sering beraktivitas di luar rumah.
Sedangkan mandi boleh-boleh saja asal dilakukan jam 5 atau 6 untuk mandi pagi
dan sebelum magrib untuk mandi malam. Penggunaan air dingin, katanya, justru
lebih baik ketimbang air hangat karena bisa melancarkan produksi ASI.
e) Hindari makan jemek
Golongan makanan yang harus dijauhi adalah pepaya, durian, pisang, dan
terung. Karena konon ragam makanan tadi bisa dikhawatirkan bikin benyek organ
vital kaum Hawa. Termasuk makanan bersantan dan pedas karena pencernaannya
bakal terganggu yang bisa berpengaruh pada bayinya. Begitu juga ikan dan telur
asin serta makanan lain yang berbau amis karena dikhawatirkan bisa
menyebabkan bau anyir pada ASI yang membuat bayi muntah saat disusui. Selain
juga, proses penyembuhan luka- luka di jalan lahir akan lebih lambat.
Secara medis, menurut Chairulsjah, tak benar anggapan untuk pantang pepaya
dan pisang yang justru amat dianjurkan karena tergolong sumber makanan yang

xiii
banyak mengandung serat untuk memudahkan BAB. Ikan dan telur juga
merupakan salah satu sumber protein hewani yang baik dan amat dibutuhkan
tubuh. Sedangkan durian memang tak dianjurkan karena kandungan kolesterolnya
tinggi, selain memicu pembentukan gas yang bisa mengganggu pencernaan.
f) Tidak boleh berpergian
Larangan ini, bertujuan supaya si ibu tak terlalu letih beraktivitas. Kalau capek
bisa-bisa ASI-nya berkurang. Kasihan si kecil. Karena biasanya seumur ini sedang
kuat-kuatnya menyusu. Belum lagi kemungkinan si bayi rewel ditinggal ibunya
terlalu lama. Sementara kalau diajak pun masih kelewat kecil. Malah takut ada
apa-apa di jalan, terutama kalau menggunakan angkutan umum. Bepergian pun
membuat si ibu jadi tak tahan menghadapi aneka godaan untuk menyantap segala
jenis makanan yang dipantang.

4. Tradisi Kebudayaan Pelayanan BBL :


a) Masyarakat masih banyak tidak menerima proses memandikan bayi baru lahir
setelah enam jam proses pasca persalinan.
Masyarakat beranggapan bayi ketika baru lahir harus segera dimandikan
karena amis dan kotor. Padahal Evidenbased nya bayi dimandikan setelah 6 jam
pasca persalinan karena ditakutkan terjadinya hipotermi pada bayi baru lahir agar
kebiasaan masyarakat ini tidak berlangsung terus menerus maka bidan dan wadah
profesinya harus terus memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada
masyarakat.
b) Dibedong agar kaki tidak bengkok.
Ternyata di bedong bisa membuat peredaran darah bayi menjadi terganggu,
kerja jantung akan lebih berat memompa darah, akibatnya bayi akan sering sakit
di daerah paru-paru dan jalan nafasnya. Selain itu dibedong akan menghambat
perkembangan motorik si bayi karena tidak ada kesempatan untuk bergerak.
Sebaiknya dibedong saat sesudah mandi untuk melindungi dari dingin atau saat
cuaca dingin itu pun dibedong longgar.
Jadi dibedong itu tidak ada hubungannya dengan pembentukan kaki karena
semua kaki bayi yang baru lahir kakinya bengkok, sebab di dalam perut tidak ada
ruang yang cukup untuk meluruskan kakinya sehingga waktu lahirpun masih
bengkok, tapi akan lurus dengan sendirinya.
c) Hidung ditarik-tarik agar mancung.

xiv
Sebenarnya tidak hubungannya menarik hidung dengan mancung tidaknya
hidung, semua tergantung dari bentuk tulang hidungnya dan itu sudah bawaan,
lagi pula kasihan bayinya.
d) Pemakaian gurita agar tidak kembung.
Ini jelas salah karena pemakaian gurita akan menghambat perkembangan
organ-organ perut. Sekarang bayangkan kalau perut anda di ikat seperti itu tentu
akan merasa sesak dan tidak nyaman bukan. Jika memang harus memakaikan
gurita jangan mengikat terlalu kencang terutama di bagian dada agar jantung dan
paru- parunya bisa berkembang dengan baik. Dan jika tujuannya supaya pusar
tidak bodong sebaiknya di pakaikan hanya di pusar dan ikatannya pun tidak
kencang.
e) Menggunting bulu mata agar lentik.
Memotong bulu mata bisa mengurangi fungsinya untuk melindungi mata dari
benda-benda asing. Panjang pendeknya bulu mata sudah menjadi bawaan dari
bayi itu sendiri.

C. Cara Bidan Mengatasi Presepsi Tradisi Kebudayaan Tidak benar yang


Berkembang di Masyarakat
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat,
mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya,
berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja
dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan
dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.
Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu diperhatikan
oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan aspek sosial-budaya,
telah diuraikan dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu :
Mengenai wilayah, struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta sistem
pemerintahan desa dengan cara :
1. Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah ada pembagian
wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta mencari keterangan
tentang penduduk dari masing-masing RT.

xv
2. Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna, tokoh
masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain- lain.
3. Mempelajari data penduduk yang meliputi :
a) Jenis kelamin
b) Umur
c) Mata pencaharian
d) Pendidikan
e) Agama
4. Mempelajari peta desa
5. Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan golongan.
6. Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan harus
mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu kunci
keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan yang pertama
kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah mempelajari bahasa yang
digunakan oleh masyarakat setempat.

Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang


meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan
kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal
lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

Dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif


untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan
kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut. Misalnya :
Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan
yang ditampilkan di awal pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.

xvi
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Faktor - faktor sosial-budaya mempunyai peranan penting dalam memahami sikap
dan prilaku menanggapi kehamilan dan kelahira.Sebagian pandangan budaya mengenai
hal-hal tersebut telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan masyarakat yang
bersangkutan.Oleh karna itu, meskipun petugas kesehatan mungkin menemukan suatu
bentuk prilaku atau sikap yang terbukti kurang menguntungkan bagi kesehatan,seringkali
tidak mudah bagi mereka untuk mengadakan perubahan terhadapnya,akibat telah
tertanamnya keyakinan yang melandasi sikap dan prilaku itu secara mendalam pada
kebudayaan warga komuniti tersebut.
Kajian antropologi mengenai kehamilan dan kelahiran bagi wanita dengan segala
konsekuensi baik dan buruknya terhadap kesehatan ini perlu dijadikan bahan
pertimbangan bagi para personil kesehatan di indonesia dalam upaya meningkatkan
keberhasilan pelayanan kesehatan yang mereka terapkan bagi ibu. Khususnya,
pemahaman yang menyeluruh dan utuh terhadap berbagai pandangan,sikap dan prilaku
kehamilan dan kelahiran dalam konteks budaya masyarakat yang bersangkutan, sangat
diperlukan bagi pembentukan strategi- strategi yang lebih tepat dalam melakukan
perubahan yang diinginkan.
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat,
mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya,
berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja
dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan
dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya. Agar bidan dapat menjalankan praktik atau
pelayanan kebidanan dengan baik, hendaknya bidan melakukan beberapa pendekatan
misalnya pendekatan melalui kesenian tradisional.

xvii
B. Saran
1. Saat ibu sedang hamil muda (1 sampai 3 bulan) tidak melakukan pekerjaan yang berat
karena dapat menyebabkan keguguran pada janin.
2. Selalu mengkonsumsi makan yang banyak mengandung vitamin A,D,E, dan K.
3. Selalu rutin untuk memeriksakan kandungan kepada tim medis (dokter kandungan
atau bidan) .
4. Bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat wilayah kerjanya, yang meliputi
tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan
sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

xviii
DAFTAR PUSTAKA

ejournal.undip.ac.id/index.php/sabda/article/download/13267/10052

http://siwisan.wordpress.com/2010/09/28/kesehatan-ibu-dan-anak-persepsi- budaya-
dan-dampak-kesehatannya/ (Online) Diakses tanggal 4 April 2020

http://shidiqwidiyanto.wordpress.com/2009/04/03/aspek-budaya-tentang- kesehatan-
dan-penyakit/ (Online) Diakses tanggal 4 April 2020

https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/cara-pendekatan-sosial-budaya-dalam-
praktik-kebidanan/ (Online) Diakses tangggal 4 April 2020

xix

Anda mungkin juga menyukai