Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT . atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini , sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
baginda kita Nabi besar Muhammad saw yang telah membawa umat-Nya dari zaman jahiliah
menuju zaman islamiah.

Ucapan terima kasih pun tak lupa kami sampaikan kepada pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini.

Semoga hasil wawancara yang berbentuk makalah ini dapat memberi manfaat sebagai
tambahan ilmu bagi yang membutuhkannnya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari standar kesempurnaan.
Oleh karena itu kami membutuhkan saran dan masukan dari pembaca demi kebaikan makalah
selanjutnya.

Rengat, Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. iii

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sosial Budaya Masa Kehamilan Di Bali..................................................... 1

2.2 Sosial Budaya Masa Kelahiran Di Bali ....................................................... 3

2.3 Sosial Budaya Masa Nifas Di Bali ............................................................. 6

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ....................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Mitos-mitos yang lahir di masyarakat ini kebenarannya kadang tidak masuk akal dan bahkan
dapat berbahaya bagi ibu dan bayi. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang merawat ibu nifas dan bayi baru lahir.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kebudayaan di suatu daerah telah mendarah daging dan
menjadi suatu ritual yang harus dilakukan. Oleh karena itu di sinilah tugas dan peran bidan
untuk mengarahkan masyarakat menjadi manusia yang mengerti tentang kebudayaan tanpa
menganggu kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi.

iii
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SOSIAL BUDAYA MASA KEHAMILAN DI BALI

1. Istri Hamil, Suami Tidak Boleh Cukur Rambu


Dalam masyarakat Hindu di Bali sampai saat ini masih sering kita lihat berbagai
tradisi dipercaya dan dilaksanakan dengan patuh. Disisi lain ada juga orang yang tidak
lagi menjalankan tradisi tersebut dengan berbagai alasan. Namun banyak orang yang
sekedar melaksanakan saja tradisi-tradisi ini tanpa memahami secara mendalam
maksud dan tujuan dari tradisi tersebut.
Sebagai contoh, ketika si istri sedang hamil, maka lelaki atau suaminya tidak akan
memotong rambutnya dan dibiarkan panjang.
Khususnya berkaitan dengan kehamilan orang Bali juga mengenal berbagai
pantangan. Salah satu adalah suami yang istrinya hamil tidak boleh cukur rambut
pantangan cukur rambut masih seringkali ditaati para lelaki walaupun mereka mungkin
tidak tahu mengapa. Mungkin mereka melakukannya saja untuk berjaga-jaga. Kalau
tidak ada kegunaannya, juga tidak ada salahnya.
Meskipun juga ada banyak calon ayah yang tidak mempraktekkannya tabu
pantang cukur rambut lagi, makna yang terkandung di dalam tabu ini mereka lanjutkan
dalam wujud lain. Misalnya suami ikut aktif merawat kesehatan fisik dan psikis sang
istri. Menjaga perasaan istri jangan sampai terluka oleh perbuatannya atau kata-
katanya, melayani istri terutama menyangkut soal-soal merawat kehamilannya,
mencurahkan kasih yang lebih khusus pada sang istri, dan memberikan tuntunan
kerokhanian pada istri dengan sebaik-baiknya.
Nampaknya hal inilah yang sebaiknya dilakukan sebagai ganti tradisi suami tabu cukur
rambut.
2. Ibu Hamil Harus Menutupi Perutnya Dengan Handuk
Di daerah bali rakyatnya mempercayai bahwa ibu hamil harus menutupi
perutnya dengan handuk agar anak yang di kandungnya itu tidak termasuki oleh roh
roh halus.
Ibu hamil yang menutupi perutnya dengan handuk bila kita lihat dalam ilmu kesehatan
itu tidak apa apa dan tidak berbahaya bagi janin dalam kandungannya maupun untuk

1
ibunya sendiri asalkan handuk yang digunakan ibu itu adalah handuk yang bersih, justru
itu mungkin juga bisa untuk melindungi keadaan ibu dan juga janin yang ada di
kandungannya
3. Megedong – Gedongan : Upacara Bayi Dalam Kandungan
Upacara Megedong – Gedongan adalah upacara yang dilakukan untuk bayi yang
masih ada dalam kandungan ibunya, Megedong – Gedongan termasuk dalam Manusa
Yadnya. Agama Hindu khususnya di Bali tak bisa lepas dari upacara, upacara dalam
agama Hindu disebut Yadnya. Yadnya terdiri dari 5 macam yang biasa disebut Panca
Yadnya, yaitu :
 Dewa Yadnya : Upacara suci yang dipersembahkan untuk dewa-dewi, Tuhan Yang
Maha Esa.
 Bhuta Yadnya : Upacara suci yang dilakukan untuk menyucikan alam beserta
isinya.
 Manusa Yadnya: Upacara suci yang dilakukan pada manusia.
 Pitra Yadnya : Upacara suci yang dipersembahkan kepada roh leluhur.
 Rsi Yadnya : Upacara suci yang dilakukan untuk para orang suci umat Hindu.

Masing-masing Yadnya tersebut memilik bagian-bagian lagi. Untuk upacara yang


termasuk Manusa Yadnya mulai dari Megedong-Gedongan, Otonan, Tiga Bulanan,
Metatah (potong gigi), Pawiwahan (pernikahan) dan lainnya Pelaksanaan upacara
Megedong – Gedongan adalah ketika kehamilan berumur 7 bulan Bali (1 bulan Bali =
35 hari) atau sekitar 8 bulan masehi. Namun di beberapa tempat di Bali ada juga yang
melaksanakan ketika kehamilan berumur 6 bulan Bali. upacara Megedong – Gedongan
dilakukan ketika kehamilan berumur 7 Bulan Bali dan dicari agar bertepatan dengan
hari Purnama. (Ida Pendanda). Sore harinya upacara Megedong – Gedongan
dilaksanakan di rumah yang dipuput oleh Pemang. Pelaksanaan upacara Megedong –
Gedongan kurang lebih seperti upacara Otonan, namun ada beberapa sesajen yang
berbeda Terakhir pasangan suami istri akan duduk berdampingan untuk mendengarkan
kekawin (kidung suci) yang berisi tentang petuah dan nasehat untuk ibu hamil dan juga
suaminya. Dalam petuah tersebut banyak hal yang berisi tentang larangan dan juga
saran untuk pasangan suami istri. Misalnya suami tidak boleh berkata kasar atau berbuat
kasar pada istri, suami tidak boleh membangunkan istri dengan tiba-tiba dan berbagai
hal lainnya. Walaupun upacara Megedong – Megedongan hanya ada dalam agama

2
Hindu, tetapi di daerah Jawa juga ada upacara serupa, biasa disebut dengan Tujuh
Bulanan. Namun upacara Tujuh Bulanan tersebut bukan upacara agama melainkan
upacara adat. Ini mungkin tidak lepas dari sejarah dimana dulunya agama Hindu adalah
agama yang dianut di nusantara sebelum agama lain masuk Indonesia.
Upacara tersebut hingga kini masih dilaksanakan oleh sebagian penduduk di Jawa
apapun agamanya karena upacara tersebut merupakan warisan leluhur yang pada
dasarnya mempunyai tujuan suci dan kebaikan khususnya bagi bayi yang ada dalam
kandungan sang ibu.
Upacara magendong gendong seperti yang diadakan dibali ini bagus dapat
mempertahankan warisan budaya dan juga dapat juga untuk melakukan ritual untuk
kehamilan,dan ini tidak merugikan bagi kesehatan bayi dan janinnya karna upacara ini
justru memberi keselamatan bagi ibu hamil karena upacara ini berisi petuah dan doa-
doajadi justru bermanfaat

2.2 SOSIAL BUDAYA MASA KELAHIRAN DI BALI

1. Upacara Pagedong-gedongan ( Upacara Bayi dalam Kandungan )

Upacara ini bertujuan memohon kehadapan Hyang Widhi agar bayi yang ada di
dalam kandungan itu di berkahi kebersihan secara lahir bathin. Demikian pula ibu
beserta bayinya ada dalam keadaan selamat dan dikemudian setelah lahir dan dewasa
dapat berguna di masyarakat serta dapat memenuhi harapan orang tua. Di samping perlu
adanya upacara semasih bayi ada di dalam kandungan, agar harapan tersebut dapat
berhasil, maka si ibu yang sedang hamil perlu melakukan pantangan-pantangan
terhadap perbuatan atau perkataan-perkataan yang kurang baik dan sebaliknya
mendengarkan nasehat-nasehat serta membaca membaca buku-buku wiracarita atau
buku lain yang mengandung pendidikan yang bersifat positif. Sebab tingkah laku dan
kegemaran si ibu di waktu hamil akan mempengaruhi sifat si anak yangmasih di dalam
kandungan.

2. Upacara Bayi Lahir

Upacara ini merupakan cetusan rasa gembira dan terima kasih serta angayu
Bagia atas kelahirannya si bayi kedunia dan mendoakan agar bayi tetap selamat serta

3
sehat walafiat. Pada saat bayi lahir, yang perlu juga di perhatikan adalah upacara
perawatan Ari-ari. Ari-ari ini di cuci dengan air bersih atau air kumkuman, kemudian
di masukkan ke dalam sebutir kelapa yang di belah dua dengan Ongkara ( pada bagian
atas ) dan Ahkara pada bagian bawah. Kelapa tersebut di bungkus dengan kain putih
kemudian di pendam ( di tanam ) di muka pintu rumah ( yang laki di sebelah kanan dan
yang perempuan di sebelah kiri ). Setelah di tanam pada bagian atasnya hendaknya di
isi daun pandan yang berduri dengan tujuan untuk menolak gangguan dari kekuatan-
kekuatan yang bersifat negatif.

3. Upacara Kepus Puser

Upacara ini juga di sebut Upacara Mapanelahan. Setelah puser itu putus maka
puser tersebut di bungkus dengan secarik kain, lalu di masukkan ke dalam sebuah tipat
kukur yang di sertai dengan bumbu-bumbu dan kemudian tipat tersebut di gantungkan
di atas tempat tidur si bayi. Mulai saat inilah si bayi di buatkan Kumara, yaitu tempat
memuja Dewa Kumara sebagai pelindung anak-anak.

4. Upacara Bayi berumur 42 Hari

Upacara ini disebut juga upacara tutug kambuhan. Pada usia 42 hari bayi di
buatkan upacara “ Macolongan “. Tujuannya adalah memohon pembersihan dari segala
keletehan ( kekotoran dan noda ), terutama si ibu dan bayinya di beri tirtha pangklutan
pabersihan, sehingga si ibu dapat memasuki tempat-tempat suci seperti Pura, Merajan
dan sebagainya.

5. Upacara Nyambutin

Upacara Nyambutin ini diadakan setelah bayi tersebut berumur 105 hari. Pada
umur ini si bayi telah di anggap suatu permulaan untuk belajar duduk, sehingga di
adakan upacara Nyambuitn di sertai dengan upacara “ Tuwun di pane “ dan mandi
sebagai penyucia atas kelahirannya di dunia. Upacara ini bertujuan untuk memohon
kehadapan Hyang Widhi agar jiwatman si bayi benar-benar kembali kepada raganya.

6. Upacara Satu Oton

Upacara satu oton atau yang di sebut dengan Otonan ini di lakukan setelah bayi
berumur 210 hari, dengan mempergunakan perhitungan pawukon. Upacara ini
bertujuan agar segala keburukan dan kesalahan-kesalahan yang mungkin di bawa oleh

4
si bayi dan semasa hidupnya terdahulu dapat di kurangi atau di tebus, sehingga
kehidupan yang sekarang benar-benar merupakan kesempatan untuk memperbaiki serta
meningkatkan diri untuk mencapai kehidupan yang sempurna. Serangkaian pula
dengan Upacara Otonan ini adalah upacara pemotongan rambut yang pertama kali,
yang bertujuan untuk membersihkan ubun-ubun ( Ciwa Dwara ). Pelaksanaan upacara
satu oton ini juga di maksudkan untuk memohon kehadapan Ibu Pertiwi agar ikut
mengasuh si bayi sehingga si bayi tidak mendapatkan kesulitan, selamat dan tumbuh
dengan sempurna. Untuk ini di adakan pula upacara turun tanah yang di injakkan untuk
pertama kalinya di beri gambar bedawang nala sebagai lambang dasar dunia, sedangkan
si bayi di tutupi dengan sangkar yang di sebut sudamala.

7. Upacara Meningkat Dewasa (Munggah Daa)

Upacara ini bertujuan untuk memohon kehadapan Hyang Widhi agar yang
bersangkutan di berikan petunjuk atau bimbingan secara gaib sehingga ia dapat
mengendalikan diri dalam menghadapi masa pancaroba. Upacara ini pada umumnya di
titikberatkan pada anak perempuan. Hal ini mungkin di sebabkan karena wanita di
anggap kaum yang lemah serta lebih banyak menanggung akibat pertimbangan-
pertimbangan. Di samping itu, menurut Hindu bahwa kaum wanita dapat di anggap
sebagai barometer tingi rendah atau baik dan buruknya martabat dari suatu keluarga
dan lain-lain.

8. Upacara Potong Gigi

Upacara ini dapat di lakukan baik terhadap anak laki-laki maupun anak
perempuan yang sudah menginjak dewasa. Dalam Upacara potong gigi ini, maka gigi
yang di potong ada 6 buah, yaitu empat buah gigi atas dan dua buah lagi gigi taring
atas. Secara rohaniah pemotongan terhadap ke enam gigi tersebut merupakan simbolis
untuk mengurangi ke enam sifat Sad Ripu yang sering menyesatkan dam
menjerumuskan manusia ke dalam penderitaan atau kesengsaraan. Sifat-sifat Sad Ripu
yang di maksud adalah nafsu birahi, kemarahan, keserakahan, kemabukkan,
kebingungan dan sifat iri hati. Tetapi secara lahiriah, pemotongan gigi itu dapat pula di
anggap untuk memperoleh keindahan, kecantikan dan lain sebagainya. Pelaksanaan
Upacara Potong gigi ini bertujuan, di samping agar yang bersangkutan kelak nanti
setelah mati dapat bertemu dengan para leluhurnya dan bersatu dengan Hyang Widhi,

5
juga agar yang bersangkutan selalu sukses dalam segala usaha, terhindar dari segala
penyakit serta dapat mengendalikan diri dan mengusir kejahatan.

2.3 SOSIAL BUDAYA MASA NIFAS DI BALI

Ada beberapa upacara adat bali yang diperuntukkan untuk bayi adat bali. Semua
upacara adat bali yang dilkukan pada manusia, upacara adat bali umumnya dikaitkan dengan
upacara agama hindu yang merupakan agama mayoritas dibali. Oleh sebab itu, upacara adat
sekaligus menjadi upacara memuja tuhan, bersifat suci dan sakral. Salah satunya adalah
upacara megedong-gedongan yang dilakukan saat bayi masih dalam kandungan usia 7 bulan.
Upacara adat bali ini biasanya dilakukan pada saat bulan purnama, erat dengan agama hindu,
upcara ini dilkukan dengan tujuan yang suci dan berdoa untuk kebaikan sang bayi. Pada
upacara megedong-gedongan ini biasanya dilakukan pada saat bulan purnama. Erat dengan
agama hindu, upacara ini dilkukan dengan tujuan yang suci dan berdoa untuk kebaikan sang
bayi. Pada upacara megedong-gedongan ini, calon dan ibu akan diberikan nasihat untuk
kelancaran kehamilan hingga melahirkan.

Upacara Tutug Kambuhan juga merupakan upacara untuk sang bayi adat bali. Upacara
ini dilakukan setelah bayi beruia 42hari sehingga sering disebut upacara 42hari. Tutug
Kambuhan dilakukan masing-masing disetiap rumah bayi dan tidak dilakukan secara masal.
Tutug Kambuhan bertujuan untuk mengucapkan syukur kepada tuhan atas kelalaiannya.
Upacara ini sekaligus juga bertujuan untuk menyucikan sang bayi dan ibunya dari segala
kotoran dan noda sehingga kemudian sang ibu boleh memasuki tempat-tempat yang suci.

Bayi adat bali yang berusia 3 bulan juga dianjurkan untuk melakukan upacara
Nyambutin sesuai namanya, upacara ini memang untuk menyambut kedatangan sang bayi ke
dunia. Upacara Nyambutin juga bertujuan untuk meminta kepada Tuhan agar sang bayi
diberkati dan diijinkan menginjak bumi. Pada upacara ini, diberikanlah nama – nama bayi.
Penegasan nama-nama bayi sekaligus merupakan bentuk sambutan kepada sang bayi yang
telah menjadi manusia sempurna.

Upacara adat bali lainnya adalah upacara Otonan. Upacar ini dilakukan ketika bayi telah
berusia 210hari. Tujuannya adalah untuk menebus atau menghilangkan segala kesalahan yang
mungkin dibawa oleh bayi pda hidupnya terdahulu. Selain itu, juga memohon kepada Tuhan

6
agar memberikan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan kepada sang bayi. Pada upacara
Otonan ini, bayi adat bali untuk pertama kalinya akan menginjakkan kaki ke tanah.

1. Perawatan terhadap ari-ari

 Ari-ari disambut suami lalu suamilah yang membungkus ari-ari dengan kain putih.
Ari-ari dibungkus dengan kain putih (yang artinya berharap bayi itu melakukan
perbuatan suci setelah renkarnasinya)
Dampak positive : ayah dari bayi dapat dekat dengan bayi secara batin juga ikut
merasakan apa yang dirasakan oleh ibu
Dampak negative : tidak ada
 Ari-ari tersebut kemudian di masukkan kedalam kendil atau batok kelapa yang
paling besar. Dibatok kelapa bagian atas itu diberi tulisan ongkara dan yang bawah
ahkara bungan-bunga dan kelengkapan lainnya hanyalah syarat untuk sesajen. Saat
dikubur dibacakan mantra-mantra yang bertujuan untuk mendoakan bayi.
Dampak positive : tidak ada
Dampak negative : tidak ada
 Kemudian dikubur dipendam di samping rumah dengan ketentuan disebelah kanan
pintu itu ari-ari bayi laki-laki, dan sebelah kiri pintu itu adalah bayi perempuan dapat
juga setelah ari-ari dibungkus dibuang kelaut.
Dampak positive : tidak ada
Dampak negative : tidak ada

2. Perawatan Pada Ibu

 Tidak boleh kedapur


Dikarenakan ibu masih dalam kondisi kotor dan haruslah menjalani upacara 42hari
lahirnya bayi barulah boleh ibunya kedapur, selama itu yang kedapur dan
menyiapkan semuanya adalah suaminya boleh juga digantikna kerabatnya.
Dampak positif : baik untuk kondisi ibu nifas yang membutuhkan banyak istirahat
dan memang tidak diperbolehkan untuk beraktivitas yang berat
Dampak negatif : tidak ada
 Tidak boleh masuk ketempat peribadahan atau ke purenya karena ibu masih dalam
keadaan kotor. Setelah puser bayi lepas, ibu diberi makanan-makanan daging, ikan,
daging babi dan sebagainya bertujuan agar si bayi nanti tahan terhadap alergi bila
ia memakannya nanti.

7
Dampak positive : tidak ada
Dampak negative : tidak ada

3. Perawatan Pada Bayi

 Saat bayi lahir ayah si bayi dianjurkan menggendong dan membisikkan mantra-
mantra ke dekat telingan bayi dan mantra itu bertujuan untuk memberikan doa-doa
pada bayi.
Dampak positive : tidak ada
Dampak negative : tidak ada
 Setelah tali pusar lepas itu ada upacara lagi yang namanya ngelepas aon. Setelah
bayi umur 12hari namanya ngelepas lemeng
Dampak positive : orang tua bayi mensyukuri anak yang diberikan tuhan YME
Dampak negative : tidak ada
 Upacara 3bulanan atau nyambutin upacara ini bertujuan agar siwatma(jiwa) si bayi
benar-benar berada pada raganya disamping pembersihan dan penegasan nama
bayi.
Dampak positive : tidak ada
Dampak negative : tidak ada

8
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dalam masyarakat Hindu di Bali sampai saat ini masih sering kita lihat berbagai tradisi
dipercaya dan dilaksanakan dengan patuh. Disisi lain ada juga orang yang tidak lagi
menjalankan tradisi tersebut dengan berbagai alasan. Namun banyak orang yang sekedar
melaksanakan saja tradisi-tradisi ini tanpa memahami secara mendalam maksud dan tujuan dari
tradisi tersebut.

beberapa upacara adat bali yang diperuntukkan untuk bayi adat bali. Semua upacara
adat bali yang dilkukan pada manusia, upacara adat bali umumnya dikaitkan dengan upacara
agama hindu yang merupakan agama mayoritas dibali. Oleh sebab itu, upacara adat sekaligus
menjadi upacara memuja tuhan, bersifat suci dan sakral. Salah satunya adalah upacara
megedong-gedongan yang dilakukan saat bayi masih dalam kandungan usia 7 bulan.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://raniassi.wordpress.com/2015/04/10/adat-kelahiran-bali/
http://rikamultimedia2.blogspot.com/2012/05/makalah-kebudayaan-masyarakat-bali.html

10

Anda mungkin juga menyukai