Oleh
DESAK GEDE CARMA PUTRI
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat beserta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “filosofi kebidanan dan pelayanan komplementer. Tidak lupa kami ingin
mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan dan pembuatan makalah ini. Semoga segala bantuan yang
telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.Kami menyadari makalah ini
masih banyak kekurangan, baik dari segi isi, maupun sistematika. Oleh karena
itu, kami sangat berterima kasih apabila ada kritik dan saran untuk perbaikan dari
kesalahan makalah ini.Harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya dalam upaya peningkatan wawasan wacana
pendidikan nasional.Akhir kata kami hanya dapat mengucapkan terima kasih dan
semoga Allah selalu melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Tujuan Umum..................................................................................... 1
C. Tujuan Khusus.................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Fisiologi Asuhan Kebidanan............................................................... 3
B. Sejarah Filsafat.................................................................................... 4
C. Filsafat................................................................................................. 6
D. Fungsi Filsafat Ilmu............................................................................ 7
E. Landasan Filsafat Ilmu........................................................................8
F. Filosofi Kebidanan..............................................................................10
G. Konsep Dasar Terapi komplementer...................................................11
H. Dasar Hukum Terapi Komplementer..................................................12
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bidan adalah sebutan bagi orang yang belajar di sekolah khusus untuk
menolong perempuan saat melahirkan. Seseorang Bidan yang telah
menyelesaikan program Pendidikan Bidan yang diakui oleh negara serta
memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktik kebidanan di
negeri itu. Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan
nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa
pasca persalinan (post partum period), memimpin persalinan atas tanggung
jawanya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Asuhan ini termasuk
tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan
mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat
darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan
kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga termasuk keluarga dan
komunitasnya. Pekerjaan itu termasuk pendidikan antenatal, dan persiapan untuk
menjadi orang tua, dan meluas ke daerah tertentu dari ginekologi, keluarga
berencana dan asuhan anak. Dia bisa berpraktik di rumah sakit, klinik, unit
kesehatan, rumah perawatan atau tempat-tempat lainnya.
B. Tujuan Umum
Untuk menambah pengetahuan tentang filosofi falsafah, depinisi,
pelayanan, dan asuhan dalam dunia Kebidanan.
C. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam menyusun makalah ini adalah untuk dapat
mengetahui:
1. Fisiologi Asuhan Kebidanan
2. Sejarah Filsafat
1
3. Filsafat
4. Fungsi Filsafat Ilmu
5. Landasan Filsafat Ilmu
6. Filosofi Kebidanan.
7. Konsep Dasar Terapi komplementer
8. Dasar Hukum Terapi Komplementer
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
memberikan dukungan yang kuat bagi anggotanya. (Lowdermilk, Perry,
Bobak, 2000). Dalam hal pengambilan keputusan haruslah merupakan
kesepakatan bersama antara ibu, keluarganya, dan bidan, dengan ibu
sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan. Ibu
mempunyai hak untuk memilih dan memutuskan kepada siapa dan dimana
ia akan memperoleh pelayanan kebidanannya.
4. Asuhan kehamilan menghargai hak ibu hamil untuk berpartisipasi dan
memperoleh pengetahuan/pengalaman yang berhubungan dengan
kehamilannya. Tenaga profesional kesehatan tidak mungkin terus menerus
mendampingi dan merawat ibu hamil, karenanya ibu hamil perlu mendapat
informasi dan pengalaman agar dapat merawat diri sendiri secara benar.
Perempuan harus diberdayakan untuk mampu mengambil keputusan
tentang kesehatan diri dan keluarganya melalui tindakan KIE dan
konseling yang dilakukan bidan.
B. Sejarah Filsafat
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak
sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (zaman
Gubernur Jenderal Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam
pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak
adanya pelatih kebidanan.
Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang
Belanda yang ada di Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di
Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat
itu ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat,
Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela. Seiring
dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka
pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer
Belanda (dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak
dilakukan oleh dukun dan bidan.
4
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat
meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan
keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di
masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah
Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya
dilakukan pula dikota-kota besar lain di nusantara. Seiring dengan pelatihan
tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Dari BKIA inilah
yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang
dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957.
Puskesmas memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang
bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan
anak termasuk pelayanan keluarga berencana.
Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat
dengan masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada
Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan
bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana
kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan
nifas serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk. Pembinaan dukun bayi.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa melaksanakan kunjungan
rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan pembinaan pada
Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai
dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa.
Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya
dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan
berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik
antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga berencana, senam
hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas
dan ruang perinatal.
5
Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun
1994 yang menekankan pada reproduktive health (kesehatan reproduksi),
memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi:
1. Safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
2. Family Planning.
3. Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi
4. Kesehatan reproduksi remaja
5. Kesehatan reproduksi pada orang tua.
Dari uraian di atas pula, maka sejarah perkembangan di masing-masing
negara jelas memiliki perbedaan. Baik itu dalam perkembangan pelayanan,
maupun pendidikan kebidanannya. Dengan demikian, uraian mengenai sejarah
filsafat kebidanan di atas dapat dijadikan pembanding dan dapat kita pilah
mengenai hal positif dan negatif dari perbedaan tersebut.
C. Falsafah
Falsafah/filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-
dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah
pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar
mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu
sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara
mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan.
6
3. Menurut Aristoteles (384 - 322 SM) yang merupakan murid Plato
menyatakan filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda.
4. Menurut Marcus Tullius Cicero (106 – 43 SM) mengatakan bahwa
filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha
untuk mencapainya.
5. Menurut Al Farabi (wafat 950 M) filsuf muslim terbesar sebelum Ibn
Sina menyatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang
maujud dan bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya.
7
sekadar menolak ideologi-ideologi itu secara dogmatis dan dari luar, melainkan
untuk menanggapinya secara kritis dan argumentatif.
Salah satu fungsi terpenting filsafat adalah bahwa ia menyediakan dasar
dan sarana sekaligus bagi diadakannya dialog di antara agama-agama yang ada di
Indonesia pada umumnya dan secara khusus dalam rangka kerja sama antar-
agama dalam membangun masyarakat adil-makmur. Jadi filsafat adalah dasar
bagus bagi dialog antar-agama, karena argumentasinya mengacu pada manusia
dan rasionalitas pada umumnya, tidak terbatas pada pendekatan salah satu agama
tertentu, itu pun tanpa mengurangi pentingnya sikap beragama. Justru para
agamawan memerlukan filsafat supaya dapat bicara satu sama lain dan bersama-
sama memecahkan masalah-masalah sosial dan masalah-masalah nasional.
8
Dalam perbincangannya, seringkali Ontologi dihubungkan dengan
Metafisika, yakni cabang ilmu dalam filsafat yang berbicara mengenai keberadaa
(being) dan eksistensi (existence). Untuk memperjelas keberadaan keduanya,
Christian Wolf, sebagaimana dikutip oleh Rizal Mustansyir, membagi Metafisika
menjadi dua, yakni Metafisika Umum atau Ontologi yang membahas tentang hal
“Ada” (being) dan Metafisika khusus yaitu Psikologi (bicara hakikat manusia),
Kosmologi (bicara asal-usul semesta) dan Teologi (bicara keberadaan Tuhan).
(Mustansyir dan Munir, 2009: hlm. 12).
2. Epistemologi
Epistemologi adalah landasan ilmu yang mempersoalkan hakikat dan
ruang lingkup dari pengetahuan. Ia berasal dari istilah Yunani “episteme” yang
berarti pengetahuan dan “logos” yang artinya teori; jadi epistemologi secara
terminologi dapat dipahami sebagai teori tentang pengetahuan. Epistemologi
mempertanyakan berbagai persoalan seputar pengetahuan, seperti: Apa sumber
pengetahuan dan dari mana pengetahuan itu didapatkan? Apa sifat dasar dari
pengetahuan? Serta apakah pengetahuan itu benar, atau bagaimanakah kita
membedakan yang benar dari pengetahuan salah?.
Secara general, aliran dalam Epistemologi terbagi menjadi dua, pertama
Rasionalisme atau Idealisme, dan kedua Empirisme atau Realisme. Yang pertama
menekankan pada pentingnya peran ‘akal’ dan ‘idea’ sebagai sumber ilmu
pengetahuan, sedangkan panca indera dinomorduakan. Sedangkan aliran kedua
berbicara tentang penekanan ‘indera’ dan ‘pengalaman’ sebagai sumber sekaligus
alat dalam memperoleh pengetahuan. Kedua kelompok ini saling bersitegang,
hingga munculnya aliran ketiga, yaitu Rasionalisme Kritis yang menekankan
adanya kategori sintesis yakni perpaduan antara kedua sumber pengetahuan (akal
dan rasio) dalam sebuah ilmu pengetahuan. (Abdullah,dkk, 1995).
3. Aksiologi
Aksiologi, secara etimologi berasal dari kata axios yang berarti nilai dan
logos yang berarti teori. Sehingga Aksiologi dapat dipahami sebagai ilmu yang
menjadikan kodrat, kriteria, dan status metafisik dari nilai sebagai problem
bahasannya. Nilai yang dimaksud dalam hal ini adalah “Sesuatu yang dimiliki
9
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai”
(Bakhtiar, 2009) Dengan demikian, obyek formal dari Aksiologi adalah nilai itu
sendiri.
F. Filosofi Kebidanan
Filosofi kebidanan merupakan pandangan hidup atau penuntun bagi bidan
dalam memberi pelayanan kebidanan. Filosofi kebidanan menyatakan bahwa:
1. Profesi kebidanan secara nasional diakui dalam Undang-Undang maupun
peraturan pemerintah Indonesia yang merupakan salah satu tenaga
pelayanan kesehatan professional dan secara internasional diakui oleh
International Confederation of Midwives (ICM), FIGO dan WHO.
2. Tugas, tanggung jawab dan kewenangan profesi bidan yang telah diatur
dalam beberapa peraturan maupun keputusan menteri kesehatan ditujukan
dalam rangka membantu program pemerintah bidang kesehatan khususnya
ikut dalam rangka menurunkan AKI, AKP, KIA, Pelayanan ibu hamil,
melahirkan, nifas yang aman dan KB.
3. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia
dan perbedaan budaya. Setiap individu berhak untuk menentukan nasib
sendiri, mendapat informasi yang cukup dan untuk berperan di segala
aspek pemeliharaan kesehatannya.
4. Bidan meyakini bahwa menstruasi, kehamilan, persalinan dan menopause
adalah proses fisiologi dan hanya sebagian kecil yang membutuhkan
intervensi medis.
5. Persalinan adalah suatu proses yang alami, peristiwa normal, namun
apabila tidak dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal.
6. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap
wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapat
pelayanan yang berkualitas.
10
7. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga
yang membutuhkan persiapan mulai anak menginjak masa remaja.
8. Kesehatan ibu periode reproduksi dipengaruhi oleh perilaku ibu,
lingkungan dan pelayanan kesehatan.
9. Intervensi kebidanan bersifat komprehensif mencakup upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative ditujukan kepada individu, keluarga
dan masyarakat.
10. Manajemen kebidanan diselenggarakan atas dasar pemecahan masalah
dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kebidanan yang
professional dan interaksi social serta asas penelitian dan pengembangan
yang dapat melandasi manajemen secara terpadu.
11. Proses pendidikan kebidanan sebagai upaya pengembangan kepribadian
berlangsung sepanjang hidup manusia perlu dikembangkan dan
diupayakan untuk berbagai strata masyarakat.
11
(Complementary Alternative Medicine) adalah pengobatan non konvensional yang
di tunjukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan
terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas yang tinggi berlandaskan
ilmu pengetahuan biomedik. Artinya Pengobatan komplementer adalah
pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping
terapi konvesional/medis. Sedangkan pengobatan alternatif adalah jenis
pengobatan yang tidak dilakukan oleh paramedis/dokter pada umumnya, tetapi
oleh seorang ahli atau praktisi yang menguasai keahliannya tersebut melalui
pendidikan yang lain/non medis. Obat-obat komplementer yang dipergunakan
adalah obat bersifat natural yaitu mengambil bahan dari alam. Bahan-bahan yang
dipergunakan dalam pengobatan komplementer sebelumnya harus dikaji dan
diteliti keefektivitasannya dan keamanannya. Terapi komplementer bertujuan
untuk memperbaiki fungsi dari sistem – sistem tubuh, terutama sistem kekebalan
dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang
sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk
menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan
memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik dan lengkap serta perawatan
yang tepat.
12
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. : 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang
penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan
kesehatan.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 120/Menkes/SK/II/2008 tentang
standar pelayanan hiperbarik.
7. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik,
No. HK.03.05/I/199/2010 tentang pedoman kriteria penetepan metode
pengobatan komplementer – alternatif yang dapat diintegrasikan di fasilitas
pelayanan kesehatan
13
bayi dan anak, serta wanita usia reproduksi dan usia lanjut. (Kepmenkes RI,
No.369/MENKES/SK/III/2007) Walaupun di Indonesia belum ada Undang-
Undang yang mengatur secara khusus tentang pelaksanaan pelayanan kebidanan
komplementer, namun penyelenggaraan pengobatan komplementer secara umum
telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1109/Menkes/Per/IX/2007
tentang pengobatan komplementer-alternatif. Pelayanan kebidanan komplementer
merupakan bagian dari penerapan pengobatan komplementer dan alternatif dalam
tatanan pelayanan kebidanan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan,
definisi pengobatan komplementer dan alternatif adalah pengobatan non
konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan kualitas, keamanan
dan efektifitas yang tinggi. (Kepmenkes RI, No.1109/Menkes/Per/IX/2007)
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar, dapat dilakukan secara
mandiri, kolaborasi dan rujukan kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi
baru lahir, bayi dan anak, serta wanita usia reproduksi dan usia lanjut.
(Kepmenkes RI, No.369/MENKES/SK/III/2007) Walaupun di Indonesia belum
ada Undang-Undang yang mengatur secara khusus tentang pelaksanaan pelayanan
kebidanan komplementer, namun penyelenggaraan pengobatan komplementer
secara umum telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
No.1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang pengobatan komplementer-alternatif.
Pelayanan kebidanan komplementer merupakan bagian dari penerapan
pengobatan komplementer dan alternatif dalam tatanan pelayanan kebidanan.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan, definisi pengobatan komplementer
dan alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi.
(Kepmenkes RI, No.1109/Menkes/Per/IX/2007)
14
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan, sejarah
menunjukkan bahwa kebidanan merupakan salah satu profesi tertua didunia sejak
adanya peradaban utama manusia. Di Indonesia Perkembangan pendidikan dan
pelayanan kebidanan tidak terlepas dari masa penjajahan Belanda, masa
kemerdekaan, politik/kebijakan pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan
tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu teknologi.
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada
kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut
wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajad
kesehatan masyarakat.
Pelayanan kebidanan komplementer menggambarkan bentuk pelayanan
kebidanan yang terpisah dan berbeda dari pelayanan kebidanan konvensional,
namun diterapkan sebagai langkah dalam mendukung keadaan normal klien atau
sebagai pilihan alternatif dalam mengatasi penyulit ataupun komplikasi. Bagi
banyak bidan dan wanita, pelayanan kebidanan komplementer adalah pilihan
untuk mengurangi intervensi medis saat hamil dan melahirkan, dan berdasarkan
pengalaman hal tersebut cukup membantu. Namun, sebagian besar terapi ini tidak
dianggap bermakna dalam pengobatan konvensional.
B. Saran
Demikianlah makalah tentang “Filosofi Asuhan Kebidanan” yang dapat
penulis sajikan. Penulis sangat berharap kepada seluruh mahasiswa khususnya
dalam bidang kebidanan untuk dapat menerapkan/melaksanakan peran, fungsi dan
tugasnya dengan sebaik-baiknya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan
yang diberikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.
Aamiin.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ali yeyeh Rukiah, dkk, Asuhan Kebidanan II Persalinan Edisi Revisi, Jakarta:
TIM, 2009.
17