Oleh
ELISABETH MARULINA
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan kolaboratif kehamilan patologis dan
komplikasi ?
2. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan kolaboratif persalinan patologis dan
komplikasi ?
3. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan kolaboratif nifas patologis dan komplikasi ?
4. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan kolaboratif BBL patologis dan komplikasi ?
5. Mahasiswa mampu mengetahui Alur rujukan pelayanan kebidanan ?
3
BAB II
LANDASAN TEORI
4
Kehamilan ektopik, Solusio plasenta, Pre eklamsia, Eklamsia, Plasenta previa
(Sujiatini, 2009).
2. Perdarahan Pervaginam
1. Abortus
a. Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dengan usia
gestasi kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram
(Murray,2002).
b. Etiologi
Etiologi yang menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi : kelaina kromosom,
lingkungan nidasi kurang sempurna, dan pengaruh luar.
2. Infeksi akut, pneumonia, pielitis, demam tifoid, toksoplasmosis,
dan HIV.
3. Abnormalitas traktus genitalis, serviks inkompeten, dilatasi serviks
berlebihan, robekan serviks, dan retroversion uterus.
4. Kelainan plasenta.
c. Klasifikasi
Klasifikasi abortus dalah sebagai berikut :
5
1. Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, saat hasil konsepsi masih dalam uterus
tanpa adanya dilatasi serviks.
2. Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uterus yang
meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
3. Abortus inkompletus adalah pengeliaran hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih adanya sisa yang tertinggal dalam
uterus.
4. Abortus kompletus adalan abortus yang hasil konsepsinya sudah
dikeluarkan.
5. Abortus servikalis adalah keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi
oleh ostium uterus ekternum yang tidak membuka, sehinga semuanya
terkumpul dalam kanalis servikalis uterus menjadi besar, kurang lebih
bundar dengan dinding.
6. Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi
janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
7. Abortus habitualis adalah abortus yang berulang dengan frekuensi lebih
dari 3 kali.
8. Abortus septik adalah abortus infeksius berat disertai penyebaran kuman
atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
d. Manifestasi klinis
Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh
tentang perdarahan per vaginam setelah mengalami haid yang terlambat juga
sering terdapat rasa mulas dan keluhan rasa perut nyeri bagian bawah.
e. Penatalaksanaan
6
Ibu hamil sebaiknya segera menemui dokter apabila perdarahan terjadi selama
kehamilan. Ibu harus istirahat total dan di anjurkan untuk relaksasi. Tetapi
intravena atau transfusi darah dapat dilakukan bila diperlukan. Pada kasus
aborsi inkomplet diusahakan untuk mengosongkan uterus melalui pembedahan.
Begitu juga dengan kasus missed abortion jika janin tidak keluar spontan. Jika
penyebabnya adalah infeksi, evakuasi isi uterus sebaiknya ditunda sampai dapat
penyebab yang pasti untuk memulai terapi antibiotik (Mitayani, 2009:22-23).
2. Kehamilan ektopik
a. Definisi
Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang telah dibuahi di luar cavum
uterus. Implantasi dapat terjadi dituba falopi, ovarium, serviks, dan abdomen.
Namun kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah di tuba falopi
(Murria,2002).
b. Etiologi
Sebagian besar penyebab tidak banyak diketahui, kemungkinan faktor yang
memegang peranan adalah sebagai berikut.
1. Faktor dalam lumen tuba : endosalfingitis, hipoplasia lumen tuba.
2. Faktor dinding lumen tuba : endometriosis tuba, diventrikel tuba
congenital.
3. Faktor di luar dinding lumen tuba : perlengketan pada tuba, tumor.
4. Faktor lain : migrasi ovarium, fertilisasi in vitro.
c. Manifestasi klinik
Manifestasi klini pada pasien dengan kehamilan ektopik adalah senagai berikut :
1. Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak khas. Pada
umumnya ibu menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan
mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak
7
seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vagina, uterus membesar
dan lembek, walaupun mungkin besarnya tidak sesuai dengan usia
kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena
lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.
2. Gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai
terdapat gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat
diagnosisnya.
3. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik
terganggu. Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara
tiba-tiba dan intensitas yang kuat disertai dengan perdarahan yang
menyebabkan ibu pingsan dan masuk dalam syok.
4. Perdarahan per vaginam merupakan salah satu tanda penting yang
kedua pada kehamilan ektopik tergamggu (KET). Hal ini
menunjukkan kematian janin.
5. Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan
ektopik. Lamanya amenore bergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi (Mitayani, 2009:30).
d. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi.dalam
tindakan demikian,beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu
sebagai berikut:
1. Kondisi ibu pada saat itu
2. Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya.
3. Lokasi kehamilan ektopik.
4. Kondisi anatomis organ pelvis.
5. Kemampuan teknik bedah mikro dokter.
6. Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat.
8
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba Atau dapat dilakukan pembedahan konservatif. Apabila kondisi
ibu buruk, misalnya dalam keadaan syok , lebih baik dilakukan salpigektomi.
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belim pecah
biasanya ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari
tindakan pembedahan (Mitayani, 2009:29-31).
3. Mola Hidatidosa
a. Definisi
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh
berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan
sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil
anggur atau mata ikan (Moctar, Rustam, dkk, 1998:238 dalam Sujiatini,2009).
Mola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan
trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kistik villi
dan perubahan hidropik. Hamil anggur atau mola hidatidosa adalah kehamilan
abnormal berupa tumot jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan
pembentukan “bakal janin” sehingga terbentuk jaringan permukaan membrane
(villi) mirip gelombolan buah anggur (Sujiatini,2009).
b. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari tropobalast.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, paritas tinggi.
4. Kekurangan protein.
9
5. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas (Moctar,
Rustam, 1998: 238 dalam Sujiyatini,2009).
10
c. Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian
janin.
Ada beberapa teori yang dianjurkan untuk menerangkan pathogenesis
dari penyakit trofoblast : teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan
3-5 minggu karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-
gelembung. Teori neoplasma dari park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan
memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsobsi cairan yang berlebihan
ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Studi dari hertig lebih menegaskan
lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat dari akumulasi cairan yang
menyertai degenerasi awal atau tidak adanya embrio komlpit pada minggu ke
tiga dan kelima. Adanya sirkulasi maternal yang terus-menerus dan tidak
adanya fetus menyebabkan trofoblast berpoliferasi dan melakukan fungsinya
selama pembentukan cairan (Silvia, Wilson, 2000:467 dalam Sujiatini, 2009).
d. Gambaran klinik
Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan “mola hidatidosa”
adalah:
1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan.
2. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat.
Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
3. Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ
sekalipun uterus membesar setinggi pusat atau lebih.
5. Preekalmsia atau eklamsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001:266 dalam sujiyatini, 2009).
11
e. Penatalaksanaan Medik
1. Penanganan yang biasa dilakukan pada pasien mola hidatidosa adalah :
Diagnosis dini kan menguntungkan prognosis.
2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis dini akan menguntungkan
prognosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas,
dapat dilakukan evaluasi klinik dengan focus pada : a.Riwayat haid
terakhir dan kehamilan, b.Perdarahan tidak teratus atau spotting,
c.Perbesaran abnormal uterus, d.Perlunakan servik dan korpus uteri. Kaji
uji kehamilan dengan pengenceran urin, pastikan tidak ada janin
(Ballotement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis.
3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau pervorasi
uterus).
5. Lakukan pengmatan lanjut hingga minimal 1 tahun (Sujiatini, 2009:8-9).
2. NYERI PERUT
Nyeri perut pada kehamilan 22 minggu atau kurang. Hal ini mungkin gejala
utama pada kehamilan ektopik dan abortus (Kusmiyati, 2010:161).
a. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah berlebihan sehingga mengganggu
pekerjaan sehari hari dan keadaan umum menjadi buruk. Mual dan muntah
merupakan gangguan yang paling sering ditemui pada kehamilan trismeter 1,
kurang lebih 6 minggu setelah haid terakhir selama 10 minggu.sekitar 60-80%
multigravida mengalami mual muntah, namun gejala ini terjadi lebih berat
hanya pada 1 diantara 1.000 kehamilan (Mitayani, 2009:40).
12
b. Etiologi
Etiologi hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, namun diduga
dipengarui oleh berbagai faktor berikut ini:
1. Faktor presdisposisi seperti primigravida, molahidatidosa, dan kehamilan
ganda.
2. Faktor organik seperti alergi masuknya vilikhorialis dalam sirkulasi,
perubahan metabolic akibat kehamilan,dan resistensi ibu yang menurun.
3. Faktor psikologis
c. Patofisiologi
Secara fisiologis, rasa mual terjadi akibat kadar estrogen yang meningkat
dalam darah sehingga mempengarui sitem pencernaan, tetapi mual muntah yang
terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan dehidrasi,hiponatremia,
hipokloromia, serta penurunan klorida urine yang selanjutnya mengakibatkan
hemokosentrasi yang mengurangi perfusi darah kejaringan dan menyebabkan
tertimbunya zat toksik.
Pemakaian cadangan karbohidrat dan lemak menyebabkan oksidasi
lemak tidak sempurna, sehingga terjadi ketosis. Hipokalemia akibat muntah dan
ekskresi yang berlebihan selanjutnya menambah frekuensi muntah dan merusak
hepar.Selaput lendir esophagus dan lambung dapat robek (sindrom Mallory-
weiss),sehingga terjadi pendarahan gastrointestinal (Mitayani, 2009:40-41).
d. Manifestasi klinis
Berdasarkan berat ringannya gejala, hiperemesis gravidarum dibagi
menjadi tiga tingkatan:
1. Tingkat I
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum,menimbulkan
rasa lemah, penurunan nafsu makan, berat badan turun, dan nyeri epigastrium.
Frekuensi nadi ibu biasanya naik menjadi 100 kali/menit,tekanan darah sistolik
turun, turgor kulit menurun, lidah kering, dan mata cekung.
13
2. Tingkat II
Ibu tampak lemah dan apatis, lidah kotor, nadi kecil dan cepat, suhu
tubuh terkadang naik, serta mata sedikit ikterik. Berat badan ibu turun, timbul
hipotensi, hemokonsentrasi, oligouria, konstipasi, dan nafas bau aseton.
3. Tingkat III
Kesadaran ibu turun dari somnolen hingga koma, muntah berhenti, nadi
cepat dan kecil, suhu meningkat, serta tekanan darah semakin turun.
e. Penatalaksanaan
Bila pencegahan tidak berhasil, maka diprlukan pengobatan dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Ibu diisolasi di dalam kamar yang tenang dan cerah dengan pertukaran
udara yang baik. Kalori diberiakan secara perenteral dengan glukosa 5%
dalam cairan fisiologis sebanyak 2-3 liter sehahri.
2. Diuresis selalu dikontrol untuk keseimbangan cairan.
3. Bila selama 24 jam ibu tidak muntah, coba berikan makan dan minum
sedikit demi sedikit.
4. Sedatif yang diberikan adalah fenobarbital.
5. Pada keadaan lebih berat, diberikan antiemetic seperti metoklopramid,
disiklomin hidroklorida, atau klopromazin.
6. Berikan terapi psikologis yang meyakinkan ibu bahwa penyakitnya bias
disembuhkan serta menghilangkan perasaan takut akan kehamilan dan
konflik yang melatarbelakangi hiperemasis (Mitayani,2009:40-41).
14
B. ASUHAN KOLABORATIF PERSALINAN PATOLOGIS DAN
KOMPLIKASI
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin atau uri) yang telah cukup
bulan atau hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan
atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (manuaba,1998:157)
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam
jalan lahir. (prawirohardjo, 2002:100)
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar. (sarwono, 2005:181)
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin + uri) yang dapat hidup ke
dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. (Rustam, 1998:91)
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang
cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran placenta dan selaput janin
dari tubuh ibu. (obstetri fisiologi, 1983:221).
15
c. Iskemia otot-otot uterus karena pengaruh hormonal dan beban, semakin
merangsang terjadinya kontraksi.
d. Peningkatan beban / stress pada maternal maupun fetal dan peningkatan
estrogen mengakibatkan peningkatan aktifitas kortison, prostaglandin,
oksitosin, menjadi pencetus rangsangan untuk proses persalinan.
Dalam dunia kesehatan kita mengenal akan tiga faktor P dalam proses kelahiran. Tiga
P tersebut Power, Passage, Passenger. Berikut maksud ketiga hal tersebut :
a. Power, yang dimaksud power di sini adalah His (kontraksi ritmis otot polos
uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik
ibu.
b. Passage, yang dimaksud adalah keadaan jalan lahir dari sang ibu hamil yang
akan melahirkan.
c. Passanger, yang dimaksud passanger ini adalah keadaan janin yang akan
keluar dari sang ibu. Passenger ini meliputi : letak, presentasi, ukuran/berat
janin, ada / tidak kelainan anatomik mayor.
Setelah kita mengenal hal tersebut di atas, maka kita akan menginjak kepada apa yang
dimaksud dengan HIS. His persalinan adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos
dinding uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri di mana tuba falopii memasuki
dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari ‘pacemaker’ yang terdapat di
dinding uterus daerah tersebut. Resultante efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan
normal mengarah ke daerah lokus minoris yaitu daerah kanalis servikalis (jalan lahir)
yang membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar. Demikian yang dimaksud dengan
pengertian his pada persalinan.
Faktor yang menyebabkan his dalam persalinan normal adalah sebagai berikut :
a. Kerja hormon oksitosin
b. Regangan dinding uterus oleh isi konsepsi
c. Rangsangan terhadap pleksus saraf Frankenhauser yang tertekan massa
konsepsi.
2. Persalinan patologis
Persalinan patologis disebut juga dengan dystocia berasal dari bahasa Yunani. Dys
atau dusartinya jelek atau buruk, tocos artinya persalinan. Persalinan patologis adalah
persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi ibu dan anak (Departemen of
Gynekologi, 1999). Sementara persalinan normal menurut WHO adalah persalinan
yang dimulai secara spontan, beresiko rendah padaawal persalinan dan tetap selama
16
proses persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dalam persentasebelakang kepala
usia kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu, setelah persalinan ibu dan bayi
dalamkondisi sehat (Depkes, 2002).Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi yang dapat hidup dari uterus melaluivagina ke dunia luar (Wikjiosastro,
2002). Sementara menurut Irene dan Margaret (2002) persalinanadalah proses
bergeraknya janin, plasenta dan membrane keluar dari uterus yang tidak disadariyang
menghasilkan affacement dan dilatasi cerviks yang menghasilkan persalinan.
17
mendapatkan pelayanan kesehatan. Makin rendah pengetahuan ibu, makinsedikit
keiinginan memanfaatkan pelayanan kesehatan (Rukmini, 2005)
d. Perilaku Ibu. Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktifitas
seseorang yangmerupakan hasil bersama baik eksternal maupun internal. Seorang
ahli pedidikan membagi perilakukedalam 3 domain: pengetahuan, sikap dan
tindakan. Bila perilaku didasari rendah pengetahuan akanlanggeng dari yang tidak
didasari pengetahuan (Rogers, 1974). Ibu hamil harus berperilaku sehat, agar
kehamilan tidak mempunyai masalah yang dapat mengakibatkan komplikasi
dalampersalinan. Adapun perilaku ibu selama hamil meliputi: kunjungan, asupan
gizi, makan tablet zat besisejak kehamilan 20 mg, senam hamil, perawatan jalan
lahir, pemanfaatan layanan kesehatan.(Syaiffudin, 2005).
18
2) Kekacauan dalam gradasi tekanan yang ditimbulkan oleh his akibat tekanan yang
ditimbulkan oleh his dibagian tengah uterus lebih besar daripada yang dihasilkan
oleh bagian fundus dana tau adanya peristiwa asinkronisme dari rangsang yang
berasal dari kornu
c. His Inkoordinasi
1) Tidak ada sinkrinisasi pada seluruh bagian uterus
2) His tidan menimbulkan pebukaan yang esisien
3) Tonus otot tetap meningkat di luar his
3. Perencanaan Asuhan
a. Kelainan His Hipotinik
1) Perbaiki keadaan umum: nutrisi dan cairan
2) Dukungan / suport bidan dan keluarga
3) Kolaborasi dengan dokter (Drip akselerasi bila tidak ada kontraindikasi)
b. Kelaiain His Hipertonik
1) Oksitosin drip segera distop
2) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian penenang
3) Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan, penaganan lebih
difokuskan pada komplikasi ibu dan janin
c. His Inkoordinasi
1) Suport mental
2) Stop stimulasi
3) Perbaiki kondisi: nutrisi dan cairan
4) Kelola sesuai temuan partograf
B. MAKROSOMIA
1. Definisi
Merupakan keadaan dimana berat janin lebih dari 4000 gram yang membutuhkan
perawatan yang lebih atau intensif dan harus selalu dipantau untuk menghindari risiko
dikemudian hari. Factor resiko terjadinya macrosomia adalah ibu dengan DM, riwayat
persalinan dengan bayi besar, factor genetic, pengaruh kecukupan gizi, bukan kehamilan
pertama.
2. Data Fokus
a. Perut lebih besar dari umur kehamilan
19
b. Tinggi fundus lebih tinggi dari umur kehamilan
3. Perencanaan Asuhan
a. Pantau kemajuan persalianan secara seksama
b. Pemeriksaan USG besarnya kepala dan tubuh janin
c. Pemeriksaan teliti tentang adanya CPD
d. Apabila panggul normal dapat dilahirkan pervaginam
e. Melakukan episiotomy apabila terjadi distosia bahu
f. Apabila terjadi CPD, dapat dipertimbangan untuk tindakan SC
D. GAWAT JANIN
1. Definisi
Merupakan reaksi janin ketika tidak memperoleh oksigen yang cukup. Penyebab gawat
janin :
a. Kurangnya aliran darah uterus sampai plasenta dalam waktu singkat
20
b. Kurangnya aliran darah uterus sampai plasenta dalam waktu lama
c. Kompresi atau penekanan tali pusat
d. Penurunan kemampuan janin membawa oksigen
2. Data Fokus
a. DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit
b. DJJ tidak kembali normal setelah his (late decelaration)
c. Gerak menurun
3. Interpretasi Data Pada Kasus
4. Perencanaan Asuhan
Persalinan Kala I :
a. Baringkan ibu miring ke kiri, anjurkan bernafas secara teratur
b. Pasang infus dengan jarum besar (16 atau 18), berikan cairan RL/NS dengan tetesan
125cc/jam
c. Beri O2
d. Periksa djj setiap 5 menit/ setiap selesai his
e. Segera rujuk ke fasilitas PONED/PONEK
f. Dampingi ibu ketempat rujukan
g. Beri dukungan dan semangat
h. Selalu siapkan alat resusitasi
Persalinan Kala II :
a. Baringkan ibu miring ke kiri, anjurkan menarik nafas panjang perlahan-lahan dan
berhenti meneran
b. Pasang infus dan beri 02
c. Nilai ulang DJJ setelah 5 menit
d. Bila DJJ normal pimpin kembali persalinan dan pantau DJJ setiap selesai his
e. Pastikan ibu tidak terlentang dan tidak menahan nafas saat meneran
f. Bila DJJ abnormal rujuk ke fasilitas PONED/PONEK
g. Dampingi dan beri dukungan
h. Selalu siapkan alat resusitasi
E. DISTOSIS BAHU
Dalam melaksanakan pertolongan melahirkan pada distosia bahu, harus diketahui
terlebih dahulu manfaat dan petunjuk pelaksanaan maneuver – maneuver melahirkan
bahu pada distosia bahu. Sehingga bidan dapat penatalaksanaan kasus distosia bahu
21
dengan tepat dan aman sehingga angka kesakitan ibu dan bayi pada setiap kasus distosia
bahu dapat diturunkan.
Teknik melahirkan bahu dengan teknik mcRobert adalah suatu teknik untuk
melahirkan bahu bayi. Klien dianjurkan untuk menekuk kedua lutut sejauh mungkin
kearah dadanya sehingga dapat meningkatkan diameter pintu bawah panggul.Prosedur
ini meluruskan sacrum relative terhadap vertebra lumbal diiringi rotasi simpisis searah
kepala ibu sehingga menurunkan sudut inklinasi pelvis. Pelaksaan maneuver dengan
teknik mcRobert ini tidak boleh dilakukan lebih dari 10 menit, karena dapat terjadi
perlukaan pada ibu maupun bayi. Selama melakukan maneuver ini, penekanan pada
fundus dihindari karena dapat terjadi pada pemisahan plasenta lebih awal. Teknik ini
penting dikuasai bidan karena kasus distosia bahu tidak dapat diprediksi dengan tepat
sehingga seringkali menyebabkan komplikasi – komplikasi yang mengarah pada
kesakitan dan kematian ibu maupun bayinya.
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk
meipat kedalam panggul (misalnya pada macrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan
persalinan kala dua yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu
cepat lahir menyebabkan bahu tidak melipat pada saat memulai jalan lahir atau kepala
telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami perpanjangan kala 2 sebelum bahu
berhasil melipat masuk kedalam panggul.
Manfaat pelaksanaan melahirkan bahu bayi dengan manuver-manuver:
1. Setiap kasus distosia bahu dapat segera ditatalaksana sehingga angka kesakitan pada
ibu akibat trauma pada jaringan lunak dapat dikurangi.
2. Setiap kasus distosia bahu dapat segera ditatalaksana sehingga angka kesakitan bayi
akibat kerusakan pada fleksus brakialis dapat dikurangi
3. Bahu-badan yang terjebak dapat lahir dalam waktu tidak melebihi dari 10 menit.
4. Ingat! 5 menit pertama, tindakan/maneuver dipilih untuk menurunkan luka/trauma
pada ibu dan bayi.
5. Ingat! Selama 5 menit kedua, ketahuilah bahwa perlambatan lebih jauh dapat
mneyebabkan kematian, jadi tindakan yang lebih dramatik dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan kemungkinan trauma/luka yang ditimbulkan dibandingkan
dengan kerusakan lebih berat jika tubuh bayi tidak dilahirkan dalam waktu 10 menit.
6. Angka kematian dan keakitan bayi dapat berkurang.
22
Data Fokus
1. Objektif :
a. kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva.
b. Dagu tertarik dan menekan perineum.
c. Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap dibelkang simpisis
pubis.
Penanganan :
1. Pada setiap persalinan bersiaplah menghadapi distosia bahu, khususnya persalinan
dengan bayi besar.
2. Siapkan beberapa orang untuk membantu.
Buatlah episiotomi yang cukup luas untuk mengurang obstruksi jaringan lunak dan
memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.
Dalam posisi ibu berbaring terlentang, mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya dan
mendekatkan lututnya sejauh mungkin kearah dadanya. Mintalah dua orang asisten untuk
menekan fleksi kedua lutut ibu kearah dada.
1. Dengan memakai sarung tangan yang didesinfeksi tingkat tinggi :
a. Lakukan tarikan yang kuat dan terus menerus kearah bawah pada kepala janin
untuk menggerakkan bahu depan dibawah simpisis pubis.
Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat
mengakibatkan trauma pada fleksus bhrakialis.
b. Mintalah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan kearah
bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu.
Catatan : jangan lakukan tekanan fundus. Hal ini dapat mempengaruhi bahu kebih
lanjut dan dapat mengakibatkan ruptura uteri.
23
3. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan tindakan diatas :
a. Masukkan tangan kedalam vagina.
b. Raih humerus dari lengan belakang dan menjaga lengan tetap fleksi pada siku,
gerakkan lengan kearah dada. Tindakanini akan memberikan ruangan untuk
bahu depan agar dapat bergerak dibawah simpisis pubis.
Jadi, setelah persalinan selesai, plasenta sudah lahir maka akan kita sebut masa nifas.
Sesungguhnya berakhirnya masa nifas ialah jika perempuan itu sembuh sama sekali sampai
mencapai keadaan biasa seperti sebelum ia hamil. Hal ini jika tak ada gangguan biasanya
memakan waktu kira-kira 6 minggu lamanya, sungguhpun kita mengetahui, bahwa luka yang
sekecil-kecilnya di jalan lahir utau perineum begitu pula regangnya dinding perut di waktu
hamil senantiasa meninggalkan bekas. Oleh sebab itu biasanya yang dimaksud dengan
sebutan nifas itu ialah waktu 8-14 hari sesudah bersalin, dalam waktu perempuan itu begitu
kuat dan masih ebutuhkan pertolongan. Sesuadah itu alat kandungan dan jalan lahir belum
sembuh dama sekali, perempuan itu dengan berangsur-angsur sudah dapat melakukan
perkerjaannya sehari-hari.
24
c. Ke7: kira-kira 2-3 jari di atas sympisis
d. Ke9: kira-kira 1 jari di atas sympisis
dan setelah hari ke10 biasanya uterus itu dari luar tidak teraba lagi. Semuanya itu
disebabkan karena pemberian darah di dalam dinding rahim jauh berkurang, sehingga
otot-otot menjadi kecil. Selain lendir rahim (endometrium). Sehabis nifas terjadi pula
perubahan diselaput lendir rahim(endometrium). Sehabis bersalin endometrium ini
merupakan suatu luka besar, terutama pada lapisan decidua, dibekas tempat placenta sisa-
sisa decidua ini menjadi mati ,sehingga terdapat suatu batas antara decidua yang sehat
dengan decidua yang nekrosis. Pembatas ini penting artinya untuk menahan masuknya
kuman-kuman penyakit yang naik dari vagina, sehingga dengan demikian mengurangkan
bahaya infeksi. Pada hari ke 7 atau ke 8 sehabis bersalin tampaklah selaput lendir baru dan
sel-sel epitel yang tumbuh dari decidua yang sehat, hanya pada bekas tempat placenta ini
berlaku lebih lama.
2. Lochia
Getah yang keluar dari cavum uteri bercampur getah dari vagina dinamakan lochia. Pada
hari pertama dan kedua lochia itu terdiri dari darah saja dan disebut lochia cruenta.
Setelah itu warnanya berubah tidak seperti darah lagi, akan tetapi sebagai cairan
bercampur dengan darah . mulai hari ke 7 lochia tak bercampur darah lagi, warnanya putih
sedikit kuning dan akhirnya merupakan sedikit cairan sampai hari ke 12-14.
Adapun baunya lochia ini tidak busuk, melainkan sedikit amis . tentang cervix uteri
sesudah persalinan berasa lembek dengan canalis cervicalis yang terbuka. Setelah kira-kira
4 hari portio dari uterus itu masih dapat dilalui oleh 2 jari kira-kira hari ke 12 pintu atas
rahim tertutup sama sekali, sedangkan pintu bawah rahim mungkin asih terbuka sedikit.
Demi kianlah jika tak ada ganguan di dalm waktu kurang lebih 2 minggu rahim itu
seluruhnya menjadi kecil kembali seperti sebelum hamil.
Bagaimana keadaan umum perempuan yang baru bersalin itu? Setelah anak dan uri lahir
dengan selamat maka tampaknya perempuan itu agak letih, sungguhpun dengan perasaan
puas dan gembira. Kelelahan yang di sebabkan oleh persalinan itu sebetulnya
menghendaki tidur sedikit, akan tetapi ini seringkali sukar, karena kadang-kadang
perempuan itu merasa mules di perutnya sebelah bawah disebabkan oleh HIS dari rahim
yang berkontraksi.
25
Sebetulnya hal ini biasa dan tidak berbahaya, jika sakit itu amat hebat, kadang perlu
memberi obat tidur pada perempuan itu.
Jika diperhatikan suhu perempuan itu dalam masa nifas, maka biasanya beberapa hari
sesudah bersalin tampaknya agak naik sedekit 37,2̊c-37,3̊c. Hal ini tidak menghawatirkan
karena terjadi pengisapan putih telur dalam darah selama waktu involusi dari uterus. Akan
tetapi jika sampai lebih 38̊c kita harus memperhatikannya karena bisa termasuk penyebab
patologis yaitu dikatakan tidak sehat.
Adapun nadi perempuan setelah persalinan tidak berubah cepatnya, namun jika terjadi
perdarahan nadi perempuan tersebut agak cepat frekuensinya. Malah biasanya perempuan
pada masa nifas itu nadinya agak sedikit lambat ini terjadi karena perkerjaan jantung pada
perempuan yang tinggal tidur berbaring ada kurang kencang dari pada biasanya.
Kandung kencing tanda perempuan dalam permulaan waktu nifas banyak mengeluarkan
air dari tubuhnya kelihatan dengan banyak keluarnya kencing atau keringat. Sungguhpun
kencing banyak dialirkan dari ginjal, akan tetapi tak jarang pula sukar keluarnya dari
kandung kencing, ini disebabkan oleh beberapa hal. Sehabis persalinan maka rahim
menjadi kecil dan tekanan pada alat di dalam rongga perut menjadi berkurang, terasa oleh
perempuan itu. Selain dari itu dasar kandung kencing begitu pula uretra, waktu persalinan
jika persalinan itu lama mendapat tekanan dari kepala anak hingga di tempat itu mungkin
terjadi perdarahan dan jadi membengkak. Hal ini bisa menghalangi keluarnya kencing.
Akhirnya ada pula perempuan karena kebiasaan kencing dengan duduk menjongkok,
dalam waktu nifas sebab tidur berbaring saja sukar mengeluarkan air kencig. Alat
pencernaan pun di dalam waktu nifas, kurang kencang perkerjaannya, kerap kali keluarnya
feces jauh lebih kurang dari biasanya.
3. Lactatio
Sedangkan selama masa nifas alat kandung perempuan itu berangsur-angsur surut.
Sebaliknya mamae perempuan terasa keras dan menjadi besar. Hal ini terjadi karna
bertambahnya lemak serta jaringan dan kelenjar kelenjar susu. Yang menjadi renggang
dan terkadang terasa sakit.
Pada permulaan peurperium air susu itu hanya sedikit, rupanya putih kuning yang bisa
disebut colostrum. Baru hari ke 3 atau 4 air susu tersebut menjadi banyak.
Tidak semua perempuan mengeluarkan air susu yang banyak, hal ini terjadi karna
tergantung pada resam tubuh perempuan. Selain itu cara menyusukan menjadi faktor
kurangnya produksi susu. Jika sehabis memberikan ASI pada bayinya tidak dikosongkan
26
sama sekali, pertumpukan sisa susu yang tertinggal di kelenjar susu dapat mempengaruhi
pembuatan air susu yang baru.
Oleh karena itu jika pengeluaran susu tidak sempurna baik bentuk puting yang berukuran
kecil atau tertaping kedalam hingga sukar diisap oleh bayi, maupun karena anak itu kurang
kuat menghisanya perlu dipakaikan pompa susu supaya jangan meninggalkan sisa air susu.
a. Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi oleh
palsenta. Hormone plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan
hormone plasenta menyebabkan kadar gula darah menurun dengan cepat pasca
persalinan. Penurunan hormone plasenta menyebabkan kadar gula darah menurun
pada masa nifas, human chorionic gonadptropin (HCG) menurun dengan cepat
dan menetap sampai 10% salam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai
pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum.
27
b. Hormone pituitary
Hormone pituitary antara lain : hormone prolaktin, FSH dan LH. Hormone
prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun
dalam waktu 2 minggu. Hormone prolaktin berperan daalm pembesaran payudara
ntuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkatkan pada fase konsentrasi
follikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
d. Hormone oksitosin
Hormone oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekaerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selam tahap ketiga persalinan,
hormone oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi
ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat memebantu ovulasi uteri.
28
Kehilangan cairan maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4 postpartum,
suhu badan akan naik lagi. Hal ini disebabkan ada pembentukan ASI,
kemungkinan payudara membengkak maupun kemungkinan infeksi pada
endometrium, mastitis, traktus genetalis ataupun sistem lain. Apabila kenaikan
suhu di atas 38 derajat celcius, waspasa terhadap infeksi post partum.
b. Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5 derajat celcius dari
keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu
melahirkan. Kehilangan ciran maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4
postpartum, suhu badan akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada pembentukan
ASI, kemungkinan payudara membengkak, maupun kemungkinan infeksi
pada endomentrium, mastitis, traktus genetalis ataupun system lain. Apabila
kenaikan suhu diatas 38 derajat Celcius, waspada terhadap infeksi postpartum.
c. Nadi dalam keadaan normal selam nifas kecuali karena pengaruh parts lama,
persalinan sulit dan kehilangan darah yang berlebihan. setiap denyut nadi
diatas 100x/menit selam masa nifas adalah abnormal dan mengindikasikan
pada infeksi hemoragic postpartum. Pada minggu ke-8 sampai ke-10 setelah
melahirkan , denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil.
d. Tekanan darah
Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan
diastole 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah
biasanya tidak berubah.
e. Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24x/menit.Pada
ibu postpartum umumnya pernafasan lambat atau normal.hal ini dikarenakan ibu
dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat.Bila pernafasan pada masa
postpartum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.
29
Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa
nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi dari pada normal. Plasma darah
tidak begitu mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi
meningkat.Pembekuan darah harus dicegah dengan penaganan yang cermat dan
penekanan pada ambulasi dini.
Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterin,
meningkat selama kehamilan.Diaresis terjadi akibat adanya penurunan hormone
estrogen, yang dengan cepat mengurangi volume plasma menjadi normal kembali.
Meskipun kadar estrogen menurun selama nifas, namun kadarnya masih tetap
tinggi. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi.Selama
masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin.Hilangnya progesterone
membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya
vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma
selam persalinan.
30
fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan
peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Pada awal postpartum, jumlah haemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat
bervariasi.Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat volume
darah yang berubah ubah.Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan dehidrasi
dari wanita itu sendiri.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah paad kehamilan diasosiasikan
dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 postpartum dan
akan normal dalam 4-5 minggu postpartum. Jumlah kehilangan darah selama
masa persalinan ± 200-500 ml, minggu pertama postpartum ± 500-800 ml dan sisa
masa nifas berkisar 500 ml.
31
mengembangkan duktus-duktus mammae dan penempatan lemak.Mulainya
progesterone dihasilkan yang merangsang berkembangnya alveoli kelenjar
mammae dan menyusun keadaan laktasi masa datang.
Komponenutama air susu adalah protein,laktosa, air, dan lemak. Air susu
isotonic dengan plasma, dengan laktosa.
32
Konsentrasi perkiraan komponen yang lebih penting didalam kolostrum,
air susu manusia matur. Konsentrasi ini daapt bervariasi tergantung saat
penelitian pada masa nifas.
b. Uterus
Dalam masa nifas, uterus akan berangsur-angsur pulih kembali seperti
keadaan sebelum hamil.perubahan uterus ini dalam keseluruhannya disebut
involusi. Involusi disebabkan oleh :
33
uteri hamper tidak dapat dilihat yang terletak antara korpus diatas dan os
interna serviks bawah.
d. Perubahan pada vulva, vagina dan perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur
vagina dan pintu keluar vagina pada bagian pertama masa nifas membentuk
lorong berdinding lunak dan luas yang ukurannya secara perlahan-lahan
mengecil tetapi jarang kembali ke ukuran nullipara. Setelah minggu ketiga
rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara
labia jadi lebih menonjol. Hymen mengalami rupture pada saat melahirkan
bayi pervaginam, kemudian setelag melahirkan hymen muncul sebagai
beberapa potong jaringan kecil, yang selama proses sikatrisasi diubah menjadi
carunculae mirtiformis yang khas pada wanita yang pernah melahirkan.
Orifisium vagina biasanya tetap sedikit membuka setelah melahirkan anak.
6. Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan vagina selama
masa nifas. Lochea mempunyai bau amis (anyir), meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda pada setiap wanita. Lochea biasanya
berlangsung kurang selama 2 minggu setelah bersalin, namun penelitian terbaru
mengidentifikasi bahwa lochea menetap hingga 4 minggu dan dapat berhenti atau
berlanjut hingga 56 hari setelah bersalin. Lochea juga mengalami perubahan
karena proses involusi.
34
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi plasenta akan
menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama sisa cairan.
Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lochea.
a. Lochea rubra (cruenta), muncul pada hari 1-2 pasca persalinan, berwarna
merah mengandung darah dan sisa-sisa selaput ketuban, jaringan dari desidua,
verniks caseosa, lanugo, dan mekoneum.
d. Lochea alba, muncul sejak 2-6 minggu pasca persalinan, berwarna putih
kekuningan mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang
mati.
e. Leochea purulenta, terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah dan berbau
busuk.
a. Nafsu makan
35
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3-4 hari
sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar pogesterone menurun setelah
melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari.
b. Motilitas
Penurunan tonus otot dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang
singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anesthesia biasanya
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas kedalam keadaan semula.
c. Pengosongan usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot
usus menurun selama prosees persalinan dan awal masa postpartum, diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan kurang makan, dehidrasi, haemoroid
ataupun laserasi jalan lahir. System pencernaan pada masa nifas membutuhkan
waktu untuk kembali normal.
Kandung kencing masa nifas mempunyai kapasitas yang bertambah dan relatif
tidak sensiive terhadap tekanan cairan intravesika. Urine dalam jumlah besar akan
dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Urine desidua dan
bakteriuria pada kandung kemih mengalami cedera, ditambah dengan dilatasi
pervis renalis dan ureter, membentuk kondisi yang optimal untuk timbulnya
infeksi saluran kencing. Peregangan dan dilatasi selama kehamilan tidak
menyebabkan perubahan permanen di pelvis renalis, dan ureter kecuali oleh
infeksi. Ibu postpartum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu
proses involusi ureter dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca persalinan
ibu merasa sulit buang air kecil.
36
Sistem muscuskeletal pada ibu selama masa pemulihan postpartum termasuk
penyebab relaksasi dan kemudian hiperbilitas sendi serta perubahan pada pusat
gravitasi. Adaptasi sistem muscuskeletal ibu yang terjadi mencakup hal-hal yang
dapat membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu
akibat pembesaran uterus. Stabilisasi sendi lengkap akan terjadi pada minggu ke 6
sampai ke 8 setelah melahirkan.
Dinding abdominal lembek setelah proses persalinan karena peregangan
selama kehamilan. Semua wanita puerperal mempunyai beberapa derajat tingkat
diastasis recti, yang merupakan separasi dari otot rectus abdomen. Berapa parah
diastasis tergantung pada sejumlah faktor termasuk kondisi umum wanita dan
tonus otot.
Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai berikut:
2) Ambulansi
Ambulasi dini ( early ambulation ) ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin
bidan membimbing ibu postpartum bangun dari tempat tidurnya dan membimbing
ibu untuk berjalan.
37
Sekarang tidak perlu lagi membimbing ibu postpartum telentang di tempat
tidurnya selama 7-14 hari setelah melahirkan. Ibu postpartum sudah
diperbolehkan bangun dan tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum.
Keuntungan early ambulation adalah sebagai berikut.
1. Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation.
2. Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
3. Early ambulation memungkinkan kita mengajar ibu cara merawat anaknya
selama ibu masih di rumah sakit , misalnnya memandikan, mengganti pakaian,
dan memberi makanan.
4. Lebih sesuai dengan keadaan indonesia (sosial ekonomis) menurut penelitian-
penelitian yang saksama early ambulation tidak mempunya kebutuhan yang
buruk, tidak menyebabkan pendarahan yang abnormal, tidak mempengaruhi
penyembuhan luka episiotomi atau luka di perut, serta tidak memperesar
kemungkinan prolapsus atau retrotexto uteri.
Early ambulation tentu tidak dibenarkan pada ibu postpartum dengan penyulit
misalnya anemia, penyakit jantung, penyakit paru-paru, demam, dan
sebagainya.Penambahan kegiatan dengan early ambulation harus berangsur-
angsur , jadi bukan maksudnya ibu segera setelah bangun dibenarkan mencuci,
memasak dan sebagainya.
3) Eliminasi
Buang air kecil. Ibu diminta untuk buang air kecil (miski) 6 jam postpartum.
Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali berkemih
belummelebhi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Kan tetapi, kalau ternyata
kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam untuk kateterisasi.
Berikut ini sebab-sebab terjadinya kesulitan berkemih (resiko urine) pada ibu
postpartum.
1. Berkurangnya tekanan intraabdominal.
2. Otot-otot perut masih lemah.
3. Edema dan uretra.
4. Dindng kandung kemih kurang sensitif.
38
4) Buang air besar
Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar (defekasi) setelah hari kedua
postpartum. Jika hari ketiga belum juga BAB, maka perlu diberi obat pencahar
peroral atau per rektal. Jika setalah pemberian obat pencahar masih belum bsa
BAB, maka dilakukan klisma (huknah).
5) Personal higiene
Pada masa postpartum seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena
itu kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan
tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga.
39
a. Mempengaruhi jumlah ASI yang diproduksi.
b. Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak pendarahan.
c. Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan
dirinya sendiri.
7) Aktivitas seksual
Aktivitas seksual yang yang dapat di lakukan oleh ibu masa nifas harus
memenuhi syarat berikut ini :
1. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah berhenti
dan ibu dapat memasukan satu-satu dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa
nyeri, maka ibu aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri kapan
saja ibu siap.
2. Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri
sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 10 hari atau 6 minggu setelah
persalinan. Keputusan ini bergantung pada pasangan yang bersagkutan.
40
3. Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot bokong dan pinggul,
tahan sampai 5 hitungan. Relaksasi otot dan ulangi latihan sebanyak 5 kali.
4. Mulai mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu
naikkan jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke 6 setelah
persalinan ibu harus mengerjakan setiap gerakan sebanyak 30 kali.
41
a. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari
berbagai penyakit infeksi terutama diare.
b. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada
hari-hari kelahiran pertama. Walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi
kebutuhan gizi bayi.
c. Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung
karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada
hari-hari pertama kelahiran.
d. Membantu mengelurkan mekonium yaitu, kotoran bayi yang pertama bewarna
hitam kehijauan.
Komposisi ASI
a. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga
mengandung enzim-enzim untuk mencerna zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI
tersebut.
b. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan
dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.
42
c. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan
yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.
d. Lysosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E.coli dan
salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak
daripada susu sapi.
e. Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil.
Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT)
antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi
saluran pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tisuue ( MALT)
antibodi jaringan payudara ibu.
f. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang
pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora
usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang
merugikan.
3. Aspek Psikologik
a. Rasa percaya diri ibu untuk menyusi: bahwa ibu mampu menyusi dengan
produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui dipengaruhi oleh emosi
ibu dan kasih sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon
terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.
b. Interaksi ibu dan bayi: pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi
terggantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.
c. Pengaruh kontak langsung ibu-bayi: ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi
karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi
akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangantan tubuh ibu
dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih di
dalam rahim.
4. Aspek Kecerdasan
a. Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk
perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi.
b. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ
point 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 pint lebih tinggi pada usia
3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada usia 8.5 tahun, dibandingkan dengan
bayi yang tidak diberikan ASI.
5. Aspek Neurologis
43
a. Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan
bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.
6. Aspek Ekonomis
a. Dengan menyusi secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan demikian akan
menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan
peralatannya.
44
INFEKSI BAKTERI YANG BERAT
a. Beri ampisilin (atau penisilin) dan gentamisin jika dicurigai infeksi bakteri berat
b. Rujuk jika pengobatan tidak tersedia di rumah sakit
c. Pantau bayi dengan ketat
45
Pengertian sistem rujukan menurut Sistem Kesehatan Nasional Depkes RI 2009,
merupakan suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu/lebih kasus penyakit atau masalah
kesehatan secara vertikal dariunit berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau
secara horizontal antar unitunit yang stingkat kemampuannya. Sistem rujukan upaya
keseamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan
terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik
secara vertikal (komunikasi antar unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti
yang lebih tingi ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten,
terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi
2. Jenis-Jenis Rujukan
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari:
1. Rujukan medik
Yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul
baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu
menangani secara rasional.
Jenis rujukan medic antara lain:
a. Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluaan diagnostic,
pengobatan, tindakan opertif dan lain – lain.
b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lenih lengkap.
c. Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau
ahli untuk meningkatkan mutu layanan setempat.
2. Rujukan kesehatan
3. Persiapan Rujukan
46
1. B (bidan): pastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten
dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan
2. A (alat) : bawa perlengkapan dan bahan – bahan yang diperlukan, seperti spuit, infus
set, tensimeter, dan stetoskop
3. K (keluarga): beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alasan
mengapa dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain diusahakan untuk dapat
menyetujui Ibu (klien) ke tempat rujukan.
4. S (surat): beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan
rujukan, uraian hasil rujukan, asuhan, atau obat – obat yang telah diterima ibu (klien)
5. O (obat): bawa obat – obat esensial diperlukan selama perjalanan merujuk
6. K (kendaraan) : siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu (klien)
dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat
7. U (uang) : ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk
membeli obat dan bahan kesehatan yang di perlukan di tempat rujukan
8. DA (Darah & Do’a)
4. Mekanisme Rujukan
Adapun mekanisme rujukan yang perlu dilakukan antara lain:
1. Menentukan kegawatdaruratan pada tingkat kader, bidan desa, pustu dan puskesmas
a. Pada tingkat Kader
Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri maka segera dirujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat karena mereka belum dapat menetapkan
tingkat kegawatdaruratan
b. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang
ditemui. Sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus
menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus
dirujuk
2. Menentukan tempat tujuan rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang
mempunyai kewenangan terdekat, termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak
mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.
3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya.
47
Klien dan keluarga perlu diberikan informasi tentang perlunya penderita segera
dirujuk untuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
lebih mampu
4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju melalui telepon atau radio
komunikasi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
5. Persiapan penderita
Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki terlebih dahulu atau
dilakukan stabilisasi. Keadaan umum ini perlu dipertahankan selama dalam
perjalanan. Surat rujukan harus dipersiapkan sesuai dengan format rujukan dan
seorang bidan harus mendampingi penderita dalam perjalanan sampai ke tempat
rujukan.
6. Pengiriman penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/sarana
transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita.
7. Tindak lanjut penderita
a. Untuk penderita yang telah dikembalikan dan memrlukan tindak lanjut, dilakukan
tindakan sesuai dengan saran yang diberikan.
b. Bagi penderita yang memerlukan tindak lanjut tapi tidak melapor, maka perlu
dilakukan kunjungan rumah
48
Meliputi : Rumah Sakit Umum dan Khusus baik milik Pemerintah maupun Swasta
yang setara dengan RSU Kelas D, C dan B Non Pendidikan, termasuk Rumah Sakit
Bersalin (RSB), serta Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA).
Memberikan pelayanan kebidanan essensial, melakukan promotif, preventif, deteksi
dini, melakukan penapisan (skrining) awal kasus komplikasi mencegah terjadinya
keterlambatan penanganan dan kolaborasi dengan nakes lain dalam penanganan
kasus (PONEK).
3. Pelayanan kesehatan tingkat tersier di RS type B dan A
Meliputi : Rumah Sakit yang setara dengan Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit
Khusus Kelas A, kelas B pendidikan, milik Pemerintah maupun swasta.
Memberikan pelayanan kebidanan essensial, melakukan promotif, preventif, deteksi
dini, melakukan penapisan (skrining) awal kasus komplikasi mencegah terjadinya
keterlambatan penanganan, kolaborasi dg nakes lain dalam penanganan kasus
PONEK dan asuhan kebidanan/penatalaksaaan kegawat-daruratan pada kasus-kasus
kompleks sebelum mendapat penanganan lanjut.
49
Koordinasi lintas program, AMP kab / kota dll
Kegiatan Making Pregnancy Safer (MPS) untuk Meningkatkan Kesehatan Ibu dan
Bayi
1. PUSKESMAS PONED
Rumah sakit yang memiliki tenaga dengan kemampuan serta sarana dan prasarana
penunjang yang memadai untuk memberikan pertolongan kegawatdaruratan
50
obstetri dan neonatal dasar dan komprehensif dan terintergrasi selama 24 jam
secara langsung terhadap ibu hamil, nifas dan neonatus, baik yang datang sendiri
atau atas rujukan kader, bidan, Puskesmas PONED, dll
51
2. Perdarahan per vagina
3. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu)
4. Ketuban pecah dengan mekonium yang kental
5. Ketuban pecah lama (lebih kurang 24 jam
6. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan
7. Ikterus
8. Anemia berat
9. Tanda/gejala infeksi
10. Preeklamsia/hipertensi dalam kehamilan
11. Tinggi fundus uteri 40 cm atau lebih
12. Primipara dalam fase aktif persalinan dengan palpasi kepala janin masuk 5/5
13. Presentasi bukan belakang kepala
14. Kehamilan gemeli
15. Presentasi majemuk
16. Tali pusat menumbung
17. Syok
52
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Kehamilan adalah peristiwa alamiah, yang akan dialami oleh seluruh ibu yang
mengharapkan anak. Namun demikian setiap kehamilan perlu perhatian khusus, untuk
mencegah dan mengetahui penyakit-penyakit yang dijumpai pada persalinan, baik penyakit
komplikasi dan lain-lain. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin atau uri)
yang telah cukup bulan atau hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan
lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Masa nifas atau peurperium
ialah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan diakhiri ketika alat kandungan
kembali seperti kekeadaan sebelum hamil, dimana massa ini berlangsung selama 6 minggu.
(Maryunani,2009)
Jadi, setelah persalinan selesai, plasenta sudah lahir maka akan kita sebut masa nifas.
Sesungguhnya berakhirnya masa nifas ialah jika perempuan itu sembuh sama sekali sampai
mencapai keadaan biasa seperti sebelum ia hamil. Hal ini jika tak ada gangguan biasanya
memakan waktu kira-kira 6 minggu lamanya, sungguhpun kita mengetahui, bahwa luka yang
sekecil-kecilnya di jalan lahir utau perineum begitu pula regangnya dinding perut di waktu
hamil senantiasa meninggalkan bekas. Oleh sebab itu biasanya yang dimaksud dengan
sebutan nifas itu ialah waktu 8-14 hari sesudah bersalin, dalam waktu perempuan itu begitu
kuat dan masih ebutuhkan pertolongan. Sesuadah itu alat kandungan dan jalan lahir belum
sembuh dama sekali, perempuan itu dengan berangsur-angsur sudah dapat melakukan
perkerjaannya sehari-hari.
53
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:
Jakarta.
Sarwono, 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Manuaba, Ida Bagus Gde.
1998. Ilmu Kebidanan, Peneyakit
Wildan, Moh dan Aziz, A. Alimul. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Christina, Lia Uprini. dkk. 2002. Komunikasi Kebidanan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Bihayatun, S.Pd, S.Si.T. 2008. Buku Ajaran Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
2010. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
54