Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdullilah, dengan segenap kerendahan hati dan ketulusan jiwa,
kami panjatkan kepada hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat karunia
dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan judul “Asuhan
Kebidanan”. Shalawat serta salam semoga terlimpah curah kepada Rasul kita Nabi
Muhammad SAW yang telah memberikan pencerahan kepada kita dengan agama rahmatan
lil’alamin, agama islam.
Dengan selesainya penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan
dari semua pihak baik moril ataupun materil sehingga makalah ini dapat terselesai dengan
baik. Tentunya semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua terlebih
– lebih bagi kami yang mengerjakan makalah ini. Karena keterbatasan kami, makalah
inimasih jauh dari sempurna, maka saran dan kritik sangat dibutuhkan demi
penyempurnaanya. Akhir kata, sekian dari kami. Kurang lebihnya kami mohon maaf yang
sebesar – besarnya.

Mukomuko, 01 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1


1.2 Tujuan..............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................3

2.1 Asuhan Kebidanan...........................................................................................................4

2.2 Asuhan Kebidanan Yang Kompeherensif (Bersifat Holistik atau Menyeluruh)............5

2.3 Pendekatan Dalam Asuhan Kebidanan............................................................................6


2.4 Langkah-langkah manajemen asuhan kebidanan.............................................................8
2.5 Dokumentasi asuhan kebidanan.......................................................................................9
2.6 Sejarah perjuangan perempuan........................................................................................9

BAB III PENUTUP...............................................................................................................14

3.1 KESIMPULAN................................................................................................................14

3.2 SARAN............................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................16

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang bidan memiliki peran yang unik yang tugasnya saling melengkapi dengan
tenaga kesehatan profesional lainnya di dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bidan
sebagai praktisi memberikan asuhan kebidanan bagi ibu hamil dan bersalin yang normal,
serta asuhan terhadap kasus gangguan sistem reproduksi pada wanita dan gangguan
kesehatan bagi anak balita sesuai dengan kewenangannya. Sesuai dengan tugas seorang
bidan dalam memberikan pelayanan/asuhan kebidanan yang terfokus kepada ibu dan anak
balita yang lebih rinci dapat kita ketahui bahwa pelayanan kebidanan mencakup pra-
perkawinan, kehamilan, melahirkan, menyusui dan nifas dan pelayanan/asuhan
kebidanan pada bayi, balita, remaja dan wanita usia subur, maka kebidanan dalam bekerja
memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma yaitu berupa
pandangan terhadap manusia/wanita, lingkungan, prilaku, pelayanan kesehatan/kebidanan
dan keturunan. Dari paradigma tersebut maka bidan dapat melakukan asuhan kebidanan
dengan baik yaitu penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam
memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang
kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga
berencana.
1.2 Tujuan
a. Melakukan Asuhan Kebidanan secara kompeherensif yaitu memberikan asuhan yang
menyeluruh dari mulai hamil, bersalin, bayi baru lahir, nifas, neonatal sampai pada
keluarga berencana.
b. Model asuhan yang diberikan bidan adalah wanita harus menjadi figure sentral pada
proses asuhan karena wanita yang mengerti kebutuhannya sendiri sedangkan bidan
adalah pemberi asuhan professional yang membantu ibu untuk pengambilan keputusan
dan menanggapi pilihan ibu. Salah satu faktor yang mencerminkan wanita tetap
sebagai pusat asuhan diasumsikan dengan kepuasan terhadap asuhan kebidanan yaitu
faktor ‘continuity of care’ / asuhan yang berkelanjutan.
c. Bidan hendaknya harus lebih menekankan asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan
prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Salah satu
prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga
selama proses persalinan dan kelahiran bayi.

1
d. Melakukan asuhan kebidanan berbasis Continuity of Care meliputi: pengkajian,
merumuskan diagnosa kebidanan, merencanakan asuhan kebidanan, penatalaksanaan
asuhan kebidanan, evaluasi, dan didokumentasikan dengan metode SOAP.
e. Bidan akan lebih memahami apa yang menjadi hak-hak klien dalam proses pelayanan
yang dilakukannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Asuhan Kebidanan

a. Pengertian Asuhan Kebidanan


Asuhan kebidanan adalah asuhan yang diberikan pada ibu dalam kurun
reproduksi dimana seorang bidan dengan penuh tanggung jawab wajib memberikan
asuhan yang bersifat meyeluruh kepada wanita semasa bayi, balita, remaja, hamil,
bersalin, sampai menopause (burhan, 2015).
Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang
dilakukan oleh bidan sesuai kewenangan dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan
ilmu dan kiat kebidanan (Depkes RI, 2016).
Asuhan kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai
kebutuhan atau masalah dalam bidang kesehatan ibu pada masa hamil, nifas, bayi
setelah lahir serta keluarga berencana (Depkes RI, 2016).
b. Prinsip Asuhan Kebidanan
WHO / Safemotherhood menjelaskan cara memberikan asuhan yang bersifat
sayang ibu terbukti efektif sehingga kaum ibu merasa nyaman dan prinsip asuhan
sayang ibu perlu digalakkan pada penatalaksanaan asuhan kebidanan. Ada 5 Prinsip
Pokok/Utama Asuhan Kebidanan :
1. Kehamilan dan kelahiran adalah suatu proses yang normal, alami dan sehat dan
bukan sebuah penyakit.
Sebagai bidan kita meyakini bahwa model asuhan kehamilan yang membantu
serta melindungi proses kehamilan & kelahiran normal adalah yang paling sesuai
bagi sebagian besar wanita. Tidak perlu melakukan intervensi yang tidak
didukung oleh bukti ilmiah (evidence-based practice).
2. Pemberdayaan.
Ibu adalah pelaku utama dalam asuhan kehamilan. Oleh karena itu, bidan harus
memberdayakan ibu dan keluarga dengan meningkatkan pengetahuan serta
pengalaman mereka melalui pendidikan kesehatan agar dapat merawat dan
menolong diri sendiri pada kondisi tertentu. Hindarkan sikap negatif dan banyak
mengkritik.

3
3. Otonomi.
Pengambil keputusan adalah ibu & keluarga. Untuk dapat mengambil suatu
keputusan mereka memerlukan informasi. Bidan harus memberikan informasi
yang akurat tentang resiko dan manfaat dari semua prosedur, obat-obatan, maupun
test/pemeriksaan sebelum mereka memutuskan untuk menyetujuinya. Bidan juga
harus membantu ibu dalam membuat suatu keputusan tentang apa yang terbaik
bagi ibu & bayinya berdasarkan sistem nilai dan kepercayaan ibu/keluarga.
4. Tidak membahayakan
Intervensi harus dilaksanakan atas dasar indikasi yang spesifik, bukan sebagai
rutinitas sebab test-test rutin, obat, atau prosedur lain pada kehamilan dapat
membahayakan ibu maupun janin. Bidan yang terampil harus tahu kapan ia harus
melakukan sesuatu dan intervensi yang dilakukannya haruslah aman berdasarkan
bukti ilmiah.
5. Bertanggungjawab
Asuhan kehamilan yang diberikan bidan harus selalu didasari ilmu, analisa, dan
pertimbangan yang matang. Akibat yang timbul dari tindakan yang dilakukan
menjadi tanggungan bidan. Pelayanan yang diberikan harus berdasarkan
kebutuhan ibu & janin, bukan atas kebutuhan bidan. Asuhan yang berkualitas,
berfokus pada klien, dan sayang ibu serta berdasarkan bukti ilmiah terkini
(praktek terbaik) menjadi tanggung jawab semua profesional bidan.

2.2 Asuhan Kebidanan Yang Kompeherensif (Bersifat Holistik atau Menyeluruh)

Asuhan kebidanan komprehensif bersifat holistik atau menyeluruh merupakan asuhan


kebidanan yang diberikan secara menyeluruh dari mulai hamil, bersalin, bayi baru lahir,
nifas, sampai KB (Tiofani, 2016).

Asuhan kebidanan ini dilakukan agar dapat mengetahui hal-hal yang terjadi pada
seorang wanita semenjak hamil, bersalin, nifas, hingga bayi dilahirkan sampai dengan
pemilihan KB, serta melakukan pengkajia, dan menegakkan diagnosa secara tepat, antisipasi
masalah yang mungkin terjadi, menentukan tindakan segera, melakukan perencanaan dan
tindakan sesuai kebutuhan ibu, serta mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan yang
telah dilakukan (Tiofani, 2016).

4
2.3 Pendekatan Dalam Asuhan Kebidanan

Seorang bidan harus memiliki ketrampilan profesional agar  dapat memberikan


pelayanan kebidanan yang bermutu untuk memenuhi tuntutan kebutuhan nasional ataupun
kebutuhan global. Agar bidan dapat menjalankan peran fungsinya dengan baik  maka perlu
adanya pendekatan sosial budaya yang dapat menjembatani pelayanannya kepada  pasien.
Berikut adalah jenis-jenis pendekatan yang harus dilakukan oleh bidan :

1. Pendekatan Agama
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari unsur keyakinan. Manusia
dalam mewujudkan keyakinan dan pengharapannya mengikuti aturan-aturan tertentu atau
norma, baik yang berhubungan dengan manusia, alam ataupun yang sifatnya gaib.
Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai pengharapan dan cita-cita sehingga ia selalu
berusaha untuk mewujudkan keyakinan dan pengharapannya dalam karya yang konkret.
Tanpa keyakinan kehidupan akan diliputi oleh perasaan bimbang. Manusia
memerlukan suatu bentuk keyakinan dalam hidupnya karena keyakinan akan melahirkan
tata nilai guna menopang hidup budayanya. Keyakinan yang dianut harus sekaligus
merupakan kebenaran sehingga cara berkeyakinan itu harus benar pula.
Hal tersebut mempengaruhi bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada
pasien atau klien dengan cara :
 Bidan harus mengetahui referensi tentang spiritualcare.
 Asuhan kebidanan yang holistik perlu memberi penekanan juga pada kebutuhan
spiritual.
 Perlu membedakan agama dan spiritualitas.
 Bidan dalam melakukan asuhan kepada klien harus tetap memperhatikan aspek
agama dan spiritualitas klien sehingga dapat memberikan asuhan yang tepat sesuai
kebutuhan klien.
2. Pendekatan sosial budaya
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat,
mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya,
berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, anak remaja

5
dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan
dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.
Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan diperlukan
pendekatan-pendekatan khususnya sosial budaya, untuk itu sebagai tenaga kesehatan
khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan berbagai upaya untuk
meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat sadar pentingnya kesehatan.
Contoh-Contoh  Pendekatan Sosial Budaya Dalam Praktek Kebidanan :
 Pendekatan melalui masing-masing keluarga, jadi setiap keluarga dilakukan
pendekatan
  Pendekatan melalui langsung pada setiap individunya sendiri, mungkin cara ini
lebih efektif
 Sering melakukan penyuluhan di setiap PKK atau RT tentang masalah dan
penanggulangan kesehatan
 Mengikuti arus sosial budaya yang ada dalam masyarakat tersebut, kemudian kalau
sudah memahami, kita mulai melakukan pendekatan secara perlahan-lahan
  Melawan arus dalam kehidupan sosial budaya mereka, sehingga kita menciptakan
asumsi yang baru kepada mereka, tapi cara ini banyak tidak mendapatkan respon
positif
2.4 Langkah-langkah manajemen asuhan kebidanan
1. Langkah I Pengumpulan data dasar
Data yang dibutuhkan dalam pengumpulan data dasar :
 Riwayat kesehatan
 Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya
 Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya
 Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi
2. Langkah II Interpretasi data dasar
Untuk langkah ini dilakukan pengenalan yang benar terhadap diagnosa atau masalah
dan kebutuhan pasien/ klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang
sudah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga
dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosis dan
masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti
diagnosis tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-

6
hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil
pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis.
3. Langkah III Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial dan
Mengantisipasi Penanganannya
Pada langkah ini bidan mengidantifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial
berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan
dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis atau masalah potensial ini
menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang
aman.
Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial,
tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan
tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis potensial tidak terjadi. Sehingga
langkah ini benar merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang rasional atau logis.
4. Langkah IV Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera untuk
Melakukan Konsultasi, Kolaborasi dengan Tenaga Kesehatan Lain Berdasarkan
Kondisi Klien
Mengindentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau tenaga
konsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai
dengan kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal
saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus, misalnya pada
waktu wanita tersebut dalam persalinan.
Data baru mungkin saja dikumpilkan dapat menunjukkan satu situasi yang
memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari
seorang dokter. Situasi lainnya tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan
konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
5. Langkah V Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah
atau diagnose yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi
data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.

7
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah terindentifikasi
dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka
pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi
berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling dan apakah perlu merujuk klien
bila ada  masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural atau
masalah psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah
mencakup setiap hal yang berkaitan dengan setiap aspek asuhan kesehatan. Setiap
rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua pihak, yaitu oleh bidan dank lien agar
dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana
asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum
melaksanakannya.
6. Langkah VI Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada
langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bias dilakukan
seluruh oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya.
Walau bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggungjawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya, misalnya memastikan langkah-langkah tersebut benar-
benar terlaksana.
Dalam situasi di mana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang
mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien
adalah tetap bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang
menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta
meningkatkan mutu dan asuhan klien.
7. Langkah VII Evaluasi Asuhan
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi kefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam diagnose dan
masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
pelaksanaannya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan sebagian belum
efektif. Mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kegiatan
yang berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang
tidak efektif melalui manajemen tidak efektif serta melakukan penyusaian terhadap
rencana asuhan tersebut.
8
2.5 Dokumentasi asuhan kebidanan
Secara umum dokumentasi merupakan suatu catatan otentik atau dokumen asli yang
apat dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan dokumentasi kebidanan
merupakan bukti pencatatan dan pelaporan berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat
dan lengkap yang dimiliki oleh bidan dalam melakukan asuhan kebidanan dan berguna
untuk kepentingan klien, tim kesehatan, serta kalangan bidan sendiri.
Dokumentasi kebidanan merupakan suatu catatan otentik atau dokumen asli yang
dapat dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Dokumentasi kebidanan mempunyai
manfaat dari berbagai aspek, diantaranya aspek hokum.Semua catatan informasi tentang
klien merupakan dokumentasi resmi dan bernilai hukum.Bila terjadi suatu masalah yang
berhubungan dengan profesi kebidanan, dimana bidan sebagai pemberi jasa dan klien
sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi diperlukan sewaktu-waktu.
Manfaat dari aspek hukum, yaitu dokumentasi kebidanan dijadikan sebagai jaminan
kepastian hukum atas dasar keadilan. Ditinjau dari segi isi, dokumentasi harus
mengandung nilai administrasi, nilai hukum, nilai keuangan, nilai riset dan nilai
edukasi.Potter dan Perry (1989 cit Muzdlillah, dkk, 2001) memberikan panduan legal
sebagai petunjuk cara mendokumentasikan dengan benar.
2.6 Sejarah perjuangan perempuan
Perjuangan yang dilakukan oleh kaum wanita di Indonesia terjadi sejak masa
penjajahan Hindia Belanda. Perjuangan yang dilakukan kaum wanita secara
perorangan mengawali pergerakan kaum wanita di Indonesia. pergerakan tokoh
wanita yang melakukan pergerakan di latar belakangi oleh keadaan kaum wanita yang
sangat memprihatinkan.
Perempuan Indonesia telah mengambil peran penting dalam perjuangan
perjalanan bangsa. Hal ini dapat digambarkan dalam kutipan surat kabar Poetri
Mahardika tersebut, bahwa kemajuan sudah menjadi impian para perempuan sejak
awal abad ke-20. Gerakan perempuan Indonesia “Poetri Mahardika” di abad ke-20 ini
telah menjadi awal majunya kesadaran perempuan dalam memperjuangkan hak-
haknya.
Namun, seiring perkembangannya, setelah perempuan menjadi melek huruf,
perempuan menjadi lebih kritis dalam melakukan perlawanan pertama mengenai adat
kawin cerai yang merendahkan kedudukan perempuan pada saat itu dalam keluarga.
Dalam hal ini, perempuan menjadi lebih berkembang dan mempunyai pergaulan yang

9
melampaui desanya. Mereka mampu membangun relasi dengan aktivis laki-laki
terpelajar yang berguna untuk berdiskusi mengenai kesadaran perempuan, dan dapat
menambah ilmu nasional.
1. Sejarah Perjuangan Perempuan (Lokal dan Nasional)
Gerakan perempuan di Indonesia tumbuh pada awal abad 20, ketika sekolah
modern didirikan oleh pemerintah colonial Belanda, dan organisasi modern
didirikan oleh “kaeom bumiputera”. Dan gerakan perempuan “Poetri Mahardika”
menjadi awal majunya kesadaran perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya.
Gerakan perempuan ditandai dengan beberapa periode berikut:
Periode Melek Nasional - Terbentuknya Kongres Perempuan I
Periode ini terjadi setelah Soempah Pemoeda. Pada saat itu, Siti Soendari
seorang aktivis perempuan, wartawan sekaligus pendiri buletin Perempuan Suara
Pacitan mendapat kesempatan untuk berpidato di Kongres Sumpah Pemuda.
Setelah peristiwa penting itu terjadi, organisasi-organisasi perempuan Hindia-
Belanda menyelenggarakan Kongres Perempuan I. Ketika itu, tema besar yang
mereka bahas ialah mengonsolidasi perjuangan khusus perempuan dalam
perjuangan lebih besar, yaitu memerdekakan Indonesia.
Kencenderungan perjuangan periodisasi ini merupakan gerakan perempuan
memasukkan agenda hak perempuan untuk menjadi kebijakan sebagai negara
kolonial. Dalam kongres ini dibentuk pula Persatoean Perempoean Indonesia (PPI),
yang menggunakan federasi-federasi perempuan Indonesia. Di tahun berikutnya
nama federasi tersebut diubah menjadi Perikatan Perhimpoenan Istri Indonesia
(PPI).
Periode Koncowingking – Mengikuti Suami
Tumbuhnya kesadaran perempuan di tahun 1954 menjadikan organisasi perempuan
yang awalnya bernama GERWIS (Gerakan Wanita Sedar) berubah menjadi GERWANI
(Gerakan Wanita Indonesia).
Saat itu, isu yang diperjuangkan ialah kesataraan dan pemberantasan buta huruf. Hanya
saja, pada saat pasca peralihan kepemimpinan orde lama ke orde baru menjadikan gerakan
perempuan dimusnahkan.
Sejak orde baru memimpin, gerakan perempuan melawan adat dan imperialisme tidak
diperbolehkan. Yang diperbolehkan hanyalah menjalankan program nasional, yakni
Keluarga Berencana dan menjadi anggota organisasi istri yang disebut Dharma Wanita
(untuk istri PNS), dan Dharma Pertiwi (untuk istri ABRI).

10
Sedangkan untuk perempuan yang bukan istri dari PNS dan ABRI, akan diarahkan
untuk aktif pemberdayaan kesejahteraan keluarga, Posyandu, atau menjadi penyuluh
keluarga berencana.
Panca Dharma Wanita ialah sebuah ideologi peran agar perempuan tidak melanggar
aturan, dan mereka dikontrol oleh suami atau pejabat negara dari lokal hingga pusat. Di
sini, perempuan dijadikan alat mobilisasi politik rezim militer. Perempuan menjadi pasar
bagi industri kosmetik, busana, dan alat kontrasepsi, sehingga realitasnya
tetaplah koncowingking.
Periode Melek Demokrasi Melawan Otoritarisme Politik
Awal tahun 1980-an dipengaruhi oleh dekade perempuan Internasional 1975-1985.
Sehingga, tumbuhlah organisasi baru yang berjuang merebut kembali hak perempuan
karena dihancurkan. Organisasi tersebut ialah LSM Perempuan.
Kegiatannya mulai dari pengembangan ekonomi, advokasi, kekerasan terhadap
perempuan, hingga mengangkat kembali hak dipilih bagi perempuan untuk menjadi wakil
di parlemen.
Setelah dekade 1900-an, perjuangan merebut hak perempuan bergerak ke isu
kekerasan perempuan yang memusatkan seksualitas, dan gender sebagai penindasan
militerisme negara. Sehingga, Feminisme dan HAM komplementer membangun gerakan
yang membongkar kekerasan negara terhadap perempuan sejak tahun 1965.
Selama periode ini, perjuangan merebut hak perempuan terwujud ke dalam isu-isu
perempuan guna memobilisasi perlawanan terhadap otoritarisme orde baru. Dengan begitu,
gerakan perempuan mendeklarasikan affirmative action (tindakan khusus sementara)
diterima, dan dicantumkan ke dalam UU pemilu sekalipun masih ada catatan kelemahan.
Komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan juga telah dibentuk atas keputusan
Presiden Habibie, sehingga perempuan mulai mendapatkan akses-akses dalam
memperjuangkan haknya.
Setelah melewati periode-periode di atas, kedudukan perempuan Indonesia saat ini
jauh lebih baik. Hal ini didasari karena telah banyak regulasi yang mengatur pengakuan
tentang hak-hak perempuan. Bahkan hak perempuan dalam berkesempatan menjadi
pemimpin, dan berpolitik juga terbuka dan terus berkembang di Indonesia.
Periode 30 Persen Keterwakilan Perempuan
Setelah penguasa Orde Baru mundur sebagai presiden pada 21 Mei 1998,
Kongres Perempuan Indonesia digelar oleh LSM perempuan sajak 14 Desember-22
Desember 1998 di Yogyakarta. Salah satu mandate Kongres yang utama ialah
memperjuangkan isu Hak Dipilih perempuan dalam parleme. Gerakan perempuan

11
mendeklarasikan affirmative action (tindakan khusus sementara) kuota 30% untuk
memastikan kemajuan perjuangan hak dipilih bagi perepuan. Affirmatif action ini
akhirnya diterima dan dicantumkan ke dalam UU Pemilu.
Periode Melawan Liberalisme
Krisis ekonomi dunia yang berlangsung terus menerus mengakibatkan posisi
Indonesia (sebagai negara mantan jajahan) dijadikan objek untuk pemulihan krisis
tersebut. Dan yang dijadikan objek ialah SDA dan tenaga kerja manusia yang
murah. Masalah yang dihadapi ialah pemisahan ruang produksi, sehingga
muncullah beberapa perlawanan perempuan buruh, petani, nelayan, miskin kota
terhadap perusahaan-perusahaan yang mengeksploitasinya.
2. Sejarah Perjuangan Perempuan di Internasional
Amerika
Gerakan perempuan di Amerika mulai munculdi pertengahan abad ke-19.
tuntutan persamaan hak dan diskrimansi menjadi dasar gerakan perempuan
(feminism). pada 19-20 Juli 1948, sebuah konvensi diadakan oleh Lucretia Mott
dan Elizabeth Cady Stanton. Konvensi ini membahas tentang hak social, sipil
dan agama kaum perempuan. Kemudian berlanjut membentuk NWSA (national
woman suffrage association) untuk memperjuangkan hak suara, dan berlanjut
dengan AWSA (American woman suffrage association) yang memiliki tujuan
yang sama. Selanjutnya memasuki abad ke-20 gerakan perempuan di Amerika
mulai bergabung dengan organisasi-organisasi lainnya dan kelompok ini mulai
mengangkat berbagai isu. Akhirnya mereka kemudian melakukan desakan
bersama dan mendapat dukungan yang sangat besar dari masyarakat Amerika.
Chile
Mulai awal tahun 80-an hingga saat ini, gerakan perempuan mulai
mengangkat permasalahn diskrimanasi dan ketidaksetaraan gender. Baru pada
awal tahun 1900 gerakan perempuan di Cile mulai terlihat. Pada pertengahan
1930, didirikan Gerakan untuk Emansipasi Perempuan di Cile. Kemudian dalam
perkembangannya terdapat dua model gerakan yang berkembang:
Gerakan perempuan yang memperjuangkan hak pendidikan bagi kaum
perempuan (tahun 1919). Gerakan perempuan proletariat, yang menuntut hak
pilih universal dan usaha tersebut berhasilseiring dengan terjadinya kudeta
militer yang dilakukan oleh Jendral Pinochet 1973, gerakan perempuan di Cile
juga mengalami kehancuran. Dan ternyata gerakan perempuan dimanfaatkan
12
dengan baik oleh rejim otoriter. Pemerintah kemudain membentuk berbagai
kelompok perempuan untuk mengontrol kegiatan kaum perempuan.
Filipina
Gerakan perempuan di Filipina baru terlihat pada tahun 70-an. Krisis
ekonomi pada tahun 1979 membangkitkan kesadaran kaum perempuan untuk
melakukan perlawanan. Berbagai cara dan isu yang mereka angkat dalam
melakukan perlawanan diantaranya : permasalah gender, mendaptkan hak dan
kesempatan dibidang politik, hak mendaptkan pendidikan,. Organisasi
perempuan yang cukup terkenal adalah General Assembly Binding Woman For
Reforms, Integrity, Leadership, dan Action atau disingkat (GABRIELA).
Australia
Di Australia perempuan menuntuthak hak pilih perempuan dalam politik.
Dan pada tahun 1902 amandemen tersebut disahkan oleh pemerintah Australia.
Pada tahun 1970 isu yang diangkat mulai berkembang ke permasalahn rasisme.
Ddan pada tahun 1989, perempuan di Australia sudah menempati berbagai
posisi di dunia politik.

13
BAB III

PENUTUP

3.2 Kesimpulan
Asuhan Kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi
tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai
kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu pada masa hamil, masa persalinan, nifas,
bayi setelah lahir serta keluarga berencana (Rahmawati, 2016).
Seorang bidan menganut filosofis yang mempunyai keyakinan di dalam dirinya
bahwa semua manusia adalah makhluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang unik
merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada individu yang
sama”.
Pendekatan holistik merupakan pendekatan yang paling komprehensif dalam
pelayanan kesehatan, termasuk kebidanan. Dalam pendekatan ini, seorang individu
merupakan sebuah kesatuan yang terdiri dari dimensi fisik, mental, emosional, sosio
kultural dan spiritual, dan setiap bagiannya memiliki hubungan dan ketergantungan satu
sama lain. Untuk mempertahankan seorang individu sebagai satu kesatuan, pemenuhan
kebutuhan spiritual merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan disamping
pemenuhan terhadap kebutuhan lain.

3.2 Saran

1. Bagi penulis
Agar mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam mempelajari SOAP serta
menetapkan asuhan sesuai standar pelayanan kebidanan yang telah di 95 tetapkan sesuai
dengan kewenangan bidan yang telah diberikan kepada profesi bidan. Serta diharapkan
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan asuhan kebidanan
secara komprehensif terhadap klien.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan bagi mahasiswa dengan
penyediaan fasilitas sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan kompetensi
mahasiswa sehingga dapat menghasilkan bidan yang berkualitas.
3. Bagi Pembaca

14
Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan menambahkan pengalaman
mengenai asuhan kebidanan yang secara menyeluruh, serta dapat mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Bagi Bidan
Bagi seorang bidan hendaknya melakukan praktik kebidanan dengan menempatkan
perempuan sebagai partner dengan pemahaman holistik terhadap perempuan, sebagai
satu kesatuan fisik, psikis, emosional, sosial, budaya, spiritual serta pengalaman
reproduksi. Sehingga bidan dapat meningkatkan kesadaran bahwa memberikan asuhan
kebidanan secara holistik pada masa kehamilan berdampak positif pada hasil persalinan.
Pengabaian terhadap aspek spiritual dapat menyebabkan klien akan mengalami tekanan
secara spiritual. Dalam melakukan asuhan kebidanan yang holistik, pemenuhan
kebutuhan spiritual klien dilakukan dengan pemberian spiritual care. Aspek
penghormatan, menghargai martabat dan memberikan asuhan dengan penuh kasih saying.
Bidan juga berperan memfasilitasi klien dalam melakukan kegiatan ritual keagamaan.
Selain itu, membangun komunikasi, memberikan perhatian, dukungan, menunjukkan
empati, serta membantu klien untuk menemukan makna dan tujuan dari hidup, termasuk
berkaitan dengan kondisi yang sedang mereka hadapi. Spiritual care dapat membantu
klien untuk dapat bersyukur dalam kehidupan mereka, mendapatkan ketenangan dalam
diri, dan menemukan strategi dalam menghadapi rasa sakit maupun ketidaknyamanan
yang dialami, baik dalam masa kehamilan, maupun persalinan. Selain itu, hal ini juga
akan membantu klien dalam memperbaiki konsep diri bahwa kondisi sakit ataupun tidak
nyaman yang dialami juga bentuk lain dari cinta yang diberikan oleh Tuhan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, H., 2008. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka. Jakarta.


Varney, H., Kriebs, J.M. dan Gegor, C.L., 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, I(4).
Jakarta. EGC.
Alimul, H. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Jannah, Nurul. 2011. Konsep Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Ar’ruz Media.
Arivia, G. (n.d.). Soekarno dan Gerakan Perempuan: Kepentingan Bangsa Vs
Kepentingan Perempuan. Retrieved from
https://www.scribd.com/doc/256761246/So ekarno-Dan-Gerakan-Perempuan
Blackburn, S. (2004). Women and the state in modern Indonesia. Cambridge
University Press.
Diniah, H. (2007). Gerwani bukan PKI: sebuah gerakan feminisme terbesar di
Indonesia. ÇarasvatiBooks.
Kartini, R. A. (1963). Habis gelap terbitlah terang / Raden Adjeng Kartini ;
terdjemahan Armijn Pane (A. Pane 1908- & R. A. Kartini 1879-1904. Habis
gelap terbitlah terang, Eds.). Djakarta: Balai Pustaka.
Kuntjara, E. (2001). Gender in Javanese Indonesian. Impact: Studies in Language and
Society, 199.
Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana. Manilet-
Ohorella, G. A.,
Sutjiatiningsih, S., & Ibrahim, M. (1992). Peranan wanita Indonesia dalam masa
pergerakan nasional. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
Sejarah dan Nilai.

16

Anda mungkin juga menyukai