Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PRAKTIK KEBIDANAN

Disusun Oleh: Kelompok I


1. Rahmatika
2. Anita Oktafiani
3. Vici Ramona
4. Wilda Febriai

Dosen Pengampu:
Septiwiyarsi, S.ST., M.Kes

Mata Kuliah:
Praktik Kebidanan

UNIVERSITAS ADIWANGSA JAMBI


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
PRODI SI KEBIDANAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan
Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Makalah Praktik Kebidanan”
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat
berharap makalah ini dapat bermanfaat. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian makalah ini penulis selesaikan dan terima kasih.

Penulis

Jambi, Oktober 2020

ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Praktik Kebidanan .................................................................. 3
2.2 Tinjauan Refleksi Praktik dalam pelayanan kebidanan ......................... 6
2.3 Manajemen Pemberian Obat.................................................................. 15
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 23
3.2 Saran...................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di
dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita
terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yangmelahirkan. Peran
dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena
tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati,
mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat
merawat bayinya dengan baik.
Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari
Mesir yang berani ambil resikomembela keselamatan bayi-bayi laki-laki
bangsa Yahudi yang diperintahkan oleh Firaun untuk di bunuh. Mereka sudah
menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam
membela orang-orang yang berada dalam posisi yang lemah, yang pada
zaman modern ini, kita sebut peran bidan dalam praktiknya. Bidan sebagai
pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja
berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar
praktik pelayanan serta kode etik yang dimilikinya.
Di era globalisasi sekarang ini, keberadaan seorang bidan sangat
diperlukan. Bidan diakui sebagai profesional yang bertanggung jawab yang
bekerja sebagai mitra perempuan dalam memberikan dukungan yang
diperlukan. Misalnya, asuhan dan nasihat selama kehamilan, periode
persalinan dan post partum, melakukan pertolongan persalinan di bawah
tanggung jawabnya sendiri, dan memberikan asuhan pada bayi baru lahir.
Ruang lingkup asuhan yang diberikan oleh seorang bidan dan telah ditetapkan
sebagai wilayah kompetensi bidan di Indonesia.
Dalam hal ini diharapkan agar bidan tidak memandang pasiennya dari
sudut biologis.Akan tetapi juga sebagai unsur sosial yang memiliki budaya
tertentu dan di pengaruhi oleh kondisi ekonomi serta lingkungan
disekelilingnya.Sehingga nantinya dapat menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas yang sudah dicanangkan oleh pemerintah.
Bidan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam asuhan yang
mandiri, kolaborasi dan melakukan rujukan yang tepat. Oleh karena itu bidan
dituntut untuk mampu mendeteksi dini tanda dan gejala komplikasi
kehamilan, memberikan pertolongan kegawatdaruratan kebidanan dan
perinatal dan merujuk kasus.
Praktik kebidanan telah mengalami perluasan peran dan fungsi dari
focus terhadap ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir, serta anak balita
bergeser kepada upaya mengantisipasi tuntutan kebutuhan masyarakat yang
dinamis yaitu menuju kepada pelayanan kesehatan reproduksi sejak konsepsi
hingga usia lanjut, meliputi konseling pre konsepsi, persalinan, pelayanan
ginekologis, kontrasepsi, asuhan pre dan post menopause, sehingga hal ini
merupakan suatu tantangan bagi bidan.
Berdasarkan penjelasan di atas peulis akan menjelaskan tentang “peran
bidan dalam praktik kebidanan beserta management dalam pemberian obat”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja peran bidan dalam praktik kebidanan?
2. Bagaimana manajemen pemberian obat?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja peran bidan dalam praktik kebidanan.
2. Untuk mengetahui bagaimana manajemen dalam permberia obat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Praktik Kebidanan


1. Ruang Lingkup dalam Praktik Kebidanan
a. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan. Lulus dengan persyaratan yang ditelah
ditetapkan dan memperoleh kualifikasi untuk registrasi dnn
memperoleh izin untuk melaksanakan praktik kebidanan.
b. Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh
bidan yang bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan
komunitasnya, didasari etika dan kode etik bidan. Selain itu diartikan
juga sebagai serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan
masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.
c. Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan
seni yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas
dan menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan,
klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–
fungsi reproduksi manusia serta memberikan bantuan/dukungan
pada perempuan, keluarga dan komunitasnya.
d. Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka
pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode
pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data,
analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
e. Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan
tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan
ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan.

3
f. Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister)
yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
2. Praktik dalam Pelayanan Kebidanan
Pelayanan praktik kebidanan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari pelayanan rumah sakit. Oleh karena itu, tenaga bidan
bertanggung jawab memberikan pelayanan kebidanan yang optimal
dalam meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan kebidanan
yang diberikan selama 24 jam secara berkesinambungan. Bidan harus
memiliki keterampilan professional, ataupun global. Agar bidan dapat
menjalankan peran fungsinya dengan baik, maka perlu adanya
pendekatan sosial budaya yang dapat menjembatani pelayanannya
kepada pasien.
Program pelayanan kebidanan yang optimal dapat dicapai dengan
adanya tenaga bidan yang professional dan dapat diandalkan dalam
memberikan pelayanan kebidanannya berdasarkan kaidah-kaidah profesi
yang telah ditentukan,seperti memiliki berbagai pengetahuan yang luas
mengenai kebidanan, dan diterapkan oleh para bidan dalam melakukan
pendekatan asuhan kebidanan kepada masyarakat.
Bidan dapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi,
melalui pendekatan sosial dan budaya yang akurat. Terdapat beberapa
bentuk pendekatan yang dapat digunakan atau diterapkan oleh para bidan
dalam melakukan pendekatan asuhan kebidanan kepada masyarakat
misalnya paguyuban, kesenian tradisional, agama dan sistem banjar.
Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam menerima,
bahwa pelayanan atau informasi yang diberikan oleh petugas, bukanlah
sesuatu yang tabu tetapi sesuatu hal yang nyata atau benar adanya.
Dalam memberikan pelayanan kebidanan, seorang bidan lebih
bersifat:
a. Promotif, bidan yang bersifat promotif berarti bidan berupaya
menyebarluaskan informasi melalui berbagai media Metode

4
penyampaian, alat bantu, sasaran, media, waktu ideal, frekuensi,
pelaksana dan bahasa serta keterlibatan instansi terkait maupun
informal leader tidaklah sama di setiap daerah, bergantung kepada
dinamika di masyarakat dan kejelian kita untuk menyiasatinya agar
informasi kesehatan bisa diterima dengan benar dan selamat. Penting
untuk diingat bahwa upaya promotif tidak selalu menggunakan dana
negara, adakalnya diperlukan adakalanya tidak. Selain itu,
penyebaran informasi hendaknya dilakukan secara
berkesinambungan dengan memanfaatkan media yang ada dan
sedapat mungkin dikembangkan agar menarik dan mudah dicerna.
Materi yang disampaikan seyogyanya selalu diupdate seiring dengan
perkembangan ilmu kesehatan terkini.
b. Preventif berarti bidan berupaya pencegahan semisal imunisasi,
penimbangan balita di Posyandu dll. Kadang ada sekelompok
masyarakat yang meyakini bahwa bayi berusia kurang dari 35 hari
(jawa: selapan) tidak boleh dibawa keluar rumah.
c. Kuratif berarti bidan tidak dikehendaki untuk mengobati penyakit
terutama penyakit berat.
d. Rehabilitatif berarti bidan melakukan upaya pemulihan kesehatan,
terutama bagi pasien yang memerlukan perawatan atau pengobatan
jangka panjang.
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan saat ini
dihadapkan pada masyarakat yang lebih terdidik, dan mampu memberi
pelayanan kesehatan yang di tawarkan atau dibutuhkan oleh masyarakat.
Masyarakat mengiginkan pelayanan kesehatan yang murah, nyaman,
sehingga memberi kepuasan (sembuh dengan cepat dengan pelayanan
yang baik). Rumah sakit perlu mengembangkan suatu sistem pelayanan
yang didasarkan pada pelayanan yang berkualitas baik, biaya yang dapat
dipertanggung jawabkan dan diberikan pada waktu yang cepat dan tepat.
Rumah sakit sebagai suatu institusi pelayanan kesehatan, dalam
memproduksi jasa pelayanan kesehatan (pelayanan medis dan pelayanan

5
kebidanan), untuk masyarakat menggunakan berbagai sumber daya
seperti ketenanagaan, mesin, bahan, fasilitas, modal, energy dan waktu.
Ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh bidan yaitu:
memiliki wawasan dan pengetahuan, telah menyelesaikan pendidikan
kebidanan, memiliki sopan santun, tidak membeda-bedakan miskin
maupun kaya, tidak membuka privasi pasien, berbakti pada insani,
mempunyai etika dan moral, cepat dan cekatan, mampu melayani dengan
ikhlas dan sabar, bersikap ramah dan terampil, tidak mudah putus asa,
serta dapat melakukan hak dan kewajibannya dengan baik.
Bidan memiliki banyak peran terutama dalam menjalankan praktek
di masyarakat.peran bidan yang harus dilaksanakan diantaranya adalah
peran sebagai pendidik, sebagai pelaksana, sebagai pengelola, sebagai
peneliti, sebagai pemberdaya, sebagai pembela klien, sebagai
kolaborator,dan sebagai perencana. Dari peran-peran tersebut, bidan
memiliki tugas dan wewenang yang harus di laksanakan secara baik dan
sesuai peraturan yang sudah ditetapkan.

2.2 Tinjauan Refleksi Praktik dalam pelayanan kebidanan


1. Refleksi Praktik Kebidanan
Refleksi praktik dalam pelayanan kebidanan dimaksudkan sebagai
bentuk pedoman/acuan yang merupakan kerangka kerja seorang bidan
dalam memberikan asuhan kebidanan, dipengaruhi oleh filosofi yang
dianut bidan (filosofi asuhan kebidanan) meliputi unsur-unsur yang
terdapat dalam paradigma kesehatan (manusia-perilaku, lingkungan &
pelayanan kesehatan).
Dalam praktek kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang
berkualitas sangat dibutuhkan. Kualitas kebidanan ditentukan dengan
cara bidan membina hubungan, baik sesama rekan sejawat ataupun
dengan orang yang diberi asuhan. Upaya meningkatkan kualitas
pelayanan kebidanan juga ditentukan oleh ketrampilan bidan untuk

6
berkomunikasi secara efektif dan melakukan konseling yang baik kepada
klien.
Bidan merupakan ujung tombak memberikan pelayanan yang
berkuliatas dan sebagai tenaga kesehatan yang professional, bekerja
sebagai mitra masyarakat, khususnya keluarga sebagai unit terkecilnya,
yang berarti bidan memiliki posisi strategis untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang bersifat holistik komprehensif (berkesinambungan,
terpadu, dan paripurna), yang mencakup upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif dalam upaya mencapai terwujudnya paradigma
sehat. Jadi seorang bidan dituntut untuk menjadi individu yang
professional dan handal memberikan pelayanan yang berkualitas karena
konsep kerjanya berhubungan dengan nyawa manusia.
2. Praktik dalam Asuhan Kebidanan
a. Monitoring keadaan fisik, psikologis spiritual dan sosial perempuan
dan keluarganya sepanjang siklus reproduksinya
b. Menyediakan kebutuhan perempuan seperti pendidikan, konseling
dan asuhan keahmilan; pendamping asuhan berkesinambungan
selama,kehamilan, persalinan dan periode post partum.
c. Meminimalkan intervensi
d. Mengidentifikasi dan merujuk perempuan yang memiliki tanda
bahaya
3. Model Praktek Kebidanan di Indonesia
a. Primary Care
Bidan sebagai pemberi asuhan bertanggung jawab sendiri dalam
memberikan asuhan yang berkesinambungan sejak hamil,
melahirkan dan post partum, sesuai kewenangan bidan.
b. Continuity of Care
1) Diselenggarakan oleh sekelompok bidan dengan standard
praktik yang sama filosofi dan proses pelayanannya adalah
partneship dengan perempuan
2) Setiap bidan mempunyai komitmen sebagai berikut :

7
3) Mengembangkan hubungan yang baik dengan pasien sejak
hamil
4) Mampu memberikan pealyanan yang aman secara individu
5) Memberikan dukungan pada pasien dalam persalinan
6) Memberikan perawatan yang komprehensif kepada ibu dan bayi
c. Collaborative Care
Bidan perlu berkolaborasi dengan professional lain untuk
menjamin kliennya menerima pelayanan yang baik bila terjadi
sesuatu dalam asuhan. Kolaborasi dilaksanakan dengan informed
choice demi keuntungan ibu dan bayi.
Pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan,
promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi
komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan sesuai
dengan kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta
melaksanakan tindakan kegawat daruratan. Bidan mempunyai tugas
penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya
kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.
Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan
menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan,
kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Pelayanan kebidanan merupakan salah satu kegiatan dalam
pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
kemampuan, hidup sehat dan mengambil bagian dalam pelayanan
kesehatan masyarakat, turut membantu menghasilkan generasi
bangsa yang cerdas.
Pelayanan yang demikian karena pelayanan kebidanan
ditujukan kepada perempuan sejak masa sebelum konsepsi, masa
kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan balita. Tentu saja
pelayanan kebidanan yang berkualitas akan member hasil yang
berkualitas, yaitu kepuasan pelanggan maupun provider dan
pelayanan yang bermutu. Untuk pelayanan yang berkualitas tersebut

8
diperlukan seorang pemimpin yang dapat meningkatkan terus mutu
pelayanan kebidanan yang diberikan oleh organisasinya dan
pelayanan yang diberikan harus berorientasi pada mutu.
Bidan adalah profesi yang benar-benar harus dijiwai karena
sangat menuntut tanggung jawab. Bidan juga nantinya akan menjadi
pemberi asuhan di tengah masyarakat. Bidan adalah orang yang
berperan penting dalam terciptanya ibu dan anak yang sehat dan
keluarga bahagia serta generasi bangsa yang sehat.
4. Prinsip Bidan dalam Praktik Kebidanan.
Adapun tugas dan prinsip bidan dalam praktik kebidanan ketika
melakukan tugasnya yaitu:
a. Cintai yang anda lakukan, lakukan yang anda cintai (love your do,
do your love).
Profesi bidan harus dihayati. Banyak orang yang memilih bidan
karena dorongan orangtua, dengan harapan cepat bekerja dengan
masa pendidikan yang singkat dan dapat membuka praktek mandiri.
Oleh karena itu terlepas dari apapun motivasi seseorang menjadi
bidan, setiap bidan harus mencintai pekerjaannya.
b. Jangan membuat kesalahan (don’t make mistake).
Dalam memberi asuhan, usahakan tidak ada kesalahan. Bidan
harus bertindak sesuai dengan standar profesinya. Untuk itu bidan
harus terus menerus belajar dan meningkatkan keterampilan.
Kesalahan yang dilakukan memberi dampak sangat fatal. Jangan
pernah berhenti mengasah keterampilan yang telah dimiliki saat ini,
terus meningkatkan diri, dan mau belajar kaena ilmu selalu berubah.
Keinginan untuk terus belajar dan kemauan untuk meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan akan sangat membantu kita
menghindari kesalahan.
c. Orientasi kepada pelanggan (customer oriented).
Apapun yang dilakukan harus tetap berfokus pada pelanggan.
Siapa yang anda beri pelayanan, bagaimana karakter pelanggan

9
anda, bagaimana pelayanan yang anda berikan dapat mereka terima
dan dapat member kepuasan sehinga anda tetap dapat member
pelayanan yang sesuai engan harapan dan keinginan pelanggan.
d. Tingkatkan mutu pelayanan (improved your service quality).
Bidan harus terus menerus meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan kepada kliennya. Dalam member pelayanan, jangan
pernah merasa puas. Oleh karena itu, bidan harus terus menerus
meningkatkan diri, mengembangkan kemampuan kognitif dengan
mengikuti pelatihan, mempelajari dan menguasai perkembangan
ilmu yang ada saat ini, mau berubah ke arah yang lebih baik, tentu
saja juga mau menerima perubahan pelayanan di bidang kebidanan
yang telah dibuktikanlebih bermanfaat secara ilmiah.
Bidan yang terus berpraktek, keterampilannya akan terus
bertambah dalam memberi asuhan dan melakukan pertolongan
persalinan, KB, maupun dalam hal member pelayanan kebidanan
lainnya. Dengan demikian diharapkan kualitas personal bidan
meningkat sehingga akan meningkatkan mutu pelayanan yag
diberikannya.
e. Lakukan yang terbaik (do the best).
Jangan pernah memandang klien/pelanggan sebagai individu
yang ‘tidak penting’ atau mengklasifikasikan pelayanan yang anda
berikan kepada pelanggan dengan memandang status ekonomi,
kondisi fisik, dan lain-lain. Ingat! Klien berhak memdapatkan
pelayanan kesehatan tanpa diskriminasi. Bidan harus member
pelayanan, pemikiran, konseling, tenaga, dan juga fasilitas yang
terbaik bagi kliennya.
f. Bekerja dengan takut akan tuhan (work with reverence for the Lord).
Sebagai bangsa indonesia yang hidup majemuk dan beragama,
bidan harus menghormati setiap kliennya sebagai makhluk ciptaan
Tuhan. Bidan juga harus percaya segala yang dilakukan
dipertanggungjawabkan kepada Sang pencipta. Oleh karena itu,

10
bidan harus memperhatikan kaidah/norma yang berlaku di
masyarakat, menjunjung tinggi moral dan etika, taat dan sadar
hukum, menghargai pelanggan dan teman sejawat, bekerja sesuai
dengan standar profesi.
g. Berterima kasih kepada setiap masalah (say thanks to the problem).
Bidan dalam menjalankan tugas, baik secara individual
(mandiri) sebagai manajer maupun dalam kelompok (rumah sakit,
puskesmas, di desa) tentu saja menghadapi dan melihat banyak
masalah pada proses pelaksanaan pelayanan kebidanan. Setiap
masalah yang dihadapi akan menjadi pengalaman dan guru yang
paling berharga. Bidan dapat juga belajar dari pengalaman bidan
lainnya dan masalah yang mereka hadapi serta bagaimana mereka
mengatasinya. Setiap masalah, baik masalah manajemen maupun
asuhan yang diberikan, membuat kita dapat belajar lebih baik lagi di
waktu yang akan datang.
Selain itu masalah juga membuat seseorang mencapai
kedewasaan dan kematangan. Oleh karena itu, jangan pernah
menyalahkan situasi dan masalah yang ada, justru kita bisa belajar
dari setiap situasi dan mencari strategi pemecahannya, yang
terpenting adalah mengevaluasi segala yang kita lakukan dan belajar
dari kesukaran, masalah, dan kesalahan yang kita alami serta
berusaha menghindari kesalahan yang sama.
h. Perubahan perilaku (behavior change).
Mengubah perilaku sangat sulit dilakukan. H. L. Blum
mengatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan yaitu tenaga kesehatan, lingkungan, keturunan, dan
perilaku. Hal yang paling sulit dilakukan adalah perubahan perilaku.
Akan tetapi, jika bidan sebagai tenaga kesehatan yang
mengemban tanggung jawab moral selalu meningkatkan diri,
menerima perubahan yang positif dan baik untuk pelayanan
kebidanan, meninggalkan praktik yang tidak lagi didukung secara

11
ilmiah, dan mengarahkan diri selalu pada pencapaian kualitas
pelayanan, berorientasi pada tugas dan pelanggan, turut serta ambil
bagian dalam peningkatan kualitas pelayanan kebidanan, mau
memberi dan menerima saran/kritik dari teman sejawat dan
organisasi profesi untuk memperbaiki diri, menyadari batas-batas
wewenang dan tanggung jawabnya sebagai bidan, diharapkan angka
kematian ibu dan anak dapat diturunkan. Bidan juga harus terus
melibatkan dirinya dalam perbaikan mutu pelayanan sehingga bidan
selalu berada dalam lingkaran mutu dan memberi pengaruh bagi
perbaikan kualitas pelayanan kebidanan masa depan
Upaya pembangunan keluarga sejahtera dan pemberdayaan
bidan tidak bisa dipisahkan. Bidan adalah ujung tombak
pembangunan keluarga sejahtera dari sudut kesehatan dan
pemberdayaan lainnya. Bidan menempati posisi yang strategis
karena biasanya di tingkat desa merupakan kelompok profesional
yang jarang ada tandingannya. Masyarakat dan keluarga Indonesia
di desa, dalam keadaan hampir tidak siap tempur, menghadapi
ledakan generasi muda yang sangat dahsyat. Bidan dapat mengambil
peran yang sangat penting dalam membantu keluarga Indonesia
mengantar anak-anak dan remaja tumbuh kembang untuk berjuang
membangun diri dan nusa bangsanya.
Kesempatan hamil dan melahirkan bertambah jarang,
pengalaman keluarga merawat ibu hamil, ibu melahirkan, dan anak
balita, atau anak usia tiga tahun, dalam suatu keluarga, juga
bertambah jarang. Kalau terjadi peristiwa kehamilan atau kelahiran
dalam suatu keluarga, hampir pasti kemampuan dan mutu anggota
keluarga merawat anggotanya yang sedang hamil atau melahirkan
juga menjadi kurang cekatan dan mutunya rendah. Padahal keluarga
masa kini, yang bertambah modern dan urban, menuntut kualitas
pelayanan yang bermutu tinggi.

12
Keluarga masa kini juga menuntut hidup tetap sehat dalam
waktu yang sangat lama karena usia harapan hidup yang bertambah
tinggi. Karena itu, sebagai ujung tombak dalam bidang kesehatan,
bidan dituntut untuk berperan sebagai ahli detektor awal untuk
apabila menemukan suatu kondisi kesehatan yang mencurigakan
dari anggota suatu keluarga, segera memberi pertolongan dini, atau
memberi petunjuk untuk rujukan.
Kalau seorang bidan tidak mampu memberikan petunjuk kepada
suatu keluarga, karena penyakit yang diderita seorang anggotanya
berada diluar wewenangnya, seorang bidan segera bisa mengirim
anggota keluarga yang bersangkutan ke tingkat referal yang lebih
tinggi. Dengan demikian, para bidan, dalam jaman yang modern
sekarang ini, memiliki peran luar biasa untuk memelihara kesehatan
keluarga di tingkat pedesaan dan rumah tangga. Para bidan bisa
menjadi detector dan sekaligus advokator yang ampuh.
Alasannya sederhana. Perubahan sosial budaya dan cirri
kependudukan tersebut di atas mengundang perubahan peran
tenaga-tenaga pembangunan, seperti bidan, yang lebih tinggi dalam
mengantar anak-anak muda dan remaja membangun keluarga kecil
yang bahagia dan sejahtera. Kalau di masa lalu para bidan
mempunyai peran yang relatif terbatas dalam melayani proses
reproduksi seseorang yang kondisinya kurang baik, dan berbahaya,
di masa depan proses reproduksi generasi muda dan pasangan muda
lebih jarang terjadi.
Tetapi tidak kalah berbahayanya dan bahkan mungkin saja
terjadi jauh sebelum seseorang sesungguhnya siap dengan proses
reproduksinya. Remaja tersebut perlu mendapat dukungan dengan
tuntutan kualitas yang sangat tinggi, sehingga peran bidan juga
menjadi lebih sukar dan perlu dukungan semua pihak dengan baik.
Karena tuntutan yang demikian tinggi, bidan tidak bisa santai
menanggapinya. Anak muda dan remaja masa depan menuntut

13
kualitas prima karena penentuan pilihan pelayanan yang
dikehendakinya tidak lagi pada unsur pelayanan, yaitu para bidan,
tetapi pada anak muda, remaja dan pasangan muda masing-masing.
Tuntutan atas peningkatan kualitas pelayanan itu mencuat pada
akhir abad yang lalu karena keluarga dan penduduk merasa bahwa
kompetisi masa depan hanya bisa dimenangkan bukan melalui
“krubutan” dengan pasukan orang banyak, tetapi melalui pelayanan
yang bermutu. Keluarga dan penduduk masa depan menghendaki
pelayanan dengan standard internasional yang bermutu, tahan
banting dan karena usia harapan hidup yang panjang, tuntutan atas
pelayanan bermutu itu akan berlangsung untuk masa yang sangat
lama.
Ada delapan target dan sasaran yang harus dicapai secara
terpadu. Indonesia yang ikut menanda tangani deklarasi PBB pada
akhir tahun 2000 itu ikut bertanggung jawab terhadap pencapaian
target-target tersebut. Untuk mencapai sasaran dan target-target
tersebut Indonesia harus menempatkan pembangunan dan
pemberdayaan seperti bidan, tenaga kesehatan, tenaga pendidikan
dan tenaga pemberdayaan masyarakat pada posisi sangat penting di
lapangan, di pedesaan.
Peranan tenaga-tenaga pembangunan tersebut sangat tinggi dan
mutlak. Peranan bidan misalnya, sekaligus merupakan sumbangan
yang sangat tinggi untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia,
yaitu dalam rangka hidup sehat dan sejahtera. Lebih-lebih lagi
nampak sekali bahwa peranan bidan sangat penting dalam memberi
dorongan agar keluarga yang isterinya sedang hamil mendapat
perhatian dalam bidang kesehatan pada umumnya dan kemampuan
mengembangkan ekonomi keluarga. Tujuannya adalah agar setiap
keluarga mempunyai kemampuan memelihara kesehatannya,
terutama kesehatan isterinya.

14
Apabila kemampuan keluarga memadai, dan isteri atau ibu
dalam rumah tangga sedang hamil, akan mendapat masukan
makanan dengan gizi yang cukup. Dengan gizi yang baik janin yang
dikandungnya akan tumbuh menjadi bayi yang sehat. Di kemudian
hari, apabila janin sudah dilahirkan berupa bayi, maka bayi tersebut
akan tumbuh menjadi anak yang sehat. Kalau mendapat dukungan
keluarga yang sejahtera, maka anak itu akan tumbuh kembang
dengan baik. Selanjutnya keluarga yang lebih mampu secara
ekonomis dapat mengirim anaknya ke sekolah dan akhirnya menjadi
putra bangsa yang dapat dibanggakan.
Karena itu dalam kehidupan keluarga yang sederhana, bersama
dengan kekuatan pembangunan lainnya di pedesaan, para bidan
dapat mempengaruhi masyarakat dan pemimpin sekelilingnya untuk
memberi perhatian kepada keluarga kurang mampu dengan
dukungan pemberdayaan ekonomi.
Tujuannya adalah agar apabila isterinya mengandung dan
melahirkan, keadaan rumah tangganya lebih baik. Peranan sebagai
ujung tombak dalam bidang kesehatan, sosial dan ekonomi rumah
tangga tersebut menjadi sangat penting dalam peningkatan mutu
sumber daya manusia yang sejak awal tahun 1990 menjadi acuan
PBB, khususnya United Nations Development Programme (UNDP).

2.3 Management Pemberian Obat


1. Pengertian Manajemen Obat
Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan melalui pemanfaatan
sumber daya dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan tertentu (Athoillah, 2010).
Manajemen Obat adalah pokok manajerial Rumah Sakit terutama
dalam hal pengelolaan obat yang ada dirumah sakit yang bertujuan
mencegah stock out dan stagnan stok. Bila hal ini terjadi akan berakibat

15
ketidak efisienan dan menjadi buruk secara medis maupun ekonomis.
Karena mutu pelayanan obat yan baik akan meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit secara keseluruhan.
Manajemen Obat menjadi tanggung jawab bersama antara praktisi
farmasi, praktisi klinis dan para manajer. Bentuk struktur organisasi dan
stafing yang ada sangat mempengaruhi pembagian tanggung jawab, jika
di saat apoteker tidak ada di tempat maka pengelolaan bisa dilakukan
oleh unit klinis sesuai dengan kebijakan rumah sakit. Pada sentral farmasi
yang besar dengan manajemen obat yang optimal maka wajib mengelola
obat yang digunakan di seluruh rumah sakit.
Manajemen obat dalam standar akreditasi versi 2012 terbagi dalam
tujuh standar MPO meliputi:
a. Manajemen dan Penggunaan obat I (Organisasi dan
Manajemen)
Manajemen dan Penggunaan Obat merupakan kewajiban dan
tanggung jawab bersama antara pelayanan farmasi, praktisi asuhan
klinis dan pimpinan. Pembagian tugas dan tanggung jawab melihat
dari struktur organisasi dan kebijakan yang berlaku. Pengaturan ini
di berlakukan sebagai bentuk antisipasi ketika dalam pelayanan
tidak ada apoteker maka pengelolaan bisa dilakukan di unit yang
didelegasikan.
Dalam PMK Nomer 72 Tahun 2016 tentang pelayanan
kefarmasian di rumah sakit pada pasal 4 ayat 1 menjelaskan
pelayanan kefarmasian harus didukung sumber daya farmasi dan
dengan pengorganisasian mengunakan standar prosedur operasional
yang mendukung keselamatan pasien.
Dalam pola ketenagaan Instalasi Farmasi harus sesuai dengan
aturan yang berlaku yaitu adanya Apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian sesuai aturan dan beban tugas kerja.

16
b. Manajemen Penggunaan Obat 2 (Seleksi dan Pengadaan)
1) Seleksi atau Pemilihan
Perencanaan adalah proses kegiatan dalam pemilihan jenis,
jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung
jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan.
Penetapan Obat mana yang harus tersedia di Rumah Sakit baik
yang di resepkan dan di pesan oleh para dokter. Keputusan ini
berdasarkan pada kebijakan rumah sakit dengan meninjau jenis
layanan dan kebutuhan pasien di Rumah Sakit.
Pengembangan formularium dari seluruh obat di Rumah
sakit wajib dilakukan agar semua obat yang di utuhkan dan
tersedia baik dari dalam maupun luar dapat di tentukan dalam
hal ini undang-undang atau peraturan bisa menjadi dasar dalam
daftar atau sumber obat tersebut. (KARS, 2011).
Pemilihan obat yang didasari pertimbangan keselamatan
pasien, dengan berbagai pertimbangan baik dari faktor
kebutuhan pasien dan ekonomisnya dan memerlukan ada suatu
prosedur jika tidak ada persediaanya (KARS, 2011).
Dasar dari Pemilihan Sediaan baik dari alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai ini berdasarkan:

17
a) Standar pengobatan dan terapi yang masuk dalam
formularium
b) Standar Ketersediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang telah ditetapkan.
c) Pola penyakit sesuai dengan demografi
d) Efektifitas dan keamanan obat.
e) Pengobatan dengan evidance base
f) Mutu dari Obat
g) Keterjangkauan Harga Obat
h) Mudahnya ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit harus sesuai dengan kriteria
sebagai berikut:
a) Diutamakan pada Obat generik.
b) Perbandingan anatara Rasio manfaat-risiko yang lebih
bermanfaat untuk penderita.
c) Terjamin Mutu obatnya
d) Kemudahan dan kepraktisan dalam pengelolaan simpan dan
angkut.
e) Praktis di gunakan dan diserahkan
f) Memudahkan dalam kepatuhan pasien saat mengkonsumi.
g) Perbandingan Rasio manfaat-biaya yang efektif.
c. Manajemen Penggunaan Obat 3 (Penyimpanan).
Metode penyimpanan obat dilakukan bertujuan dalam
memudahkan proses pelayanan dengan teknik alfabetis dan menjaga
agar arus keluar obat harus yang pertama dimasukan itulah obat yang
pertama keluar sehingga kadaluarsa obat dapat terhindarkan. Obat
yang beresiko terjadi kekeliruan untuk sediaan yang meiliki sama
suara dan sama rupa harus di berikan label sehingga tidak ada
kesalahan yang menyebabkan cedera pasien.
Dalam Lampiran PMK No 72 Tahun 2016 Rumah Sakit wajib
menyediakan box penyimpanan Obat emergensi yang akan

18
digunakan dalam kondisi kegawat daruratan. Harus disimpam di
Tempat yang mudah diakses dan bebas dari penyalahgunaan ataupun
kehilangan akibat pencurian
d. Manajemen Penggunaan Obat 4 (Pemesanan dan Pencatatan)
Peresepan dalam pemesanan serta pencatatan yang aman harus
di atur dalam kebijakan, panduan dan prosedur di Rumah Sakit.
Dalam mencegah terjadinya delay layanan yang diakibatkan oleh
ketidak tepatan dalam kaidah penulisan resep maka staf yang
bersangkutan dilakukan pelatihan penulisan resep seusuai dengan
kaidah penulisan resep. Karena peresepan obat yang tidak terbaca
dengan benar akan mengancam kondisi keselamatan pasien dan bisa
menunda proses pengobatan, sehingga Rumha Sakit wajib mengatur
kebijakan untuk menghindari tidak terbacanya resep (KARS, 2011).
e. Manajemen Penggunaan Obat 5 (Persiapan dan Penyaluran)
Proses penyampaian sediaan farmasi yang diminta dokter untuk
penderita sampai diterima oleh penderita disebut pendistribusian
sediaan farmasi, dan dalam kegiatan ini terjadi proses pelayanan
farmasi klinik dan non klinik. Sesuai dengan pendapat Siregar dalam
buku Farmasi Rumah Sakit (2004), yang menyatakan “Distribusi
perbekalan kesehatan adalah pengantaran perbekalan kesehatan
yang dimulai dari penerimaan order dokter di IFRS sampai di
konsumsi oleh penderita”.
Suatu sistem distribusi obat yang efisien dan efektif sangat
tergantung pada desain sistem dan pengelolaan yang baik. Beberapa
jenis sistem distribusi obat untuk penderita rawat inap adalah
(Siregar, 2004):
1) Sistem distribusi resep obat individu dapat dilakukan secara
sentralisasi dan desentralisasi.
2) Pemusatan Farmasi merupakan proses semua resep disiapkan
dan didistribusikan oleh farmasi pusat. Desentralisasi adalah
IFRS memiliki cabang-cabang, yang berlokasi di daerah

19
perawatan penderita.
3) Sistem Penyaluran obat lengkap di ruang. Dalam sistem ini,
semua obat yang dibutuhkan penderita tersedia lengkap di ruang
penyimpanan obat, kecuali obat yang jarang digunakan dan atau
sangat mahal. Di sini IFRS hanya memeriksa dan memasok
obat, tidak langsung memberi pelayanan, sehingga tingkat
kesalahan obat besar karena order obat tidak dikaji oleh
apoteker.
4) Sistem penyaluran obat multi resep individu di
desentralisasikan.
f. Manajemen Penggunaan Obat 6 (Pemberian).
Pemberian obat di sesuaikan dengan kewanangan klinis yang
dikeluarkan oleh direktur rumah sakit yang di rekomendasikan dari
komite medis, dan komite yang lainya sesuai dengan hasil kredensial
yang bersangkutan. Rumah sakit memberikan batasan kewangan dan
pengawasan serta membuat prosedur pendelegasian dalam
pemberian obat (KARS, 2011).
g. Manajemen Penggunaan Obat 7 (Pemantauan).
Monitoring pemberian merupakan tanggung jawab bersama
antara Dokter, perawat, dan pasien serta apoteker. Monitoring ini
bertujuan untuk melihat efek pengobatan dan evaluasi terhadap
kejian tidak di harapkan.
Monitoring obat ini sebagai mana tugas farmasi klinik tertuang
dalam PMK No 72 Tahun 2016 yang menyebutkan tugas farmasi
klinik sebagai berikut:
1) Pengkajian dan pelayanan Resep.
Pelayanan Resep di awali dari proses penerimaan,
selanjutnya mengecek ketersediaan, baru dilakuakan telaah
pengkajian Resep, berikutnya penyiapan Sediaan meliputi
peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian
informasi pada pasien. Pada setiap tahap pelayanan Resep

20
dilakukan upaya preventif dari medication error Obat dengan
double check.
2) Penelusuran riwayat dari penggunaan Obat.
Penelusuran Riwayat obat ini bertujuan untuk mengetahui
riawayat pengobatan.
3) Rekonsiliasi Obat yang diberikan sebelumnya.
Kegiatan farmasi yang bertujuan menghidari kesalahan
medikasi dengan cara melakukan pembandingan obat saat ini
digunakan dengan obat yang diberikan sebelumnya.
4) Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) dilakukan kepada pasien
dengan memeberikan informasi rekomendasi obat secara
komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker.
5) Konseling
Pemberian konseling yang efektif memerlukan
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan
hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak
dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness
yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat
bagi pasien (patient safety).
6) Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat
inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim
tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara
langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi
Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan
terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat
kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar
Rumah Sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan

21
program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan
Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum
melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri
dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan
memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.
7) Pemantauan Terapi Obat ( PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses
yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang
aman, efektif dan rasional bagi pasien.
8) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan
kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak
dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek
Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki
yang terkait dengan kerja farmakologi.
9) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program
evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan
berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.

10) Dispensing sediaan steril


Penyiapan Obat dilakukan dengan menjaga sterilitas
sehingga dilakukan di Unit famasi RS.
11) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) adalah
interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas
permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi
yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.

22
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
1. Dalam memberikan pelayanan kebidanan, seorang bidan lebih bersifat:
Promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
2. Pelayanan praktik kebidanan merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari pelayanan rumah sakit. Oleh karena itu, tenaga bidan bertanggung
jawab memberikan pelayanan kebidanan yang optimal dalam
meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan kebidanan yang
diberikan selama 24 jam secara berkesinambungan. Bidan harus
memiliki keterampilan professional, ataupun global. Agar bidan dapat
menjalankan peran fungsinya dengan baik, maka perlu adanya
pendekatan sosial budaya yang dapat menjembatani pelayanannya
kepada pasien.
3. Refleksi praktik dalam pelayanan kebidanan dimaksudkan sebagai
bentuk pedoman/acuan yang merupakan kerangka kerja seorang bidan
dalam memberikan asuhan kebidanan, dipengaruhi oleh filosofi yang
dianut bidan (filosofi asuhan kebidanan) meliputi unsur-unsur yang
terdapat dalam paradigma kesehatan (manusia-perilaku, lingkungan &
pelayanan kesehatan).
4. Manajemen obat dalam standar akreditasi versi 2012 terbagi dalam tujuh
standar.

3.2 Saran
Diharapkan pembaca dapat mengerti dan memahami isi dari makalah
ini. Dan dapat dijadikan referensi untuk para pembaca.

23
DAFTAR PUSTAKA

ASEAN, 1994. Menurunkan Angka Kematian Ibu. http://gash5.wordpress.com


Kartika, Sofia, 1994. Buku Saku Bidan Desa. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Kartika, Sofia, 2004. Kerjasama Dukun dan Bidan Desa untuk Menekan AKI dan
AKB. http://www.jurnal perempuan.com
Manuaba, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Meliono, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Nurmawati. 2011. Mutu Pelayanan Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.
Puji Wahyuni, Heni. 2009. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

24

Anda mungkin juga menyukai