Anda di halaman 1dari 30

FARMAKOTERAPI LANJUT

SKIZOFRENIA

Dosen Pengampu : Dr. apt. Sri Wahyuningsih,M.Si

KELOMPOK 9

Nama Anggota :
Vina Shalsabina 2350411033
Riskayanti Ramadhani 2350411034
Fadlur Romansyah 2260411002

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2024
DAFTAR ISI

Table of Contents
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
2.1 Pengertian Skozofrenia..................................................................................5
2.2 Kategori Skizofrenia dalam DSM-IV-TR......................................................5
2.3 Patofisiologi Skizofrenia................................................................................6
2. 4 Etiologi Skizofrenia.......................................................................................8
2. 5 Simptom Klinis Skizofrenia..........................................................................8
2.6 Terapi Skizofrenia........................................................................................12
2.7 Efek Samping Obat-obat Antipsikotik.........................................................20
BAB III..................................................................................................................22
KESIMPULAN......................................................................................................22
3.1 Kesimpulan...................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................23
LAMPIRAN...........................................................................................................24

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skizofrenia merupakan gangguan mental Skizofrenia suatu penyakit yang dita
ndai dengan delusi, halusinasi, pemikiran dan ucapan tidak teratur, dan perilaku motor
ik abnormal (Dipiro,J.T.et al 2015). Tanda lain pada skizofrenia berupa hilangnya
motivasi (avolitin), menurunnya pengendalian emosi serta sulitnya berbicara. T
iga gejala terakhir merupakan gejala negatif yang secara kolektif sering disebut
dengan sindrom defisit (Chisholm- Burns et al., 2016).
Gejala skizofrenia ini akan menyebabkan pasien skizofrenia mengalami
penurunan fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat
terhambat produktivitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain. M
enurut Epidemiologic Catchment Area Study, prevalensi penderita skizofrenia
berkisar 0,6%-1,9% dari seluruh populasi dunia dengan 2%-3% populasi mend
erita skizofrenia semasa hidupnya (Dipiro et al., 2011).Umumnya, penderita sk
izofrenia adalah orang dewasa berusia 15-35 tahun (WHO, 2011).
Prevalensi skizofrenia pada pria dan wanita kurang lebih sama, namun ons
et penyakit cenderung lebih awal pada pria. Episode pertama pada pria terjadi p
ada usia 20-an, sedangkan pada wanita terjadi pada usia 20-an akhir hingga 30-
an awal (Dipiro et al., 2011).
Skizofrenia ini tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi penderitanya,
tetapi juga bagi orang-orang terdekatnya. Biasanya keluargalah yang terkena
dampak hadirnya Skizofrenia di keluarga mereka. Sehingga pengetahuan
tentang skizofrenia dan pengenalan tentang gejala-gejala munculnya skiofrenia
oleh keluarga dan lingkungan sosialnya akan sangat membantu dalam
pemberian penanganan pasien penderita skizofrenia lebih dini sehingga akan
mencegah berkembangnya gangguan mental yang sangat berat ini.

3
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan skizofrenia ?

2. Bagaimana simptom klinis dari skizofrenia ?

3. Apa saja etiologi dari skizofrenia ?

4. Bagaimana terapi pengobatan dari skizofrenia ?

5. Bagaimana Interaksi obat skizofrenia dengan obat lain ?

4
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Skozofrenia
Skizofrenia adalah gangguan jiwa kronis yang ditandai dengan adanya
gejala positif dan negatif, serta gangguan afek. Skizofrenia adalah salah satu
gangguan kejiwaan yang paling kompleks dan menantang karena merupakan
sindrom heterogen dari pikiran yang tidak teratur dan aneh, delusi, halusinasi,
pengaruh yang tidak tepat, dan gangguan psikososial berfungsi (Dipiro,J.T.et al
2015).
Skizofrenia berasal dari kata Yunani yang bermakna schizo artinya
terbagi, terpecah dan phrenia artinya pikiran. Jadi pikirannya terbagi atau
terpecah. Eugene Bleuler mengemukakan manifestasi primer skizofrenia ialah
gangguan pikiran, emosi menumpul dan terganggu. Ia menganggap bahwa
gangguan pikiran dan menumpulnya emosi sebagai gejala utama daripada
skizofrenia dan adanya halusinasi atau delusi (waham) merupakan gejala
sekunder.

2.2 Kategori Skizofrenia dalam DSM-IV-TR


Tiga tipe gangguan skizofrenik yang tercantum dalam DSM-IV-TR
pertama kali dikemukakan oleh Kraeplin bertahun-tahun lalu.

5
1. Skizofrenia Disorganisasi
Bentuk hebefrenik skizofrenia yang dikemukakan Kraepelin disebut
skizofrenia disorganisasi dalam DSM-IV-TR. Cara bicara mereka
mengalami disorganisasi dan sulit dipahami oleh endengar. Pasien dapat
berbicara secara idak runtut, menggabungka kata-kata baru, seringkali
disertai kekonyolan atau tawa. Ia dapat memiliki afek datar atau terus-
menerus mengalami perubahan emosi yang dapat meledak. Menjadi
tangis atau tawa yang tidak dapat dipahami.
2. Skizofrenia Katatonik
Ciri utama pada skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor
yang dapat meliputi ketidakbergerakan (motoric immobility), aktivitas
motoric yang berlebihan, negativism yang ekstrim, mutism (sama sekali
tidak mau berbicara atau berkomunikasi), gerakan-gerakan yang tidak
terkendali, echolia (mengulang ucapan orang lain) atau echopraxia
(mengikuti tingkah laku orang lain). Motoric immobility dapat
dimunculkan berupa catalepsy (waxy flexibility – tubuh menjadi sangat
fleksibel untuk digerakkan atau diposisikan dengan berbagai cara.
3. Skizofrenia Paranoid
disebutkan bahwa ciri utama skizofrenia tipe ini adalah adanya waham
yang mencolok atau halusinasi auditori. Wahamnya biasanya adalah
waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham
dengan tema lain (misalnya, waham kecemburuan, keagamaan, atau
somatisasi) mungkin juga muncul. Wahamnya mungkin lebih dari satu
tetapi tersusun dengan rapi disekitar tema utama. Halusinasi juga
biasanya berkaitan dengan tema wahamnya.
4. Skizofrenia tipe Undifferentiated
Sejenis skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul sulit untuk
digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu.
5. Skizofrenia residual
Diagnosis skizofrenia tipe residual diberikan bila mana pernah ada paling
tidak satu kali episode skizofrenia, tetapi gambaran klinis saat ini tanpa
simtom positif yang meninjol. Terdapat bukti bahwa gangguan masih ada

6
sebagaimana ditandai oleh adanya negative simtom atau simtom positif
yang lebih halus.
2.3 Patofisiologi Skizofrenia
Patofisiologi skizofrenia disebabkan adanya ketidakseimbangan neurotrans
mitter di otak, terutama norepinefrin, serotonin, dan dopamine.
Dopamin disekresikan oleh neuron yang badan selnya terletak di bagian te
gmentum ventral mesensefalon, medial dan superior substansia nigra. Neuro
n-neuron ini menyebabkan kondisi hiperaktivitas dopaminergik pada sistem
mesolimbik. Dopamin tersebut disekresikan ke bagian medial dan anterior sis
tem limbik, terutama hipokampus, amygdala, anterior caudate, nukleus dan ba
gian lobus prefronta yang merupakan pusat pengendali perilaku (Guyton and
Hall, 2011).

Gambar 2.1 Patofisologi Skizofrenia

Peningkatan ukuran ventrikel, penurunan ukuran otak dan asimetri otak. P


enurunan volume hipokampus berhubungan dengan kerusakan neuropsikolo
gis dan penurunan respons terhadap antipsikotik tipikal. Teori penyebab ski
zofrenia meliputi kecenderungan genetik, komplikasi obstetri, peningkatan p
emangkasan neuron, kelainan sistem kekebalan tubuh, gangguan perkemban
gan saraf, teori neurodegeneratif, defek reseptor dopamin, dankelainan otak

7
regional termasuk hiper atau hipo-aktivitas dopaminergikproses di daerah ot
ak tertentu (Wells et al., 2009).

Kelainan serotonin (5-hydroxytriptamine [5-HT]). Pasien skizofrenia deng


an pemindaian otak yang abnormal memiliki konsentrasi 5-HT darah utuh ya
ng lebih tinggi, yang berkorelasi dengan peningkatan ukuran ventrike (Wells
et al., 2009).

2. 4 Etiologi Skizofrenia
Etiologi adalah semua faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan
suatu gangguan atau penyakit. Skizofrenia dapat dianggap sebagai gangguan
yang penyebabnya multipel yang saling berinteraksi. Diantara faktor multipel
itu dapat disebut :
1. Keturunan
Penelitian pada keluarga penderita skizofrenia terutama anak kembar
satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9%-1,8%, bagi saudara
kandung 7- 15%, anak dengan salah satu orang tua menderita
skizofrenia 7-16%. Apabila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-
60%, kembar dua telur 2-15%. Kembar satu telur 61-68% (Maramis,
2009). Menurut hukum Mendel skizofrenia diturunkan melalui genetik
yang resesif.
2. Gangguan anatomi
Dicurigai ada beberapa bangunan anatomi di otak berperan yaitu : Lobus
temporal, sistem limbik dan reticular activating system. Ventrikel
penderita skf lebih besar daripada kontrol. Pemeriksaan MRI
menunjukan hilangnya atau 9 berkurangnya neuron dilobus temporal.
Didapatkan menurunnya aliran darah dan metabolisme glukosa di lobus
frontal. Pada pemeriksaan post mortem didapatkan banyak reseptor D2
diganglia basal dan sistem limbik, yang dapat mengakibatkan
meningkatnya aktivitas DA sentral.
3. Biokimiawi
Saat ini didapat hipotese yang mengemukan adanya peranan dopamine,
kateklolamin, norepinefrin dan GABA pada skf (Chisholm-Burns et al., 2
016).

8
2. 5 Simptom Klinis Skizofrenia
Simptom-simptom yang dialami pasien skizofrenia mencakup gangguan
dalam beberapa hal penting-pikiran persepsi perhatian; perilaku motorik afek
atau emosi dan keberfungsian hidup. Bagi para ahli diagnosti DSM
menentukan berapa banyak masalah yang harus ada dan seberapa tinggi
kadarnya untuk menjustifikasi penegakan diagnosis. Durasi gangguan juga
penting dalam menegakkan diagnosis. Simptom-simptom utama skizofrenia
dalam tiga kategori : positif, negative dan disorganisasi. Kami juga
menyajikan beberapa simptom yang tidak cukup sesuai untuk digolongkan
kedalam ketiga kategori tersebut.
1. Simptom positif
Simptom-simptom positif mencakup hal-hal yang berlebihan dan distorsi,
seperti halusinasi dan waham. Simptom-simptom ini, sebagian
terebesarnya, menjadi ciri suatu episode akut skizofrenia.
a) Delusi (waham)
Waham (delusi), yaitu keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan,
semacam itu merupakan simptom-simptom positif yang umum pada
skizofrenia. Waham memiliki bentuk lain. Ada beberapa jenis delusi,
yaitu :
1) Grandeur (waham kebesaran)
Pasien yakin bahwa mereka adalah seseorang yang sangat luar
biasa, misalnya seorang artis terkenal, atau seorang nabi atau
merasa diri sebagai Tuhan.
2) Guilt (waham rasa bersalah)
Pasien merasa bahwa mereka telah melakukan dosa yang sangat
besar.
3) Ill health (waham penyakit)
Pasien yakin bahwa mereka mengalami penyakit yang sangat
serius.
4) Jealously (waham cemburu)
Pasien yakin bahwa mereka telah berlaku tidak setia.
5) Passivity (waham pasif)

9
Pasien yakin bahwa mereka dikendalikan atau dimanipulasi oleh
berbagai kekuatana dari luar, misalnya oleh sesuatu pancaran sinar
radio makhluk mars.
6) Persecution (waham kejar)
Pasien merasa dikejar-kejar oleh pihak-pihak tertentu yang ingin
mencelakainya.
7) Poverty (waham kemiskinan)
Pasien takut mereka mengalami kebangkrutan, dimana pada
kenyataanya tidak demikian.
8) Reference (waham rujukan)
Pasien merasa dibicarakan oleh orang lain secara luas, misalnya
menjadi pembicaraan masyarakat atau disiarkan di televisi.

b.) Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah dimana tidak terdapat
stimulus sensorik yang berkaitan dengannya. Halusinasi dapat berwujud
penginderaan kelima indera yang keliru, tetapi yang paling sering adalah
halusinasi dengar (auditory) dan halusinasi penglihatan (visual). Contoh
halusianasi : pasien merasa mendengar suara-suara yang mengajaknya
bicara padahal kenyataannya tidak ada orang yang mengajaknya bicara;
atau pasien merasa melihat sesuatu yang pada kenyataannya tidak ada.
2. Simptom negative
Simptom-simptom negative skizofrenia mencakup berbagai deficit
behavioral, seperti avolition, alogia, anhedonia, afek datar, dan asosialitas.
Simptom-simptom ini cenderung bertahan melampaui satu episode akut
dan memiliki efek parah terhadap kehidupan para pasien skozofrenia.
Simptom-simtpom ini juga penting secara prognostik banyaknya simptom
negative merupakan predictor kuat terhadap kualitas hidup yang rendah
(ketidak mampuan kerja, hanya memiliki sedikit teman) dua tahun setelah
dirawat rumah sakit.
Ketika mengukur simptom-simptom negative, penting untuk memilah mana
yang merupakan simptom-simptom skizofrenia yang sesungguhnya dan
simptom-simptom yang disebabkan oleh beberapa faktor lain.

10
a) Avolition
Apati atau avolution merupakan kondisi kurangnya energy dan ketiadaan
minat atau ketidak mampuan untuk tekun untuk melakukan apa yang
biasanya merupakan aktivitas rutin. Pasien daoat menjadi tidak tertarik
untuk berdandan dan menjaga kebersihan diri, dan rambut yang tidak
tersisir, kuku kotor gigi yang tidak disikat dan pakaian yang berantakan.
b) Alogia
Merupakan suatu gangguan pikiran negative, alogia dapat terwujud dalam
beberapa bentuk. Dalam miskin percakapan, jumlah total percakapan yang
sangat jauh berkurang, jumlah percakapan memadai, namun hanya
mengandung sedikit informasi dan cenderung membingungkan serta
diulang-ulang.
c) Anhedonia
Ketidakmampuan untuk merasakan kesengangan. Ini tercermin dalam
kurangnya minat dalam berbagai aktivitas rekreasional gagal untuk
mengembangkan hubungan dekat dengan orang laindan kurangnya minat
dalam hubungan seks.
d) Afek datar
Pada pasien yang memiliki afek datar hampir tidak ada yang dapat
memunculkan respon emosional. Pasien menatap dengan pandangan
kosong, otot-otot wajah meraka kendur dan mata mereka tidak hidup.
Ketika diajak bicara, pasien menjawab dengan suara datar dan tanpa nada.
Konsep afek datar hanya merujuk pada ekspresi emosi yang tampak dan
tidak pada pengalaman diri pasien, yang bisa saja sama sekali tidak
mengalami pemiskinan.
e) Asosialitas
Yaitu mengalami ketidakmampuan parah dalam hubungan social. Mereka
hanya memiliki sedikit teman, keterampilan social yang rendah, dan sangat
kurang berminat untuk bekumpul bersama orang lain.
3. Simptom disorganisasi
Simptom disorganisasi mencakup disorganisai pembicaraan dan perilaku aneh
(bizarre).

11
a) Disorganisasi pembicaraan (Disorganized Speech)
Juga dikenal sebagai gangguan berpikir formal, merujuk pada masalah
dalam mengorganisasi berbagai pemikiran dan dalam berbicara sehingga
pendengar dapat memahaminya. Bicara juga dapat terganggu karena
suatu hal yang disebut asosiasi longgar atau keluar jalur (derailment)
yang merupakan suatu aspek gangguan pikiran dimana pasien mengalami
kesulitan untuk tetap berada pada satu topik dan terhanyut dalam
serangkaian asosiasi yang dimunculkan oleh suatu pemikiran dari masa
lalu. Asosiasi mental tidak diatur oleh logika, tetapi oleh aturan-aturan
tertentu yang hanya dimiliki oleh pasien.
b) Perilaku aneh
Perilaku aneh terwujud dalam banyak bentuk. Pasien dapat meledak
dalam kemarahan atau konfrontasi singkat yang tidak dimengerti,
memakai pakaian yang tidak biasa, bertingkah laku seperti anak-anak
atau dengan gaya yang konyol dan lain-lain. Mereka tampak kehilangan
kemampuan untuk mengatur perilaku mereka dan menyesuaikannya
dengan berbagai standar masyarakat. Mereka juga mengalami kesulitan
melakukan tugas sehari-hari dalam hidup (Mashudi (2021).
4. Simptom lain
Dua simptom penting dalam kelompok ini adalah :
a) Katatonia
Beberapa abnormalitass motoric menjadi ciri katatonia. Para pasien dapat
melakukan suatu gerakan berulang kali, menggunakan urutan yang aneh
dan kadang kompleks antara gerakan jari, tangan, dan lengan yang sering
kali tampaknya memiliki tujuan tertentu. Beberapa pasien menunjukkan
peningkatan yang tidak biasa pada keseluruhan kadar aktivitas, termasuk
sangat riang, menggerakkan anggota badan secara liar, dan pengeluaran
energy yang sangat besar. Di ujung lain spectrum ini adalah imobilitas
katatonik : pasien menunjukkan berbagai postur yang tidak biasa dan
tetap dalam waktu yang lama. Pasien katatonik juga memiliki fleksibiltas
lilin-orang lain dapat menggerakkan anggota badan seorang pasien dalam
posisi aneh dalam waktu yang lama.

12
b) Afek yang tidak sesuai
Afek yang tidak sesuai merupakan respon-respon emosional yang berada
diluar konteks, misalnya tertawa ketika mendengar berita duka (Chishol
m-Burns et al., 2016).

2.6 Terapi Skizofrenia


1. Penanganan Biologis
a. Terapi Kejut dan Psychosurgery
Diawal tahun 1930-an praktik menimbulkan koma dengan memberika
insulin dalam dosis tinggi diperkenalkan oleh Sakel (1938), yang
mengklaim bahwa ¾ dari para pasien skizofrenia yang ditanganinya
menunjukkan perbaikan signifikan. Berbagai temuan terkemudian oleh
para peneliti lain kurang mendukung hal tersebut, dan terapi koma-insulin
–yang beresiko serius terhadap kesehatan, termasuk koma yang tidak dapat
disadarkan dan kematian– secara bertahap ditinggalkan. Pada tahun 1935,
Moniz, seorang psikiater memperkealkan lobotomy prefrontalis, suatu
proses pembedahan yang membuang bagian-bagian yang menghubungkan
lobus frontalis dengan pusat otak bagian bawah.
b. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat
mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau
kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan
terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati Skizofrenia.
Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril
(Clozapine).
1) Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut
antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik

13
konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat
antipsikotik konvensional antara lain :
a) Haldol (haloperidol)
b) Mellaril (thioridazine)
c) Navane (thiothixene)
d) Prolixin (fluphenazine)
e) Stelazine ( trifluoperazine)
f) Thorazine ( chlorpromazine)
g) Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan
penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus
dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah
mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik
konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara
reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang
lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot
formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih
dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsychotic.
2) Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena
prinsip kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila
dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer
atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
a) Risperdal (risperidone)
b) Seroquel (quetiapine)
c) Zyprexa (olanzopine)
3) Clozaril

14
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik
atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang
tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat
disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat
serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat
menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi.
Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel
darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan.
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak
berhasil. Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran.
Tabel 2.1 Nama obat, bentuk sediaan dan dosis obat
skizofrenia
No Nama Generik Sediaan Dosis
1 Klorpromazin Tablet, 25 dan 100 mg, 150-600mg/
hariInjeksi25mg/ml
2 Haloperidol Tablet, 0,5 mg, 1,5 mg, 5 5-15 mg/hari
mg, Injeksi5mg/ml
3 Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 - 24 mg/hari
4 Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 - 15 mg/hari
5 Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6 Levomeprazin Tablet 25 mg, Injeksi 25 25 - 50 mg/hari
mg/ml
7 Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 - 15 mg/hari
8 Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 - 600 mg/hari
9 Sulpirid Tablet 200 mg 300 - 600 mg/hari
10 Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 - 4 mg/hari
11 Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 - 6 mg/hari

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama


Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan
resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat antipsikotik

15
membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan
pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya
akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada
Clozaril)

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)


Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat
penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.
Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan
oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis
menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang
efek sampingnya lebih rendah. Apabila penderita berhenti minum obat karena
alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long
acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel
dalam penerapannya. Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah
mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk
menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal
dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic
diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan
yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.

Pengobatan Selama fase Penyembuhan


Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun
setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti
minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli
merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat
obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya.
Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh
total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu
diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering
kekambuhan dan makin beratnya penyakit.

16
2. Penanganan psikologis
a. Terapi Psikodinamika

Psikoanalisis seperti Harry Stack Sullivan dan Frieda Fromm-


Reichmann, mengadaptasi teknik psikoanalisis secara spesifik untuk
perawatan skizofrenia. Namun, penelitian gagal menunjukan efektivitas
terapi psikoanalisis maupun psikodinamika untuk skizofrenia. Dengan
keterangan tentang penemuan-penemuan negatif, beberapa kritik
mengemukakan bahwa penggunaan terapi psikodinamika untuk
menangani skizofrenia tidaklah terjamin. Namun hasil yang menjanjikan
dilaporkan untuk sebuah bentuk terapi individual yang disebut terapi
personal yang berpijak pada model diatesis-stres. Tetapi personal
membantu pasien beradaptasi secara lebih efektif terhadap stres dan
membantu mereka membangun keterampilan sosial, seperti mempelajari
bagaimana menghadapi kritik dari orang lain. Bukti-bukti awal
menjelaskan bahwa terapi personal mungkin mengurangi rata-rata
kambuh dan meningkatkan fungsi sosial, setidaknya di antara pasien
skizofrenia yang tinggal dengan keluarga (Bustillo dkk., 2001; Hogarty
dkk., 1997a, 1997b).

b. Terapi Perilaku

Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan


sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi
diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku
adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus
untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di
rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat,
dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
Meskipun sedikit terapis perilaku yang meyakini bahwa yang salah
menyebabkan skizofrenia, intervensi berdasarkan pembelajaran telah
menunjukan efektivitas dalam memodifikasi perilaku skizofrenia dan
membantu orang-orang yang mengalami gangguan ini untuk

17
mengembangkan perilaku yang lebih adaptif yang dapat membantu
mereka menyesuaikan diri secara lebih efektif untuk hidup dalam
komunitas. Metode terapi meliputi teknik-teknik seperti (1)
reinforcement selektif terhadap perilaku (seperti memberikan perhatian
terhadap perilaku yang sesuai dan menghilangkan verbalisasi yang aneh
dengan tidak lagi memberi perhatian); (2) token ekonomi, dimana
individu padaunit-unit perawatan di rumah sakit diberi hadiah untuk
perilaku yang sesuai dengan token, seperti kepingan plastik, yang dapat
ditukar dengan imbalan yang nyata seperti barang-barang atau hak-hak
istimewa yang diinginkan; dan (3) pelatihan keterampilan sosial, di amna
klien diajarkan keterampilan untuk melakukan pembicaraan dan perilaku
sosial lain yang sesuai melalui coaching (latihan), modeling, latihan
perilaku, dan umpan balik.

c. Terapi berorintasi-keluarga

Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali


dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien
skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga
yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan
segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota
keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang
terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat.
Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan
tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti
skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian
telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka
relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga
sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.

d. Terapi kelompok

18
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau
tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi
sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi
pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif,
bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi
pasien skizofrenia.

3. Psikoterapi individual

Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam


pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu
dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam
psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan
terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi
oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan
pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali
sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap
keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas,
bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang
cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,
dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada
informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang
merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan
adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.

4. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)

19
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus
ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung
masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan
rumahsakit harus direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga
pasien tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada
pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya
perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan
tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah
sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan
diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit
harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk
keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang
membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
Ringkasnya, tidak ada pendekatan penanganan tunggal yang memenuhi
semua kebutuhan orang yang menderita skizofrenia. Konseptualisasi
skizofrenia sebagai disabilitas sepanjang hidup menggaris bawahi kebutuhan
untuk perawatan intervensi jangka panjang yang menggabungkan
pengobatan antipsikotik, terapi keluarga, bentuk-bentuk terapi suportif atau
kognitif-behavioral, pelatihan vokasional, dan penyediaan perumahan yang
layak serta pelayanan dukungan sosial lainnya.
2.7 Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang
lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang
timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang
menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan
otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal
ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku
penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak

20
dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada
tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik
untuk mencegah atau mengobati efek samping ini. Efek samping lain yang
dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang
tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan
terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis
efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya
akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi
seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian
obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan
menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical
antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat badan
juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini
sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet
dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini. Efek samping lain
yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul
derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan
komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.

21
BAB III

KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Skizofrenia adalah salah satu gangguan mental yang disebut psikosis,
pasien psikotik tidak dapat mengenali atau tidak memiliki kontak dengan
realitas yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran emosi, bizzare,
dan mengalami waham dan halusinasi. Simptom klinis utama skizofrenia
digolongkan dalam tiga kategori : positif, negative dan disorganisasi, dan
beberapa simptom yang tidak cukup sesuai untuk digolongkan kedalam ketiga
kategori tersebut.
Setiadi menggolongkan etiologi skizofrenia ke dalam dua pendekatan,
yaitu somatogenesis dan psikogenesis. Penanganan bagi penderita skizofrenia
beragam baik menggunakan obat-obatan, maupun psikososial, tidak ada
pendekatan penanganan tunggal yang memenuhi semua kebutuhan orang yang
menderita skizofrenia, konseptual terapi. Perawatan kontemporer cenderung
menyeluruh, menggabungkan antara pendekatan psikofarmakologis dan
psikososial.

22
DAFTAR PUSTAKA

Adamo, Peter J., 2007, The Genotype Diet, PT GramediaPustakaUtama, Jakarta


Davidson, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. 2012. Psikologi Abnormal (Ed. 9,
Cet.3. Jakarta: Rajawali Pers
Arif, I.S . 2006. Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung:
Refika Aditama
Cahyaningsih FR, Claudia Joy Hotmaulina Hutauruk. 2019. Laporan Kasus
Skizofrenia Paranoid pada Laki-Laki Usia 29 Tahun. Vol 8:1.
Dipiro,J.T.et al., 2015. Pharmacoltherapy, A pathophysiologic approach 9th Editi
on. New York. McGraw Hill.
Dipiro, et al. 2011. Pharmacotherapi: A pathophysiologic approach 8th Edition.
New York. McGraw-Hill
Guyton dan Hall. 2011. Guyron and Hall Medical Physiology 12th Edition. Philad
ephia: Elesevier
Ikawati, Z. 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta : Bursa.
Ilmu.
Riordan HJ, Antonini P, Murphy MF. 2011. Atypical antipsychotics and metaboli
c syndrome in patients with schizophrenia: Risk factors, monitoring, and he
althcare implications. American Health and Drug Benefits.
Wells, et al. 2009. Pharmacotherapy Handbook 7th Edition. New York: McGraw-
Hill
WHO. 2011. http://www.who.int/mental_health/m anagement/schizophrenia/en/
[diakses 20 Juni 2018).
Weinberger D, Levitt P. Schizophrenia as a neurodevelopmental disorder. In:
Weinberger DR, Harrison P, eds. Schizophrenia. 3rd ed. Oxford, UK: Wiley-
Blackwell; 2011;326–348.

23
Charlson FJ, Ferrari AJ, Santomauro DF, et al. Global epidemiology and burden
of schizophrenia: Findings from the global burden of disease study 2016.
Schizophr Bull. 2018;44:1195–1203.
Semiun, Yustinus, 2006, Kesehatan Mental 3, Kanisius, Yogyakarta
Wahyudi,Agung,. Fibriana Ika,A,. 2016. Faktor Resiko Terjadinya Skizofrenia
(Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Pati II). Public Health Perspective
Journal 1 (1). Semarang.

LAMPIRAN
1. Kelompok 1 ( Gumilar )
Pertanyaan : Bagaimana mengatasi efek samping dari Ekstrapiramidal ?
Apakah mengganti obatnya atau apakah ada obat tambahan yang
diberikan?
Jawab : Untuk penyakit skizofrenia tidak boleh memberhentikan obat
secara mendadak. Mengatasi efek samping ekstrapiramidal yaitu dimana
pasien diberikan obat yang memiliki efek samping ekstrapiramidal yang
sangat kecil. Lalu, penurunan dosis secara bertahap. Untuk meredakan
efek samping dokter juga dapat memberikan beberapa obat berikut :
- Obat penenang dan pelemas otot, seperti benzodiazepine
- Obat antikolinergik, seperti Trihexypenidyl atau benztropine
- Obat penghambat beta, seperti propranolol.
2. Kelompok 2 (Julius Nusantara)
Pertanyaan : Apakah Skizofrenia menjadi lebih buruk seiring
bertambahnya usia ?
Jawab : Seorang ahli neuropsikiatrik geriatri dari University of California
San Diego, Dilip Jeste, MD, justru mengungkapkan fakta sebaliknya.

24
Gejala skizofrenia cenderung membaik seiring bertambahnya usia. Melalui
penelitiannya yang melibatkan 1.500 peserta paruh baya dan lansia dengan
skizofrenia, ia menemukan bahwa fungsi psikososial peserta justru
meningkat. Semakin tua, peserta mengaku lebih mampu mengendalikan
gejala skizofrenia yang sering kambuh. Mereka justru semakin patuh
dengan perawatan kesehatan mental yang diberikan karena ingin hidup
normal dan sehat. Alhasil, peserta dengan skizofrenia jadi lebih percaya
diri dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
Pada prinsipnya ada tiga tipe terapi skizofrenia, yaitu fase akut,
fase stabilitas, dan fase pemeliharaan. Terapi fase akut dilakukan pada saat
terjadi episode akut dari skizofrenia yang melibatkan gejala psikotik
seperti halusinasi, delusi, paranoid, dan gangguan berpikir. Terapi awal
dilakukan selama 7 hari pertama. Tujuan pengobatan pada fase akut adalah
untuk mengendalikan gejala psikotik sehingga tidak membahayakan diri
sendiri dan orang lain. jika diberikan obat yang benar dengan dosis yang
tepar, penggunaaan obat antipsikotik dapat mengurangi gejala psikotik
dalam waktu enam minggu (Dipiro et al,2015).
Selanjutnya terapi fase stabilitas dilakukan setelah gejala akut telah
dapat dikendalikan. Tujuan terapi pada fase ini untuk mencegah
kekambuhan, mengurangi gejala, dan mengarahkan pasien ke dalam tahap
pemulihan (Ikawati,2011). Terapi stabilitas dilakukan selama 6-8 minggu,
setelah itu dilanjutkan tahap terapi pemeliharaan yaitu disebut tahapan
pemulihan, tujuan nya untuk mempertahankan kesembuhan dan
mengontrol gejala, mengurangi resiko kekambuhan dan rawat inap, dan
mengajarkan keterampila hidup sehari-hari. Terapi ini melibatkan obat-
obatan, terapi suportif, Pendidikan, keluarga dan konseling, serta
rehabilitas pekerjaan dan sosial. Terapi pemeliharaan dilakukan selama 12
bulan setelah membaiknya episode pertama psikotik (Dipiro et al,2015).
3. Kelompok 3 (Hasna)
Pertanyaan : Apa Efek samping jangka panjang dari pemakaian obat
skizofrenia ?

25
Jawab : Pada studi kasus, digunakan obat Risperidone 2 mg. sedian
risperidone ada bentuk tablet, dan bentuk injeksi. Pada tablet dengan dosis
awal 2 mg per hari, yang bisa ditingkatkan menjadi 4 mg per hari pada hari
kedua. Obat bisa diberikan sekali sehari. Sedangkan pemberian injeksi
jangka panjang dimulai dari dosis rendah 25 mg setiap 2 minggu. Efek
samping risperidone yang sering terjadi adalah agitasi, kecemasan,
konstipasi, mengantuk, peningkatan berat badan, dan gejala
ekstrapiramidal.

4. Kelompok 4 (Chelsy)
Pertanyaan : Apa perbedaan skizofrenia dengan bipolar ?

Jawab :
NO HAL SKIZOFRENIA GANGGUAN BIPOLAR
1 Sifat Tidak berulang Berulang
2 Episode 1 Episode Minimal ada 2 episode yang
berbeda
3 Gejala Ganggian psikotik+ Gangguan suasana
gangguan suasana perasaan/mood
perasaan/mood
sama-sama
dominan
4 Waktu Timbulnya Berulang dengan riwayat
bersamaan dan sebelumnya pernah mengalami
hilangnya juga episode manik/hipomanik dan
bersamaan pada waktu lain episode
depresi, atau sebaliknya
5 Episode normal Tidak ada Diantara 2 episode, biasanya
terdapat episode normal/tidak
ada keluhan
6 Batasan waktu Minimal terjadi 1 Manik biasanya dapat terjadi 2
adanya gejala bulan minggu - 4 sampai 5 bulan.

26
Depresi biasanya 6-12 bulan

5. Kelompok 5 (Ita)
Pertanyaan : Bagaimana cara menentukan kriteria sembuh pasien
skizofernia ?
Jawab : Kriteria pasien sembuh yaitu pasien mampu memutuskan
halusinasi dengan berbagai cara yang diajarkan, pasien mampu
mengetahui tentang halusinasinya, meminta bantuan keluarga ketika mulai
terasa gejala akan muncul, mampu berhubungan dengan orang lain
(bersosial dengan baik), mampu menggunakan obat dengan baik dan rutin,
keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi dari pasien, keluarga
mampu merawat pasien dirumah dengan baik dan mengetahui cara
mengatasi halusinasi pasien, serta dapat mendukung kegiatan” pasien.

Cara memutuskan halusinasi yaitu dengan Teknik menghardik :


1. Untuk halusinasi pendengaran tutup telinga sambal mengatakan “kamu
suara palsu, aku tidak mau dengar.” Lakukan berulang – ulang sampai
suara tak terdengar lagi
2. Untuk halusinasi penglihatan tutup mata sambil mengatakan “kamu
bayangan palsu, aku tidak mau lihat.” Lakukan berulang – ulang sampai
bayangan tak terlihat lagi.
6. Kelompok 6 (Bayu Nuryanto)
Pertanyaan : Mengapa pada pasien skizofrenia lebih banyak terkena pada
pasien laki-laki daripada pasien perempuan ?
Jawab : Karena ada pengaruh dari hormon Serotonin, dimana serotonin
berperan dalam mengatur suasana hati. Menurut teori adamo (2007)
menyebutkan laki-laki memiliki kecendrungan menunjukkan resiko tinggi
mengalami skizofrenia sebab laki-laki cenderung memiliki produksi
hormone stress yang berlebihan. Dimana laki-laki cenderung mengalami
masalah dalam meniti karir dan mencari pekerjaan disekitar lapangan
pekerjaan. Semiun (2006) menyebutkan tidak bekerja dapat menimbulakn
stress, depresi, dan melemahnya kondisi kejiwaan sebab mengakibatkan
rasa tidak optimis terhadap masa depan. Berbeda dengan perempuan yang
lebih sering tinggal dirumah. Lingkungan kota juga memiliki resiko infeksi

27
tinggi, paparan racun akibat polusi dan stress sosial
(Wahyudi,Agung.2016).
7. Kelompok 7 (Mareta Ananda)
Pertanyaan : Mengapa efek samping dari obat risperidone terjadi anxietas
dan sindrom metabolik, mengapa terjadi demikian ?
Jawab : Pada obat risperidone efek samping anxietas terjadi karena pada
mekanisme risperidone akan menurunkan aktivitas GABA ( Gamma-
aminobutyric acid) di sistem saraf pusat.
Sedangkan Pada sindrom metabolik ini berawal dari peningkatan nafsu
makan sehingga berat badan meningkat. Hal ini dikaitkan dengan aktivitas
penghambatan obat antipsikotik pada reseptor histamin H1 dan serotonin
5-HT2c. Dengan penambahan berat badan mengakibatkan resiko
terjadinya obesitas. Obesitas beresiko pada peningkatan level trigliserida
dalam darah. Obesitas juga beresiko pada resistensi insulin sehingga perlu
pemantauan rutin kadar glukosa darah pada pasien-pasien yang
mengkonsumsi obat antipsikotik. Pada pasien yang mengalami resistensi
insulin akan beresiko terjadinya diabetes dan hal ini akan berpengaruh
pada fungsi kardiovaskularnya. Jika fungsi kardiovaskular sudah
terganggu, resiko kematian akan tinggi (Riordan,HJ.2011).
8. Kelompok 8 (Sischa)
Pertanyaan : Apakah obat skizofrenia mempengaruhi kesembuhan
pasien? Atau hanya mengurangi tingkat kekambuhan ?
Jawab : Ya, untuk obat skizofrenia sangat mempengaruhi kesembuhan
pasien, dimana jika pasien patuh dalam minum obat, patuh mengikuti
terapi yang diberikan, rajin konsul kepada dokter, dukungan dari keluarga
sangat penting dalam kesembuhan pasien skizofrenia. Terutama pasien
skizofrenia harus menghindari pencetus utama yang menyebabkan
penyakit itu akan kambuh.
9. Kelompok 10 ( Sutrisna)
Pertanyaan : Apa yang membuat pasien skizofrenia kambuh lagi ?
Apakah penyakit skizofrenia dapat sembuh total ?

28
Jawab ? Yang membuat pasien skizofrenia kambuh lagi biasanya di
sebabkan karena tekanan peristiwa kehidupan misalnya di tinggalkan
pasangan, gagal dalam pernikahan, kurangnya peran keluarga karena
kurangnya pengetahuan dan kurangnya ekonomi keluarga, ketidakpatuhan
dan ketidakteraturan minum obat dan kekosongan obat sehingga pasien
tidak bisa mengkonsumsi obat rutinnya, serta kurangnya pendampingan
tenaga kesehatan. Penyakit skizofrenia tersebut dapat sembuh total, jika
pencetus dari penyakit itu dijauhkan atau dihindari, dan harus rutin dalam
minum obat, melakukan terapi serta konsul kepada terapis.
10. Pertanyaan dari Bu Dr Sri Wahyuningsih : Apa yang dimaksud gejala
positif dan gejala negatif ?
Jawab : pada patofisiologi salah satu penyebab nya yaitu reseptor
Dopamin. Dopamine mempunyai beberapa jalur pada otal yang dilaluinya
untuk menjalankan beberapa fungsi penting tubuh, yaitu :
1. Jalur Mesolimbik
Jalur mesolimbik dikenal sebagai jalur yang mengatur tentang rasa
senang dan kepuasan. Jika reseptor D2 pada jalur ini distimulasi, maka
perasaan senang atau puas dapat dirasakan oleh orang-orang tersebut.
Pada skizofrenia, ditemukan adanya overstimulasi dari neuron-neuron
dopamine yang hiperaktif di jalur mesolimbik, dimana hal inilah yang
melatarbelakangi adanya gejala positof seperti halusinasi dan delusi.
Apabila terdapat blockade pada reseptor D2 karena pemberian
antipsikotik, tidak hanya gejala posiitif saja yang hilang, namun
perasaann senang dan puas otomatis akan hilang. Jalur mesolimbic
dapat berperan dalam gejala positif skizofrenia dengan adanya
kelebihan dopamine, jalur ini juga penting untuk motivasi, dan
kesenangan.
2. Jalur Mesokortikal
Jalur ini dikenal mengatur fungsi kognitif, fungsi eksekutif, juga
emosi dan afek seseorang. Pada skizofrenia meskipun terdapat
peningkatan kadapar dopamin di jalur mesolimbik, namun sebaliknya
di jalur ini terjadi penurunan kadar dopamin yang menyebabkan

29
penurunan fungsi kognitif dan munculnya gejala negative. Jika
terdapat blockade reseptor D2 oleh obat antipsikotik terutama
golongan tipikal, maka kadar dopamin di jalur ini akan semakin
menurun dan berdampak pada penurunan fungsi kognitif yang lebih
berat juga bertambah parahnya gejala negative yang muncul.

30

Anda mungkin juga menyukai