Anda di halaman 1dari 12

BERBAGAI BUDAYA MASYARAKAT SETEMPAT PADA MASA

KEHAMILAN

DOSEN PENGAMPU:
Wigutomo Gozali M.kes

DISUSUN
OLEH KELOMPOK 2
AGASTIA TRIANA PUTRI SURBAKTI (2306091002)
NI LUH PUTU EKA DWIPAYANTI (2306091003)
NI LUH SANTIASIH (2306091005)
ERNA YULIA MAHARANI (2306091019)
KATA PENGANTAR
Om swastiastu, assalamualaikum wr wb, shalom, salam kebajikan, salam
sejahtera bagi kita semua, salam harmoni. Puji dan syukur saya panjatkan pada
Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang BERBAGAI
BUDAYA MASYARAKAT SETEMPAT PADA MASA KEHAMILAN.
Makalah ini kami susun dengan sepenuh hati dan mendapatkan informasi
dari berbagai jurnal sebagai referensi kami dalam membuat makalah ini, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang BERBAGAI
BUDAYA MASYARAKAT SETEMPAT PADA MASA KEHAMILAN ini
dapat bermanfaat dan menginspirasi kepada pembaca.
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………
1.1 Latar belakang…………………………………………………………………
1.2 Tujuan Permasalahan………………………………………………………….
1.3 Manfaat Masalah………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….
2.1 Berbagai budaya masyarakat setempat pada masa kehamilan di Bali…………
2.2 Berbagai budaya masyarakat setempat pada masa kehamilan di Betawi……..
2.3 Berbagai budaya masyarakat setempat pada masa kehamilan di Medan……..
2.4 Berbagai budaya masyarakat setempat pada masa kehamilan di Bugis……….
BAB III KESIMPULAN…………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tradisi adalah serangkaian norma, kebiasaan, atau praktik yang secara turun-
temurun diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam suatu
kelompok masyarakat atau budaya tertentu. Tradisi dapat mencakup berbagai
aspek kehidupan, termasuk budaya, agama, seni, bahasa, makanan, pakaian,
upacara, dan banyak lagi. Tradisi berperan penting dalam menjaga identitas
budaya suatu kelompok dan memungkinkan mereka untuk mempertahankan nilai-
nilai, pengetahuan, dan warisan mereka.

Tradisi sering kali mengikat masyarakat bersama dalam suatu ikatan sosial dan
emosional yang kuat, serta membentuk landasan untuk pemahaman bersama
tentang bagaimana melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Tradisi juga dapat
memiliki nilai simbolis, religius, atau historis yang mendalam, yang dapat
memberikan makna dan signifikansi kepada tindakan dan peristiwa dalam
kehidupan sehari-hari. Melalui perayaan dan ritual, tradisi juga membantu dalam
memperingati peristiwa penting, seperti pernikahan, kelahiran, atau kematian.
Seringkali, tradisi dapat berubah atau berkembang seiring waktu, tetapi mereka
tetap menjadi bagian integral dari identitas dan warisan budaya suatu masyarakat.
Tradisi memainkan peran penting dalam melestarikan sejarah dan
menghubungkan generasi yang berbeda dalam suatu kelompok sosial atau budaya.

Di Bali, kehamilan dianggap sebagai momen yang sakral dan penting dalam
kehidupan seorang perempuan. Tradisi di Pulau Dewata ini menekankan
pentingnya perawatan selama masa kehamilan dengan memadukan unsur-unsur
agama Hindu dan budaya lokal. Para ibu hamil sering mengikuti ritual
pembersihan dan penyucian di kuil-kuil, yang diikuti dengan pemangku
membacakan mantra-mantra suci. Selain itu, masyarakat Bali meyakini bahwa
makanan dan minuman yang dikonsumsi selama kehamilan memiliki pengaruh
besar terhadap kesehatan bayi yang akan lahir. Oleh karena itu, diet seimbang
dengan makanan khas Bali seperti nasi, sayur-sayuran, dan daging ikan menjadi
sangat penting.
Di Betawi, Karo, dan Bugis, tradisi seputar kehamilan juga kaya dengan
simbolisme dan praktik kultural. Di Betawi, misalnya, terdapat tradisi "mitoni,"
yang merupakan perayaan yang diadakan pada usia kehamilan tujuh bulan.
Selama perayaan ini, keluarga dan teman-teman berkumpul untuk memberikan
doa dan ucapan selamat kepada ibu hamil serta mengadakan upacara adat. Di
Karo, suku Batak Karo di Sumatera Utara, seorang perempuan hamil akan
mengikuti serangkaian ritual adat yang melibatkan pemangku dan dukun. Mereka
percaya bahwa dengan mengikuti upacara-upacara ini, mereka dapat melindungi
bayi yang akan lahir dari berbagai bahaya. Di Bugis, salah satu tradisi unik adalah
"sarok," di mana seorang ibu hamil akan memilih sepotong kain yang akan
digunakan sebagai selendang bayi nanti. Selendang ini dianggap memiliki
kekuatan magis untuk melindungi bayi dan ibu hamil. Dengan demikian, tradisi
dan budaya pada masa kehamilan di berbagai daerah di Indonesia memberikan
warna dan makna yang berbeda-beda, tetapi semuanya mengungkapkan rasa
hormat dan perhatian terhadap peran istimewa perempuan dalam membawa
kehidupan baru ke dunia. Kehamilan adalah suatu fase yang sangat dinanti-
natikan oleh pasangan suami istri dan juga pengantin baru untuk memiliki buah
hati. Fase ini akan melalui proses panjang yang terjadi sejak sel telur dibuahi oleh
sperma hingga berkembang menjadi janin di dalam rahim. Kehamilan adalah
kondisi yang terjadi ketika terdapat pembuahan dan perkembangan janin di dalam
rahim. Umumnya, kehamilan akan berlangsung selama 37 minggu hingga 40
minggu yang dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir.
Namun, pada beberapa kasus, janin bisa dilahirkan sebelum minggu ke-37
kehamilan (kelahiran prematur) atau bertahan di dalam rahim hingga mencapai
minggu ke-42 (kehamilan serotinus atau post-term). Pada kehamilan post-term,
janin perlu segera dikeluarkan untuk menghindari risiko aspirasi mekonium
(keracunan air ketuban yang telah bercampur dengan feses). Persalinan
merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi atau biasa kita sebut dengan janin
atau bayi ke dalam rahim. Proses ini bisa menjadi hal yang baik karena
mengakhiri penantian selama sembilan bulan. Namun hal ini juga bisa
menakutkan dan melelahkan karena prosesnya memerlukan banyak kesabaran.
Ada banyak hal yang perlu diketahui dan dilakukan untuk memastikan ibu dan
bayi dalam keadaan sehat sebelum dan sesudah kelahiran. Selain itu, cara
melahirkan juga perlu diketahui dengan jelas agar nantinya ibu bisa
mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang.
Dalam makalah ini kami akan menjelaskan berbagai budaya masyarakat setempat
pada masa kehamilan. Disini kami mengambil dari berbagai macam daerah yaitu
masyarakat Bali, Sumatera Utara khususnya suku karo, masyarakat Jawa,
Kalimantan dan juga Papua.
1.2 Tujuan Permasalahan
Dari latar belakang tersebut adapun tujuan dari makalah yang kami buat
ini yaitu:
1. Untuk mengetahui berbagai budaya masyarakat setempat pada masa kehamilan
di Bali
2. Untuk mengetahui berbagai budaya masyarakat setempat pada masa kehamilan
di Jawa
3. Untuk mengetahui berbagai budaya masyarakat setempat pada masa kehamilan
di Sumatra utara
4. Untuk mengetahui berbagai budaya masyarakat setempat pada masa kehamilan
di Betawi
5. Untuk mengetahui berbagai budaya masyarakat setempat pada masa kehamilan
di Bugis

1.3 Manfaat Masalah


Berdasarkan tujuan tersebut adapum manfaat dari makalah ini, sebagai
berikut:
Secara teoritis, Kajian ini dapat menambah bahan bacaan terhadap mahasiswa yang
melakukan penelitian dan menambah wawasan bagi mahasiswa yang melakukan
penelitian yang sama dengan peneliti tentang pendampingan pastoral. Secara praktis,
untuk memberikan informasi dan pemahaman umum tentang bagaimana makna
pendampingan ibu hamil yang menerima tradisi maba manuk mbur dalam budaya karo
serta membantu untuk memperkenalkan secara garis besar bagaimana tradisi maba
manuk mbur bagi ibu hamil di kebudayaan suku Karo. Memberikan pandangan kepada
ibu hamil diperlukan bimbingan yang khusus sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
Penelitian ini juga memberikan kontribusi untuk pelayanan-pelayanan Gereja agar
melihat bagaimana pentingnya endampingan pastoral terhadap kaum perempuan yang
sedang hamil sesuai adat istiadat setempat.

1. Agar mahasiswa bisa lebih memahami tradisi dari budaya yang ada di
Indonesia
2. Agar menambah wawasan serta pengetahuan mahasiswa terhadap budaya-
budaya lokal yang ada di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Suku Jawa
mempunyai keturunan(anak) adalah sesuatu yang di inginkan oleh setiap keluarga.
Bagi keluarga jawa memliki anak akan memberikan kebahagiaan tersendiri yang
dapat menciptakan ketemtraman di hati. Orang jawa juga memiliki anak agar bisa
meneruskan kelangsungan hidup ke generasi berikutnya. Bagi seorang wanita
kehamilan dapat memberikan kebahagiaan tersendiri karena kehamilan
merupakan wujud dari kesempurnaan dalam diri bagi seorang wanita. Bagi seoang
kehamilan adalah pengalaman yang sangat diinginkan, pengalaman yang
memberikan kesan yang bermacam macam seperti perasaan bahagia,sehingga
perasaan bahagia dari ibu hamil tersebut akan membuat ibu hamil
menjaga kehamilannya
Salah satu tradisi dan budaya di daerah betawi pada masa kehamilan yaitu nuju
bulan atau tujuh bulanan merupakan upacara rasa syukur atas nikmat Tuhan dan
memohon berkah dari Yang Maha Kuasa atas karunia atas kehamilan. Tak hanya
itu upacara ini diharapkan agar sang anak yang sedang dikandungan dapat lahir
dengan selamat.Pelaksanaan nuju bulan dilaksanakan pada tanggal yang ada
angka ‘tujuh’ seperti, tanggal 7, 17, dann 27, dari bulan hijriyah. Orang Betawi
biasanya memilih tanggal 7 atau tanggal 17, karena tanggal 27 dianggap sudah
memasuki bulan kedelapan.Upacara nuju bulan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu
salamatan (tahlilan) dengan membaca surah Yusuf di kamar, mandi air kembang
di kamar mandi, dan ngirag (mengurut tubuh ibu hamil dan membenarkan posisi
bayi dalam kandungan) di kamar tidur. Ngirag juga dikenal sebagai
gedog di daerah lain.
Coplok Puser merupakan upacara ala tradisi betawi. Tali puser si orok akan putus
atau puput dengan sendirinya atau secara alamiah dalam waktu antara 3 sampai 10
hari. Tali puser yang udah putus dibungkus dengan kain putih dan disimpan
dengan rapi. Tali puser ini dapat menjadi obat mujaran bagi si orok (bahkan
sampai dewasa). Jika si orok sakit, tali puser itu direndam di air putih lalu
diminumkan kepada si orok. Atau jika dalam keluarga tidak bisa rembug (sepakat,
akur), tali puser direndam di air putih lalu diminumkan secara silang kepada si
anak yang sedang bentrok. Ada juga yang berpendapat, tali puser yang coplok itu
dikubur di bawah pohon asem. Ini maksudnya agar keluarga menjadi tentram.
Ceplok puser merupakan upacara ala tradisi betawi. Ketika puput puser, orang tua
si orok akan melaksanakan selametan (tahlilan).
Ada juga tradisi akeka(hakekah).Akeka merupakan upacara adat betawi yaitu
pemberian nama dan cukur rambut bayi. Dilakukan juga dengan menyembelih
kambing, untuk bayi perempuan satu ekor kambing dan bayi laki-laki
menyembelih dua ekor kambing. Selain itu terdapat pencukuran rambut bayi
dengan diiringi sholawat, hasil potongan rambut dikumpulkan lalu ditimbang
dengan ukuran gram yang akan dibelikan emas untuk disumbangkan pada fakir
miskin atau anak yatim. Adapun masyarakat betawi yang melakukan kerik tangan,
dengan maksud sebagai simbolis serah terima antara perawat pada kedua orang
tua bayi. Dimulai dengan pembacaan sholawat, pencucian tangan, dan mengambil
uang logam dalam rendaman air dan mengerik tangan sang ibu yang baru
melahirkan sampai pembacaan shalawat ketujuh selesai.
2.2 Suku Karo (Sumatera Utara)
Indonesia adalah negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku
bangsa, serta memiliki puluhan bahkan ratusan adat dan kebudayaan.Salah satu
budaya yang ada di di Provinsi Sumatera Utara adalah budaya suku batak.
Adapun Suku batak yang ada di Provinsi Sumatera Utara adalah Batak Toba,
Karo, Simalungun, Pak-pak, Mandailing dan Angkola. Suku Karo adalah suku
bangsa yang berada di wilayah Sumatera Utara dan sebagian Aceh; meliputi
Kabupaten Karo, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi,
Kabupaten Simalungun, dan Kabupaten Deli Serdang. Suku ini merupakan salah
satu suku terbesar dalam Sumatera Utara. Suku Karo sangat taat terhadap adat
istiadat (aturan-aturan) yang sudah diwariskan oleh leluhur secara turuntemurun.
Sehingga bagi orang karo yang melanggar dan tidak menghargai budaya Karo
sering disebut dengan istilah “laradat”. Oleh karena itu, para orang tua masyarakat
Karo sering mengajak anak-anaknya untuk mengikuti acara adat agar anak-anak
itu dapat mengetahui tentang adat istiadat suku Karo. Salah satu adat istiadat atau
tradisi di suku Karo adalah Mbaba manuk mbur dalam kamus bahasa karo mbaba
artinya membawa, manuk mbur artinya ayam yang gemuk, acara ini sering juga
disebut dengan Mbesur-mbesuri besur/beting yang artinya makan atau minum
sampai sekenyang-kenyangnya dan acara ini dikhususkan bagi ibu hamil tujuh
bulan. Tujuan dilakukannya acara ini untuk mempersiapkan ibu hamil secara
psikis agar lancar dalam persalinan. Barangkali ada tekanan-tekanan psikis selama
ini yang dialami oleh calon ibu dalam rumah tangganyaa baik oleh suaminya,
mertuanya dan keluarga dekat dan lingkungannya. Dengan demikian setelah
dilakukannya acara ini, segala beban yang ada selama ini sudah ditanggalkan dan
selesai. Dalam acara ini diberikan makanan dan buah yang disukai oleh calon ibu
maupun ayah. Semua makanan disiapkan oleh pihak keluarga ibu dari istri yang
melakukan acara maba manuk mbur. Dalam adat Karo ada disebutkan “Singalo
Bere-bere” dan “Singalo Perkempun” dan yang akan memberikan makanan itu
adalah Kalimbubu (orangtua dari pihak perempuan).Rangkaian acara mbaba
manuk mbur ini membutuhkan peran keluarga terdekat sesuai dengan silsilah adat
Karo yang ada didalam keluarga tersebut. Sejarah dilakukanya acara ini dipercaya
dari zaman dahulu saat ibu hamil meminta sesuatu haruslah dipenuhi, karena
berdampak akan keselamatan dan kelancaran proses persalinan. Terlebih ibu yang
mengandung sering meminta makanan enak karena pada zaman dahulu susah
mendapatkan makanan, jenis makanan pun belum sebanyak sekarang sehingga
untuk memenuhi keinginan ibu dibuatlah acara mbesur mbesuri ataupun maba
manuk mbur supaya ibu bisa makan sepuasnya sampai kenyang. Pihak orang tua
calon ibu menyediakan perlengkapan acara sebab orang tuanya itulah sejak dulu
membujuknya dan tempat anaknya bermanja-manja sebelum dia berumah tangga.
Itu sebabnya, ketika seorang wanita yang sudah menikah dan sedang
mengandung, orang tua gadis itu disebut sebagai “kalimbubu” yang mendatangi
rumah anak gadisnya (calon ibu) dengan membawa perlengkapan jamuan
makanan khas Karo.Karena itulah kalimbubu di acara ini sangat penting perannya
dan bertanggung jawab mempersiapkan makanan untuk kelancaran acara tersebut.
Dari semua keluarga yang hadir, mereka akan memposisikan diri dengan adat
karo yaitu tutur (silsilah keluarga) yang terbentuk dari marga dalam acara
tersebut. Setelah acara selesai dan sebelum keluarga pulang ke rumah masing-
masing, khusus untuk keluarga dari pihak calon ibu bayi diberikan beras
secukupnya dan uang sebagai pengganti pembelian ayam yang dimasukkan
kedalam Sumpit (kantong beras dari anyaman pandan). Tuhan tetap sebagai
junjungan tertinggi dalam setiap budaya karo. Kepada Tuhan tetap dimintakan
keselamatan bagi calon si ibu dan janinnya, suami, begitu juga keluarga kedua
belah pihak dan keluarga yang hadir. Biasanya doa dibawakan oleh pihak gereja,
seperti pendeta, pertua atau pelayan di gereja.Dengan demikian, semuanya bisa
terlaksana dengan baik dari segi budaya dan agama dan tidak ada aturan yang
dilanggar dalam pelaksanaannya, dengan ucapan syukur kepada Tuhan,
mempercayakan semuanya kepada-Nya dan memperoleh berkat anugerah yang
datangnya dari Tuhan. Kehamilan merupakan suatu proses alamiah dan fisiologis.
Setiap wanita yang memiliki organ reproduksi yang sehat, jika telah mengalami
menstruasi dan melakukan hubungan seksual dengan seorang pria yang organ
reproduksinya sehat, sangat besar kemungkinannya terjadi kehamilan. Selain
perubahan fisik, perubahan emosi juga terjadi selama hamil yang berupa perasaan
takut, sedih, hingga senang hanya dalam jarak waktu beberapa menit saja,
cenderung malas, sensitif, mudah cemburu, minta perhatian lebih, insomnia atau
sulit tidur. Dan pada fase akhir kehamilan, seorang perempuan mulai realistis
menerima peran sebagai seorang ibu yang mempersiapkan diri untuk melahirkan
dan mengasuh anaknya.Pencapaian peran seorang ibu dalam masa kehamilan ini,
perlu dukungan keluarga, sosial dan tenaga kesehatan yang luas. Ibu hamil perlu
diberikan akses asuh
2.3 Suku Bali
Salah satu tradisi atau budaya di bali pada masa kehamian yaitu Upacara
Megedong-Gedongan adalah upacara adat hindu bali dalam rangkaian upacara
adat kehamilan. Bertemunya Kama Jaya (Sperma) dan Kama Ratih (Ovum)
menciptakan wujud manusia dalam bentuk bayi. Upacara Megedong-Gedongan
adalah upacara pertama yang ditujukan untuk bayi yang berada di dalam
kandungan sang ibu ketika berusia 5 bulan Bali (kurang lebih 6 bulan dalam
kalender masehi). Pada usia tersebut, bayi telah dianggap memiliki wujud yang
lebih sempurna dan telah berwujud manusia. Berdasarkan kenyataan di
masyarakat upacara maupun upakara megedong-gedongan ini dilakukan dengan
cara yang berbeda beda tiap daerahnya. Walaupun berbeda beda tetapi upacara ini
memiliki makna yang sama. Berikut ini merupakan rangkaian upacara megedong-
gedongan di salah satu daerah di Bali yaitu di Singaraja. Upacara Megedong-
Gedongan memiliki tujuan untuk menyucikan bayi dalam kandungan. Masyarakat
Hindu Bali percaya dengan dilakukannya upacara ini, bayi dalam kandungan tidak
mudah gugur (abortus). Upacara ini juga bertujuan untuk menguatkan sang anak
dan sang ibu agar persalinan berjalan lancar. Disamping itu sang bayi diharapkan
setelah lahir dapat memiliki budi yang luhur, menjadi seorang anak yang berguna
bagi keluarga,masyarakat, dan negara, serta selalu diberikan keselamatan dalam
hidup.
Berikut ini merupakan rangkaian dari pelaksanaan upacara megedong-gedongan
ini, diawali dengan sang ibu akan dimandikan (dalam bentuk siraman) kemudian
dilanjutkan dengan mabyakala dan payascita. Selanjutnya sang ibu akan
membawa wadah rempah- rempah di atas kepalanya dengan tangan kanan
menjinjing daun talas yang diisi dengan air dan ikan yang masih hidup. Tangan
kiri suami menggenggam benang, dimana tangan kanan suami memegang bambu
runcing. Kemudian sang suami akan menggeser benang dan menusukkan bambu
runcing menuju daun talas yang dijinjing oleh istri hingga air dan ikan pada daun
tumpah. Setelah prosesi tersebut selesai, dilakukan persembahyangan guna
memohon keselamatan kepada Tuhan. Terakhir, upacara ini akan ditutup dengan
penglukatan dan natab.
Walaupun merupakan budaya dari daerah Bali, namun penerapan upacara
Megedong- Gedongan di setiap daerah di Bali sangat bervariasi. Hal ini sangat
bergantung dengan kebiasaan upacara yang berkembang di masyarakat desa adat
Salah satu tradisi dan budaya pada masa kehamilan pada masyarakat adat bugis
yaitu:
1.Pada masa kehamilan ke-4 bulan itu dibikin acara syukuran atau tola' bala'
memakai bubur merah dan bubur putih sebagai penanda
2. Pada masa kehamilan ke-7 bulan ada acara mandi kembang atau selamatan
untuk bayi dengan dibikinkan tumpeng kuning yang terbuat dari ketan.
Masyarakat Bugis menamakan acara 7 bulanan dengan nama Mappassili yang
berarti memandikan. Tujuan dilakukannya upacara adat Mappassili ini adalah
untuk menolak bala serta mengusir roh-roh jahat, sehingga kesialan dapat hilang
dan lenyap.
Sebelum upacara dimulai, sang calon ibu harus melewati 7 anak tangga yang
terbuat dari bambu. Hal ini memiliki makna bahwa sang calon anak akan
mendapat rezeki yang terus bertambah. Kemudian, dukun sebagai pemimpin
upacara memutar dupa yang telah dibakar di atas kepala calon ibu. Masyarakat
Bugis percaya bahwa tindakan tersebut akan membuat roh-roh jahat yang
menggangu kelahiran anak terusir dan terbang bersama dengan asap dupa yang
telah dibakar.
Lalu ada tahap memercikkan air dengan daun ke beberapa area tubuh calon ibu,
yaitu kepala, bahu, dan perut. Tindakan tersebut memiliki makna, yaitu percikkan
air pada bahu berarti sang calon anak akan memiliki tanggung jawab dan proses
kelahiran bisa lancar. Tradisi adalah serangkaian norma, kebiasaan, atau praktik
yang secara turun-temurun diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya
dalam suatu kelompok masyarakat atau budaya tertentu. Tradisi dapat mencakup
berbagai aspek kehidupan, termasuk budaya, agama, seni, bahasa, makanan,
pakaian, upacara, dan banyak lagi. Tradisi berperan penting dalam menjaga
identitas budaya suatu kelompok dan memungkinkan mereka untuk
mempertahankan nilai-nilai, pengetahuan, dan warisan mereka.
Tradisi sering kali mengikat masyarakat bersama dalam suatu ikatan sosial dan
emosional yang kuat, serta membentuk landasan untuk pemahaman bersama
tentang bagaimana melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Tradisi juga dapat
memiliki nilai simbolis, religius, atau historis yang mendalam, yang dapat
memberikan makna dan signifikansi kepada tindakan dan peristiwa dalam
kehidupan sehari-hari. Melalui perayaan dan ritual, tradisi juga membantu dalam
memperingati peristiwa penting, seperti pernikahan, kelahiran, atau kematian.
Seringkali, tradisi dapat berubah atau berkembang seiring waktu, tetapi mereka
tetap menjadi bagian integral dari identitas dan warisan budaya suatu masyarakat.
Tradisi memainkan peran penting dalam melestarikan sejarah dan
menghubungkan generasi yang berbeda dalam suatu kelompok sosial atau budaya.

BAB III
KESIMPULAN
Ritual dan manusia keduanya berjalan beriringan karena manusia selalu
merayakan tahapan-tahapan dalam hidupnya dengan menggunakan sebuah
ceremony, sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan. Maba Manuk Mbur ini
adalah salah satu acara mengucapkan syukur kepada Tuhan karena dari situasi
kehamilan ini dapat dirasakan kuasa Tuhan nyata dalam kehidupan keluarga
khususnya individu calon ibu dan ini merupakan bentuk pendampingan pastoral
yang disampaikan oleh kelompok sosial (keluarga) melalui ritual adat budaya
karo. Dapat dilihat bahwa tradisi Maba Manuk Mbur ini tidak menyalahi aturan
budaya maupun agama sehingga acara ini tetap dilakukan sampai sekarang untuk
menunjukkan makna kekeluargaan dan kasih sayang yang besar yang membantu
ibu hamil dalam menghadapi proses kehamilannya. Penguatan yang diberikan
melalui tradisi ini menjadi suatu hal yang paling dibutuhkan dalam situasi menuju
persalinan yang dialami oleh seorang ibu yang mengandung karena dalam situasi
ini ibu hamil akan mengalami perubahan yang besar pada kondisi kesehatan, fisik,
mental, dam emosional.
Ada beberapa tradisi di daerah betawi pada masa kehamilan seperti nuju bulanan,
ceplok puser dan juga akeka. Tradisi nuju bulan untuk mengucapakan syukur atas
kehamilannya dan juga agar anak dalam kandungannya lahir dengan selamat.Lalu
ada ceplok puser dimana tali pusar si orok sudah putus lalu dibungkus dan
disimpan dengan rapi, tali pusar nanti akan dijadikan obat ketika nanti si orok
sakit. Lalu ada juga akeka yaitu pemberian nama dan cukur rambut bayi, dimana
rambut bayi nanti akan ditimbang dengan ukuran gram yang akan dibelikan emas
yntuk disumbangkan pada anak yatim.

Anda mungkin juga menyukai