Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ANTROPOLOGI KESEHATAN PADA KEBUDAYAAN SUNDA


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropologi Kesehatan

Dosen : Maisye

DISUSUN OLEH :

1. Ananda Apriliani (P1337420217091)

2. Desi Kurniawati (P1337420217093)

3. Muhammad Rifaldi S.A (P1337420217086)

4. Titania Agustin P.P (P1337420217092)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2017
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Makalah Antropologi kesehatan pada kebudayaan sunda tersebut.

Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan banyak terima
kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu baik dukungan moril maupun materiil dan
yang memberikan motivasi dalam penyusunan Makalah tersebut.

Semoga Allah Yang Maha Kuasa memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan laporan ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis menerima
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan ini.

Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.

Purwokerto, 18 September 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang……………………………………………………………………………x

1.2.Tujuan Penulisan………………………………………………………………………….x

BAB II PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Antropologi dan Kesehatan…………………………………………………..x

2.2.Hubungan Kesehatan dan Kebudayaan…………………………………………………...x

2.3.Suku Sunda……………………………………………………………………………….x

2.4.Kebudayaan Sunda………………………………………………………………………..x

2.5.Upacara Adat Sunda………………………………………………………………………x

2.6.Tabu dalam Proses Kehamilan……………………………………………………………x

BAB III PEMBAHASAN

BAB IV PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya. Kebudayaan


merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa
Indonesia. Kebudayaan merupakan kekayaan yang sangat bernilai, karena selain
merupakan ciri khas dari suatu daerah juga menjadi lambang suatu bangsa atau daerah

Sunda merupakan salah satu suku di Indonesia yang memiliki budaya yang beraneka
ragam.adat istiadat yang diwariskan oleh para leluhur masih dihormati dan dipelihara.
Sunda memiliki berbagai budaya seperti upacara adat dan budaya lainya. Oleh karena itu,
penulis merasa perlu membahas tentang keterkaitan antropologi kesehatan terhadap
kebudayaan sunda.

1.2.TUJUAN

Tujuan penyusunan makalah ini adalah agar menambah pengetahuan mengenai aspek
budaya daerah sunda yang berhubungan dengan kesehatan antara lain upacara adat dan
hal tabu mengenai proses kehamilan atau persalinan dalam mengembangkan pengetahuan
dan meningkatkan pelayanan perawat terhadap pasien.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN ANTROPOLOGI KESEHATAN

Antropologi kesehatan adalah studi tentang pengaruh unsur-unsur budaya


terhadap penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan (Solita Sarwono,
1993).
Antropologi Kesehatan mengkaji masalah-masalah kesehatan dan penyakit
dari dua kutub yang berbeda yaitu kutub biologi dan kutub sosial budaya. Pokok
perhatian Kutub Biologi. Pertumbuhan dan perkembangan manusia, peranan penyakit
dalam evolusi manusia, paleopatologi (studi mengenai penyakit-penyakit purba). Pokok
perhatian kutub sosial-budaya : Sistem medis tradisional (etnomedisin), masalah petugas-
petugas kesehatan dan persiapan profesional mereka, tingkah laku sakit, hubungan antara
dokter pasien, dinamika dari usaha memperkenalkan pelayanan kesehatan barat kepada
masyarakat tradisional.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Antropologi Kesehatan adalah
disiplin yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosio-budaya
dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara
keduanya disepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi
kesehatan dan penyakit pada manusia (Foster/Anderson, 1986; 1-3).

2.2. HUBUNGAN ANTROPOLOGI DAN KESEHATAN

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J Herskovits


dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan
sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang
kemudian disebut sebagaisuperorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,
nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas
suatu masyarakat. Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat.
2.3. SUKU SUNDA

Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa
Indonesia, dengan istilah tatar pasundan yang mencakup wilayah administrasi provinsi
Jawa Barat, Banten, Jakarta. Lampung, dan wilayah barat Jawa Tengah. Suku Sunda
merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia. Mayoritas orang Sunda beragama Islam,
akan tetapi ada juga yang beragama Kristen, Hindu, dan Sunda Wiwitan.

2.4 KEBUDAYAAN SUNDA

Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan tertua di Nusantara dan


merupakan salah satu sumber kekayaan bangsa Indonesia. System kepercayaan spiritual
tradisional Sunda adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan keselarasan hidup dengan
alam. Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas yang membedakan dengan kebudayaan lain
yaitu dikenal sebagai masyarakat yang lembut, religious, dan sangat spiritual.

2.5 UPACARA ADAT SUNDA

1.Upacara adat masa kehamilan

a. Upacara mengandung empat bulan, dulu masyarakat Jawa Barat apabila


seorang perempuan baru mengandung dua atau tiga bulan belum disebut hamil, masih disebut
mengidam. Biasanya pelaksanaan upacara mengandung empat bulan mengundang pengajian
untuk membacakan doa selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainya agar bayinya mulus,
sempurna, sehat dan selamat.
b. Upacara mengandung tujuh bulan atau tingkeban, adalah upacara yang
diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung tujuh bulan. Tingkeban berasal dari kata
tingkeb yang artinya tutup, maksudnya si ibu yang mengandung tujuh bulan tidak boleh
bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan.
c. Upacara mengandung sembilan bulan, dalam upacara ini diadakan pengajian
dengan maksud agar bayi cepat lahir dalam upacara ini dibuat bubur lolos sebagai symbol
untuk mendapat kemudahan waktu melahirkan.
d. Upacara reuneuh mundingeun, upacara ini dilaksanakan apabila perempuan
yang mengandung lebih dari Sembilan bulan, upacara ini dilaksanakan agar perempuan yang
hamil cepat melahirkan.

2.Upacara kelahiran

a. Upacara memelihara tembuni. Tembuni atau placenta dipandang sebagai


saudara bayi oleh karena itu, tidak boleh dibuang sembarangan harus diadakan upacara waktu
mengubur atau menghanyutkannya.
b. Upacara nejrag bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh
kali didekat bayi.
c. Upacara puput puseur setelah bayi terlepas dari pusarnya biasanya diadakan
selamatan.

d. Upacara ekah, ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan,
atau ungkapan rasa syukur.

e. Upacara nurunkeun, ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah
bermaksud agar bayi mengenal lingkungan.

f. Upacara cukuran, upacara ini dimaksudkan untuk membersihkan atau


menyucikan rambut bayi dari segala macam najis.

g. Upacara turun taneuh, ialah upacara pertama kali bayi menjejakkan kakinya ke
tanah diselenggarakan setelah bayi agak besar dapat merangkak atau melangkah sedikit demi
sedikit.

2.6 TABU DALAM PROSES KEHAMILAN

a. Tidak boleh tidur sembarangan serta tidak boleh memakai bantal sebab akan
mengakibatkan kesulitan saat melahirkan.
b. Tidak boleh duduk nangunjar memanjangkan kedua kaki ketika duduk agar saat
melahirkan tidak kakinya terlebih dahulu.
c. Tidak boleh tidur terlentang sebab akan melahirkan dengan keadaan terlentang.
d. Tidak boleh duduk didepan pintu agar tidak susah saat melahirkan.
e. Tidak boleh memakan telur rebus agar anak yang dilahirkan tidak bisul dikepalanya.
f. Tidak boleh memakan buah salak sebab akan mengakibatkan penyakit koreng dikepalanya.
g. Tidak boleh memakan udang sebab akan mengakibatkan kesulitan saat melahirkan.
h. Tidak boleh membawa botol dengan cara dijinjing sebab akan mengakibatkan kepala bayi
menjadi kecil saat dilahirkan.
i. Tidak boleh memakan siput agar tidak mengantuk saat melahirkan.
BAB III
PEMBAHASAN

Latar belakang tradisional masyarakat kadang kadang mempengaruhi perilaku wanita


selama kehamilan. Dibeberapa daerah Indonesia, khususnya di Jawa Barat proses kehamilan
mendapat perhatian tersendiri bagi masyarakat setempat. Maka dari itu, dilaksanakan tradisi
yang dirasa mampu mewujudkan keinginan mereka terhadap anak tersebut. Disamping
melakukan upacara keselamatan, terdapat pula pantangan atau tabu yang diyakini jika
dilanggar maka dapat menimbulkan kebahayaan atau masalah pada kehamilan.
Mitos-mitos atau tabu yang dipaparkan sebagian sudah di tinggalkan sebagian lagi masih di
pertahankan bukan semata-mata nilai kebenaran empirisnya tetapi mitos-mitos tersebut
dianggap mengandung siloka atau pepatah leluhur yang disampaikan secara tidaklangsung.
Dengan menggunakan parameter teori nilai guna secara almiah sebuah tradisi akan terus
dipertahankan jika dianggap nilai guna. Dalam aspek kesehatan perilaku maupun mitos yang
dikerjakan harus diperhatikan agar tidak membahayakan kesehatan ibu dan bayinya. Bidan
atau perawat sebagai seorang care provider di masyarakat harus mampu membangun
kepercayaan yang positif terhadap kesehatan ibu dan bayi.
BAB IV
PENUTUP

Antara kesehatan dan tradisonal tidak dapat dipisahkan, karena masyarakat sudah
memilikikeyakinan tersendiri. Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah keselarasan
dan keharmonisan diantara kelompok masyarakat yang memiliki keyakinan budaya tertentu
dengan landasan kesehatan yang tidak merugikan atau membahayakan masyarakat. Bidan
atau perawat sebagai salah satu praktisi kesehatan dimasyarakat harus memiliki
kemampuan mengelola masyarakat, mulai dari mengidentifikasi kondisi masyarakat,
menggali potensi dan sumber daya yang ada ditengah masyarakat dan lingkungannya.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/15673982/ANTROPOLOGI_KESEHATAN_PADA_BUDAYA_SUNDA

Anda mungkin juga menyukai