Anda di halaman 1dari 13

TRANSKULTURAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

Program Studi : Sarjana Terapan dan Program Studi


Pendidikan Profesi Ners Program Profesi
Mata Kuliah : Antropologi Kesehatan
Penempatan : Semester 2
Kelas : 1A, 1B, dan 1RKI
Dosen Pengampu : Ns. Paula Krisanty, S.Kep., MA.

Disusun Oleh:
Kelompok 5:

1. Davina Calista Putri (P3.73.20.2.22.009)


2. Devita Cahya Kartika (P3.73.20.2.22.010)
3. Fadila Septia Anggraeni (P3.73.20.2.22.012)

4. Devi Anggraeni (P3.73.20.2.22.050)


5. Dianty Rahma Azahra (P3.73.20.2.21.051)
6. Shinta Rahmah (P3.73.20.2.21.074)

7. Evi Innayah (P3.73.20.2.22.094)


8. Galih Fakhri Pratama (P3.73.20.2.22.095)
9. Hafizh Nasrulloh A (P3.73.20.2.22.096)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN + PROFESI


NERS JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN 2022-2023
A. Pengertian Transkultural
Transkultural berasal dari kata trans dan culture, trans berarti alur perpindahan,
jalan lintas atau penghubung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti
melintang, melintas, menembus, melalui sedangkan Culture berarti budaya. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti; kebudayaan, cara pemeliharaan,
pembudidayaan. Kepercayaan, nilai–nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi
suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya, sedangkan cultural berarti;
sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan. Budaya sendiri berarti : akal budi, hasil
dan adat istiadat. Dan kebudayaan berarti hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal
budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat atau keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk menjadi pedoman
tingkah lakunya. Budaya merupakan salah satu perwujudan atau bentuk interaksi yang
nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Jadi, transkultural dapat diartikan sebagai
lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi budaya
yang lain atau juga pertemuan kedua nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses
interaksi sosial.
Menurut Leininger (1991), Transcultural Nursing merupakan suatu area yang
berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai– nilai budaya (nilai budaya yang
berbeda, ras, yang mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan
keperawatan kepada klien/pasien). Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting
memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien.

B. Karakteristik Budaya
Dalam perspektif ilmu antropologi, Leininger mengartikan budaya sebagai sebuah
pembelajaran, kebersamaan serta transmisi pengetahuan, dimana merupakan nilai dari
sebuah kebiasaan, keyakinan serta norma dalam kelompok budaya tertentu, dimana
tujuan akhir teori ini yaitu sebuah bentuk perawatan kongruen berdasarkan budaya yang
diartikan sebagai sebuah bentuk tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan
kebudayaan, lebih spesifiknya disesuaikan dengan kebutuhan pasien guna
meningkatkan, menjaga kesehatan serta mensejahterakan mereka. (Leininger (2002)
dalam Ping Zou (2016)).
Menurut Samovar dan Porter (1995) ada 6 karakteristik budaya :
1. Budaya itu bukan keturunan tapi dipelajari, jika seorang anak lahir di Amerika dan
hidup di Amerika dari orangtua yang berkebangsaan Indonesia maka tidaklah
secara otomatis anak itu bisa berbicara dengan bahasa Indonesia tanpa ada proses
pembelajaran oleh orangtuanya.
2. Budaya itu ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya, kita mengetahui
banyak hal tentang kehidupan yang berhubungan dengan budaya karena generasi
sebelum kita mengajarkan kita banyak hal tersebut. Suatu contoh upacara
penguburan plasenta pada masyarakat jawa, masyarakat tersebut tidak belajar
secara formal tetapi mengikuti perilaku nenek moyangnya.
3. Budaya itu berdasarkan simbol, untuk bisa mempelajari budaya orang memerlukan
simbol. Dengan simbol inilah nantinya kita dapat saling bertukar pikiran dan
komunikasi sehingga memungkinkan terjadinya proses transfer budaya dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Contoh beberapa simbol yang
mengkarakteristikkan budaya adalah kalung pada suku dayak, manik-manik,
gelang yang semua itu menandakan simbol pada budaya tertentu.
4. Budaya itu hal yang bisa berubah, karena budaya merupakan sistem yang dinamis
dan adaptif maka budaya rentan terhadap adanya perubahan. Misalnya pada
sekelompok masyarakat merayakan kelahiran dengan tumpeng atau nasi kuning,
pada zaman modern tradisi tersebut berubah yaitu menjadi kue ulang tahun.
5. Budaya itu bersifat menyeluruh, satu elemen budaya dapat mempengaruhi elemen-
elemen budaya yang lain. Misalnya lingkungan sosial akan dapat mempengaruhi
perilaku seseorang yang tinggal di lingkungan tersebut.
6. Budaya itu etnosentris, adanya anggapan bahwa budaya kitalah yang paling baik
diantara budaya-budaya yang lain. Suku baduy akan merasa budaya Baduy yang
benar, apabila melihat perilaku budaya dari suku lain dianggap aneh, hal ini terjadi
pada kelompok suku yang lain.

Meskipun setiap kelompok memiliki pola yang dapat dilihat yang membantu
membedakannya dengan kelompok lain, sebagian besar individu juga mengungkapkan
keyakinan atau sifat yang tidak sesuai dengan norma kelompok. Seseorang bisa sangat
tradisional dalam satu aspek dan sangat modern dalam aspek lain. Ketika orang
sakit, mereka kadang menjadi lebih tradisional dalam harapan mereka dan pemikiran
mereka. Juga ada variasi signifikan dengan dan antara kelompok. Pengetahuan tentang
kelompok juga bernilai ketika memberikan sekumpulan harapan realistik. Tetapi, hanya
belajar tentang individu atau keluarga yang dihadapi sehingga tenaga medis dapat
memahami dalam hal apa pola kelompok bermakna (Leininger 2000).

C. Budaya Kesehatan Keluarga di Indonesia


• Pengertian Budaya Hidup Sehat
Budaya (culture) adalah nilai, keyakinan, norma dan jalan hidup yang
di bentuk, dan dipelajari pada kelompok tertentu yang memberikan arah dalam
pola pikir, keputusan dan tindakan dalam berbagai cara yang terpola. Budaya
dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap konsep sehat sakit serta
bagaimana/kapan/ mengapa individu mencari pengobatan terhadap masalah
kesehatan yang dialaminya.
Budaya hidup sehat adalah sebuah konsep kehidupan dengan
mengutamakan berbagai kegiatan hidup yang berbasis pada tindakan-tindakan
sehat. Definisi dari budaya hidup sehat adalah konsep hidup yang
mengedepankan upaya-upaya dan kegiatan-kegiatan yang sehat. Dengan
penerapan konsep ini, maka kita akan memperkecil resiko dan terhindar dari
berbagai penyakit yang dapat menyerang tubuh kita. Faktor kebiasaan yang
dapat mempengaruhi kesehatan tubuh antara lain:
1. Hidup sehat.
2. Hidup bersih.
3. Minum air bersih.
4. Makan makanan yang cukup gizi.
5. Seimbang antara aktivitas dan istirahat.
6. Olahraga secara rutin.

Orang sehat terbagi menjadi 3 kelompok dasar, yaitu:


1. Orang sehat karena memiliki kondisi tubuh yang prima sejak lahir,
sehingga tidak perlu melakukan berbagai treatment kesehatan.
2. Orang yang rutin melakukan kegiatan fisik yang menyehatkan sehingga
secara tidak sengaja menjadi sehat.
3. Orang yang sehat karena ia memang sengaja melakukan berbagai
aktivitas untuk menjadi sehat.
• Pengertian Kesehatan Keluarga
Kesehatan keluarga adalah pengetahuan tentang keadaan sehat fisik. jasmani
dan sosial dari individu-individu yang terdapat dalam satu keluarga. Antara
individu yang satu dengan lainnya saling mempengaruhi dalam lingkaran siklus
keluarga untuk mencapai derajat kesehatan keluarga yang optimal. Keluarga
yang sehat adalah salah satu kekayaan yang tak terhingga.

• Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Keluarga


1. Faktor Fisik .
Ross, Mirowsaky, dan Goldstein tahun 1990 (dikutip dalam Setiawati.
2013: 21) memberikan gambaran bahwa ada hubungan positif antara
perkawinan dengan kesehatan fisik. Contoh dari hubungan tersebut
antara lain: seorang suami sebelum menikah terlihat kurus maka
beberapa bulan kemudian setelah menikah akan terlihat lebih gemuk,
beberapa alasan dikemukakan bahwa dengan menikah suami ada yang
memperhatikan dan pola makan lebih teratur begitu sebaliknya dengan
istri (Setiawati, 2008: 21),
2. Faktor Psikis
Terbentuknya keluarga akan menimbulkan dampak psikologis yang
besar, perasaan nyaman karena saling memperhatikan, saling
memberikan penguatan atau dukungan. Suami akan merasa tentram dan
terarah setelah beristri. begitupun sebaliknya (Setiawati, 2008: 22).
Berdasarkan riset ternyata tingkat kecemasan istri lebih tinggi dibanding
dengan suami, hal ini dimungkinkan karena bertambahnya beban yang
dialami istri setelah bersuami.
3. Faktor Sosial.
Status sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap fungsi
kesehatan sebuah keluarga. Dalam sebuah keluarga ada kecenderungan
semakin tinggi tingkat pendapatan yang diterima semakin baik taraf
kehidupannya. Tingginya pendapatan yang diterima akan berdampak
pada pemahaman tentang pentingnya kesehatan, jenis pelayanan
kesehatan yang dipilih, dan bagaimana berespon terhadap masalah
kesehatan yang ditemukan dalam keluarga (Setiawati, 2008 22). Status
sosial ekonomi yang rendah memaksa keluarga untuk memarginalkan
fungsi kesehatan keluarganya, dengan alasan keluarganya akan
mendahulukan kebutuhan dasarnya.
4. Faktor Budaya
Faktor budaya terdiri dari (Setiawati, 2008: 22-23):
• Keyakinan dan praktek kesehatan
• Nilai-nilai keluarga
• Peran dan pola komunikasi keluarga

D. Keperawatan Transkultural
• Pengertian
Ilmu dan kiat yang humanis, yang difokuskan pada perilaku individu
atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan/meningkatkan perilaku
sehat atau perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang
budaya (Leininger, 1984).
Keperawatan Transkultural adalah suatu area/wilayah keilmuan
budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang
perbedaan dan kesamaan antara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan
sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan
ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya
atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Aplikasi teori dalam keperawatan transkultural mengharapkan adanya
kesadaran terhadap perbedaan budaya. Perbedaan budaya memberikan
pengaruh dalam pemberian asuhan keperawatan yang menuntut pada
kemungkinan variasi pendekatan keperawatan dengan menghargai nilai budaya
individu.

• Tujuan
1. Penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan
sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik
keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal (Leininger,
1978)
• Kultur yang spesifik adalah kebudayaan dengan nilai dan norma
yang spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain seperti
pada suku Osing,Tengger, ataupun Dayak.
• Kultur yang universal adalah kebudayaan dengan nilai dan
norma yang diyakini dan dilakukan oleh hampir semua
kebudayaan seperti budaya olahraga untuk mempertahankan
kesehatan.
2. Membantu individu atau keluarga dengan budaya yang berbeda-beda
untuk mampu memahami kebutuhannya terhadap asuhan keperawatan
dan kesehatan
3. Membantu perawat dalam mengambil keputusan selama pemberian
asuhan keperawatan pada individu atau keluarga melalui pengkajian
gaya hidup, keyakinan tentang kesehatan dan praktik kesehatan klien
4. Asuhan Keperawatan yang relevan dengan budaya dan sensitif terhadap
kebutuhan klien akan menurunkan kemungkinan stres dan konflik
karena kesalahpahaman budaya

• Asuhan Keperawatan Yang Diberikan Kepada Individu Sesuai Dengan Latar


Belakang Budaya.
Strategi yang digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan menurut
Leininger (1991) antara lain dengan cara :
1. Mempertahankan budaya dilakukan apabila budaya yang dianut
individu tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan
implementasi keperawatan diberikan sesuai nilai-nilai yang relevan
sehingga indivisu dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya. Misalnya budaya minum air putih setiap bangun tidur.
2. Negosiasi atau mengakomodasi budaya Negosiasi budaya dilakukan
untuk membantu individu beradaptasi terhadap budaya tertentu yang
lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu individu untuk
dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misal pada pasien setelah operasi yang pantang
makan makanan yang berbau amis, maka dapat diganti dengan
memakan sumber protein hewani lain seperti putih telur.
3. Mengganti atau mengubah budaya individu Mengganti atau
restrukturisasi budaya dilakukan bila budaya yang dianut merugikan
bagi kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup pasien
yang tidak baik menjadi baik seperti budaya merokok.
• Paradigma Transkultural Nursing
1. Manusia
• Manusia adalah individu keluarga atau kelompok yang memiliki
nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk
menetapkan pilihan dan melakukan pilihan
• Menurut leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan
untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun
dia berada
2. Sehat
• Kesehatan adalah keseluruhan aktivitas yang dimiliki klien
dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat dan
sakit
• Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai pola kegiatan
dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan
memelihara keadaan seimbang atau sehat yang dapat diobservasi
dalam aktivitas sehari-hari
• Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat sakit yang
adaptif
3. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku lingkungan
dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan di mana klien dengan
budayanya saling berinteraksi
4. Keperawatan
Suatu proses pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien
sesuai dengan latar belakang budayanya ditunjukkan mendirikan
individu sesuai dengan budaya klien
• Strategi Keperawatan Transkultural
1. Perlindungan/Mempertahankan Budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak
bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikan sesuai dengan nilai- nilai yang relevan yang telah
dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan
status kesehatannya, misalnya budaya berolah raga setiap pagi
2. Mengakomodasi/Negosiasi Budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan
untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat
memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai
pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang lain.
3. Mengubah/Mengganti Budaya Klien
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola
rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan
sesuai dengan keyakinan yang dianut.

E. Kompetensi Budaya Yang Harus Dimiliki Oleh Perawat


Kompetensi budaya merupakan sebuah konsep yang kompleks serta belum
tercapainya perawatan budaya yang peka terhadap budaya. Leininger (1991) adalah
seorang pelopor dalam disiplin keperawatan yang memperhatikan pada budaya serta
kepedulian kepada manusia. Leininger menciptakan istilah “culturally congruent care”
dan mengembangkan teorinya tentang keanekaragaman budaya (Chae & Lee, 2014).
Kompetensi budaya keperawatan meliputi pertimbangan terhadap kebutuhan
spiritual maupun keagamaan yang berbeda, ketika bekerja dengan pasien yang berbeda
jenis kelamin, merawat pengungsi atau orang dari luar daerah, merawat orang yang
tidak mampu atau miskin, merawat orang dengan cacat fisik, psikologis atau
intelektualnya, berbicara yang berbeda dengan bahasanya serta keragaman budaya
dengan rekan-rekan kerjanya (Joseph, 2014). Standar kompetensi perawat berbasis
budaya menurut Suroso (Suroso et al., 2015) yaitu :
1. Keadilan sosial
2. Pemikiran kritis
3. Pengetahuan tentang lintas budaya
4. Praktik lintas budaya, sistem kesehatan
5. Advokasi pasien
6. Pelatihan dan pendidikan
7. Komunikasi dan kepemimpinan lintas budaya

F. Penerapan Transkultural Dalam Praktik Keperawatan


Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21,
termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar.
Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara (imigrasi)
dimungkinkan, menyebabkan adanya pergeseran terhadap tuntutan asuhan
keperawatan. Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang
kuat, yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu metha
theory, grand theory, middle range theory dan practice theory.
Salah satu teori yang diungkapkan pada middle range theory adalah
Transcultural Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep keperawatan
yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang
melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting
memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien
sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara diperbolehkan seseorang
untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena
perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila
berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien
tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara
pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap
telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan
berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
Untuk menerapkan keperawatan transkultural dalam proses asuhan
keperawatan dibutuhkan sejumlah pedoman yang bermanfaat sebagai petunjuk bagi
perawat ataupun klien untuk bertindak. Berbagai pedoman itu dibutuhkan agar perawat
dapat menjalankan tugasnya dengan baik, dan pasien dapat sembuh secara total.
Pedoman-pedoman itu diantaranya adalah:
1. Selalu memperlakukan pasien dengan hormat. Perawat harus mampu
memperlakukan pasien yang latar belakangnya berbeda dengan cara
berbeda pula. Cara-cara yang unik dan khas terhadap pasien dapat
menjadi cara perawat untuk menunjukkan rasa hormat serta atau
pengertian. Dan jika ada hal-hal yang tidak dipahami, jangan secara
semena menganggap kita memahami makna dari perilaku itu.
2. Sebagai perawat, kita harus mengenali, memahami dan membiasakan
diri dengan berbagai adat dan kepercayaan kelompok budaya tertentu
pada ruang asuhan keperawatan yang kita jaga dan urus.
3. Kita harus secara pintar menggabungkan berbagai simbol dan praktik
budaya ke dalam rencana asuhan keperawatan klien. Tentu jika itu
semua memungkinkan, karena ada sejumlah hal yang belum tentu pas
dengan berbagai bentuk pengobatan modern. Upaya memasukkan
berbagai simbol dan praktik itu diharapkan dapat membuat pasien
merasa nyaman dan sembuh dengan total.
4. Seorang perawat harus mampu melepaskan berbagai stereotip kultural
yang terkadang belum tentu tepat. Kita harus ingat bahwa warna kulit
seseorang tidak selalu menunjukkan latar belakang budaya orang
tersebut, atau menunjukkan bagaimana orang itu berpikir atau
bertingkah laku.
5. Perawat harus mampu mempelajari bagaimana klien memandang
kesehatan, penyakit, kesedihan, kebahagiaan serta sistem pelayanan
kesehatan.
6. Perawat harus mampu menerjemahkan atau mencari tenaga penerjemah
untuk para pasien yang tidak memiliki kemampuan bahasa Indonesia
yang baik.
7. Perawat harus selalu meletakkan kertas dan pensil di sisi tempat tidur
pasien. Ini dibutuhkan agar pasien dapat mengutarakan berbagai hal
yang ia anggap sangat privat, serta perlu mengutarakan perasaanya
langsung kepada perawat.

Kemudian agar komunikasi dengan pasien dapat berjalan dengan baik dan
lancar, setiap perawat perlu memahami berbagai bentuk komunikasi keperawatan
transkultural. Hal ini perlu dilakukan agar tercapai keefektifan pengiriman serta
penerimaan pesan dalam berkomunikasi. Efektivitas penerimaan dan pengiriman pesan
ini adalah hal yang sangat penting dalam komunikasi. Hal ini perlu dilakukan agar
individu dapat berinteraksi dengan yang lain secara normal. Proses interaksi dan
komunikasi awalnya mungkin akan sulit, terutama ketika pengirim dan penerima tidak
memiliki kesamaan budaya dan bahasa. Budaya jelas amat mempengaruhi bagaimana
individu mempersepsikan, merespon serta menyelesaikan berbagai masalah kehidupan.
Budaya juga amat berpengaruh terhadap masing-masing individu, khususnya ketika
mereka berinteraksi dengan yang lain.

Komunikasi transkultural adalah hal yang amat penting dalam proses asuhan
keperawatan. Oleh karena itu perawat harus mengerti tentang sistem kepercayaan, serta
bagaimana keyakinan hidup sehat dari pandangan klien. Tren demografi baru
menunjukkan adanya peningkatan budaya dan keragaman etnik di suatu tempat.
Perawat memiliki banyak waktu untuk berinteraksi dengan klien, oleh karena itu
perawat harus menyadari pentingnya budaya yang berkaitan dengan komunikasi.
Keterampilan berkomunikasi dalam proses transkultural keperawatan, serta berbagai
pengetahuan akan konsep dan prinsipnya, pasti akan menjadi kebutuhan penting untuk
menyediakan kompetensi keperawatan. Ini semua dilakukan agar perawat dapat
mengakomodir berbagai perubahan yang cepat dalam masyarakat yang heterogen
Perawat harus selalu belajar untuk menilai budaya, serta keragaman budaya yang ada
di masyarakat. Termasuk berbagai apresiasi budaya yang ada. Misalnya saja
keterampilan negosiasi untuk melakukan komunikasi secara efektif.
KESIMPULAN

Keperawatan transkultural merupakan salah satu area utama dalam keperawatan yang berfokus
pada komparatif dan analisis tentang budaya dan sub-budaya yang berbeda di dunia yang
menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, nilai-nilai, keyakinan tentang sehat-sakit,
serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of knowledge yang ilmiah
dan humanistic guna member tempat praktik keperawatan pada buday atertentu dan budaya
universal. Meskipun setiap kelompok memiliki pola yang dapat dilihat yang membantu
membedakannya dengan kelompok lain, sebagian besar individu juga mengungkapkan
keyakinan atau sifat yang tidak sesuai dengan norma kelompok. Perawat memiliki banyak
waktu untuk berinteraksi dengan klien, oleh karena itu perawat harus menyadari pentingnya
budaya yang berkaitan dengan komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai