Anda di halaman 1dari 8

Dosen : Prof. dr. Veni Hadju, M.Sc.,Ph.

TUGAS INDIVIDU FILSAFAT ILMU KESMAS

“Tradisi Dole-dole Sebagai Determinan Perilaku Kesehatan Pada


Masyarakat Suku Buton”

Sri Wahyu Safitri Adkar


K012171030

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN


PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
Determinan sosial adalah faktor-faktor penentu secara sosial di dalam
masyarakat. Pada prinsipnya determinan sosial adalah sejumlah variabel yang
tergolong dalam faktor sosial, seperti; budaya, politik, ekonomi, pendidikan, faktor
biologi dan perilaku yang mempengaruhi status kesehatan individu atau
masyarakat. Determinan sosial berkontribusi terhadap kesenjangan kesehatan di
dalam kelompok masyarakat yang disebut determinan sosial kesehatan dan
mempengaruhi kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga
dapat menjadi tolak ukur status kesehatan masyarakat. Determinan sosial
kesehatan merupakan proses yang membentuk perilaku di dalam masyarakat.
Perilaku adalah semua kegiatan yang dilakukan manusia baik yang dapat diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku seseorang
terbentuk dari pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan yang dimiliki
(Notoatmodjo, 2012).
Ada berbagai macam cara yang dilakukan oleh individu dalam sebuah
masyarakat sebagai usaha untuk meningkatkan kesehatannya. Salah satunya
adalah dengan melestarikan tradisi yang dianggap sebagai hal yang positif untuk
menjaga kesehatan. Penyembuh tradisional di seantero dunia berpraktik
pengobatan humoral. Sebagian besar bentuk institusi dan pendidikan profesi telah
disesuaikan dengan tradisi pengobatan asli, seperti di Cina, India, Jepang
Srilangka, dan negara -negara lain (Leslie, 1977). Konsep pengobatan tradisional
kuno Cina didasarkan pada konsep yin dan yang . Yin dan yang adalah dua
kekuatan yang berinteraksi secara seimbang dan terus menerus di dalam alam.
Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka alam akan tergoncang. Bila
ketidakseimbangan terjadi dalam tubuh,maka tubuh akan sakit. Konsep ini
berkembang sejak abad 2-3 sebelum Masehi. Jadi, konsep yin dan yang adalah
konsep harmoni alam (Croizier, 1968). Cara penyembuhan penyakit Cina dengan
menggunakan akupuntur dan pijat untuk mengatur keseimbangan unsur-unsur
dalam tubuh guna membuat kemampuan bertahan diri dan menormalkan kembali
unsur unsur dalam tubuh yang terganggu (Shi, 1995).
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak
membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola
hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering
dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan
budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat
tertentu(Ahmad Syafii Mufid, 2012)
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting
dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial
budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu
daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir.
Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative
(Prahasistiwi, 2014)
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya,
sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan
dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau
kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit
dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting
bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga
membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan
bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan
kesehatan (Astuti, 2013)
kepercayaan-kepercayaan lokal muncul dan berkembang di lokalitas
dengan latar belakang kehidupan, tradisi, adat istiadat dan kultur yang berbeda-
beda, maka dapat dipastikan bahwa masing-masing kepercayaan lokal itu
memperlihatkan ciri-ciri khas yang berlainan satu sama lain. Dengan kata lain,
suatu kepercayaan lokal yang terdapat di suatu daerah akan tidak sama dengan
kepercayaan lokal yang terdapat di daerah lain. Bisa saja terdapat kemiripan
sebagai ekspresi kerohanian dan wujud praktik kepercayaan, tetapi setiap
kepercayaan lokal akan menampakkan ciri khas dan karakteristiknya tersendiri.
Disebut kepercayaan lokal karena kepercayaan tersebut hanya dipeluk oleh suku
atau masyarakat setempat. Pada kenyataannya, kepercayaan lokal itu tidak
berkembang dan hanya dipeluk, dianut dan dipraktikkan oleh suku yang mendiami
daerah tertentu (Permatasari, 2012).
Dalam hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes) Kementerian Kesehatan pada Parade Penelitian 2014, terdapat satu
topik menarik seputar tradisi berbagai etnis di Indonesia dalam mengobati masalah
kesehatan. Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk
penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu
kedokteran yang menganggap bahwa penyebab penyakit adalah kuman, kemudian
diberi obat antibiotika dan obat tersebut dapat mematikan kuman penyebab
penyakit. Pada masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu disebabkan oleh
penyebab biologis. Kadangkala mereka menghubung-hubungkan dengan sesuatu
yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu manusia dan menyebabkan
sakit.
Adanya kepercayaan dalam masyarakat mengenai tradisi yang sah
dilakukan turun temurun dan diyakini memberikan manfaat, lestarinya budaya
ditiap-tiap daerah tidak terlepas dari kepercayaan. Penelitian yang dilakukan
Amalisa Iptika pada tahun 2014 mengungkapkan kebiasaan menguyah sirih
dilakukan secara turun temurun, salah satunya dipercayai bahwa akan memberikan
manfaat kenikmatan seperti orang merokok, dapat menghilangkan bau nafas, dan
mempercayai bahwa aktifitas ini dapat memperkuat gigi.
Melalui Riset Etnografi Kesehatan ini, Balitbangkes telah menganalisis 32
etnis dari 1068 etnis yang ada di Indonesia. Contohnya tradisi oyog bagi ibu hamil
yang dilakukan etnis Jawa di Desa Dukuh Widara, Kecamatan Pabedilan,
Kabupaten Cirebon, Jakarta Barat.Tradisi Oyog biasa dilakukan dukun bayi pada
ibu hamil dengan menggoyang-goyangkan perut perempuan hamil sejak usia
kandungan memasuki bulan ketiga sampai kesembilan. Menurut persepsi
masyarakat setempat, tradisi oyog ini bermanfaat untuk mengurangi berbagai
keluhan pada kehamilan, memberikan kepercayaan bahwa persalinan akan lancar,
serta memberikan kenyamanan dan rasa tenang (Balitbangkes 2014)
Sedangkan etnis Kaila Da'a di Desa Wulai, Kecamatan Bambalamotu, di
Kabupaten Mamuju Utara, persalinan dilakukan di rumah dengan bantuan topo
tawui, sebutan bagi dukun yang dapat melakukan semua penyembuhan penyakit
termasuk persalinan. Topo Tawui meniup bagian yang sakit dan dipercaya rasa
sakit akan hilang setelahnya (Sri Handayani, 2014).
Kepercayaan sangat erat kaitannya terhadap tradisi yang dijalankan,
misalnya saja pada penelitian yang dilakukan pada masyarakat Barus
memperlihatkan bahwa masyarakat Barus menggunakan ramuan tradisional
tumbuh-tumbuhan, hewan, benda, diiringi dengan mantra dan jampi (tab's dart
tonggo) Berta unit (kusuk) untuk hampir semua jenis penyakit (Rusmin, 2010). Beda
halnya Konsep pengobatan Ayurveda dari India Menurut paham Ayurve, penyakit
dapat disembuhkan dengan makanan. Makanan mempunyai khasiat memanaskan
dan mendinginkan. (Jellife, 1957).
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah
yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada
dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang
berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat dapat
turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang
luas.(Rusmin, 2010)
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki beragam suku yakni suku Tolaki, suku
Buton, suku Bajo, suku Jawa, suku Ambon, dan suku Bugis yang memiliki
kepercayaan dan tradisi yang berbeda-beda. Namun yang menarik untuk diteliti
disini adalah tradisi suku Buton yang terdapat di daerah Kota Baubau, dari sekian
banyak kebudayaan yang terdapat di kota Baubau ada salah satu tradisi imunisasi
pada bayi baru lahir. Taradisi tersebut dikenal sebagai tradisi dole-dole. Secara
harfiah kata “dole-dole” berarti guling-guling. Upacara ini diperuntukkan bagi anak
balita sebagai rangkaian pemberian nama kepada anak yang bersangkutan.
Menurut kepercayaan masyarakat suku Buton bahwa anak yang telah melalui
proses ini akan terhindar dari segala macam penyakit dan dianggap sebagai
pemberian kekebalan supaya tidak gampang sakit seperti halnya imunisasi
sekaligus tradisi pengobatan apabila bayi sakit.
Menurut artikel Sarlan Baadia dalam tradisi Suku Buton kepercayaan pada
bayi atau anak balita yang telah menjalani prosesi dole-dole akan tumbuh sugesti
positif kepada orang tua bayi. Orang tua akan yakin sang buah hati tumbuh sehat.
karena ritual tersebut difungsikan sebagai imunisasi. Terbukti, anak yang semasa
kecilnya menjalani upacara dole-dole jarang sakit dibanding anak yang belum
melewati upacara atau tradisi tersebut.
http://sarlanbaadia.blogspot.co.id/2014/06/normal-0-false-false-false-in-ko-x-
none.html
Tradisi Dole dole sudah dianggap suatu pencegahan yang dilakukan
msyarakat suku buton, kepercayaan yang terbangun ini menjadikan kurang
tercapainya pelayanan KIA di Kota Baubau, berdasarkan data dinas kesehatan
provinsi Sultra, Kota Baubau terhadap cakupan imunisasi tahun 2015 yakni 73%
sedangkan target yang perlu dicapai 90%.
Kepercayaan masyarakat suku Buton terhadap tradisi ritual dole-dole sudah
melekat dan menjadi turun temurun, mereka menganggap bahwa ritual ini suatu
keharusan yang harus dilaksanakan, karena anggapan mereka jika tidak
melaksanakan ritual ini maka anak mereka akan mudah terkena sakit. Pengetahuan
orang tua/ibu dalam memahami pelaksanaan ritual dole-dole ini, sebenarnya pada
dasarnya sebagian besar ibu hanya mengikuti orang tua terdahulu terkait ritual
yang menjadi tradisi turun temurun dalam masyarakat suku Buton tanpa pernah
memahami sepenuhnya makna dari ritual dole-dole ini, apalagi terkait dengan
imunisasi secara tradisonal. Sikap orang tua/ibu sangat setuju mengikuti tradisi
dole-dole ini agar bayinya sehat. Dan adanya kekhawatiran apabila tidak dilakukan
maka bayinya akan mudah terserang penyakit. Sehingga semua orang tua yang
memiliki bayi atau balita melakukan tradisi dole-dole sekarang.Tindakan
masyarakat suku Buton terhadap dilaksanakannya ritual dole-dole ini tak lepas dari
suatu tradisi yang harus dilaksanakan karena sudah menjadi tradisi turun temurun
yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat suku Buton terhadap imunisasi
tradisional. http://takiyasi.blogspot.co.id/2014/09/berkena-tradisi-doledole.html
Berdasarkan uraian diatas menjadikan peneliti tertarik untuk mengkaji tradisi
dole-dole sebagai determinan masalah kesehatan ibu dan anak pada masyarakat
buton kota bau-bau provinsi Sulawesi tenggara.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kepercayaan masyarakat suku Buton terhadap tradisi dole-dole di
Kota Baubau?
2. Bagaimana pengetahuan masyarakat dalam memahami makna
dilaksanakannya tradisi dole-dole di Kota Baubau?
3. Bagaimana sikap masyarakat suku Buton terhadap tradisi dole-dole di Kota
Baubau?
4. Bagaimana tindakan masyarakat terhadap tradisi dole-dole di Kota Baubau ?

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengeksplorasi informasi tentang tradisi dole-dole sebagai
deteminan kesehatan pada masyarakat buton kota bau-bau provinsi Sulawesi
tenggara 2016
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mendapat informasi secara mendalam tentang kepercayaan
masyarakat suku Buton di Kota Baubau terhadap tradisi dole-dole.
2) Untuk mendapat informasi secara mendalam tentang sikap masyarakat Suku
Buton di Kota Baubau terhadap tradisi dole-dole.
3) Pengetahuan masyarakat Suku Buton di Kota Baubau dalam memahami
makna dilaksanakannya tradisi dole-dole
4) Untuk mendapat informasi secara mendalam tentang tindakan masyarakat
Suku Buton di Kota Baubau terhadap tradisi dole-dole.
DAFTAR PUSTAKA

1. Notoatmodjo. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta.


Rineka Cipta
2. Leslie, C. (ed). (1977) Asian Medical Systems, a Comperatif Study. Berkeley:
University of California Press.
3. Croizier, Ralph. 1968’ Traditional Medicine in Modern China: Science,
Nationalism, and the Tension of Cultural Change. Cambridge: Harvard University
Press.
4. Shi, P.Y. (1995) Traditional Chinese Medicine (TCM) Expert System in
Postpartum Nursing. Medinfo 8(2):1032.
5. Ahmad Syafii Mufid, 2012, dinamika perkembangan system kepercayaan local Di
Indonesia.Jakarta : Puslitbang Kehidupan Keagamaan
6. Prahasistiwi, 2014, budaya ceprotan masyarakat Desa Sekar Kecamatan
Donorojo Kabupaten Pacitan
7. Astuti, Lia Yuliana. 2013. Tingkat pengetahuan ibu tentang pijat bayi di bps
suratini soewarno mojosongokti.Surakarta.KTI.2013
8. PermatasarI Dina, 2012, Gambaran perilaku masyarakat suku jawa dalam hal
pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di kelurahan pinangsori kecamatan
pinangsori kabupaten tapanuli tengah
9. Balitbangkes.2012.Tradisi Oyog Untuk Bumil.(Online).
http://lifestyle.okezone.com/read/2014/12/29/481/1085281/balitbangkes-bakal-
kaji-tradisi-oyog-untuk-bumil. Diakses tanggal 30 November 2017
10. Amalisa Iptika, 2011, Keterkaitan Kebiasaan dan Kepercayaan Mengunyah Sirih
Pinang dengan Kesehatan Gigi. Surabaya.FISIP Universitas Airlangga.
11. Handayani, Sri, dkk. Hembusan Topo Tawui Dalam Persalinan. 2014. Surabaya:
Lembaga Penerbitan Balitbangkes
12. Jellife, Derrick B. 1957. “Social Culture and Nutrition: Cultural Blockks and
Protein Malnutrion in Early Childhood in Rural west Bengal”. dalam Majalah
Pediatrics Edisi 20
13. Rusmin, 2010, Sistem kepercayaan dan pengobatan tradisional: studi
penggunaan Ramuan tradisional dalam pengobatan masyarakat Barus suku
bangsa Batak Tapanuli Tengah Sumatera Utara,Skripsi FISIP 2010
14. http://sarlanbaadia.blogspot.co.id/2014/06/normal-0-false-false-false-in-ko-x-
none.html.
Di akses pada tanggal 30 November 2017
15. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. (2015). Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tenggara 2015. Kendari: Sulawesi Tenggara.
16. http://takiyasi.blogspot.co.id/2014/09/berkena-tradisi-doledole.html
Diakses pada tanggal 1 Desember 2017

Anda mungkin juga menyukai