Anda di halaman 1dari 28

TINJAUAN SOSIAL BUDAYA PADA

PERAWATAN PALIATIF CARE


Perawatan Paliatif Care
Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada penderita yang sedang
sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang dideritanya.
Pasien sudah tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan
ginekologis.
Perawatan ini mencakup penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi,
2008).
Perawatan Paliatif Care
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien
(dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa,
dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang
sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau
spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016).
Sosial dan Budaya
Pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang mengenai
masyarakat atau kemasyarakatan. Sedangkan kebudayaan atau kultur yang dapat membentuk
kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa
memandang tingkatannya.
Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai
yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut.
Menurut Burnett, kebudayaan adalah keseluruhan berupa kesenian, moral, adat istiadat,
hukum, pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam bentuk lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat dan keseluruhan bersifat kompleks.
Sosial dan Budaya
Dari kedua pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa social budaya memang mengacu pada
kehidupan bermasyarakat yang menekankan pada aspek adat istiadat dan kebiasaan masyarakat
itu sendiri.
Sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan pikiran dan budinya
dalam kehidupan bermasyarakat.
Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi
juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana
meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.
Sosial Dan Budaya
Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah.
Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat, karena kebudayaanlah yang memberi
corak pengalaman individu-individu masyarakat.
Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku manusia dari tingkat kesehatan
dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu:
1. Faktor perilaku (behaviour cause)
2. Faktor di luar perilaku (non-behaviour cause)
Perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga factor, yaitu :
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau
tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-
obatan, air bersih dan sebagainya.
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Aspek Budaya yang Mempengaruhi
Perilaku Kesehatan
1. Persepsi masyarakat terhadap sehat dan sakit.
Masyarakat mempunyai batasan sehat atau sakit yang berbeda dengan konsep sehat dan sakit versi
sistem medis modern (penyakit disebabkan oleh makhluk halus, guna-guna, dan dosa).

2. Kepercayaan.
Kepercayaan dalam masyarakat sangat dipengaruhi tingkah laku kesehatan, beberapa pandangan yang
berasal dari agama tertentu kadang-kadang memberi pengaruh negatif terhadap program kesehatan.
Sifat fatalistik atau fatalism adalah ajaran atau paham bahwa manusia dikuasai oleh nasib. Seperti
contoh, orang-orang Islam di pedesaan menganggap bahwa penyakit adalah cobaan dari Tuhan, dan
kematian adalah kehendak Allah. Jadi, sulit menyadarkan masyarakat untuk melakukan pengobatan
saat sakit.
3. Pendidikan.
Masih banyaknya penduduk yang berpendidikan rendah, petunjuk-petunjuk kesehatan sering sulit
ditangkap apabila cara menyampaikannya tidak disesuaikan dengan tingkat pendidikan khayalaknya.

4. Nilai Kebudayaan
Masyarakat Indonesia terdiri dari macam-macam suku bangsa yang mempunyai perbedaan dalam
memberikan nilai pada satu obyek tertentu.
Nilai kebudayaan ini memberikan arti dan arah pada cara hidup, persepsi masyarakat terhadap
kebutuhan dan pilihan mereka untuk bertindak.
Contoh :
1. Wanita sehabis melahirkan tidak boleh memakan ikan karena ASI akan menjadi amis
2. Di New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru. Penyakit ini menyerang susunan saraf
otak dan penyebabnya adalah virus. Penderita hanya terbatas pada anak-anak dan wanita.
Setelah dilakukan penelitaian ternyata penyakit ini menyebar karena adanya tradisi
kanibalisme
Sifat Etnosentris merupakan sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik jika
dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Etnosentrisme merupakan sikap atau pandangan
yg berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan
pandangan yg meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain.
“Seperti contoh, Seorang perawat/dokter menganggap dirinya yang paling tahu tentang
kesehatan, sehingga merasa dirinya berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat
tidak”.
Selain itu, budaya yang diajarkan sejak awal seperti budaya hidup bersih sebaiknya mulai
diajarkan sejak awal atau anak-anak karena nantinya akan menjadi nilai dan norma dalam
masyarakat.
5. Norma
Aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan,
tatanan, dan pengendali tingkah laku yg sesuai dan diterima oleh masyarakat. Terjadi perbedaan norma
(sebagai standar untuk menilai perilaku) antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Masyarakat menetapkan perilaku yang normal (normatif) serta perilaku yang tidak normatif.
“Contohnya, Bila wanita sedang sakit, harus diperiksa oleh dokter wanita dan masyarakat
memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa
vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih”.
6. Inovasi Kesehatan
Kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan selalu dinamis. artinya setiap
perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan seterusnya. Seorang petugas kesehatan jika akan
melakukan perubahan perilaku kesehatan harus mampu menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-
hari. Ada anggapan bahwa petugas kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat,
bahkan diyakini bahwa perilaku kesehatan yang baik adalah kepunyaan/ hanya petugas kesehatan yang
benar
Aspek Sosial yang Mempengaruhi
Perilaku Kesehatan
1. Penghasilan (income). Masyarakat yang berpenghasilan rendah menunjukkan angka kesakitan
yang lebih tinggi, angka kematian bayi dan kekurangan gizi.
2. Jenis kelamin (sex). Wanita cenderung lebih sering memeriksakan kesehatan ke dokter dari
pada laki-laki.
3. Jenis pekerjaan yang berpengaruh besar terhadap jenis penyakit yang diderita pekerja.
4. Self Concept, menurut Merriam-Webster adalah : “the mental image one has of oneself” yaitu
gambaran mental yang dipunyai seseorang tentang dirinya. Self concept ditentukan oleh
tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri. Self concept
adalah faktor yang penting dalam kesehatan, karena mempengaruhi perilaku masyarakat dan
perilaku petugas kesehatan.
5. Image Kelompok. Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok. Perilaku
anak cenderung merefleksikan dari kondisi keluarganya. Identitas Individu pada Kelompok.
Contoh lain, sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu masyarakat
terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan sangat
dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat
tersebut.
“Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib sebagai
penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare berarti pertanda
bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa social budaya sangat
mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok”.
Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan sudah melekat dalam
kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut seringkali berupa kepercayaan gaib. Sehingga
usaha yang harus dilakukan untuk mengubah kebudayaan tersebut adalah dengan mempelajari
kebudayaan mereka dan menciptakan kebudayaan yang inovatif sesuai dengan norma, berpola,
dan benda hasil karya manusia.
Tinjauan Sosial dan Budaya Pada
Perawatan Paliatif
Sosial budaya sering kali dijadikan petunjuk dan tata cara berperilaku dalam bermasyarakat, hal
ini dapat berdampak positif namun juga dapat berdampak negative. Disinilah kaitannya dengan
kesehatan, ketika suatu tradisi yang telah menjadi warisan turun temurun dalam sebuah
masyarakat namun ternyata tradisi tersebut memiliki dampak yang negatif bagi derajat
kesehatan masyarakatnya.
“Misalnya, cara masyarakat memandang tentang konsep sehat dan sakit dan persepsi
masyarakat tentang penyebab terjadinya penyakit disuatu masyarakat akan berbeda-beda
tergantung dari kebudayaan yang ada dalam masyarakat tersebut”.
Sosial budaya yang mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu masyarakat terhadap
tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan sangat dipengaruhi oleh
budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat tersebut.
“Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib sebagai
penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare berarti pertanda
bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa social budaya sangat
mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok”.
Dalam kajian sosial budaya, perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya, meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi
masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam kehidupan.
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan
keluarga yang menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa,
melalui pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini dan penilaian
yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial dan spiritual (WHO
2011).
Menurut Kepmenkes RI No 812 (2007), jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi tatalaksana
nyeri, tatalaksana keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikologis, sosial, kultural
dan spiritual serta dukungan persiapan dan selama masa dukacita.
Kualitas perawatan paliatif menurut National Consensus Project (2009) merupakan sebuah
pendekatan umum untuk perawatan pasien yang harus secara rutin terintegrasi dengan
penyakit, modifikasi terapi dan berkembangnya praktek spesialis untuk dokter, perawat, pekerja
sosial, ulama dan memiliki keahlian yang diperlukan untuk mengoptimalkan kualitas hidup bagi
mereka yang memiliki penyakit kronis yang mengancam atau melemahkan hidup, meliputi
struktur dan proses perawatan, aspek: fisik, psikologis dan psikiatris, sosial, spiritual dan agama,
budaya, perawatan menjelang ajal dan etika dan hukum.
Fitzpatrick (1993) menyampaikan bahwa prinsip penerapan aspek budaya dalam pelayanan
perawatan dapat membantu, menfasilitasi, mengadaptasi serta mengubah pola gaya hidup atau
kesehatan pasien yang bermakna atau menguntungkan, sedangkan Bastable (2002)
mengemukakan bahwa perawat yang kompeten harus peka terhadap budaya.
Menurut Dein (2006) perawatan paliatif harus sensitif terhadap budaya, sehingga dapat
menyadari dan memenuhi kebutuhan pasien.
Owens (2004), mengemukakan tantangan yang dihadapi dalam perawatan paliatif yaitu
mengembangkan praktek penerapan budaya yang kompeten bagi pasien dengan penyakit
kanker, penyakit kronis dan penyakit terminal.
Pemahaman budaya penting untuk perawatan holistik dan individual (Oliviere, 1999). Jika
pengetahuan budaya tertentu dapat diandalkan, diterapkan secara peka dan bertanggung jawab
dapat meningkatkan proses pengkajian pasien dari pertanyaan yang perlu ditanyakan perawat
(Hallenbeck, 1996).
McNamara (1997) mengemukakan penggunakan budaya yang sama akan sangat membantu
dalam pemberian layanan kesehatan. Filosofi perawatan paliatif dengan pendekatan budaya
dapat memberikan pelayanan holistik: fisik, psikologis, sosial dan spiritual secara individual
(Diver, 2003).
Kajian Sosial Budaya Tentang
Perawatan Paliatif
Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku kesehatan
masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Salah satunya adalah faktor sosial budaya, bila faktor tersebut telah tertanam dan
terinternalisasi dalam kehidupan dan kegiatan masyarakat ada kecenderungan untuk merubah
perilaku yang telah terbentuk tersebut sulit untuk dilakukan.
Untuk itu, untuk mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan diperlukan pengetahuan
yang memadai mengenai budaya dasar dan budaya suatu daerah. Sehingga dalam kajian sosial
budaya tentang perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang mengancam kehidupan.
Budaya Masyarakat Tentang
Pengobatan Pada Penyakit Paliatif
Pemahaman masyarakat terhadap hal-hal yang dipercayai secara turuntemurun merupakan
bagian dari kearifan lokal yang sulit untuk dilepaskan. Hingga pemahaman magis yang irasional
terhadap pengobatan melalui dukun sangat dipercayai oleh masyarakat. Peranan budaya dan
kepercayaan yang ada dimasyarakat itu diperkuat oleh rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat
ekonomi.
“Misalnya, kanker payudara merupakan penyakit yang mematikan. Jumlah penderitanya pun
tak sedikit. Sayang, banyak penderita justru memilih ke dukun alias pengobatan alternatif.
Ujung-ujungnya, malah bertambah parah. Banyak penderita yang baru berobat ke dokter
setelah menderita kanker payudara stadium tinggi”.
Fenomena dukun Ponari sempat menyita perhatian masyarakat Indonesia beberapa tahun yang
lalu, cerita kemunculan dukun Ponari dengan batu saktinya sebagai media penyembuhan
dengan cara di celupkan ke air.
“Kabar tentang kehebatan ponari ini terus meluas hingga menyebabkan jumlah pasien yang berobat
kerumah Ponari dari hari kehari semakin meningkat. Tindakan masyarakat yang datang ke Dukun
Ponari itu tidak terlepas dari peran budaya yang ada di masyarakat kita terhadap hal-hal yang
bersifat mistis. Percaya terhadap kesaktian batu yang dimiliki Ponari itu merupakan sebuah budaya
yang mengakar dan bertahan dimasyarakat sebagai bagian dari kearifan local”.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, M. F., Witjaksono, J., & Rasjidi, H.I. ( 2008). Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks
dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Kementerian Kesehatan RI (2013) Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 312/Menkes/SK/IX/2013 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2013.
Kementerian Kesehatan RI, Jakar National Consensus Project for Quality Palliative Care. (2013). Clinical Practice Guidelines for
Quality Palliative Care, Third Edition. USA: National Consensus Project for Quality Palliative Care
Ayu Purnamaningrum, 2010, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Masyarakat Untuk Mendapatkan Pelayanan
Kesehatan Mata (Factors Related To The Community’s Behaviour To Get Eye Health Servic), Universitas Diponegoro.
Dwi Hapsari, dkk.,2012, Pengaruh Lingkungan Sehat, Dan Perilaku Hidup Sehat Terhadap Status Kesehatan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan, Jakarta
Dwi Hapsari, dkk.,2012, Pengaruh Lingkungan Sehat, Dan Perilaku Hidup Sehat Terhadap Status Kesehatan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan, Jakarta
Doyle, Hanks and Macdonald, 2003. Oxford Textbook of Palliative Medicine. Oxford MedicalPublications (OUP) 3 rd edn 2003
Ferrell, B.R. & Coyle, N. (Eds.) (2007). Textbook of palliative nursing, 2nd ed. New York, NY:Oxford University Press
Woodruff Asperula Melbourne 4th edn 2004. Standards for Providing Quality Palliative Care forall Australians. Palliative Care
Australia.Palliative Medicine.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai