Anda di halaman 1dari 29

Tugas Kelompok KGD

SYOK

Nama Kelompok :
- Lia Oktaviani
- Sovie Ramadhanty
- Noviyanti
- Lenny Utami
- Suryadi
- Ulfa Puspita
- Darmawati

Kelas : Ekstensi 3C

UNIVERSITAS INDONESIA MAJU


Jl. Harapan No. 50 Lenteng Agung Jakarta 12610
Telp (021) 78894043 – 46 Fax (021) 78894045
Web : www.stikim.ac.id. Email : stikim@stikim.ac.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang senantiasa selalu
melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehigga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Syok” dan dapat diselesaikan tepat pada waktunya”.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan
Kegawatdaruratan. Dalam penyusunan makalah ini, tak lupa pula kami
berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu baik berupa bimbingan, dorongan,
doa serta kerjasama yang baik dari semua pihak. Kami menyadari dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami meminta kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.

Penulis,
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit, membutuhkan
pertolongan yang cepat dan tepat, maka dari itu perlu adanya standar dalam
memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya
sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan respon time yang
cepat (Kemenkes,2009). Salah satu penyedia layanan pertolongan (dokter, perawat,
dan tim medis lainnya) dituntut agar memberikan pelayanan yang cepat dan tepat agar
dapat menangani kasus kegawatdaruratan (Herkutanto, 2007). Salah satu kegawat
daruratan yang memerlukan tindakan segera, yaitu syok. Syok merupakan gangguan
sirkulasi, dalam artian yaitu tidak adekuatnya transpor oksigen ke jaringan yang
disebabkan oleh gangguan hemodinamik. Berdasarkan mekanisme terjadinya syok,
syok dibedakan menjadi empat diantaranya : syok hipovolemik, syok kardiogenik,
syok distributif, dan syok obstruktif (Hardisman, 2013).
Keadaan syok hipovolemik sering terjadi pada pasien yang mengalami
perdarahan akibat kehilangan banyak darah. Keadaan syok anafilaktik dan sepsis
sering terjadi pada kondisi penurunan kesadaran. Sedangkan syok kardiogenik sering
terjadi pada pasien emboli paru, tension pnemothorax dan tamponade jantung.
Sedangkan keadaan kardiogenik sering terjadi pada kondisi gagal jantung kongestif
dan infark miokardium. Keadaan syok ini merupakan kasus gawat darurat yang
berujung kematian apabila tidak dipantau dan ditangani segera. Secara global angka
insidensi tahunan syok berdasarkan etiologi apapun adalah 0,3-0,7 per 1000
penduduk. Syok kardiogenik adalah penyebab kematian utama pada infark koroner
akut, dengan angka mortalitas mencapai 50-90%. Angka mortalitas meningkat seiring
dengan usia. Mortalitas pasien usia ≥75 tahun dengan syok kardiogenik adalah 55%
sedangkan pada pasien.
Di dalam tubuh manusia terdapat tanda-tanda vital yang memiliki peran penting
bagi manusia yakni vital sign yang terdiri dari tekanan darah, suhu tubuh, denyut nadi,
frekuensi pernapasan. Tanda vital ini berfungsi untuk menandakan suatu kondisi
keadaan umum seseorang. Syok ditandai dengan kondisi, akral dingin, pernapasan
yang cepat dan tekanan darah menurun.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan syok ?
b. Apa saja klasifikasi atau macam macam syok ?
c. Apa saja etiologi syok ?
d. Bagaimana patofisiologi syok ?
e. Apa saja manifestasi klinis syok ?
f. Apa saja terapi farmakologi dan diet yang bisa dilakukan pada pasien syok ?

1.3 Tujuan
a. Untuk menetahui syok
b. Untuk mengetahui etiologi syok
c. Untuk mengetahui macam macam syok
d. Untuk mengetahui patofisiologi syok ?
e. Untuk menegetahui manifestasi klinis syok
f. Untuk mengetahui terapi farmakologi dan diet yang bisa dilakukan pada
pasien syok
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Syok

Syok adalah suatu keadaan klinis akibat perfusi jaringan yang tidak adekuat
(Michael Eliastam, 1998). Syok adalah ketidakseimbangan antara volume darah yang
beredar dan ketersediaan sistem vaskular sehingga menyebabkan terjadinya hipotensi,
penurunan atau perfusi jaringan atau organ, hipoksia sel dan perubahan metabolisme
aerob menjadi anaerob (Manuaba, 2007).
Syok merupakan sindrom klinis yang kompleks yang mencakup sekelompok
keadaan dengan manifestasi hemodinamika yang berfariasi; tetapi petunjuk yang umum
adalah tidak memadainya perfusi jaringan ketika kemampuan jantung untuk memompa
darah mengalami kerusakan (Muttaqin, 2009). Curah jantung merupakan fungsi baik
untuk volume sekuncup maupun frekuensi jantung.jika volume sekuncup dan frekuensi
jantung menurun atau menjadi tidak teratur, tekanan darah akan turun dan perfusi
jaringan akan terganggu. Bersama dengan jaringan organ lain mengalami penurunan
suplai darah, otot jantung sendiri menerima darah yang tidak mencukupi dan mengalami
kerusakan perfusi jaringan.

2.2 Stadium Syok


1. Kompensasi
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu meningkatnya resistensi
sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada organ penting. TD sistokis
normal, dioshalik meningkat akibat resistensi arterial sistemik disamping TN terjadi
peningkatan skresi vaseprsin dan aktivasi sistem RAA. menitestasi khusus
talekicad, gaduh gelisah, kulit pucat, kapir retil > 2 dok.
2. Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan
memburuk, terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat menumpuk terjadilah
asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya asan karbonat intrasel. Hal ini
menghambat kontraklilitas jantung yang terlanjur pada mekanisme energi pompo
Na+K di tingkat sel. Pada syock juga terjadi pelepasan histamin akibat adanya smesvar
namun bila syock berlanjut akan memperburuk keadaan, dimana terjadi vasodilatasi
disfori & peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volumevenous retwn berkurang
yang terjadi timbulnya depresi muocard. Maniftrasi klinis : TD menurun, porfsi teriter
buruk olyserci, asidosis, napus kusmail.
3. Irreversibel
Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem multiorgan,
cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam). terakhir kematian
walau sirkulasi dapat pulih manifestasi klinis : TD taktenkur, nadi tak teraba,
kesadaran (koma), anuria.

2.3 Klasifikasi Syok

A. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah suatu kondisi dimana terdapat kehilangan volume
darah sirkulassi efektif (Diane C. Baughman, 2000). Tipe ini merupakan tipe syok
yang paling umum, yang disebabkan oleh kehilangan cairan eksternal akibat
hemoragi (perdarahan); perpindahan cairan internal; dehidrasi berat; edema hebat
atau acites; kehilangan cairan akibat muntah atau diare berkepanjangan.
Dalam buku Patofisiologi untuk Keperawatan syok hipovolemik atau status
syok akibat dari kehilangan volume cairan sirkulasi (penurunan volume darah), dapat
diakibatkan oleh berbagai kondisi yang secara bermakna menguras volume darah
normal, plasma, atau air. Bila tindakan untuk memperbaiki atau menghilangkan
penyebab kehilangan volume cairan dapat dilakukan, syok ini masih dalam tahap non
progresif dan kris dicegah atau diatasi. Bila kehilangan volume cairan berlebihan
atau tindakan terapeutik tidak efektif, tahap awal syok dapat berlanjut pada tahap
yang irreversibel.
Hipovolemia ringan (≤20% volume darah) menimbulkan takikardia ringan
dengan sedikit gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang sedang
berbaring. Pada hipovolemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien menjadi
lebih
cemas dan takikardia menjadi lebih jelas, meski tekanan darah bisa ditemukan
normal pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan dengan jelas hipotensi
orthostatik dan takikardia. Sedangkan pada hipovolemia berat maka gejala klasik
syok akan muncul, tekanan darah menurun drastis dan tidak stabil walau posisi
berbaring, pasien menderita takikardia berat, oliguria, agitasi atau bingung.
Penurunan kesadaran adalah gejala penting. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke
berat dapat terjadi bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut
dan yang memiliki penyakit berat dimana kematian mengancam.

B. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hiposia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri
yang berat, tetapi dapat pula terjadipada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri cukup
baik.
Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk
tekanan darah sistolik <90 mmHg. Dengan menurunya tekanan darah sistolik akan
meningkatkan kadar katekolamin yang mengakibatkan konstriksi arteri dan vena
sistemik. Tanda dan gejala dapat ditemukan tanda tanda diantaranya hipo perfusi
sitemik yang mencakup status mental, kulit dingin, dan oliguria.
Syok kardiogenik didefinisikan tekanan darah sistolik <90 mmHg selama >1
jam dimana: tidak merespon dengan pemberian cairan saja, sekunder terhadap
disfungsi jantung atau berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi. Bisa dikatakan syok
kardiogenik jika terdapat tanda-tanda pasien dengan tekanan darah sistolik
meningkat
>90 mmHg dalam 1 jam setelah pemberian obat inotropik, pasien meninggal dalam 1
jam hipotensi tetapi memenuhi kriteria lain syok kardiogenik.
Prognosis dari syok kardiogenik selalu buruk. Jika terjadinya akibat infark
miokard, mortalitasnya 60-80%.;30-40% massa ventrikel kiri yang rusak oleh infark
dapat berakibat syok kardiogenik
C. Syok distributif
Syok distributif adalah suatu kondisi klinis yang diakibatkan dari vasodilatasi
sebagai kebalikan dari hipovolemia atau disfungsi jantung. Pada hakekatnya volume
darah tidak berkurang, tetapi kapasitas sirkulasi yang mengakomodasi volume
tersebut meningkat. Kategori kondisi yang mengakibatkan vasodilatasi hebat atau
peningkatan kapasitas vaskular adalah depresi pusat vasomotor, sepsis dan
anafilaksis.
Syok distributif dibagi menjadi 3 kategori diantaranya:
1. Syok neurogenik
Syok neurogenik atau syok spinal (depresi pusat vasomotor) disebabkan
oleh susunan saraf simpatis dilatasi arteriola dan kenaikan kapasitas vaskuler.
Syo ini menimbulkan hipotensi, dengan penumpukan darah pada pembuluh
menyimpan atau penampung dan kapiler organ splanknik. Salah satu contoh
syok neurogenik adalah kondisi cedera kepala yang secara langsung atau tidak
langsung berefek negatif pada area medula batang otak. Cedera langsung
edeme selebrel, dengan peningkatan tekanan intra kranial yang menyertai
trauma kepala atau iskemia otak.
2. Syok septik
Syok septik didefinisikan sebagai kondisi kolaps vaskuler hebat dan berat
akibat infeksi sistemik yang umumnya disebabkan oleh organisme gram
negatif. Biasanya ditandai dengan peningkatan kardiac output, penurunan
resistensi pembuluh darah sistemik, hipotensi dan redistribusi aliran darah
regional mengakibatkan perfusi jaringan. Contoh dari syok setik diantaranya
meliputi prankeasitis, luka bakar, trauma multiple, toxsic shcok sindrom,
nafilaksis dan anafilaktoid obat-obatan atau termasuk gigitan serangga, reaksi
tranfusi dan keracunan logam berat.
3. Syok anafilatik
Syok anafilatik adalah kedaan alergi yang mengancam jiwa yang ditandai
dengan penurunan tekanan darah secara tiba-tiba dan penyempitan saluran
pernafasan, menyebabkan penderita jatuh pingsan dan tidak dasarkan diri. Hal
ini biasanya dipicu oleh reaksi alergi yang disebkan oleh respon sistem
kekebalan tubuh yang abnormal terhadap benda asing.
2.4 Etiologi Syok

A. Syok hipovolemik
1. Kehilangan darah
a. Dapat akibat eksternal seperti melaui luka terbuka
b. Perdarahan internal dapat menyebabkan syok hipovolemik jika perdarahan ini
didalam thoraks, abdomen, retroperitoneal atau tungkai atas.
2. Kehilangan plasma merupakan akibat yang umum dari luka bakar, cedera berat
atau inflamasi peritoneal
3. Kehilangan cairan dapat disebabkan oleh hilangnya cairan secara berlebihan
melalui jalur gastrointestinal, urinarius atau kehilangan lainnya tampa adanya
penggantian yang adekuat

B. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh etiologi koroner maupun non koroner. Syok
kardiogenik koroner lebih sering terjadi pada pasien dengan infark miokard,
sedangkan syok non koroner termasuk temponade jantung, embolisme pulmonal,
kardiomiopati, karusakan katup, dan distrimia (Diane C. Baughman, 2000).
Terdapat beberapa penyebab dari terjadi syok kardiogenik diantaranya :
1. Gangguan kontraktilitas miokardium
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berta yang memicu terjadinya kongersti paru dan/
atau hipoperfusi iskemik
3. Infark miokard akut (AMI)
4. Komplikasi dari infark miokard , seperti : ruptur otot papillary, ruptur septum,
atau infard ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat)
syok kardiogenik pada pasien dengan infark-infark lebih kecil.
5. Valvular stenosis
6. Myokarditis (inflamasi myokardium, peradangan otot jantung)
7. Cardiomyopathy (myocardiomyopati, gangguan otot jantung yang tidak
diketahui penyebabnya)
8. Trauma jantung
9. Temponade jantung akut
10. Komplikasi bedah jantung (Liyanti, 2015)

C. Syok distributif
1. Syok Neurogenik
Keadaan ini diakibatkan oleh cidera medula spinalis dengan faso dilatasi perifer
akibat hilangnya pengaruh faso kontriksi neural dibawah tempat lesi.
2. Syok septik
a. Penyebab yang paling sering dari syok septik adalah bakterimia dan
organisme enterik gram negatif yaitu scherichia colly, klebsiella,
enterobacter,proteus, pseudomonas, dll.
b. Lebih jarang adalah gram positif, virus, jamur, dan riketsia yang
bertanggung jawab atas infeksi yang menyebabkan syok septik.
c. Banyak pasien yang mempunyai faktor presdiposisi yang mempermudah
terjadinya infeksi yang berat. Dapat berupa penyakit kkronis seperti diabetes,
keganasan alkoholisme, sirosis: imunosupresi atau baru menjalani operasi
atau tindakan instrumentasi fraktus urenarius.
3. Syok anafilatik
Berbagai mekanisme terjadinya anafilaksis, baik melalui mekanisme IgE
maupun melalui non IgE. Tentu saja selain obat ada juga penyebab anafilaksis
yang lain seperti makanan, kegiatan jasmani, serangan tawon, faktor fisis seperti
udara yang panas, air yang dingin pada kolam renang dan bahkan sebagian
anafilaksis penyebabnya tidak diketahui.

2.5 Patofisiologi Syok

A. Syok hipovolemik
Syok hipovelemik merupakan kehilangan volume darah karena perdarahan
lambung atau ulkus bluodenim merangsang reseptor tekanan di aorta, jantung dan
arteria karotis untuk mengeluarkan epineprip, aldosteron, dan hormon anti
georetik.
Hormon-hormon ini akan menambah denyut jantung dan tekanan kontraksi,
merangsang faso kontriksi, dan mengurangi kehilangan volume dari ginjal.
Kenaikan curah jantung membantu mempertahankan volume darah agar tetap
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigenasi. Fase kontruksi perifer, sekunder
terhadap epineprin dan norepineprin, membawa darah kejaringan vital,
mengurangi aliran darah ke organ non vital.
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisisan pembuluh darah rata rata
dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Curah jantung yang rendah
dibawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ.
Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha
untuk meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jangtung dan otot melebihi jaringan lain. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan
metabolisme dijantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak
mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung atas
kesediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terkena iskemia yang berat.
Ketika tekanan arterial rata rata jatuh hingga ≤ 60 mmHg, maka aliran ke organ
akan turun drastis dan fungsi semua organ akan terganggu
Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baro reseptor
dan kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respon autonom
tubuh yang mengatur perfusi serta substrat lain
Kardiovaskuler
Tiga variabel seperti pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan ventiukel
dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup.
Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan merupakan hasil kali
volume sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunn
pengisisan ventrikel yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup
Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi
peningkatan absorbsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang
mati didalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan
metabolisme dan bukan memperbaaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi
jantung Ginjal
Gagal ginjal akut adalah salah satu komplikasi dari syok dan hipo perfusi,
frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti.
Yang banyak terjadi adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi anatara syok,
sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida. Pada saat
aliran darah diginjal berkurang, tahanan antriole afferen meningkat untik
mengurangi laju filtrasi glomerulus yang bersama sama dengan aldosteron dan
vasopressin bertanggung jawab terhadap menurunya produksi urin.

B. Syok kardiogenik
Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah
depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan su tekanan
darah erendah, insofisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan
kontraktilitas dan curah jantung. Paradigma klasic memprediksi bahwa
fasokontriksi sistemeik berkompensasi dengan peningkatan resistensi vaskular
sitetemik yang terjadi sebagai respon dari penurunan curah jantung.
Penelitian menunjukkan adanya pelepasa sitokin setelah infark miokard. Pada
pasien pasca IM, diduga terdapat aktifasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan
peninggian gadar iNOS, NO dan Peroksinitrit,diamana ssemuanaya mempunyai
efek buruk mulltiple antara lain :
1 Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
2 Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
3 Efek terhadap metabollisme glukosa
4 Efek proinflamasi
5 Penurunana responsivitas katekolamin
6 Merangsang fasodilatasi sistemik
C. Syok distributif
1. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan syok distributif dimana penurunana perfusi
jarangan dalam syok distributif merupakan hasil uatama dari hipotensi
arterior karena penurunan resistensi pembulu darah sistemik. Sebgai
tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi
dari penurunana venustone, pengumpulan adarah dipembulu darah
vena,kehilanagn volume intra veskuler dan intersisial karena peningkatan
permeabilitas kapiler. Akhirnya terjadi disfungsi miokard primer yang
bermanivestasi sebagai dilatasi ventrikel, oenurunana freksi ejeksi, dan
penuruanan kurva fungsi ventrikel.
Pada keadan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat
sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik
mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran kalsik
pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takirkadia atau vasekonsepsi
kulit.

2. Syok septik
Pelepasan endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan
proses inflamasi yang melibatkan beberapa mediator inflamasi yaitu : sitokin,
neutrofil, komlemen, NO dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada
sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara
inflamasi dan anti inflamasi. Bilamana terjadi proses inflamasi yang melebihi
kemampuan homeostasis maka akan terjadi proses inflamasi yang mal
adaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang bersifat dekstruktif.
Keadaan tersebut akan menimbulkan gangguan pada tingkat seluler berbagai
organ. Gangguan pada tingkat sel yang juga menyebabkan disfungsi endotel,
vasodilatasi akibat pengaruh NO menyebabkan terjadinya maldistribusi
volume darah sehingga terjadi hipoperfusi dan syok. Faktor lain yang juga
berperan adalah disfungsi miokard akibat pengaruh berbagai mediator
sehingga terjadi penurunan curah jantung. Proses ini mendasari terjadinya
hipotensi dan syok pada sepsis. Berlanjutnya proses inflamasi yang mal
adaptif
akan menyebabkan gangguan berbagai organ yang dikenal dengan disfungsi
organ multipel (MODS). Proses ini merupakan kerusakan pada tingkat
seluler, gangguan perfusi ke organ sebagai akibat hipoperfusi, iskemia
reperfusi dan mikrotrombos. Berbagai faktor diperkirakan turut berperan
dalam faktor humoral sirkulasi, malnutrisi kalori-proten, translokasi toksin
bakteri, gangguan pada eritrosit dan efek samping yang diberikan.

3. Syok anafilatik
Berbagai mekanisme terjadi anafilaksis baik melalui mekanisme IgE
maupun melalui non IgE. Tentu saja selain obat ada juga penyebab
anafilaksis yang lain, seperti makanan, kegiatan jasmani,sengatan tawon,
faktor fisis seperti udara yang panas, air yang dingin pada kolam renang dan
bahkan sebagian anafilaksis tidak diketahui penyebabnya.

2.6 Manifestasi Klinis

A. Syok hipovolemik

1. Status mental

Perubahan dalam sesndorium merupakan tanda khas dari stadium syok.


Ansietas, tidakbisa tenang, takut, apatis, stupor atau koma dapat ditemukan.
Kelainan kelainan ini menunjukkan adanya perfusi serebral yang menurun.

2. Tanda tanda vital

a. Tekanan darah
Perubahan awal dari tekanan darah adalah adanya pengurangan selisih
anatara tekanan sistolik dan diastolik. Ini merupakan akibat adanya
peningkatan tekanan diastolik yang disebabkan oleh vasokontriksi atas
rangsangan simpatis. Tekanan sistolik dipertahankan pada batas normal
sampai terjadinya kehilangan darah 15-25%. Hipotensi postural dan
hipotensi pada keadaan terbaring akan timbul. Perbedaan postural lebih
besar dari 15 mmHg.
b. Denyut nadi
Takikardi posturl dan bahkan dalam keadaan berbaring adalah karakteristik
untuk syok. Perubahan postural lebih dari 15 denyutan permenit adalah
bermakna. Dapat ditemukan adanya penurunan dari amplitudo denyutan.
Takikardi dapat tidak ditemukan pada pasien yang diobati dengan beta bloker
c. Pernafasan
Takipnea adalah karakteristik, dan alkalosis resipiratorius sering ditemukan
pada tahap awal dari syok

3. Kulit

a. Kulit dapat terasa dingin, pucat, dan berbintik bintik. Secara keseliuruhan
mudah berubah menjadi pucat
b. Vena ekstermitas menunjukkan tekanan yang rendah yang dinamakan vena
perifer yang kolaps. Tidak ditemukan adanya distensi vena jugularis.

4. Gejala gejala

Pasien mengeluh mual, lemah atau lelah, sering ditemukan rasa haus yang sangat.
.
B. Syok kardiogenik

1. Anamnesis

Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok kardiogenik


tersebut, yaitu pada pasien dengan infark miokard akut datang dengan keluhan
tipikal nyeri dada yang akut, dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat jantung
koroner sebelumnya. Biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai seminggu
setelah onset infark tersebut. Umumnya pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya
disertai gejala tiba tiba yang menunjukkan adanya edema paru akut atau bahkan
henti jantung.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik


yang menurun sampai <90 mmHg, bahkan dapat turun sampai <80 mmHg pada
pasien yang tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Denyut jantung
biasanya cenderung meningkat sebagai akibat stimulasi simpatis, demikian pula
dengan frekuensi pernafasan yang biasanya meningkat sebagai akibat kengesti
paru.
Pemeiksaan dada akan menunjukkan adanya ronchi. Pasien dengan infark
ventrikel kanan atau pasien dengan keadan hipovolemik yang menurut studi
sangan kecil kemungkinannya dapat menyebabkan kongesti paru. Sistem
kardiovaskuler yang dapat dievaluasi seperti vena karotis sering kali meningkat
distensinya, letak impuls apikal dapat bergeser pada pasien dengan kardiomiopati
dilatasi, dan intensitas bunyi jantug akan jauh menurun pada efusi perikardial atau
temponade.

3. Pemeriksaan penunjang

a EKG (Elekto Kardiografi)


Gambaran rekaman EKG dapat membantu menentukan etiologi dari syok
kardiogenik. Misalnya pada infark miokard akaut akan terlihat gambarannya
pada rekaman tersebut. Demikian pula bila lokasi infark terjadi pada ventrikel
kanan maka akan terlihat proses di sandapan jantung sebelah kanan. Begitu
pula bila gangguan irama atau aritmia sebagai etiologi terjadinya syok
kardiogenik, maka dapat dilihat melalui rekama aktivitas listrik jantung
tersebut.
b Foto Rontgen dada
Terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru atau edema paru pada
gagal ventrikel kiri yang berat. Gambaran kongesti paru menunjukkan kecil
kemungkinan terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan atau keadaan
hipovolemia.
c Ekokardiografi
Dapat dilihat penilaian fungsi ventrikel kanan-kiri (global maupun
segmental), fungsi katup-katup jantung ( stenosis atau regurgetasi), tekanan
ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt atau (misalnya pada defekseptal
ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade.
d Saturasi oksigen
Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan pada
saat pemasangan kateter swan-ganz, yang juga dapat mendeteksi adanya
defekseptal ventrikel, bila terdapat pintas darah yang kaya oksigen dari
ventrikel kiri ke ventrikel kanan maka akan terjadi saturasi oksigen yang step
up bila dibandingkan dengan saturasi oksegen vena dari vena kava dan arteri
pulmonal.

C. Syok distributif
1. Syok neurogenik
a. Hipotensi
b. Reaksi refleks simpatis khas dari syok tidak terjadi, seperti taki kardi dan
takipnea
2. Syok septik
a Manifestasi klinis:
Tanda dan gejala syok septik dibagi menjadi 2 yaitu fase hiperdinamik dan
hipodinamik.
1) Fase hiperdinamik
a) Suhu tubuh meningkat
b) Suhu tampah kemerahan dan timbul ptecbiae
c) Peningkatan CO secara signifikan
d) Tahanan vaskuler sistemik turun sehubungan dengan fasodilatasi
e) Takikardia, takipnea
f) Tekanan darah sistolik hampir mendekati normal , tetapi sebaliknya
tekanan diastolik rendah
g) Perubahan status mental seperti rasa tidak enak dibadan, agitas,cemas.
2) Fase hipodinamik
a) Suhu tubuh mendekati sub normal
b) Pernafasan cepat dan dalam
c) Penurunan kardiak aoutput
d) Hipotensi dan takikardia
e) Peningkatan tahanan vaskuler sistemik sehubungan dengan fase
konstruksi
f) Perfusi jaringan tidak adekuta sehingga menyebabkan akral dingin dan
pucat
g) Hipoperfusi renal sehingga menurunkan aoutput urin < 30ml/jm
h) Peningkatan serum laktat sebagai akibat dari metabolisme anaerob dan
asidosis metabolik
i) Perubahan status mental = latergi, koma
3. Syok anafilatik
1 Mengi berat dan disapnea
2 Diaphoresis
3 Edema bibir, faring, dan ekstermitas
4 Ruam merah menyebar

2.7 Penanganan Segera pada Pasien syok

Tahap- tahap penanganan segera pasien syok :


1. Melakukan survey primer ABCDE yang terdiri dari Airway (menilai jalan nafas),
Breathing( menilai pernafasan cukup atau adanya obstruksi jalan nafas), circulation
(menilai sirkulasi peredaran darah), disability (menilai kesadran dengan cepat), exposure
(menilai adanya cedera leher atau tulang belakang).
2. Fase resusitasi, kelanjutan upaya intervensi dan pemantauan yang di mulai dari survei
primer. (memasang pulse oxymetri)
3. Pemantauan Lanjutan dari pemantauan tekanan vena sentral, pemantauan kateter
pulmonal, pemantauan kateter intra-arteria, pemantauan non-invasif, penempatan kateter
urin dan nasogastrik
4. Fase perawatan definitive.
5. Persiapan untuk pemindahan pasien, pemindahan pada kamar operasi atau unit
perawatan intensif khusus Penanganan syok harus bertujuan untuk memperbaiki
penyebab dan membantu mekanisme kompensasi fisiologis untuk memulihkan perfusi
jaringan yang adekuat.
2.8 Penatalaksanaan Syok Berdasarkan Jenisnya

A. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik


1. Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan
selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas.
Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.
2. Pemberian Cairan
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual,
muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
b. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan
yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
c. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi
kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau
muntah.
d. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama
dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler,
volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna
untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
e. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan
jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama
dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar.
Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa
air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra
vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan
yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang
sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi
eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya
dengan darah lengkap.
f. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang
berlebihan.
g. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan
yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan
untuk menghilangkan nyeri.
h. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada
syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ
Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP,
“Swan Ganz” kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.

B. Penatalaksanaan Syok Anafilaktik

Penatalaksanaan syok anafilaktik menurut Haupt MT and Carlson RW (1989, hal


993- 1002) adalah Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau
zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:

1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari
kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah
jantung dan menaikkan tekanan darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
a. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher
diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
b. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-
tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi
jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas
parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas
dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong
dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
c. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar :
1) Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa
atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat
diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis
menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit.
2) Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang
memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis
awal yang diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
3) Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi
efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
4) Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai
tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat.
Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan
perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya
peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila
memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan
kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan
terdapat kehilangan cairan 20– 40% dari volume plasma. Sedangkan bila
diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan
perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa
larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
5) Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau
terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus
semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi
penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam
posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
6) Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi
harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan
penderita yang
telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di
rumah sakit semalam untuk observasi.

C. Penatalaksanaan Syok Neurogenik


Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter
prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat
tersebut. Penatalaksanaannya menurut Wilson R F, ed.. (1981; c:1-42) adalah :

1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).

2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan


masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan
endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk
menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang
berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan
menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.

3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.


Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus
secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah,
akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.

4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :

a. Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,


berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
b. Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Epinefrin. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap
jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak
mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan
vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
c. Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya
cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi
perifer.
BAB III

PATHWAY

Kehilangan Kehilangan Infark miokard


cairan cairan miokarditis

Luka bakar Hemoragi Penurunana curah jantung


trauma diare

Peningkata Penuruanan Penurunana aliran


n volume balik vena Penurunana Penurunan perfusi
tekanan darah jaringan

Volume cairan
kurang dari
Cedera sel anoksik takipnea
kebutuhan Perfusi
Vasokontriksi
jaringan
tidak efektif
Cemas Perubah Berkurangnya Metabolisme tubuh menjadi anaerob
atau suplay darah Ketidakefektif
an
ansietas ke otak an pola
mental
nafas

Asam Menghasilk
nye laktat an asam
ri merangsang laktat
BAB IV
KONSEP KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi :
1. Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun
2. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi).
3. Tekanan ventrikel kiri peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan baji arteri pulmonal (PCWP).
4. Curah jantung 2,2 l/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks jantung.
5. Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm-5
6. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kanan adanya distensi vena jugularis,
peningkatan CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular meningkat.
7. Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang.
8. Terdengar bunyi gallop S3, S4 atau murmur.
9. Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia.
10. Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma
11. Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis
12. Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat
13. Sangat kehausan.
14. Mual, muntah.
15. Status ginjal haluaran urine di bawah 20 ml/jam, kreatinin serum meningkat,
nitrogen urea serum meningkat.
16. Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel.
17. Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal

4.2 Diagnosa keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer)
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterload dan
kontraktilitas miokard)
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
pulmonal
4. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
4.3 Intervensi Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubungan dengan
penurunan curah jantung
a. Tujuan :
Perfusi jaringan dipertahankan dengan kriteria :
1) Tekanan darah dalam batas normal
2) Haluaran urine normal
3) Kulit hangat dan kering
4) Nadi perifer > 2 kali suhu tubuh
b. Rencana tindakan
1) Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan gangguan perfusi jaringan
2) Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total) dengan posisi ekstre
mitas memudahkan sirkulasi
3) Pertahankan terapi parenteral sesuai dengan program terapi, seperti darah
lengkap, plasmanat, tambahan volume
4) Ukur intake dan output setiap jam
5) Hubungkan kateter pada sistem drainase gravitasi tertutup dan lapor dokter
bila haluaran urine kurang dari 30 ml/jam
6) Berikan obat-obatan sesuai dengan program terapi dan kaji efek obat serta
tanda toksisitas
7) Pertahankan klien hangat dan kering

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterload dan
kontraktilitas miokard)
1. Tujuan
Klien memperlihatkan peningkatan curah jantung dengan kriteria :
1) Tanda-tanda vital dalam batas normal
2) Curah jantung dalam batas normal
3) Perbaikan mental

2. Rencana tindakan
1) Pertahankan posisi terbaik untuk meningkatkan ventilasi optimal dengan
meninggikan kepala tempat tidur 30 – 60 derajat
2) Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total)
3) Pantau EKG secara kontinu
4) Pertahankan cairan parenteral sesuai dengan program terapi
5) Pantau vital sign setiap jam dan laporkan bila ada perubahan yang drastis
6) Berikan oksigen sesuai dengan terapi
7) Berikan obat-obatan sesuai dengan terapi
8) Pertahankan klien hangat dan kering
9) Auskultasi bunyi jantung setiap 2 sampai 4 jam sekali
10) Batasi dan rencanakan aktifitas ; berikan waktu istirahat antar prosedur
11) Hindari konstipasi, mengedan atau perangsangan rektal

3. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
a. Tujuan
Ansietas / rasa takut klien terkontrol dengan kriteria :
1) Klien mengungkapkan penurunan ansietas
2) Klien tenang dan relaks
3) Klien dapat beristirahat dengan tenang
b. Rencana tindakan
1) Tentukan sumber-sumber kecemasan atau ketakutan klien
2) Jelaskan seluruh prosedur dan pengobatan serta berikan penjelasan yang
ringkas bila klien tidak memahaminya
3) Bila ansietas sedang berlangsung, temani klien
4) Antisipasi kebutuhan klien
5) Pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak penuh dengan stress
6) Biarkan keluarga dan orang terdekat untuk tetap tinggal bersama klien jika
kondisi klien memungkinkan
7) Anjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan dan ketakutan akan kematian
8) Pertahankan sikap tenang dan menyakinkan
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung
dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah
yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan.
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,
termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume
darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada
pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal
gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas
dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.

5.2 Saran
1. Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi
seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika
menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan
segera.
2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan
pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syock.
DAFTAR PUSTAKA

Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course for
Physicians. USA, 2010 ; 75 - 94

Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive Care.
London: Chapman and Hall, 2007; 18-29.

Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G O,
ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB.
Saunders Co. 2011 ; 441 - 499.

Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 2008; c:1-42.

Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock,


dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 2010.

Anda mungkin juga menyukai