Anda di halaman 1dari 141

BRAIN INJURY

MEDULLA SPINALIS INJURY


Biomechanics of Traumatic Head Injury

Coup Contra-coup
Shearing
4 TIPE TRAUMA KEPALA
 Suatu akselerasi adalah suatu gerakan cepat yang timbul
secara mendadak.
 Deakselerasi adalah penghentian secara mendadak dari suatu
gerakan cepat.
 Gerakan akselerasi dan deakselerasi ini dapat pula
mengakibatkan terbentangnya batang otak lebih dari biasa.
 Keadaan ini dapat menimbulkan blokade reversibel pada
formatio retikularis di batang otak.
 Disamping akselerasi dan deakselerasi linier dapat pula
timbul akselerasi rotatorik.
 Akselerasi jenis ini dapat menimbulkan sobekan-sobekan
pada bridging vein sehingga terjadilah perdarahan pada
permukaan otak terutama didaerah sekitar fisura sylvii
Hukum Monroe Kellie

 Total volume intrakranial adalah tetap yang


terdiri dari parenkim otak, darah dalam
pembuluh darah dan LCS dalam ventrikel
(Wahjoepramono,2005).
ALGORITMA CEDERA KEPALA
DEFINISI
Sinonim : trauma kapitis = cedera kepala =
head injury = trauma kranioserebral =
traumatic brain injury
Trauma Kapitis:
adalah trauma mekanik yang bersifat non-
degenaratif dan non-kongenital terhadap
kepala secara langsung ataupun tidak
langsung yang menyebabkan gangguan
fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer
maupun permanen yang dapat disertai
hilangnya atau penurunan kesadaran.
Jaringan yang dapat dari yang terluar sampai yang terdalam:

 Kulit kepala terdiri 5 lapisan:kulit, jaringan penyambung,


galeal aponeurotika, jaringan ikat longgar, dan
perikranium.
Jaringan ikat longgar :pembuluh darah terkumpul di
daerah ini dan jika ada darah terkumpul di daerah ini
dikenal sebagai subgaleal hematoma.
 Tulang tengkorak. Tulang tengkorak terdiri dari kalvaria
dan basis kranii.
 Meningen. Selaput meningen terdiri dari duramater,
arachnoid, dan piamater.
Jaringan yang dapat dari yang terluar sampai yang terdalam:

Duramater jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dengan tabula


interna kranium. Di bawah duramater terdapat selaput tipis
arachnoid. Diantara duramater dan arachnoid terdapat ruang
subdural yang berisi bridging veins. Lapisan ketiga adalah piamater
yang melekat erat pada permukaan korteks serebri.
 Otak. Otak dibagi menjadi serebrum, serebelum, dan batang otak.
 Cairan serebrospinalis. Adanya darah dalam CSS dapat mengganggu
aliran normal CSS sehingga penyerapan CSS di granulationes
arachnoidalis akan terganggu dan dapat menimbulkan peningkatan
tekanan intrakranial.
KLASIFIKASI
Berdasarkan :
A. Patologi :
1. Komosio serebri
2. Kontusio serebri
3. Laserasi serebri
B. Lokasi Lesi
1. Lesi difus
2. Lesi kerusakan vaskuler otak
3. Lesi fokal
Komosio serebri atau gegar otak

 Keadaan pingsan yang berlangsung tidak


lebih dari sepuluh menit akibat trauma kepala
yang tidak disertai kerusakan jaringan otak.
 Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala,

vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.


Kontusio atau memar otak
 Pada kontusio atau memar otak terjadi
perdarahan–perdarahan di dalam jaringan
otak tanpa adanya robekan jaringan yang
kasat mata, meskipun neuron-neuron
mengalami kerusakan atau terputus.
 Pada pemeriksaan neurologik pada kontusio

ringan mungkin tidak dijumpai kelainan


neurologik yang jelas kecuali kesadaran yang
menurun.
Laserasi serebri
 Laserasi serebri merupakan kontusio serebri
yang berat dengan akibat gangguan
kontinuitas jaringan otak.
 Dalam hal ini terjadi kerusakan piamater
 Laserasi serebri terjadinya biasanya berkaitan

dengan perdarahan subarachnoid, subdural


dan intraserebral
 Laserasi yang terjadi dapat langsung akibat

benda asing dan dapat pula secara tidak


langsung akibat benturan mekanis yang keras
Lesi fokal :

1. Kontusio dan laserasi serebri


2. Hematom intrakranial :
a.Hematom epidural
b.Hematom subdural
c.Hematom intraparenkimal:
* Hematom subarakhnoid
* Hematom intraserebral
* Hematom intraserebelar
C. Derajat kesadaran GCS:
1. Minimal : GCS = 15
2. Ringan : GCS = 13 -15
3. Sedang : GCS = 9-12
4. Berat : GCS = 3 - 8
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan berdasarkan SKG

Kategori SKG Gambaran Klinik CT Scan otak

Minimal 15 Pingsan (-), defisit Normal


neurologi (-)

Ringan 13-15 Pingsan <10 mnt, Normal


Defisit neurologik (-)
Sedang 9-12 Pingsan >10 mnt s/d 6 Abnormal
jam
defisit neurologik (+)
Berat 3-8 Pingsan >6 jam, Abnormal
Defisit neurologik (+)

Catatan :
1.Pedomam triase di gawat darurat
2.Perdarahan intrakranial (CTscan) -->trauma kapitis berat
Diagnostik paska perawatan
Minimal Ringan Sedang Berat

SKG 15 13-15 9-12 <9

Pingsan - < 30 mnt 30 mnt-24 > 24 jam


jam
APT - < 1 jam 1-24 jam > 7 hari

CT Scan N N Abnormal Abnormal

Perawat - < 48 jam > 48 jam


an
Pelaporan Diagnosis berdasarkan ICD
IX
 Skala koma Glasgow
Nilai SKG dewasa :
- 3 : koma dalam
- 15 : cm – normal

Normal skor pada anak


- < 6 bln : 12
- 6-12 bulan : 12
- 1-2 tahun : 13
- 2-5 tahun : 14
- > 5 tahun : 14
Penegakkan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
1. Anamnesis
- Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan
kesadaran atau dengan interval lucid
- Perdarahan/otorhea/rhinorrhea
- Amnesia traumatika (retrograd/anterograd)
2. Pemeriksaan neurologis
3. Foto kepala polos, posisi AP, lateral, tangensial
4. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto
servikal
--> fraktur linier, impresi, terbuka/tertutup
5. CT Scan Otak : kontusio, edema, perdarahan, EDH,
SDH, SAH, PIS
Pemeriksaan Klinis Umum dan
Neurologis
 Penilaian SKG
 Penilaian fungsi vital
 Otorrhea, Rhinorrhea
 Ecchymosis periorbital bilateral/ Brill hematoma
 Ecchymosis mastoid bilateral/battle’s Sign
 Gangguan fokal neurologik
 Fungsi motorik : lateralisasi, kekuatan otot
 Refleks tendon, refleks patologis
 Pemeriksaan fungsi batang otak
 Pupil : Ukuran, bentuk, isokor/anisokor
 Refleks kornea
 Doll’s eye phenomen
HEMATOM EPIDURAL
 Perdarahan yang terjadi di antara tabula
interna dan duramater

 Hematom masif, akibat pecahnya a.


meningea media atau sinus venosus
Epidural Hematoma
• Usually develop from injury to the middle
meningeal artery or one of its branches
• Usually temporoparietal in location
• Temporal bone fracture is often the cause
• The haematoma is confined, giving rise to its
characteristic biconvex shape

Pediatric Critical Care Textbook (1998) Lippincott Williams & Wilkins


and Tutorial CT in Head Injury (Foo, 2001)
Tanda Diagnostik klinik :

1. Lucid interval ( + )
2. Kesadaran menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky ( + ) kontralateral lesi
6. Fraktur di daerah lesi
 Penunjang diagnostik :
CT Scan otak : gambaran hiperdens
( perdarahan ) di tulang tengkorak dan
dura, umumnya daerah temporal dan
tampak bikonveks
Hematoma Epidural
 Lokasi paling sering terjadi di bagian
temporoparietal (70%).
 Insiden epidural hematoma adalah 1 % dari
keseluruhan cedera kepala dan sering terjadi pada
usia dewasa muda.
 Sumber perdarahan pada hematoma epidural 80 %
disebabkan oleh pecahnya cabang arteri meningea
media (meskipun juga dapat disebabkan oleh arteri
atau vena lain) akibat fraktur pada os. Temporalis.
 Hal ini disebabkan karena perlekatan duramater
dan tabula interna os. Temporalis relatif paling
lemah dibandingkan dengan konveksitas tulang
lainnya.
Hematoma Epidural

 Tingkat kesadaran pasien sangat bervariasi dari sadar penuh


sampai terjadinya koma. Pada keadaan tertentu (1/3 kasus)
dapat ditemukan lucid interval.
 Gejala neurologis akan muncul sebagai manifestasi proses
desak ruang sesuai sindroma lobus terkait jika volume
perdarahan epidural mencapai 50 cc.
 Pada pemeriksaan CT scan ditemukan gambaran massa
hiperdens dengan bentuk bikonveks (double convex sign).
 Volume perdarahan jika kurang dari 30 cc atau tebal ≤ 1 cm
dan tidak bertambah besar, tidak mutlak dilakukan operasi.
Subdural Hematoma
• Usually due to ruptured veins
• High density in acute phase, and becoming less
density by the time
• The blood may spread more widely with a crescentic
appearance and a more irregular inner margin.

Pediatric Critical Care Textbook (1998) Lippincott Williams & Wilkins


and Tutorial CT in Head Injury (Foo, 2001)
HEMATOM SUBDURAL
 Perdarahan yang terjadi di antara duramater
dan arakhnoid akibat robeknya bridging vein
( vena jembatan ) yang melintasi dari ruang
subaraknoid atau kortek serebri ke ruang
subdural.
 Jenis:

1. Akut : interval lucid ( 0 – 5 hari )


2. Subakut : interval lucid ( 5 hari – bbrp
minggu)
3. Kronik : interval lucid ( > 3 bulan )
Gejala dan tanda
1. Sakit kepala
2. Kesadaran menurun + / -

Penunjang Diagnostik:
CT Scan otak: gambaran hiperdens
( perdarahan)
Di antara duramater dan arakhnoid,
umumnya karena robekan dari bridging vein
dan tampak seperti bulan sabit
Chronic subdural hematomas
Most cases begin as Subdural hygroma
Dural border cells proliferate to produce a neomembrane
Fragile new vessels grow into the membrane.
Hematoma Subdural

 Mempunyai angka mortalitas mencapai 60-


70% pada kasus akut.
 Secara umum gejala akut menyerupai stroke

like presentations, dapat ditemukan


penurunan kesadaran, midriasis pupil
ipsilateral (hutchinson pupillary sign),
hemiparesis kontralateral, atau mungkin
defisit motorik ipsilateral akibat pedunculus
serebri kontralateral terdesak ke arah tepi
tentorium (Kernohan’s sign).
Hematoma Subdural
 Hematoma subdural berdasarkan waktu
dapat dibagi menjadi hematoma subdural
akut (muncul gejala klinis setelah beberapa
jam sampai 3 hari setelah trauma), hematoma
subdural subakut (muncul gejala klinis
setelah 4 sampai 10 hari pasca trauma), dan
hematoma subdural kronis (muncul gejala
klinis setelah 10 hari pasca trauma)
 Pada CT scan dapat ditemukan gambaran
hiperdens, dan atau isodens, dan atau
hipodens (bergantung perjalanan waktu) yang
berbentuk konkaf atau menyerupai bulan
sabit (crescentic sign)
INDIKASI OPERASI HEMATOMA SUBDURAL
(GREENBERG, 2001)

1. Lesi simptomatik: termasuk defisit


fokal, perubahan status mental
2. Hematoma subdural dengan
maksimum ketebalan lebih dari 1 cm
HEMATOM INTRASERBRAL

Perdarahan parenkim otak, disebabkan


karena pecahnya arteri intraserebral mono
atau multiple
 Hematoma intraserebri adalah perdarahan

yang terjadi di dalam parenkim otak.


 Perdarahan tipe ini terjadi akibat adanya

laserasi atau kontusio jaringan yang


menyebabkan pecahnya pembuluh darah
yang ada di dalam jaringan otak.
HEMATOMA INTRASERBRAL
 Perdarahan yang kecil umumnya
disebabkan oleh akselerasi dan deselerasi,
sedangkan yang luas disebabkan oleh
laserasi atau kontusio.
 Disebut hematoma intraserebri jika volume

perdarahan lebih dari 5 cc, sedangkan jika


kurang dari 5 cc disebut sebagai petechial
intraserebri (kontusio serebri).
 Defisit neurologis yang tampak adalah
bergantung pada lokasi perdarahan.
Hematoma Sub Araknoid
 Hematoma sub araknoid terjadi akibat rupturnya
bridging veins pada ruang sub araknoid, atau
pembuluh darah yang terdapat pada permukaan
jaringan otak.
 Perdarahan terletak di antara araknoid dan
piamater sehingga mengisi ruang sub araknoid dan
masuk ke dalam sisterna cairan serebrospinalis.
 Darah di dalam ruang sub araknoid akan
mengiritasi mening sehingga dapat ditemukan
tanda-tanda iritasi meningeal pada pemeriksaan
fisik.
Hematoma Sub Araknoid
 Tanda dan gejala yang dapat muncul antara lain
nyeri kepala, demam, kaku kuduk, iritabilitas,
fotofobia, perubahan kesadaran, dan mungkin
gangguan pola tipe pernafasan.
 Diagnosa pasti hematoma subaraknoid adalah
ditemukannya cairan serebrospinal yang bercampur
darah pada pemeriksaan lumbal pungsi.
 Penunjang Diagnostik: CT Scan otak: perdarahan
( hiperdens ) di ruang subarakhnoid
PERDARAHAN SUBARAKHNOID

 Gejala dan tanda klinis :


1. kaku kuduk
2. Nyeri kepala
3. Gangguan kesadaran

 Kematian pada perdarahan subaraknoid


akibat trauma kepala lebih tinggi 2 sampai
3 kali dibanding trauma kepala tanpa
perdarahan subarachnoid.
Beberapa gejala dan tanda nyeri kepala
yang membutuhkan kewaspadaan yaitu:
 Onset nyeri kepala akut pada pasien yang sebelumnya bebas
nyeri kepala
 Perubahan pola nyeri kepala (pola baru dalam intensitas,
frekuensi dan tipe nyeri kepala)
 Setelah trauma kepala, panas yang tidak dijelaskan
 Defisit neurologik fokal dan non fokal ( kelemahan,
kesemutan, afasia serta gangguan kognitif)
 Perubahan kepribadian
 Perubahan kesadaran
 Nyeri kepala yang dipicu oleh batuk, bersin dan
membungkuk, nyeri kepala disertai tanda iritasi meningeal
Etiologi nyeri kepala yang terjadi saat cedera kepala dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

 Peningkatan tekanan intrakranial yang dapat disebabkan


karena efek massa karena edema atau perdarahan
 Cedera, inflamasi, atau kompresi terhadap bangunan peka
nyeri
◦ Intrakranial: sinus venosus, sinus averen, arteri dura, arteri
basis serebri dan cabang-cabangnya, dura basis serebri,
dan arteri-arteri besar.
◦ Ekstrakranial: kulit, periosteum, otot, mukosa, arteri
◦ Saraf kranialis: N V, N VII, N X, N XII, dan serabut saraf C2
dan C3
 Efek sekunder akibat gangguan penglihatan
◦ Diplopia akibat efek kompresi N III, IV,atau VI
◦ Cedera pada N II
 Psikogenik
Fraktur tulang tengkorak dapat dibedakan
menjadi
Berdasarkan pola garis fraktur:
 Fraktur linear: fraktur dengan bentuk garis fraktur

tunggal yang mengenai seluruh ketebalan lapisan


tulang.
 Fraktur diastase: fraktur yang terjadi pada sutura

tulang tengkorak.
 Fraktur kominutif: fraktur yang menyebabkan

terjadinya lebih dari satu fragmen pecahan tulang,


namun masih dalam 1 bidang.
 Fraktur deppresed: fraktur dengan tabula eksterna

pecahan fraktur yang tertekan masuk kedalam


sehingga terletak di bawah level anatomik tabula
interna tulang tengkorak yang utuh.
Berdasarkan lokasi fraktur

 Fraktur konveksitas: penggolongan fraktur


berdasarkan lokasi pada bagian kubah
(konveksitas) tulang tengkorak.
 Fraktur basis kranii: fraktur yang lokasinya

terletak di dasar kranium, yang dapat


dibedakan menjadi fossa anterior, media,
dan posterior. (akan dibicarakan di bagian
bawah)
Berdasarkan keadaan perlukaan

 Fraktur terbuka
 Fraktur tertutup
BASAL SKULL FRACTURE
                                     

Basal skull fracture


• CSF Ottoehoea or Rhinorrhoea
• Haematotympanum
• Postauricular echimosis
• Periorbital echimosis
• Cranial nerve injury (I and VII)
(Greenberg, 2001)
Fraktur Basis Kranii
 Kecurigaan fraktur basis kranii jika dijumpai
gejala klinis berupa otorhea, rhinorhea,
laserasi kanalis auditorius eksterna, ekimosis
periorbital, ekimosis retroaurikular, atau
gangguan nervus kranialis terutama N VII dan
VIII.
 Fraktur basis kranii paling sering terjadi

secara longitudinal melintasi bagian petrosus


os. Temporalis.
 Penunjang Diagnostik:
 memastikan cairan serebrospinal secara

sederhana dengan tes halo


 Scaning otak resolusi tinggi dan irisan 3mm

( 50%) ( high resolution and thin section)


Fraktur basis kranii fossa anterior

 Tanda berupa rhinorhea CSS, hematoma/ekimosis


periorbital bilateral (brill hematoma, raccoon eyes),
dan hematoma subkonjungtiva
 Anosmia dapat terjadi jika terdapat keterlibatan
lamina kribiformis.
 Hal yang perlu diperhatikan adalah janganlah
melakukan pemasangan NGT jika terdapat
kecurigaan terjadinya fraktur ini karena dikuatirkan
akan terjadi kerusakan jaringan otak melalui lamina
kribosa yang sudah fraktur.
Fraktur basis kranii fossa media
 Tanda dan gejala otorhea, ekimosis retroaurikular (battle’s
sign), kelumpuhan N VII dan atau VIII
 Fraktur tulang temporal (garis fraktur melewati anterior atau
posterior koklea atau labirin dan berakhir di fossa serebri
media yang berdekatan dengan mastoid atau foramen
spinosum) 70-90 % terjadi secara longitudinal dan 10-30 %
terjadi secara tranversal (garis fraktur berawal dari foramen
magnum→koklea→labirin→fossa serebri media).
 Fraktur longitudinal yang melewati axis telinga tengah dapat
menyebabkan otorhagia dan gangguan pendengaran serta
fasial palsi, sedangkan fraktur tranversal akan melewati
telinga dalam dan menyebabkan kerusakan koklea atau saraf
vestibuler dengan atau tanpa perdarahan
Fraktur basis kranii fossa posterior

 Fossa posterior merupakan kompartmen


infratentorial. Kadangkala dapat dijumpai
battle’s sign. Fraktur pada daerah ini dapat
menimbulkan kematian dalam waktu singkat
karena terjadinya penekanan batang otak.
KONSENSUS MANAJEMEN
DI UGD
Penanggulangan Trauma Kapitis Akut
1. Survei primer
A = Airway
B = Breathing (target O2 > 92%)
C = Circulation
- TDS > 90 mmHg
- Nacl 0.9% atau RL
- Hindari cairan hipotonis
- Kalau perlu obat vasopresor & inotropik
--> konsul bedah saraf berdasarkan indikasi
D = Disability ( mengetahui lateralisasi dan
kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status
umum dan neurologi)
2. Survei sekunder
E = Laboratorium
- Darah : Rutin, ureum, kreatinin,
GDS, AGD dan elektrolit
- Radiologi : Foto kepala, HCTS dll
F = Manajemen Terapi
- Operasi pasien yang indikasi
- Ruang rawat
- penanganan luka-luka
- terapi obat-obatan sesuai kebutuhan
Indikasi Operasi
1. Epidural hematome
a. >40cc + midline shift dengan fx batang
otak baik
b. >30cc fossa posterior + td penekanan
batang otak atau hidrosefalus dengan
fungsi batang otak baik
c. EDH progresif
d. EDH tipis dengan penurunan kesadaran
bukan indikasi operasi
2. Subdural hematome
a. SDH luas (>40cc/5mm) dgn GCS>6
fungsi batang otak baik
b. SDH tipis + kesadaran↓ bukan indikasi
operasi
c. SDH + edema serebri/kontusio serebri
disertai midlineshift dengan fungsi
batang otak baik
3. Perdarahan Intraserebral paska trauma
a. penurunan kesadaran progresif
b. Hipertensi, bradikardi & tanda
gangguan nafas (cushing refleks)
c. perburukan defisit neurologi fokal
4. Fraktur impresi > 1 diploe
5. Fraktur kranii + laserasi serebri
6. Fraktu kranii terbuka
7. Edema serebri berat + TIK↑
Kasus Ringan
1. Pemeriksaan status umum dan neurologi
2. Perawatan luka-luka
3. Pasien pulang dengan penawasan ketat
48 jam :
- cenderung mengantuk
- sakit kepala cenderung memberat
- muntah proyektil
4. Indikasi rawat :
- Gangguan orientasi
- Sakit kepala dan muntah
- Tidak ada yang mengawasi di rumah
- Letak rumah jauh dari RS
KONSENSUS DI RUANG RAWAT
A. Kritikal – SKG 3-4
Perawatan di unit Intensif Neurologi
B. Trauma Kapitis sedang dan berat-SKG 5-12
1. Lanjutkan penanganan ABC
2. Pantau tanda vital, pupil, SKG, ekstremitas spi sadar
(Observation Chart), cegah :
- TDS < 90 mmHg
- Suhu >38°C
- Frekuensi nafas > 20X/mnt
3. Cegah TIK :
- Posisi kepala 30°
- Manitol 20% :
Dosis awal : 1 gr/kgBB, drip cepat dalam ½-1 jam
6 jam : 0.5 gr/kgBB, drip cepat dalam ½-1 jam
12 jam : 0.25 gr/kgBB, drip cepat dalam ½-1 jam
24 jam : 0.25 gr/kgBB, drip cepat dalam ½-1 jam
- Analgetika, kalau perlu sedasi jangka pendek.
4. Atasi komplikasi
4. Atasi komplikasi :
◦ Kejang : profilaksis OAE slm 7 hr untuk
mencegah immediate & early seizure pada kasus
risti
◦ Infeksi akibat fraktur : profilaksis antibiotika slm
10-14 hr
 Gastrointestinal – perdarahan lambung
 Demam
 DIC : pasien trauma tertutup cenderung mengalami
koagulopati akut
5. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat
6. Roburansia, neuroprotektan, nootropik
sesuai indikasi.
C. Trauma kapitis ringan (Komosio serebri)
1. Dirawat 2 x 24 jam
2. Tidur dengan posisi kepala 30°
3. Simptomatis : analgetika, anti emetik
sesuai kebutuhan
Manitol
Manitol masuk dalam golongan osmotics
diuretics
 Efek osmotik manitol sangat efektif untuk

pengobatan jangka pendek udem serebri


 Manitol 20 % diberikan dalam dosis 0,5 – 1,0

mg/kg berat badan, dalam waktu 2 – 10


menit parenteral
Manitol
 Pemberian manitol secara bolus akan
memberikan efek dalam waktu 20-60 menit
 Dosis awal sebagai dosis inisial diberikan 1

mg/Kg BB yang harus diberikan selama 30


menit dan bila masih diperlukan maka dosis
dikurangi menjadi 0,25-0,5 mg/kg BB setiap
6 jam
 Efek samping: Hiperosmolar non ketotik dan

juga acute renal failure


Manitol
 Digunakan untuk mengurangi TIK
 Walau mekanisme yang menunjukkan
manfaat manitol pada kasus TBI masih
kontroversial kemungkinan perbaikan yang
ditimbulkan oleh karena:
1. Menurunkan TIK dengan efek osmotiknya
2. Memperbaiki mikrosirkulaasi dan rheology
darah
3. Berperan sebagai anti radikal bebas
Totilac
 Cairan hipertonik dengan komposisi sodium laktat
0,5 M ditambah konsentrasi fisiologis berupa
potassium chloride dan calcium chloride dalam
campuran air untuk sediaan injeksi

 The New Paradigm in Resuscitation


First in the world Hypertonic Lactate
3 in one solution :
Improves Hemodynamic
Prevents/Corrects Metabolic Acidosis
Prevents/Corrects Cellular Edema
TOTILAC
 Sodium, a principal cation of extracellular fluid and
plays a large part in plasma tonicity. Its high
concentration provides hypertonicity that is
beneficial in fluid resuscitation as it improves
hemodynamic with small volume.
Lactate, a physiological metabolite and acts as an
energetic substrate, which is actively oxidized by
every mitochondrion-containing cell, ie. The vast
majority of cells in the body especially in highly
active organs such as brain, kidney, heart and
muscles . Its oxidation results in energy release
similar to that of glucose (4 Kcal/g of lactate).
TOTILAC
Following a hypoxic period, lactate is a preferred or even an
obligatory energy substrate over glucose because lactate acts
as a ready to use substrate since its oxidation does not
require investment of ATP, unlike glucose, and its usage
prevent the reactive oxygen species (ROS) production.
Beside oxidation, lactate can be converted into glucose via
gluconeogenic pathway, which occurs mainly in liver but also
in kidney.
Calcium, it plays role in cardiac contractility.
Potassium, it prevents hypokalemia, which might be caused
by sodium lactate infusion.
TOTILAC: Indikasi dan KI
 This solution has an osmolarity of 1020 mOsm/L
 TOTILAC® solution is neutral (PH= 7.0) and when
lactate is metabolized, it doesn’t cause acidosis
effect
 Indications
Resuscitation in post Cardiac surgery
 Dosage and Administration TOTILAC® is
contraindicated in the states of hypervolemia and
hypernatremia (plasma sodium is more than 155
mmol/L).
EFEK SAMPING
 Reactions which may occur because of the solution
or the technique of administration include febrile
response, infection at the site of injection, venous
thrombosis or phlebitis extending from the site of
injection, extravasation and hypervolemia. If an
adverse reaction does occur, discontinue the
infusion, evaluate the patient, institute appropriate
therapeutic countermeasures and save the
remainder of the fluid for examination if deemed
necessary.
Methylcobalamin
 Mekanisme kerjanya yaitu efek pada glutamate induced
neurotoxicity
 Salah satu proses seluler yang terjadi pada cedera kepala
adalah eksitotoksisitas.
 Eksitotoksisitas adalah suatu proses neuron mengalami
kerusakan dan kematian akibat hiperaktivitas reseptor
neurotransmiter eksitatori glutamat, seperti NMDA dan AMPA
 Eksitotoksisitas terjadi melalui influks ion kalsium ke dalam
sel dan mengaktivasi sejumlah enzim-enzim yang terus
menerus merusak struktur sel, sitoskeleton, membran dan
DNA
 Pemberian methylcobalamin dapat mencegah terjadinya
eksitotoksisitas yang dipicu oleh glutamate
Citicholin & Piracetam

 Citicholin :  neurotransmiter dopaminergik,  asam


radikal bebas, memperbaiki kerusakan metabolisme lipid
mitokondria di serebral akibat hipoksia

 Piracetam :  jumlah dan fungsi neurotransmiter


kholinergik dan neurotransmiter eksitatori amin
(glutamat dan aspartat),  radikal bebas, memproteksi
metabolisme neuron.
CITICHOLIN
 Mechanism (neuronal)
› Increase choline formationnd alter degradation phosphatydilcholine
› Increase glucose uptake, asetilkholine, prevention lipid radical
› Increase glutation
› Decrease lipid peroxida
› Na/K ATPase modulation

 Mechanism (vascular)
› Increase CBF
› Increase O2 consumtion
› Decrease vasculer resistance

(Perdossi, 2004)
PIRACETAM

 Mechanism (neuronal)
› Repair cell membran fluidity
› Repair neurotransmission
› Stimulation adenylate kinase
 Mechanism (vascular)
› Increase eritrocyte deformability
› Decrease platelet hyperagregation
› Repir microcirculation

(Perdossi, 2004)
79
KONSENSUS NEURORESTORASI
DAN NEUROREHABILITASI
1. Evaluasi defisit neurologi
a. Parese nervus kranialis
b. Parese motorik
c. Gangguan sensorik
d. Gangguan otonom
e. Koordinasi
f. Neurobehavior (kognitif dan emosi) :
- TOAG
- MMSE : - dilakukan setelah nilai TOAG > 75
- di ruangan
- < 30 kirim di divisi neurobehavior
g. Status mental neuro lengkap (divisi
neurobehavior)
2. Program restorasi sesuai defisit yang didapat
3. Membuat discharge planning
4. Mengirim pasien ke pusat rehabilitasi
Ischemia Trauma

• Edema sitotoksik
• Ggn membran
Fe lepas
• Ggn sintesis protein

Energi turun Depolarisasi


Sel Radikal bebas

Disrupsi Ca Glutamat lepas

Asidosis Destruksi sel

Secondary Brain Injury (Cohadon, 1995)


Types of Damage in Brain Injury (Stamp, 2000)
Rotational
Force
Pathology

Rotational accelerations forces


The primary pathological injury:
Axonal sheering & tensile strain damage

Inhibitory NT : GABA
Excitatory NT : Ach, Glu

Further neuron damage


Further diffuse neurological injury :
Excessive ca influks
- Damage neurons
- Release of cytokines
- Oxidative free radical damage
- Damage to cell wall receptors
- Inflammations
- Changes Of Ach, catecholamine,
serotonergic NT systems
Mechanism of Cytotoxic edema in brain injury (Stamp, 2000)
LEVELS OF BRAIN INJURY
 Mild Brain Injury
 Moderate Brain Injury
 Severe Brain injury
MILD TRAUMATIC BRAIN
INJURY
 Mild traumatic brain injury occurs when:
 Loss of consciousness is very brief, usually a

few seconds or minutes


 Loss of consciousness does not have to occur

—the person may be dazed or confused


 Testing or scans of the brain may appear
normal
 A mild traumatic brain injury is diagnosed
only when there is a change in the mental
status at the time of injury—the person is
dazed, confused, or loses consciousness. The
change in mental status indicates that the
person’s brain functioning has been altered,
this is called a concussion.
SYMPTOM MILD TRAUMATIC
BRAIN INJURY
 Headache
 Fatigue
 Sleep disturbance
 Irritability
 Sensitivity to noise or light
 Balance problems
 Decreased concentration and attention span
 Decreased speed of thinking
 Memory problems
 Nausea
 Depression and anxiety
 Emotional mood swings
MODERATE TRAUMATIC BRAIN
INJURY
 A moderate traumatic brain injury occurs
when:
 A loss of consciousness lasts from a few

minutes to a few hours


 Confusion lasts from days to weeks
 Physical, cognitive, and/or behavioral

impairments last for months or are


permanent
SEVERE BRAIN INJURY
 Severe brain injury occurs when a prolonged
unconscious state or coma lasts days,
weeks, or months. Severe brain injury is
further categorized into subgroups with
separate features:
 Coma
 Vegetative State
 Persistent Vegetative State
 Minimally Responsive State
 Akinetic Mutism
 Locked-in Syndrome
SYMTOM BRAIN INJURY
 Loss of consciousness; however, loss of
consciousness may not occur in some
concussion cases
 Dilated (the black center of the eye is
large and does not get smaller in light)or
unequal size of pupils
 Vision changes (blurred vision or seeing
double, not able to tolerate bright light,
loss of eye movement, blindness)
 Dizziness, balance problems
 Respiratory failure (not breathing)
Lanjutan Simptom Brain Injury..

 Coma (not alert and unable to respond to


others) or semicomatose state
 Paralysis, difficulty moving body parts,

weakness, poor coordination


 Slow pulse
 Slow breathing rate, with an increase in

blood pressure
 Vomiting
Lanjutan Simptom Brain Injury..

 Lethargy (sluggish, sleepy, gets tired easily)


 Headache
 Confusion
 Ringing in the ears, or changes in ability to
hear
 Difficulty with thinking skills (difficulty
“thinking straight”, memory problems, poor
judgment, poor attention span, a slowed
thought processing speed)
Lanjutan Simptom Brain Injury..

 Inappropriate emotional responses


(irritability, easily frustrated, inappropriate
crying or laughing)
 Difficulty speaking, slurred speech, difficulty

swallowing
 Body numbness or tingling
 Loss of bowel control or bladder control
BRAIN SWELLING

BRAIN EDEMA?     In response to the trauma,


changes occur in the brain which require
monitoring to prevent further damage. The
brain's size frequently increases after a
severe head injury. This is called brain
swelling and occurs when there is an
increase in the amount of blood to the
brain. Later in the illness water may collect
in the brain which is called Brain Edema.
 Both Brain swelling and Brain Edema result
in excessive pressure in the brain called
Intracranial Pressure ("ICP"). Around-the-
clock monitoring during this time is
essential in order that Intracranial Pressure
can be immediately treated.

 Treatment of brain swelling can be difficult.


Very strong medications are administered
and in some cases, removal of small
amounts of fluids from the brain or surgery
may be beneficial.
Diffuse axonal injury
• a type of diffuse brain injury, meaning that damage occurs over a more
widespread area than in focal brain injury.
• extensive lesions in white matter tracts, is one of the major causes of
unconsciousness and persistent vegetative state after head trauma
Mechanism :
-the result of traumatic shearing forces that occur when the head is rapidly
accelerated or decelerated
-It usually results from twisting or rotational forces (angular momentum)

-The major cause of damage in DAI is the tearing of axons


-When the brain is accelerated, parts of differing densities and distances from the
axis of rotation slide over one another, stretching axons that traverse junctions
between areas of different density, especially gray-white matter junctions

• Difficult to detect on CT scans


• MRI is more sensitive
 DAI typically occurs in :
 deep parasagittal white matter, and extends
centripetally with increasing injury severity
 the white matter of the parasagittal
 cortex “glide contusions” result from vascular
shear
 Injury
 internal capsule, associated with shearing injury
to branches of the lenticulostriate arteries
 deep haematomasin in the region of the basal
ganglia
 the corpus callosum and fornix
 the dorsolateral quadrant of the upper
brainstem.
Diffuse Axonal Injury
• Shearing injury of axons
• Deep cerebral cortex, thalamus, basal ganglia
• Punctate hemorrhage and diffuse cerebral edema
PENDAHULUAN
 Definisi : cedera tulang belakang yang menekan medula
spinalis sehingga menimbulkan mielopati

CMS
Darurat neurologi
cepat, tepat dan cermat

Sembuh Cacat Kematian

Rehabilitasi

Jangka pendek Jangka panjang


• extreme vibration of the cord
• temporary loss of function 24-48 hrs
Transient concussion
• No neuropathologic changes

 a bruising  bleeding, edema, and


possible necrosis from the edematous
compression
Contusion
 The neurological involvement  severity
of contusion and necrosis

Type Of SCI Laceration

Compression of cord substance

Complete transection of the cord


(Young, 2002)
Location and Severity of Lesion

Complete and Incomplete Lesion

Characteristics Complete Lesion Incomplete Lesion


Motoric (-) below the lesion often (+)

Protopatic (pain, temperature) (-) below the lesion often (+)

Propioseptic (joint position, vibration) (-) below the lesion often (+)

Sacral sparing Negative Positive


Spine X-Ray Often with fracture, Normal
luxation or listesis
MRI (Ramon, 1997, 55 patients with SCI, Hemorrhage (54%), Edema (62%),
28 complete and 27 incomplete) Compression (25%), Contusion (26%),
Contusion (11%) Normal (15%)
Type of Incomplete SCI (Lee, 1991)
Neurologic Examination of ASIA (Source : Young, 2002)
Klasifikasi Cedera Medula Spinalis

1. CMS komplit, timbul : 2. CMS inkomplit, timbul :


a. Spinal shock a. Sind cervico medularis
b. Aktivitas reflek ↑ b. Sind medularis anterior
c. Nyeri radikuler c. Sind medularis sentralis
d. Gangguan otonom d. Sind medularis posterior
- pengaturan suhu tubuh e. Sind Brown Sequard
- pengaturan tek darah f. Sind conus medularis
- disfungsi buli-buli
- disfungsi rektum
- disfungsi seksual
Gambaran Klinik Umum CMS
a. Hipotensi/shock  Effek simpatektomi atau Blood loss.

b. Bradycardia dengan atau tanpa hipovolemia


c. Hipotermia dgn/tanpa infeksi
d. Kegagalan Nafas/Hipoventilasi krn CMS setinggi,
◦ Oksiput-C2 : fungsi nafas (-), nn kranialis bawah lumpuh.
◦ C3-C4 : gerakan diafragma dan interkostal (-), fungsi faring
atau laring baik
◦ C5-T1 : gerakan interkosta (-), fungsi diafragma masih
baik.
e. Komplikasi Iatrogen : dislokasi CMS krn sekunder CMS
f. Perdarahan lambung dgn/tanpa steroid.
g. Ileus : distensi abdominal atau muntah, aspirasi.
parese flaksid, sensibilitas (-)
Spinal shock  3-6 minggu/lebih

pasca fase shock lesi cervical


Aktivitas reflek ↑ rangsang internal
fleksor spasme

Gambaran Klinik Nyeri radikuler


Lesi radiks beberapa
minggu/bulan
CMS Komplit

Gangguan otonom
Disfungsi rektum
Disfungsi seksual
Spinal shock
Aktivitas reflek ↑ 1. Suhu
• C8: thermoregulasi(-)
Nyeri radikuler • C9-10: keringat (-)
2. Tekanan darah
• Hipotensi
Gangguan otonom • Hipertensi
3. Disfungsi buli-buli CRF
• STD I: atonia, overdistensi
• STD II: diatas LS refleks (+),
Gambaran conus/cauda otonomik bladder
Klinik • STD III kompresi abdominal
CMS Komplit
STD I: distensi, atoni, peristaltik(-),
gastrik atonia
Disfungsi rektum STD II: bising usus (+), flatus (+),
reflek evakuasi kompresi abdominal
STD III: otonomik=rektum inkontinen
Disfungsi seksual Bervariasi tgt severitas
Penatalaksanaan CMS
 10-25% defisit neurologis  tindakan prehospital tdk adekuat.

 Curiga CMS jika ada cedera pd :


◦ kepala, wajah, leher, bahu /bokong
◦ nyeri atau spasme leher, ggn sensibilitas atau
motorik
◦ ggn kesadaran dan disfungsi miksi/defekasi
◦ trauma dgn gejala penyerta spinal shock;
hipotensi, bradikardi dan reflek-reflek (-)
Penatalaksanaan CMS ..(2)
 Fiksasi

 Intubasi nasogastrik atau tracheostomi

 Awasi hipotensi akibat :


◦ hipovolemi  tx NaCl 0,9%
◦ efek simpatetik  tx supresor phenylephrine 10% per 500ml atau
dopamine 400mg/250ml, utk menjaga MAP > 70, hipotensi sering
disertai bradikardia, hindari phenylephrine.

 Bila Dx tegak dalam 3 jam pasca trauma


◦ Tx metilprednisolon 30mg/kgBB, iv bolus dilanjutkan dgn infus
5.4mg/kgBB selama 23 jam

 Lakukan RJP (bila perlu)


Penatalaksanaan CMS .. (3)

 Bila Dx tegak antara 3-8 jam infus diteruskan sampai 48


jam.
 Cegah decubitus  kasur khusus/mobile bed.
 Cegah DVT
 Pasang NGT  dekompresi lambung (hati-hati pd cedera
leher).
 Pasang foley kateter.
Medical Management
of SCI

Immediate acute pain


Management
Improper Always Assume in back or neck radiate
handling SCI

damage and loss of Immobilize


functioning Prevent flexion,
rotation or extension
Avoid twisting patient

Aim: preventing further injury and observing for progression of


Neurological deficits (A-B-Cs)
Algorithm of X Ray Examination
Conscious no Specialist Evaluation
and Cooperative
yes
Neurological no
Intact X Ray:
• Cervical AP/lat/ Continue
yes SC ?
odontoid/obliq Indication
yes • Th &L/S AP/lat
Spinal Pain

no
yes
SC Abnormality
Immobilisation

no
SC (-)
Airway Management
 High concentration of 02 will prevent bradycardia or
asystole for patients exhibiting signs of neurogenic shock.
Breathing
C1
partial to complete diaphragmatic paralysis (C3-5)
Above C5
Below C5 Allow full diaphragmatic movement, but intercostal
muscles (T1) and abdominal muscles (T12) are affected.
Th1

Below T12 Airway Compromise


L1
Circulation
Cardiac output

external or internal hemorrhage neurogenic shock

abdominal pain muscular rigidity signs of shock


(may be masked  sensory-motor deficits)

absence of urine and/or classic signs


of shock (decreased BP and
increased HR)
Evaluation of Circulation
Access
circulation

Pulse no Perform
present ? CPR
yes
Pulse no 0.5-1.0 mg
> 40 bpm ? Atropine iv
yes
Administer volume
SBP >90 no
Trendelenburg position
mmHg ?
Moderate MAST trousers
yes
MAST : military anti-shock trousers
transport
Disability

 Neurological Examination
 Lateral C-Spine X-ray
 CT scan
 Telemetry  bradycardia and asystole are common with

acute cervical injury


 Search for other injuries  often accompanied by other

injuries (the head and chest)


Exposure

 Become poikilothermic  body temperature will increase and


decrease with the temperature of the environment.
 Lose the ability to regulate core body temperature through
vasodilatation and vasoconstriction,  become dangerously
hyperthermic or hypothermic.
Penatalaksanaan Akut CMS

 Waspada trauma dengan CMS


 Imobilisasi vertebraneck collar, backboard, dll.

 ABCs  hati-hati intubasi, pasang neck collar (NC)

 Steroid dosis tinggi : jika CMS terjadi ≤ 3 jam

Metil-prednisolon 30mg/kg BB iv loading dose 15 menit,


 dosis 5,4 mg/kg BB iv, 23 jam, dan bila CMS 3-8 jam
dilanjutkan sampai 47 jam.
Spinal Cord Fixation

X-ray C1-C7
Spinal Cord Fixation (cont’)

C1
Segmen yg
paling mudah
cedera

C7
Spinal Cord Fixation (cont’)

Cause of Tetraplegia Minimal moving of Cervical spine


“in-line” position with stabilization of neck
Management of SCI

Prevention of Resuscitation Steroid


Secondary Trauma and Electrolite Monitoring

CVP Neurological Deficit in < 3 hours


30mg/Kg bw in 10 – 15’
5,4mg/Kgbw/ hrs – 23hrs
Urine Catheter
If Deficit 3-8 hours following -47 hrs

X –Ray
NGT
SURGICAL TREATMENT
 Controversial
 Primary goals: Decompress, protect

underlying neural structures, Restore spinal


stability and alignment, Facilitate early
mobilization and rehabilitation, maximize
neurologic recovery.
Rehabilitasi
Tujuan :
1. Penerangan & pendidikan kepada pts dan keluarga
2. Memaksimalkan kemampuan mobilisasi & “self-care” dan/atau
latih langsung jika diperlukan.
3. Latih miksi defekasi rutine.
4. Cegah komorbiditi (kontraktur, dekubitus, infeksi paru, dll).
5. Nilai psikologis semangat hidup & hubungan komunitas.
6. Tentukan tujuan jangka panjang berdasarkan beratnya cedera
dan sumber keluarga/komunitas.
7. Mendorong untuk semaksimal mungkin mandiri.
8. Waspada : atelektase paru atau pneumonia
9. Cegah DVT
10. Cegah dekubitus
PROGNOSIS

Incomplete SCI Bladder Evaluation

Motoric, Sensory and Functional Improvement in first 6 month


Improvement Significant Alpert, 2001
in first 12 month
Muslumanoglu, dkk., 1997
PROGNOSIS

SCI
(FSIP, 2001)

Mortality Neurological Disability

Complications

Pneumonia Renal Failure

Pulmonal Emboli Septicemia

Anda mungkin juga menyukai