Anda di halaman 1dari 35

MANAJEMEN NYERI DALAM

PERAWATAN PALIATIF
RINA TAMPAKE, SPD.,S.KEP NS.,M.MED.ED
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak -anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi
dini, pengkajian yang sempurna dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik
fisik, psikologis, sosial maupun spiritu
• Prinsip pelayanan perawatan paliatif yaitu menghilangkan nyeri dan mencegah timbulnya
gejala serta keluhan fisik lainnya, penanggulangan nyeri, menghargai kehidupan dan
menganggap kematian sebagai proses normal , tidak bertujuan mempercepat atau
menghambat kematian, memberikan dukungan psikologis, sosial dan spiritual,
memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin, memberikan dukungan
kepada keluarga sampai masa dukacita, serta menggunakan pendekatan tim untuk
mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya
• Masalah fisik yang seringkali muncul yang merupakan keluhan dari pasien paliatif yaitu
nyeri. Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang terjadi secara tiba-tiba dari intensitas
ringan hingga berat yang dapat diantisipasi dan diprediksi
PENGERTIAN NYERI

• Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal dan bersifat individual.
• Nyeri dapat pula diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara
sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan
atau factor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan
mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis dan lain-lain
ETIOLOGI NYERI

Nyeri Penyebab nyeri dapat diklasifikasi kedalam dua golongan yaitu


• penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis.
• Secara fisik misalnya, penyebab adalah trauma (mekanik, thermal, kimiawi maupun elektrik), neoplasma,
peradangan, gangguan sirkulasi darah dan lain-lain.
• a.Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan,
gesekan ataupun luka.
• b. Trauma thermal menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas atau dingin.
• c. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri
karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
d. Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan jaringan yang
mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan atau metastase.
e. Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat
adanyaperadangan atau terjepit oleh pembengkakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nyeri
yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.
f. Nyeri yang disebabkan oleh factor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena
penyebab organic, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Nyeri
karena factor ini disebut pula psychogenic pain.
PATOFISIOLOGI NYERI

• Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia seperti
Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik.
• Kemudian zat-zat tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan
rangsangan tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan
di korteks nyeri akan di persiapkan sehingga individu mengalami nyeri.
• Selain dihantarkan ke hypotalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor
mekanin sensitive pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami
nyeri
KLASIFIKASI NYERI

1. Nyeri berdasarkan tempatnya:


•Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada mukosa, kulit
• Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ organ tubuh
visceral.
• Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang
ditransmisikan kebagian tubuh didaerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
• Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada system saraf pusat, spinal cord, batang otak,
thalamus dan lain-lain
2. Nyeri berdasarkan sifatnya
• Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
• Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang
lama.
• Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri
tersebut biasanya menetap sekitar menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat -ringannya
• Nyeri rendah, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
• Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
• Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
• Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir kurang
dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin
sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis
pada arteri koroner.
• Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini polanya
beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
JENIS-JENIS SKALA NYERI

Skala nyeri secara umum digambarkan dalam bentuk nilai angka, yakni 1- 10.
Jenis skala nyeri berdasarkan nilai angka:
a. Skala 0, tidak nyeri
B .Skala 1, nyeri sangat ringan
c. Skala 2 , nyeri ringan.Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak begitu sakit
d. Skala 3 , nyeri sudah mulai terasa, namun masih bisa ditoleransi
e. Skala 4, nyeri cukup mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi)
f. Skala 5, nyeri benar benar mengganggu dan tidak bisa didiamkan dalam waktu lama
g. Skala 6 , nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera penglihatan
h. Skala 7 , nyeri sudah membuat untuk tidak bisa melakukan aktivitas

i. Skala 8 , nyeri mengakibatkan tidak bisa berpikir jernih, bahkan terjadi perubahan perilaku
j. Skala 9 , nyeri mengakibatkan menjerit-jerit dan menginginkan cara apapun untuk menyembuhkan
nyeri
k. Skala 10 , nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa menyebabkan tidak sadarkan dir
CARA MENGHITUNG SKALA NYERI

1. Visual Analog Scale (VAS)


• Visual Analog Scale (VAS) adalah cara menghitung skala nyeri yang paling banyak digunakan oleh
praktisi medis.
• VAS merupakan skala linier yang akan memvisualisasikan gradasi tingkatan nyeri yang diderita
oleh pasien.
• Pada metode VAS, visualisasinya berupa rentang garis sepanjang kurang lebih 10 cm, di mana pada
ujung garis kiri tidak mengindikasikan nyeri, sementara ujung satunya lagi mengindikasikan rasa
nyeri terparah yang mungkin terjadi. Selain dua indicator tersebut, VAS bisa diisi dengan indikator
redanya rasa nyeri
• VAS adalah prosedur penghitungan skala nyeri yang mudah untuk digunakan. Namun,
VAS tidak disarankan untuk menganalisis efek nyeri pada pasien yang baru mengalami
pembedahan. Ini karena VAS membutuhkan koordinasi visual, motorik, dan konsentrasi.
• Berikut adalah visualisasi VAS:

No Pain worst Posible pain


2. . Verbal Rating Scale (VRS)
• Verbal Scale (VRS) hampir sama dengan VAS, hanya, pernyataan verbal dari rasa nyeri
yang dialami oleh pasien ini jadi lebih spesifik. VRS lebih sesuai jika digunakan pada
pasien pasca operasi bedah karena prosedurnya yang tidak begitu bergantung pada
koordinasi motorik dan visual.
• Skala nyeri versi VRS:
3. Numeric Rating Scale (NRS)
• Numeric Rating Scale (NRS) ini didasari pada skala angka 1-10 untuk menggambarkan
kualitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS diklaim lebih mudah dipahami, lebih sensitif
terhadap jenis kelamin, etnis, hingga dosis. NRS juga lebih efektif untuk mendeteksi
penyebab nyeri akut ketimbang VAS dan VRS.
• Skala nyeri NRS :

• NRS memiliki kekurangan , yakni tidak adanya pernyataan spesifik terkait tingkatan nyeri
sehingga seberapa parah nyeri yang dirasakan tidak dapat diidentifikasi dengan jelas.
4. Wong -Baker Pain Rating Scale
• Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode penghitungan skala nyeri yang diciptakan
dan dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker. Cara mendeteksi skala nyeri
dengan metode ini yaitu dengan melihat ekspresi wajah yang sudah dikelompokkan ke
dalam beberapa tingkatan rasa nyeri

• Saat menjalankan prosedur ini, minta pasien untuk memilih wajah yang kiranya paling
menggambarkan rasa nyeri yang sedang mereka alami.
• Seperti terlihat pada gambar, skala nyeri dibagi menjadi:
-Raut wajah 1, tidak ada nyeri yang dirasakan
-Raut wajah 2, sedikit nyeri
-Raut wajah 3, nyeri
-Raut wajah 4, nyeri lumayan parah
-Raut wajah 5, nyeri parah
-Raut wajah 6, nyeri sangat parah
5. McGill Pain Questinonnaire (MPQ)
Metode penghitungan skala nyeri selanjutnya adalah McGill Pain Questinnaire (MPQ).
MPQ adalah cara mengetahui skala nyeri yang diperkenalkan oleh Torgerson dan
Melzack dari Universitas Mcgill pada tahun 1971. Sesuai dengan namanya, prosedur
MPQ berupa pemberian kuesioner kepada pasien.
Kuesioner tersebut berisikan kategori atau kelompok rasa tidak nyaman yang diderita.
6. Oswetry Disability Index (ODI)
• Diperkenalkan pertama kali pada tahun 1980 oleh Jeremy Fairbank, Oswetry Disability Index
(ODI) adalah metode deteksi skala nyeri yang bertujuan untuk mengukut derajat kecacatan, pun
indeks kualitas hidup dari pasien penderita nyeri, khususnya nyeri pinggang.
• Pada penerapannya, pasien akan diminta melakukan serangkaian tes guna mengidentifikasi
intensitas nyeri, kemampuan gerak motorik, kemampuan berjalan, duduk, fungsi seksual, kualitas
tidur, hingga kehidupan pribadinya.
• Dari sini, dapat diketahui skala nyeri dan memastikan apa penyebab utama dari nyeri yang
dirasakan tersebut.
7. Brief Pain Inventory (BPI)
• Awalnya, metode ini digunakan untuk menghitung skala nyeri yang dirasakan oleh
penderita kanker. Namun. Saat ini BPI juga digunakan untuk menilai derajat nyeri pada
penderita nyeri kronik.
8. Memorial Pain Assessment Card
• Cara mengukur skala nyeri dengan metode Memorial Pain Assessment Card ini dinilai
cukup efektif, terutama untuk pasien penderita nyeri kronik. Dalam penerapannya, MPAC
akan berfokus pada empat indicator, yakni:
intensitas nyeri, deskripsi nyeri, pengurangan nyeri, dan mood
PENANGANAN NYERI (PAIN MAAGEMENT)

• Managemen nyeri atau Pain management adalah salah satu bagian dari displin ilmu medis
yang berkaitan dengan upaya -upaya menghilangkan nyeri atau pain relief. Management
nyeri ini menggunakan pendekatan multi disiplin yang didalamnya termasuk pendekatan
farmakologikal (termasuk pain modifiers), non farmakologikal dan psikologikal.
• Setiap orang memiliki persepsi yang sangat berbeda dengan orang lain terhadap nyeri
yang mungkin sedang dialami. Perbedaan inilah yang mendorong perawat untuk
meningkatkan kemampuan dalam menyediakan peningkatan rasa nyaman bagi klien dan
mengatasi rasa nyeri.
MANAGEMEN NYERI NON FARMAKOLOGIKAL

• Merupakan upaya -upaya mengatasi atau menghilangkan nyeri dengan menggunakan


pendekatan non farmakologi:
• Distraksi, relaksasi, massage, akupuntur oleh akupunturist, therapy music, pijatan, dan
guided imaginary yang dilakukan oleh seseorang yang ahli dibidangnya dan disebut
sebagai therapist.
• Dalam konteks asuhan keperawatan, perawat harus memperhatikan dan memenuhi rasa
nyaman. Gangguan rasa nyaman yang dialami oleh klien diatasi oleh perawat melalui
intervensi keperawatan
TUJUAN PENENGANAN NYERI (PAIN MA
NAGEMENT)

• Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri.


• Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri kronis yang
persisten.
• Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri.
• Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri.
• Meningkatkan kualitas hidup pasien dan
• Mengoptimalkan kemampuan pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari
FAKROR YANG MEMPENGARUHI RESPON NYERI

a. Usia
b. Jenis kelamin (Tidak terlalu signifikan)
c. Ansietas mas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri
bisa menyebabkan seseorang cemas.
d. Pengalaman masa lalu,
e. pola koping
f. dukungan keluarga
g. social individu
PENGKAJIAN FISIK DAN PSIKOLOGIS

1. Fase respon terhadap penyakit


a. Fase Prediagnostik : Terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko penyakit.

b. Fase Akut: Berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan,
termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.
c. Fase Kronis : Klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya. Klien dalam kondisi
Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun social-spiritual
2. Indikator yang perlu dikaji
a. Faktor fisik: Oksigenasi, eliminasi, nutrisi dan cairan, suhu, sensori, nyeri, kulit,
mobilitas, masalah psikologis, perubahan social spiritual,
DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri berhubungan dengan trauma (mekanik, thermal, kimiawi maupun elektrik),


neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah dan lain-lain.
b. Ansietas (ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi
yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian
dan efek negatif pada pada gaya hidup.
c. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi,
penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
d. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga,takut akan
hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat perawatan ) berhubungan
dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri
dalam menghadapi ancaman kematian.
KESIMPULAN

• Masalah fisik yang seringkali muncul yang merupakan keluhan dari pasien paliatif yaitu
nyeri.
• Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang terjadi secara tiba-tiba dari intensitas ringan
hingga berat yang dapat diantisipasi dan diprediksi. Untuk mengatasi hal tersebut seorang
perawat harus bisa dalam memanajemen nyeri yang ada pada pasien
• Masalah psikologis yang paling sering dialami pasien paliatif adalah kecemasan.
• Hal yang menyebabkan terjadinya kecemasan ialah diagnosa penyakit yang membuat
pasien takut sehingga menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun keluarga.
• Untuk mentralisirkan bahkan sampai menghilangkan kecemasan perlu mengkaji secara
keselurahan baik fisik maupun psikologis  perawat dapat melaksanakan intervensi
sesuai dengan keluhan pasien atau masalah yang muncul dipengkajian
Sekian dan terima kasih

Anda mungkin juga menyukai