PENGERTIAN
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan deficit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Nurarif & Kusuma,
2015).
Stroke adalah infark regional kortikal, subkortikal atau pun infark regional di batang
otak yang terjadi karena kawasan perdarahan atau penyumbatan suatu arteri sehingga jatah
oksigen tidak dapat disampaikan kebagian otak tertentu (Suyono,2013).
B. KLASIFIKASI
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Stroke iskemik/infark (Non-Hemoragik) : tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.
a. Stroke trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
b. Stroke embolik : tertutupnya pembuluh darah oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung.
2. Stroke Hemoragik : pecahnya pembuluh darah otak.
a. Hemoragik intra serebral : pendarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.
b. Hemoragik subarachnoid : pendarahan yang terjadi pada ruang subarachnoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
C. PENYEBAB
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), penyebab stroke antara lain :
1. Non Reversible (tidak dapat diubah) :
a. Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding wanita.
b. Usia : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.
c. Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Corwin (2013) manisfestasi klinik dari stroke antara lain :
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan
2. Tiba-tiba hilang rasa peka
3. Bicara cadel atau pelo
4. Gangguan bicara dan bahasa
5. Gangguan penglihatan
6. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
7. Gangguan daya ingat
8. Nyeri kepala hebat
9. Vertigo
10. Kesadaran menurun
11. Proses kencing terganggu
12. Gangguan fungsi otak
D. PATOFISIOLOGI
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensitif oksigen dan glukosa karena jaringan otak
tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa seperti halnya otot. Meskipun berat
otak sekitar 2 % dari seluruh badan, namun menggunakan sekitar 25 % suplai oksigen dan
70 % glukosa. Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terhadi iskemia dan terjadi
gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi serebral. Area otak
disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke otak terganggu
lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat terjadi kerusakan jaringan
otak yang permanen jika aliran darah ke otak terganggu lebih dari 4 menit (Tarwoto, 2013).
Menurut Tarwoto (2013) untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan
melakukan dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan mekanisme autoregulasi.
1. Mekanisme Anastomis
Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis. Arteri karotis terbagi
menjadi karotis interna dan karotis eksterna. Karotis interna memperdarahi langsung
dalam otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum menjadi arteri serebri
anterior dan media. Karotis ekstrena memperdarahi wajah, lidah, dna faring, menigens.
Arteri vertebralis berasal dari arteri subclavia. Arteri vertebralis mencapai dasar
tengkorak melalui jalan tembus dari tulang yang dibentuk oleh prosesus transverse dari
vertebra servikal mulai dari c6 sampai dengan c1. Masuk ke ruang cranial melalui
foramen magnum, dimana arteri-arteri vertebra bergabung menjadi arteri basilar. Arteri
basilar bercabang menjadi 2 arteri serebral posterior yang memenuhi kebutuhan
permukaan medial dan inferior arteri baik bagian lateral lobus temporal dan occipital.
Meskipun arteri karotis interna dan vertebrabasilaris merupakan 2 sistem arteri yang
terpisah yang mengalirkan darah ke otak, tapi keduanya disatukan oleh pembuluh dan
anastomosis yang membentuk sirkulasi wilisi. Arteri serebro posterior dihubungkan
dengan arteri serebri media dan arteri serebri anterior dihubungkan dengan arteri
komunikan anterior sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap. Normalnya aliran darah
dalam arteri komunikans hanyalah sedikit. Arteri ini merupakan penyelamat bila mana
terjadi perubahan tekanan darah arteri yang dramatis.
2. Mekanisme autoregulasi
Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting untuk metabolism serebral yang
dipenuhi oleh aliran darah secara terus-menerus. Aliran darah serebral dipertahankan
dengan kecepatan konstan 750ml/menit. Kecepatan serebral konstan ini dipertahankan
oleh suatu mekanisme homeostatis sistemik dan local dalam rangka mempertahankan
kebutuhan nutrisi dan darah secara adekuat.
Terjadinya stroke sangat erat hubungannya dengan oerubahan aliran darah otak, baik
karena sumbatan/oklusi pembuluh darah otak maupun perdarahan pada otak
menimbulkan tidak adekuatnya suplai oksigen dan glukosa. Berkurangnya oksigen atau
meningkatnya karbondioksida merangsang pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai
kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran darah lebih banyak. Sebaliknya keadaan
vasodilatasi memberi efek pada tekanan intracranial.
Kekurangan oksigen dalam otak (hipoksia) akan menimbulkan iskemia. Keadaan iskemia
yang relative pendek/cepat dan dapat pulih kembali disebut transient ischemic attacks
(TIAs). Selama periode anoxia (tidak ada oksigen) metabolism otak cepat terganggu. Sel
otak akan mati dan terjadi perubahan permanen antara 3-10 menit anoksia.
E. PATHWAY
Menjadi kapur/mengandung
Faktor Penimbunan lemak/kolesterol Lemak yang sudah nekrotik kolesterol dengan infiltrasi
penyebab/pencetus yang meningkat dalam darah dan berdegenarasi limfosit (thrombus)
Thrombus di
serebral Aliran darah terhambat
Stroke hemoragik Saraf pernafasan Kompresi jaringan otak
terganggu
Edema cerebral
Refleks batuk
Disfungsi nervus II : optikus Disfungsi nervus I Disfungsi Disfungsi nervus
(olfaktorius), II (optikus), neurocerebrospinal, XI : assesoris
IV (troklearis) dan XII nervus VII (facialis), IX
Penurunan aliran darah (hipoglosus) (glosofaringeus)
ke retina Penurunan fungsi motorik
dan muskuloskeletal
Penurunan kemampuan Perubahan ketajaman Ketidakmampuan
retina dalam menangkap sensori penciuman, bicara
penglihatan dan Kelemahan pada anggota
obyek/bayangan
pengecapan gerak
Kerusakan
Kebutaan artikular bicara
Hemiparese/plegi
Gangguan perubahan
kanan/kiri
persepsi sensori
Hambatan komunikasi
verbal
Resiko jatuh
Penurunan fungsi nervus
X (vagus), nervus IX
(glosofaringeus)
Tirah baring lama
Gangguan
Proses menelan tidak mobilitas fisik
efektif Luka dekubitus
1. Penatalaksanaan umum
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut (Muttaqin, 2013) :
1. Angiografi Serebri : membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
pendarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
2. Lumbal pungsi : menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid atau perdarahan intrakranial. Kadar
protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
3. CT Scan : memperlihatkan adanya edema, hematoma, skemia dan adanya infark.
4. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
5. MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, Malformasi Arteriovena
(MAV).
6. USG Doppler : untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis, cairan darah/muncul plak arteriosklerotik).
H. Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, Pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk RS, nomor register, diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motoric kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang,
penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak disadari oleh
pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah pada salah satu
anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat pasien melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes melitus.
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga.
7. Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran somnolen, apatis, sopor,
hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat
pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos mentis dengan
GCS 13-15
b) Tanda – tanda vital
- Tekanan darah
Biasanya pasien stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah tinggi
dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
- Nadi
Biasanya nadi normal
- Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemorogik mengalami gangguan pada bersihan jalan
napas.
- Suhu
Biasanya pasien stroke hemoragik tidak ada masalah pada suhu.
c) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
d) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan nervus V (trigeminal): biasanya
pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, Ketika diusap
kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan
pada nervus VII (fasialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi dan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien
menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan
saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
e) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata
tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang baik
90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotorius) : biasanya diameter pupil 2
mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai
jika pasien bisa buka mata. Nervus IV ( troklearis) : biasanya pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke atas dan ke bawah. Nervus VI (abdusen) :
biasanya hasilnya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan ke kanan.
f) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping
hidung. Pada pemeriksaan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda .
g) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor hingga coma akan mengalami masalah bau
mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) :
biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat
menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glasofaringeal) : biasanya ovule
yang terangkat tidak simetris, mencong ke arah bagian tubuh yang lemah dan pasien
dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglosus) : biasanya
pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun
artikulasi kurang jelas saat berbicara.
h) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII :
biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung
dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan
dengan artikulasi yang jelas.
i) Leher
Pada pemeriksaan nervus X : biasanya pasien stroke hemoragik mengalami
gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk biasanya (+) dan bludzensky (+).
j) Thorak
- Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya suara normal (vesikuler)
- Jantung
Inspeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya iktus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasa terdengar bunyi lup dup
k) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdengar bunyi tympani
l) Ekstremitas
- Atas
Biasanya terpasang infus bagian dextra/sinistra. CRT biasanya normal yaitu < 2
detik.
- Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kski kiri
pasien fleksi (bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya jari
tidak mengembang (reflek babinsky (+)).
I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA (2015) dan Tarwoto:
Asuhan Keperawatan Sistem Persarafan (2013)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
napas, reflek batuk yang tidak adekuat
2. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial berhubungan dengan edema
serebral
3. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan infark
jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
kelemahan anggota gerak
6. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas bawah
7. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, disfungsi otak
global
8. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
9. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fungsi bicara,
afasia
10. Defisit Nutrisi berhubungan dengan depresi pusat pencernaan
Rencana Keperawatan
Moorhead, Sue., dkk. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC). NANDA International. 2015. Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC.
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin, E.J. 2013. Handbook of Pathopysysiology. Alih bahasa: Predit B,U. Jakarta:
EGC.
2. Muttaqin, Arif & Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
3. Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 3. Yogyakarta:
MediAction.
4. Suyono. 2013. Perawatan Medikah Bedah (Suatu pendekatan proses keperawatan).
Alih bahasa: Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan pajajaran bandung
cetakan 1.