Anda di halaman 1dari 163

MATERI PENUGASAN

PERKULIAHAN MUSKULOSKELETAL II
1. Konsep Pain management

Konsep Manajemen Nyeri


1. Definisi Nyeri
The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan
nyeri sebagai an unpleasant sensory and emotional experience which we primarily
associate with tissue damage or describe in terms of such damage, or both.
Definisi ini menyatakan bahwa nyeri merupakan phenomena kombinasi dari aspek
sensory, emosional, kognitif dan eksistensi dari keadaan pathology fisik tidaklah
mutlak muncul pada pasien yang sedang mengalami nyeri. Nyeri merupakan sensasi
yang rumit, unik, universal dan bersifat individual. Walaupun demikian nyeri
dapat pula diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik
secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau factor lain, sehingga individu merasa tersiksa,
menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis dan
lain-lain.
2. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan berdasarkan pada
tempat, sifat, berat ringannya nyeri dan waktu lamanya serangan.
a. Nyeri berdasarkan tempatnya

- Pheriperal pain,
yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada mukosa, kulit.
- Deep pain,
yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada
organ-organ tubuh visceral.
- Refered pain,
yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam
tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh didaerah yang berbeda, bukan daerah
asal nyeri.
- Central pain,
yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada system saraf pusat, spinal
cord, batang otak, thalamus dan lain-lain.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya
- Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.

- Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu
yang lama.
- Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali.
Nyeri tersebut biasanya menetap sekitar menit, lalu menghilang, kemudian
timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan berat-ringannya
- Nyeri rendah, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.

- Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.

- Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.


d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
- Nyeri akut,
yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir kurang
dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri
mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada suatu
penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner.
a. Nyeri kronis,
yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini polanya
beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

3. Jenis-Jenis Skala Nyeri


b. Skala nyeri secara umum digambarkan dalam bentuk nilai angka, yakni 1-10. Berikut
adalah jenis skala nyeri berdasarkan nilai angka yang perlu Anda ketahui.
a. Skala 0, tidak nyeri
b. Skala 1, nyeri sangat ringan

c. Skala 2, nyeri ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak begitu sakit d.

d. Skala 3, nyeri sudah mulai terasa, namun masih bisa ditoleransi

e. Skala 4, nyeri cukup mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi)

f. Skala 5, nyeri benar-benar mengganggu dan tidak bisa didiamkan dalam


waktu lama
g. Skala 6, nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera
penglihatan
h. Skala 7, nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas

i. Skala 8, nyeri mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih, bahkan terjadi
perubahan perilaku
j. Skala 9, nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan menginginkan cara
apapun untuk menyembuhkan nyeri
k. Skala 10, nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa menyebabkan

Anda tak sadarkan diri

4. Cara Menghitung Skala Nyeri

Mengetahui skala nyeri menjadi penting karena metode ini membantu para tenaga
medis untuk mendiagnosis penyakit, menentukan metode pengobatan, hingga
menganalisis efektivitas dari pengobatan tersebut. Dalam dunia medis, ada banyak
metode penghitungan skala nyeri. Berikut ini beberapa cara menghitung skala nyeri
yang paling populer dan sering digunakan.
a. Visual Analog Scale (VAS)

Visual Analog Scale (VAS) adalah cara menghitung skala nyeri yang paling banyak
digunakan oleh praktisi medis. VAS merupakan skala linier yang akan
memvisualisasikan gradasi tingkatan nyeri yang diderita oleh pasien. Pada metode
VAS, visualisasinya berupa rentang garis sepanjang kurang lebih 10 cm, di mana
pada ujung garis kiri tidak mengindikasikan nyeri, sementara ujung satunya lagi
mengindikasikan rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Selain dua indicator
tersebut, VAS bisa diisi dengan indikator redanya rasa nyeri.
VAS adalah prosedur penghitungan skala nyeri yang mudah untuk digunakan.
Namun, VAS tidak disarankan untuk menganalisis efek nyeri pada pasien yang
baru mengalami pembedahan. Ini karena VAS membutuhkan koordinasi
visual, motorik, dan konsentrasi.

Berikut adalah visualisasi VAS:

4
b. Verbal Rating Scale (VRS)

Verbal Scale (VRS) hampir sama dengan VAS, hanya, pernyataan verbal dari rasa
nyeri yang dialami oleh pasien ini jadi lebih spesifik. VRS lebih sesuai jika digunakan
pada pasien pasca operasi bedah karena prosedurnya yang tidak begitu bergantung
pada koordinasi motorik dan visual.
Skala nyeri versi VRS:

c. Numeric Rating Scale (NRS)

Numeric Rating Scale (NRS) ini didasari pada skala angka 1-10 untuk menggambarkan
kualitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS diklaim lebih mudah dipahami, lebih
sensitif terhadap jenis kelamin, etnis, hingga dosis. NRS juga lebih efektif untuk
mendeteksi penyebab nyeri akut ketimbang VAS dan VRS.
Skala nyeri dengan menggunakan NRS :

NRS di satu sisi juga memiliki kekurangan, yakni tidak adanya pernyataan spesifik
terkait tingkatan nyeri sehingga seberapa parah nyeri yang dirasakan tidak dapat
diidentifikasi dengan jelas.
d. Wong-Baker Pain Rating Scal

Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode penghitungan skala nyeri yang
diciptakan dan dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker. Cara mendeteksi
skala nyeri dengan metode ini yaitu dengan melihat ekspresi wajah yang sudah
dikelompokkan ke dalam beberapa tingkatan rasa nyeri.

4
Saat menjalankan prosedur ini, dokter akan meminta pasien untuk memilih wajah yang
kiranya paling menggambarkan rasa nyeri yang sedang mereka alami.
Seperti terlihat pada gambar, skala nyeri dibagi menjadi

- Raut wajah 1, tidak ada nyeri yang dirasakan

- Raut wajah 2, sedikit nyeri

- Raut wajah 3, nyeri

- Raut wajah 4, nyeri lumayan parah

- Raut wajah 5, nyeri parah

- Raut wajah 6, nyeri sangat parah

e. McGill Pain Questinonnaire (MPQ)


Metode penghitungan skala nyeri selanjutnya adalah McGill Pain Questinnaire
(MPQ). MPQ adalah cara mengetahui skala nyeri yang diperkenalkan oleh
Torgerson dan Melzack dari Universitas Mcgill pada tahun 1971. Sesuai dengan
namanya, prosedur MPQ berupa pemberian kuesioner kepada pasien. Kuesioner
tersebut berisikan kategori atau kelompok rasa tidak nyaman yang diderita.
f. Oswetry Disability Index (ODI)

Diperkenalkan pertama kali pada tahun 1980 oleh Jeremy Fairbank, Oswetry
Disability Index (ODI) adalah metode deteksi skala nyeri yang bertujuan untuk
mengukut derajat kecacatan, pun indeks kualitas hidup dari pasien penderita nyeri,
khususnya nyeri pinggang.
Pada penerapannya, pasien akan diminta melakukan serangkaian tes guna
mengidentifikasi intensitas nyeri, kemampuan gerak motorik, kemampuan
berjalan, duduk, fungsi seksual, kualitas tidur, hingga kehidupan pribadinya. Dari sini,

5
dokter dapat mengetahui skala nyeri dan memastikan apa penyebab utama dari nyeri yang
dirasakan tersebut.
g. Brief Pain Inventory (BPI)

Awalnya, metode ini digunakan untuk menghitung skala nyeri yang dirasakan oleh
penderita kanker. Namun. Saat ini BPI juga digunakan untuk menilai derajat nyeri pada
penderita nyeri kronik.

h. Memorial Pain Assessment Card

Cara mengukur skala nyeri dengan metode Memorial Pain Assessment Card ini dinilai
cukup efektif, terutama untuk pasien penderita nyeri kronik. Dalam penerapannya, MPAC
akan berfokus pada empat indicator, yakni intensitas nyeri, deskripsi nyeri, pengurangan
nyeri, dan mood.

5. Etiologi Nyeri
Penyebab nyeri dapat diklasifikasi kedalam dua golongan yaitu penyebab yang
berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya, penyebab
adalah trauma (mekanik, thermal, kimiawi maupun elektrik), neoplasma, peradangan,
gangguan sirkulasi darah dan lain-lain.
a. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun luka.
b. Trauma thermal menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas atau dingin.
c. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.trauma
elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri.
d. Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan jaringan
yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan atau metastase.
e. Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat
adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf
reseptor nyeri.

6
f. Nyeri yang disebabkan oleh factor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan
bukan karena penyebab organic, melainkan akibat trauma psikologis dan
pengaruhnya terhadap fisik. Nyeri karena factor ini disebut pula psychogenic pain.
6. Patofisiologi Nyeri
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia
seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut
merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan
dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan di
persiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypotalamus nyeri
dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitive pada termosensitif
sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri.
7. Penanganan Nyeri (Pain Management)
Managemen nyeri atau Pain management adalah salah satu bagian dari displin ilmu medis
yang berkaitan dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri atau pain relief.
Management nyeri ini menggunakan pendekatan multi disiplin yang didalamnya
termasuk pendekatan farmakologikal (termasuk pain modifiers), non farmakologikal dan
psikologikal. Setiap orang memiliki persepsi yang sangat berbeda dengan orang lain
terhadap nyeri yang mungkin sedang dialami. Perbedaan inilah yang mendorong
perawat untuk meningkatkan kemampuan dalam menyediakan peningkatan rasa nyaman
bagi klien dan mengatasi rasa nyeri.
Hal yang sangat mendasar bagi perawat dalam melaksanakannya adalah kepercayaan
perawat bahwa rasa nyeri yang dialami oleh kliennya adalah sungguh nyata terjadi,
kesediaan perawat untuk terlibat dalam menghadapi pengalaman nyeri yang dialami oleh
klien dan kompetensi untuk terus mengembangkan upaya- upaya mengatasi nyeri atau pain
management.
Strategi keperawatan utama yang spesifik dalam meningkatkan rasa nyaman bagi
pasien yang sedang mengalami nyeri, bersifat farmakologi dan non farmakologi.
Tapi Tindakan mengatasi nyeri pain management, yang dapat dilakukan oleh
perawat sebagai penyedia asuhan keperawatan.
a. Managemen Nyeri Farmakologikal

7
Yaitu terapi farmakologis untuk menanggulangi nyeri dengan cara
memblokade transmisi stimulan nyeri agar terjadi perubahan persepsi dan dengan
mengurangi respon kortikal terhadap nyeri. Adapun obat yang digunakan untuk
terapi nyeri adalah :
- Analgesik Narkotik

- Menghilangkan nyeri dengan merubah aspek emosional dari pengalaman nyeri (misal :
persepsi nyeri).
- Analgesik Lokal Analgesik

- Bekerja dengan memblokade konduksi saraf saat diberikan langsung keserabut saraf.
- Analgesik yang dikontrol klien

- Sistem analgesik yang dikontrol klien terdiri dari impus yang diisi narotika
menurut resep, dipasang dengan pengatur pada lubang injeksi intravena.
- Obat obat nonsteroid

- Obat-obat non steroid non inflamasi bekerja terutama terhadap penghambat


sintesa prostaglandin. Pada dosis rendah obat-obat ini bersifat analgesik. Pada dosis tinggi
obat ini bersifat anti inflamatori,sebagai tambahan dari khasiat analgesik.
b. Managemen Nyeri Non Farmakologikal
Merupakan upaya-upaya mengatasi atau menghilangkan nyeri dengan menggunakan
pendekatan non farmakologi. Upaya-upaya tersebut antara lain dengan distraksi, relaksasi,
massage, akupuntur oleh akupunturist, therapy music, pijatan, dan guided imaginary yang
dilakukan oleh seseorang yang ahli dibidangnya dan disebut sebagai therapist. Setiap
individu membutuhkan rasa nyaman. Kebutuhan rasa nyaman ini dipersepsikan berbeda
pada tiap orang. Dalam konteks asuhan keperawatan, perawat harus memperhatikan
dan memenuhi rasa nyaman. Gangguan rasa nyaman yang dialami oleh klien diatasi
oleh perawat melalui intervensi keperawatan.
8. Tujuan Penanganan Nyeri (Pain Management)
Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri. Menurunkan kemungkinan berubahnya
nyeri akut menjadi gejala nyeri kronis yang persisten. Mengurangi penderitaan dan
ketidakmampuan akibat nyeri. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi

8
terhadap terapi nyeri. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan
kemampuan pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari
9. Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri
a. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis
dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang
dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan
mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
b. Jenis kelamin (Tidak terlalu signifikan)
c. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang
cemas.
d.Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang
sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya
seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri
e. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya
pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

f. Support keluarga dan social Individu yang mengalami nyeri seringkali


bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan
dan perlindungan, dll.

B. Pengkajian Fisik dan Psikologis


Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir
dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
Menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam empat fase, yaitu :
1. Fase respon terhadap penyakit

a. Fase Prediagnostik : Terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko penyakit.

9
b. Fase Akut : Berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian
keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.
c. Fase Kronis : Klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.

Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis,
maupun social-spiritual.
2. Indikator yang perlu dikaji a.
Faktor Fisik
Pada kondisi terminal dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang
ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan,
eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri. Perawat harus respek terhadap
perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut menimbulkan
ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri. Hal-hal yang
perlu dikaji antara lain :
1) Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes,
sirkulasi perifer menurun, perubahan mental : Agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi secret, dan nadi ireguler.

2) Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic, kurang diet


serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa
terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi urin,
inkontinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misalnya :
Trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi
penyakit mis gagal ginjal.

3) Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun,
distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
4) Suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.

10
5) Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati
kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi menurun.

6) Nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien
harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
7) Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit
sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
8) Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami
banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan.
Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan,
hilang control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan
harapan, kesenjangan komunikasi atau barrier komunikasi.
9) Perubahan Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat
kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian
sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa
kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan
orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan,
dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
b. Faktor Psikologis

Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus peka dan
mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi
wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang
muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan.
c. Faktor Sosial

Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada
kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin
berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan
keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali

11
tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa
dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
d. Faktor Spiritual

Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana
sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada
Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui
disaat-saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama
untuk menemani disaat-saat terakhirnya.
3. Diagnosa Keperawatan :
a. Ansietas (ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan dengan
situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan
takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup.
b. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi,
penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
c. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan
keluarga, takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat
perawatan ).
d. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system
pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam
menghadapi ancaman kematian.

12
Konsep fraktur
a. Perbedaan fase penyembuhan anak, dewasa, lansia, dan faktor yang berpengaruh

Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan pada kasus fraktur berbeda-beda tergantung ukuran tulang yang terkena
dan umur pasien. Faktor lain yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan fraktur adalah
tingkat kesehatan pasien secara keseluruhan dan status nutrisi yang baik (Smeltzer & Bare,
2013).
Beberapa tahapan atau fase dalam proses penyembuhan tulang, antara lain:
1) Fase Inflamasi,
yaitu adanya respon tubuh terhadap trauma yang ditandai dengan perdarahan dan timbulnya
hematoma pada tempat terjadinya fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi
karena terputusnya aliran darah yang akan menyebabkan inflamasi, pembengkakan, dan
nyeri. Fase ini berlangsung selama beberapa hari sampai pembengkakan dan nyeri
berkurang (Smelzer & Bare, 2013).
2) Fase Proliferasi,
hematoma pada fase ini akan mengalami organisasi dengan membentuk benang fibrin dalam
jendalan darah yang akan membentuk jaringan dan menyebabkan revaskularisasi serta
invasi fibroblast dan osteoblast. Proses ini akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan
sebagai matriks kolagen pada patahan tulang, terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang
rawan (osteoid) yang berlangsung setelah hari ke lima (Smeltzer & Bare, 2013).
3) Fase Pembentukan Kalus,
pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran pada tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain
sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang bergabung dengan jaringan
fibrus, tulang rawan, dan tulang serat imatur. Waktu yang diperlukan agar fragmen tulang
tergabung adalah 3-4 minggu (Smeltzer & Bare, 2013).
4) Fase Penulangan Kalus/Osifikasi,
yaitu proses pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam waktu 2-3 minggu
melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang
benar-benar saling menyatu hingga keras. Pada orang dewasa normal, kasus fraktur
panjang memerlukan waktu 3-4 bulan dalam proses penulangan (Smeltzer & Bare, 2013).

13
5) Fase Remodelling/Konsolidasi,
yaitu tahap akhir pada proses penyembuhan fraktur. Tahap ini terjadi perbaikan fraktur yang
meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural
sebelum terjadinya patah tulang. Remodelling memerlukan waktu berbulan-bulan hingga
bertahuntahun (Smeltzer & Bare, 2013).

Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur


Beberapa faktor dapat mempengaruhi cepat dan terhambatnya proses penyembuhan fraktur,
antara lain:
1) Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur,
yaitu imobilsasi fragmen tulang dan dipertahankan dengan sempurna agar 21
penyembuhan tulang optimal, kontak fragmen tulang maksimal, aliran darah baik,
nutrisi tepat, latihan pembebanan berat untuk tulang panjang, hormon-hormon
pertumbuhan mendukung seperti tiroid, kalsitonin, vitamin D, dan steroid anabolik
akan mempercepat perbaikan tulang yang patah, serta potensial listrik pada area
fraktur (Smeltzer & Bare, 2013).
2) Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur,
yaitu trauma lokal ekstensif, kehilangan tulang, imobilisasi tidak optimal, adanya
rongga atau jaringan diantara fragmen tulang, infeksi, keganasan lokal, penyakit
metabolik, nekrosis avaskuler, fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung
fibrolisin yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan
jendalan), usia (lansia akan sembuh lebih lama), dan pengobatan kortikosteroid
menghambat kecepatan penyembuhan fraktur (Smeltzer & Bare, 2013).

14
b. Komplikasi pemasangan bidai yang tidak adekuat
Komplikasi Pembidaian

Saleh (2006) menyatakan bahwa komplikasi pembidaian biasanya timbul bila kita

tidak melakukan pembidaian secara benar, misalnya;

a. Bisa menekan jaringan saraf, pembuluh darah atau jaringan dibawah

bidai yang bisa memperparah cedera yang sudah ada, bila dipasang

terlalu ketat.

b. Bila bidai terlalu longgar bisa menimbulkan kerusakan pada saraf

perifer, pembuluh darah, atau jaringan sekitarnya akibat pergerakan

ujung – ujung fragmen patah tulang.

c. Menghambat aliran darah bila terlalu ketat bisa menyebabkan iskemi

jaringan.

Brinkley (2010), meyatakan bahwa komplikasi pembidaian antara lain:

a. Kerusakan kulit

Penekanan pada kulit dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan pada kulit sehingga

sebelum dilakukan pembidaian kulit harus benar – benar dalam keadaan bersih.

Pasir dan kotoran dapat menjadi titik tekanan pada kulit.

b. Compartment syndrome

Compartment syndrome merupakan komplikasi serius dari pembidaian.

Peningkatan nyeri, pembengkakan, perubahan warna dan peningkatan temperatur

merupakan gejala penting yang harus diperhatikan.

15
c. Infeksi

Kerusakan kulit dalam pembidaian dapat menjadi tempat masuknya bakteri dan

infeksi jamur.

d. Kerusakan saraf

Trauma dapat menyebabkan pembengkakan yang dapat menimbulkan penekanan

sirkulasi dan kerusakan saraf.

16
c. Asuhan Keperawatan pasien dengan
a. Fraktur ekstremitas
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.H DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2021 hari Rabu jam 09.00 WIB. Data diperoleh dari
pasien, keluarga pasien, catatan keperawatan pasien dan tim kesehatan lainnya dengan metode
Autoanamnesa dan Alloanamnesa.

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. H

Umur : 49 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SD

Alamat : Wonosari 4/2, Magelang

Agama : Katholik

Tanggal masuk : 22 April 2021

No. RM : xxxx

Diagnosa Medis : Fraktur tibia 1/3 proksimal dextra

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. I

Umur : 49 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SD

Alamat : Wonosari 4/2, Magelang

17
Hubungan dengan pasien : Istri pasien

3. Keluhan Utama

Nyeri pada tungkai kanan bagian bawah

4. Riwayat Kesehatan

 Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami patah tulang pada tungkai kanan dan
mengalami nyeri berat, skala nyeri 6. Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pada hari
Sabtu tanggal 19 April 2021, ± 10 hari yang lalu sewaktu pulang dari bekerja jam 19.00
WIB. Pasien mengatakan mengendarai sepeda motor sendiri untuk menuju ke rumah kemudian
terserempet sepeda motor lain dan terjatuh dengan posisi tengkurap ke kanan. Kemudian
tungkainya yang sebelah kanan terkena aspal jalan karena pasien menggunakan tungkai
kanannya sebagai tumpuan. Oleh sebab itu pasien menderita patah tulang. Saat jatuh pasien
tidak pingsan. Beberapa saat setelah kecelakaan pasien dibawa ke RS Muntilan tidak diberikan
pengobatan hanya dilakukan pembidaian dan diberi perban. Pasien dirawat di RS Muntilan ± 3
hari. Kemudian atas permintaan keluarga pasien dirujuk ke RSO Prof. Dr. R. Soeharso, Surakarta
pada hari Selasa tanggal 22 April 2021 jam 19.00 WIB. Di IGD pasien mendapatkan terapi
pemasangan infus RL 20 tpm (tetes per menit) pada tangan kiri kemudian pukul 22.00 WIB
pasien dipindahkan ke bangsal Cempaka. Keesokan harinya pasien dilakukan pemeriksaan
rontgen, laboratorium serta EKG (Elektro Kardio Grafi). Sekarang pada saat pengkajian yaitu
Rabu tanggal 30 April 2021 pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan post
operasi hari pertama. Nyeri timbul jika untuk bergerak, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri
berlangsung terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan tidak bergerak. Saat ini pasien
mendapatkan terapi injeksi Cefotaxime 2×1 gram per IV (Intra Venous) dan injeksi Ketorolac
3×1 ampul per IV infus. Selain itu pasien juga mendapatkan terapi injeksi Actrapid 4 IU setiap
sebelum makan.

 Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat inap di RS. Bila sakit pasien langsung
dibawa ke Puskesmas/ mantri di daerahnya. Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya
pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sepeda motor seperti sekarang ini dan belum pernah
dioperasi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, jantung dan hipertensi. Tetapi sekarang
ini pasien menderita penyakit DM (Diabetes Mellitus) terbukti dengan kadar GDS (Gula Darah
Sewaktu) tanggal 29 April 2021 yaitu 198 mg/dl dan gula darah 2 jam PP (Post Prandial) yaitu
225 mg/dl.

 Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami
kecelakaan. Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami sakit yang
diderita suaminya. Di dalam keluarganya juga tidak ada yang menderita penyakit keturunan

18
seperti DM, hipertensi, jantung dan penyakit menular seperti TBC, AIDS, Hepatitis. Pasien juga
mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai alergi baik obat-obatan
maupun makanan.

5. Pola Kehidupan Sehari-hari

 Pola persepsi kesehatan


 Sebelum sakit : Pasien mengatakan bahwa ia dan keluarganya sangat memperhatikan
masalah kesehatan. Jika ada anggota keluarga yang sakit, segera diberi obat atau
diperiksakan ke Puskesmas atau mantri.
 Selama sakit : Keluarga pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal harganya
jadi keluarga akan merawat Tn. H dengan baik. Pasien mengatakan jika sudah sembuh
nanti akan lebih memperhatikan kesehatan dan akan berhati-hati jika naik kendaraan.

 Pola Nutrisi
 Sebelum sakit : Pasien mengatakan biasanya makan 3x/ hari dengan menu nasi,
sayur (bayam, buncis, wortel, kangkung), lauk (tempe, telur, tahu, daging). Porsi 1 piring
habis. Pasien tidak suka makanan (sayuran yang bersantan contohnya: sayur nangka,
kluwih, dan opor). Pasien biasa minum 6-7 gelas perhari ± 1400 cc, pasien biasanya
minum air putih dan teh.
 Selama sakit : Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang
disediakan RS yaitu nasi, sayur, lauk, buah, porsi makan sedang tetapi pasien hanya
makan dan habis ½ porsi makanan karena masakan yang disediakan dari RS tidak
enak. Setiap sebelum makan pasien selalu diberikan injeksi Actrapid 4 IU (IntraUnit)
pada lengannya secara SC (SubCutan). Pasien minum air putih ± 5-6 gelas setiap harinya
± 1200 cc. Diit dari RS yaitu RKTP ( Rendah Kalori Tinggi Protein ).

 Pola Eliminasi
 Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB (Buang Air Besar) 1 kali sehari biasanya
saat pagi hari dengan konsistensi feses lunak, warna kuning kecoklatan, bau khas, tidak
ada lendir/ darah, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan sehari BAK (Buang Air Kecil)
7-8 x/ hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau khas.
 Selama sakit : Pasien mengatakan semenjak dirawat, BAB tidak ada masalah tetap 1
kali dalam sehari tetapi waktunya tidak tentu. Warna feses kuning kecoklatan, bau khas
dan tidak ada lendir/ darah. Pasien mengatakan BAK 4-5 x/ hari dengan konsistensi
jernih, kekuningan dan bau khas. Pasien BAB dan BAK dibantu oleh keluarga dengan
menggunakan pispot.

 Pola Istirahat dan Tidur


 Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam dimulai pukul 22.00 -
04.00 WIB, tidurnya tidak ada gangguan. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak pernah
tidur siang.
 Selama sakit : Pasien mengatakan tidur setelah minum obat. Selama di RS
Ortopedi pasien bisa tidur tetapi jika nyeri bekas operasi kambuh pasien
terbangun. Pasien tidur malam ± 8 jam dimulai pukul 21.00–05.00 WIB dan tidur siang
± 2 jam dimulai pukul 12.00–14.00 WIB. Pasien tidur dengan posisi elevasi tungkai.

19
 Pola Aktivitas dan Latihan
 Sebelum sakit : Pasien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai sopir. Berangkat jam
06.00 pagi dan pulang tidak tentu, tapi rata-rata pulang jam 20.00 WIB. Keseharian
pasien hanya dilakukan untuk bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
keluarga. Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di desanya karena
pekerjaannya yang selalu pulang malam.
 Selama sakit : Pasien mengatakan izin bekerja selama masih sakit. Pasien
mengatakan aktivitas sehari-harinya dibantu keluarga yang tidak lain adalah istrinya (Ny.
I). Untuk makan disuapi, minum diambilkan, BAK dan BAB dengan pispot. Pasien
dibantu keluarga karena tidak bisa bergerak. Pasien setiap pagi disibin oleh istrinya.

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


1. Makan/minum PP
2. Mandi
3. Toilet P
4. Berpakaian
5. Mobilitas ditempat tidur
6. Berpindah ambulasi (ROM)

Keterangan :

0 : Mandiri

1 : Dibantu dengan alat

2 : Dibantu orang lain/keluarga/perawat

3 : Dibantu orang lain dan alat

4 : Tergantung sepenuhnya

 Pola Kognitif
 Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak tahu bahaya dari patah tulang jika
tidak segera diatasi.
 Selama sakit : Pasien mengatakan sudah tahu tentang tindakan penangananan dari
patah tulang yang sedang dideritanya, pasien mendapatkan informasi dari dokter dan
perawat yang merawatnya.

 Pola Konsep Diri


1. Gambaran diri : Pasien mengatakan sedih dengan keadaannya saat ini, tetapi pasien
bisa menerima kondisinya saat ini karena masih banyak orang yang lebih menderita.
2. Harga diri : Pasien mengatakan tidak malu/ rendah diri dengan keadaannya
sekarang ini, keluarga dan sahabat selalu memberi semangat menjalani hidup.

20
3. Peran : Pasien mengatakan perannya sebagai ayah, kepala keluarga, dan pencari
nafkah. Sekarang ini pasien tidak bisa lagi bekerja karena kondisi pasien yang sedang
sakit. Untuk biaya RS pasien menggunakan uang tabungannya di Bank.
4. Identitas : Pasien mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang ayah yang berumur 49
tahun dan beragama Katholik.
5. Ideal diri : Pasien berharap untuk cepat sembuh sehingga dapat beraktivitas seperti
sediakala sebelum sakit dan dapat berkumpul dengan keluarga, saudara, dan sahabat.

 Pola Hubungan Pasien


 Sebelum sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga, teman, tetangga baik
tidak ada masalah.
 Selama sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan dokter, perawat di RS Ortopedi
dan dengan pasien lain baik. Istri selalu setia menunggu pasien di RS (Rumah Sakit)

 Pola Seksual dan Reproduksi


 Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat
genetalianya. Pasien mengatakan masih melakukan hubungan seksual dengan istrinya ±
2 kali dalam seminggu.
 Selama sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat
genetalianya. Pasien mengatakan selama dirinya dirawat di RS pasien belum melakukan
hubungan seksual dengan istrinya karena saat ini yang dipikirkan pasien adalah tungkai
kakinya bisa cepat sembuh.

 Pola Koping dan Toleransi Peran


 Sebelum sakit : Bila ada masalah, pasien menceritakan kepada keluarga. Pasien
mengatakan bila ada masalah maka diselesaikan secara musyawarah.
 Selama sakit : Pasien mengatakan berusaha sabar, pasrah dan menerima keadaannya
serta menyerahkan kepada Tuhan dengan keadaannya saat ini, serta menyerahkan
pengobatannya kepada tim medis RS Ortopedi.

 Pola Nilai dan Kepercayaan


 Sebelum sakit : Pasien mengatakan selalu rajin sembahyang ke gereja setiap 1
minggu sekali pada hari Sabtu sore bersama istri dan anak-anaknya.
 Selama sakit : Pasien mengatakan tidak bisa menjalankan ibadah karena
keadaannya sekarang ini tetapi pasien selalu berdo‟a kepada Tuhan agar cepat diberi
kesembuhan.

6. Pemeriksaan Umum pada tanggal 30 April 2021 jam 09.00 WIB

1. Keadaan umum : Sedang


2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital :

1) TD (Tekanan Darah) : 130/90 mmHg


2) N (Nadi) : 80 x/ menit
3) S (Suhu) : 367 oC

21
4) RR (Respirasi) : 24 x/ menit
5) GCS (Glasgow Coma Scale) : E4 V5 M6

1. Kepala : Mesochepal, tidak terdapat lesi.


2. Rambut : Kulit kepala bersih, rambut hitam, lurus, tidak beruban, rambut pendek,
tidak berketombe, rambut bersih.
3. Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada gangguan penglihatan, pupil isokor.
4. Telinga : Simetris, bersih, tidak ada gangguan pendengaran, tidak terdapat
serumen, tidak ada nyeri saat telinga ditekan dan ditarik.
5. Hidung : Simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada gangguan penciuman, tidak
ada massa, tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan, tidak ada perdarahan, tidak terpasang
O2.
6. Mulut : Mulut berbau, gigi tidak caries, lidah kotor, tidak ada stomatitis, tidak
memakai gigi palsu, fungsi pengecapan baik, membran mukosa bibir lembab.
7. Wajah : Tampak segar, tampak bekas luka jatuh tetapi luka sudah mengering,
kening berkerut menahan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan.
8. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, simetris, tidak ada nyeri tekan dan
nyeri telan, tidak ada peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure).
9. Dada :-

7. Pemeriksaan Fisik

1) Jantung :

a) Inspeksi : IC (Ictus Cordis) tidak nampak

b) Palpasi : IC (Ictus Cordis) tidak kuat angkat

c) Perkusi : Pekak, batas jantung kesan tidak melebar

d) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal terdengar lupdup, bising negatif, tidak
ada suara tambahan.

2) Paru-paru :

a. Inspeksi : Pengembangan paru kanan dan kiri simetrik


b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, gerakan fokal fremitus antara kanan dan
kiri sama.
c. Perkusi : Bunyi paru resonan
d. Auskultasi : Suara dasar paru normal, terdengar vesikuler, tidak ada whezzing.

3) Abdomen :

1. Inspeksi : Tidak ada asites, tidak ada nodul, bentuk simetris, kontur kulit
lentur, tidak ada benjolan/ massa.

22
2. Auskultasi : Bising usus 16 x/ menit
3. Perkusi : Tidak ada pembesaran pada hati, tidak ada nyeri tekan, suara
tympani.
4. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.

4) Genetalia : Menolak dilakukan pemeriksaan. Tidak terpasang kateter. Untuk BAB dan
BAK dengan pispot.

5) Ekstremitas : 5 5

2 5

 Ekstremitas atas: Tangan kanan dan kiri dapat melawan tahanan pemeriksa dengan
kekuatan maksimal, tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm (tetes per
menit), tidak ada luka pada ekstremitas atas, dapat digerakkan dengan
bebas, dan tidak ada edema.
 Ekstremitas bawah :
a) Kanan : Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, tungkai
kanan terpasang balutan bekas operasi hari pertama, balutan kering, tidak tambas, tampak
pada jari-jari kaki kanan mengalami pembengkakan, tidak terpasang drain.
- P (Paliatif) : tungkai sebelah kanan, nyeri jika untuk bergerak
- Q (Quality) : nyeri seperti tertusuk-tusuk
- R (Regio) : tungkai sebelah kanan menempel lutut (sebelah 1/3 proksimal pada
tulang tibia).
- S (Scale) : skala nyeri: 6 saat dilakukan pengkajian post operasi hari kedua.
- T (Time) : terus menerus berhenti jika posisi enak dan tidak bergerak.

b) Kiri : Pasien dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal, tampak
pada lutut dan di bawah lutut sebelah kiri luka-luka post trauma, luka sedikit kering dan warna
merah.

6) Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik (< 2 detik), tidak ada biang
keringat, tidak ada decubitus, pada tungkai kaki kanan yang telah di operasi ORIF tampak
adanya 10 jahitan, daerah luka tampak berwarna kemerahan dan bengkak.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 22 April 2021

1. Pemeriksaan penunjang

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Normal


1. LED 6 Mm 0-10
2.
3. Hb 14,9 gr/dl 13-16
4.
5. Leukosit 17.300 /mm3 5.000-10.000
6.

23
7. Trombosit 266.000 /mm3 200.000-500.000
8.
9. HCT 44 Vol % 40-48
10.
11. Masa perdarahan 2 Menit 1-3
12.
13. Masa pembekuan 4 Menit 2-6
14.
15. Hitung jenis :Eosinofil 1 % 1-3
16.
17. Basofil – % 0-3
18.
19. Batang – % 2-6
20.
21. Segmen 67 % 50-70
22.
23. Limfosit 28 % 20-40
24.
25. Monosit 4 % 2-8
26.
27. Protein total 6,6 gr/dl 6-8
28.
29. Albumin 3,6 gr/dl 3,5-5,5
30.
31. Globulin 3 gr/dl 1,3-3,3
32.
33. SGOT 14 U/L < 37
34.
35. SGPT 17 U/L < 42
36.
37. Alkali fosfat 246 U/L 60-300
38.
39. Ureum 47 mg/dl 10-50
40.
41. Kreatinin 1,0 mg/dl 0,6-1,1
42.
43. GDS 198 mg/dl 70-100
44.
45. Uric acid 2,4 mg/dl 3,4-7
46.
47. Cholesterol acid 173 £ 220
48.
49. Trigliserid 290 £ 150
50.
51. HBSAg Negatif Negatif

24
52. Golongan darah : O

1. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) dan GDP (Gula Darah Puasa) tanggal 29 April
2021

GDP : 146 mg/dl

GDS : 189 mg/dl

2. Pemeriksaan rontgen pada tanggal 22 April 2021

Tampak gambaran fraktur pada tibia dextra 1/3 proksimal.

3. Pemeriksaan Rontgen pada tanggal 30 April 2021 (post operasi ORIF dan debridement).

2. Terapi tanggal 30 April 2021

1. Infus RL 20 tpm
2. Injeksi Cefotaxime 2×1 gram per Intra Venous
3. Injeksi Ketorolac 3×1 ampul per Intra Venous
4. Injeksi Actrapid 4 IU sebelum makan 3×1 di lengan kanan/kiri.
5. Diit RKTP
6. Posisi elevasi tungkai
7. Observasi VS (Vital Sign)/ KU (Kondisi Umum) dan perdarahan
8. Ambulasi dengan menggunakan walker
9. Perawatan luka
10. Fisioterapi
11. Jenis tindakan operasi : ORIF dan dedridement
12. Obat oral :

 Asam mefenamat 3×1 tablet


 Cascidin (calcium dan multivitamin) 2×1 tablet
 Ciprofloxacin 2×1 tablet
 Glibenclamid diminum tanggal 1 Mei 2021

25
1. Analisa Data

Nama Klien : Tn. H

Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R Soeharso

Tgl/Jam Data focus Problem Etiologi TTD


1-05-21 DS :Pasien mengatakan nyeri pada Nyeri akut Agen-agen yang Perawat
luka post operasi hari kedua pada menyebabkan cidera
08.00
tungkai kakinya sebelah kanan, fisik, luka insisi post
WIB
skala nyeri: 6 operasi.

DO :

1. P : Tungkai sebelah kanan nyeri


jika untuk bergerak

2. Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk

3. R : Tungkai sebelah kanan


menempel lutut (sebelah 1/3
proksimal tepatnya pada tulang
tibia)

4. S : Skala nyeri: 6

5. T : Nyeri terus
menerus berhenti saat posisi
enak dan tidak bergerak

6. Pasien tampak menahan sakit

7. Ekspresi wajah pasien tampak

26
tegang

8. TTV : TD : 130/ 90 mmHg

N : 80 x/ menit

S : 367 oC

RR : 24 x/ menit

9. Pasien tampak takut


menggerakkan kakinya sebelah
kanan
1-05-21 DS :1. Pasien mengatakan takut Hambatan Kerusakan Perawat
untuk bergerak dan nyeri pada mobilitas neuromuskuler dan
08.00
tungkai kakinya sebelah kanan jika fisik muskuloskeletal, nyeri
WIB
untuk bergerak post operasi

1. Pasien mengatakan kaki kanan


tidak bisa digerakkan dan nyeri
jika untuk bergerak

DO :

1. Pasien tampak bedrest, posisi


elevasi tungkai

2. Tampak balutan post operasi


hari kedua

1. Pasien tampak lemah


2. Pasien tampak takut bergerak
3. Dalam aktivitasnya pasien dibantu
oleh keluarga dan perawat

27
4. Pasien tampak membatasi gerakan
5. Tampak pada tungkai dan kaki
sebelah kanan bengkak

1-05-08 DS :Pasien mengatakan ini hari Risiko Luka insisi bedah, Perawat
kedua post operasi infeksi prosedur invasif,
08.00
kehancuran jaringan
WIB DO :

1. Tampak pada tungkai kanan 1/3


proksimal terpasang balutan luka
post operasi, balutan kering, tidak
tambas

2. Pasien tidak terpasang drain di


tungkai kaki kanannya

3. Leukosit : 17.300/ mm3

4. GDP : 146 mg/dl, GDS : 189


mg/ dl

5. Hasil rontgen didapatkan


gambaran tibia 1/3 proksimal post
platting dengan 5 sekrup dan
pinning os fibula 1/3 proksimal 4
sekrup
1-05-21 DS :Pasien mengatakan terdapat Kerusakan Bedah perbaikan dan Perawat
luka bekas operasi pada tungkainya integritas imobilisasi
08.00
kulit
WIB DO :

1. Tampak adalanya luka post

28
ORIF pada tungkai kaki kanan, 10
jahitan

2. Daerah luka post ORIF tampak


kemerahan dan bengkak

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik, luka insisi post
operasi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan muskuloskeletal,
nyeri post operasi.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bedah perbaikan dan imobilisas
4. Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah, prosedur invasif.

Intervensi

Nama Klien : Tn. H

Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso

Tanggal/Jam No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional TTD


Dx Hasil
1 Mei „21 1 Setelah dilakukan
1. Ajarkan dan dorong untuk
1. Untuk mengetahui Perawat
tindakan keperawatan manajemen stress (relaksasi, perkembangan
08.00 WIB
selama 3×24 jam nafas dalam, imajinasi, sentuhan kesehatan klien.
diharapkan nyeri terapeutik). 2. Mengurangi nyeri dan
berkurang atau hilang
2. Monitor TTV dan observasi KU pergerakan.
dengan kriteria hasil: pasien dan keluhan pasien. 3. Nyeri dan spasme
3. Atur posisi yang aman dan dikontrol dengan
1. Skala nyeri 2-3.
nyaman. imobilisasi.
2. Ekspresi wajah santai
4. Pertahankan imobilisasi pada
4. Program pengobatan
dan tenang
bagian yang sakit. untuk menurunkan

29
3. TTV dalam batas
5. Kolaborasi dengan dokter dalam nyeri.
normal. pemberian analgetik.
4. Pasien tampak rileks.1. Mengetahui tindakan
5. Kaji tingkat nyeri keperawatan yang diberikan
dengan standar PQRST. sesuai dengan tingkatan nyeri.
2. Memfokuskan kembali
perhatian koping terhadap stress
sehingga dapat menurunkan
nyeri.

1 Mei „21 2 Setelah dilakukan (Range Of Motion) pasif dan


1. Posisi elevasi Perawat
tindakan keperawatan aktif. mengurangi edema.
08.00 WIB
selama 3×24 jam 2. Meningkatkan
1. Bantu dan dorong pasien untuk
diharapkan masalah kekuatan otot.
melakukan aktivitas perawatan
hambatan mobilitas
secara bertahap. 1. Meningkatkan
fisik dapat teratasi
2. Beri bantuan dalam kekuatan otot.
dengan kriteria hasil:
menggunakan alat gerak.
1. Mobilisasi
1. Kemampuan mobilitas 3. Kolaborasi dengan ahli
menurunkan
pasien meningkat. fisioterapi untuk melatih pasien.
komplikasi.
2. Pasien menjadi tidak 1. Meminimalkan nyeri dan
2. Melatih otot dan sendi-
takut untuk bergerak. mencegah salah posisi.
sendi agar tidak
3. Pasien mampu
mengalami kontraktur
beraktivitas secara
dan komplikasi.
bertahap.
4. Pasien mampu
menggunakan alat
bantu gerak.
5. Pertahankan tirah
baring dan melatih
tangan serta ekstremitas

30
sakit dengan lembut.
6. Atur posisi elevasi
tungkai.
7. Latih dan bantu ROM

1 Mei „21 3 Setelah dilakukan 1. Meminimalkan risiko Perawat


tindakan keperawatan terjadinya decubitus.
08.00 WIB
selama 3×24 jam 2. Mencegah terjadinya
diharapkan tidak terjadi kerusakan kulit.
kerusakan integritas
1. Mengetahui indikasi
kulit dengan kriteria
keefektifan dan terapi
hasil:
yang diberikan.
1. Pasien mengatakan
1. Mempercepat proses
ketidaknyamanan
regenerasi jaringan.
hilang.
2. Pasien mencapai proses
1. Mempercepat proses
penyembuhan secara
penyembuhan.
maksimal dengan cepat.
3. Pasien menunjukkan
regenerasi jaringan
pada area yang luka.
4. Ubah posisi pasien
dengan sering.
5. Lakukan perawatan
pada area kulit yang
dilakukan tindakan
bedah.
6. Kaji/ catat ukuran,
warna, kedalaman luka,
perhatikan jaringan

31
nekrotik dan kondisi di
sekitar luka.
7. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat-obatan
topikal.
8. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk pemberian
diit.

1 Mei „21 4 Setelah dilakukan


1. Perhatikan adanya keluhan
1. Mempercepat Perawat
tindakan keperawatan peningkatan nyeri. penyembuhan luka dan
08.00 WIB
selama 3×24 jam
2. Kaji tonus otot dan refleks mencegah infeksi.
diharapkan tidak terjadi tendon. 2. Mengetahui tanda-
infeksi dengan kriteria
3. Selidiki adanya nyeri yang tanda infeksi gas
hasil: muncul tiba-tiba. gangren.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam
1. TTV dalam batas 1. Mencegah terjadinya
pemberian antibiotik dan
normal. kerusakan kulit yang
Vitamin C
2. Tidak ada bengkak. lebih luas.
1. Mengetahui perkembangan
3. Luka tidak tambas, 2. Untuk
kesehatan pasien.
kering dan bersih. mengidentifikasi
4. Tidak ada tanda-tanda keluhan nyeri.
infeksi. 3. Mengkaji tanda-tanda
5. Mencapai tetanus.
penyembuhan luka 4. Merupakan indikasi
sesuai waktu. terjadinya
6. Bebas drainase purulen osteomyelitis.
atau eritema dan 5. Program pengobatan
demam. untuk mencegah
1. Pantau KU pasien dan infeksi.

32
monitor TTV, kaji Untuk menjamin
tanda-tanda infeksi. keseimbangan nitrogen
2. Lakukan perawatan positif dan
luka dengan tepat dan meningkatkan proses
steril. penyembuhan.
3. Observasi keadaan luka
terhadap pembentukan
bulla, krepitasi dan bau
drainase yang tidak
enak.
4. Inspeksi kulit terhadap
adanya iritasi.

Evaluasi

Tanggal/Jam No. Dx Evaluasi formatif TTD


Kamis 1 S : Pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya, masih Perawat
terasa jika untuk bergerak tapi berkurang dengan nafas
1 Mei „21 2 Perawat
dalam, skala nyeri:6O : P : Nyeri jika untuk bergerak

14.00 WIB 3 Perawat


Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk

4 Perawat
R : Nyeri pada luka post operasi hari kedua pada tungkai
sebelah kanan, 1/3 proksimal mendekati lutut.

S : Skala nyeri 6

T : Nyeri terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan dan


tidak bergerak.

33
Pasien tampak menahan sakit, ekspresi wajah tegang

A : Masalah nyeri akut belum teratasi

P : Lanjutkan intevensi:

1. Kaji tingkat nyeri.

1. Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien


2. Atur posisi aman dan nyaman
1. Imobilisasikan bagian yang sakit
2. Lakukan program terapi dari dokter

S : Pasien mengatakan masih takut jika untuk bergerak,


pasien mengatakan nyeri jika untuk bergerak.

O : Pasien tampak bedrest, posisi pasien tidur terlentang


dengan elevasi tungkai paha kanan pasien diatas bantal,
pasien tampak takut dan kesakitan jika untuk bergerak,
aktivitas kebutuhan pasien sehari-hari dibantu keluarga dan
pasien tampak lemah.

Kekuatan otot

5 5

2 5

A : Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi

P : Lanjutkan intevensi:

1. Pertahankan tirah baring

1. Atur posisi elevasi tungkai

34
2. Kolaborasi dengan Fisioterapi

S : Pasien mengatakan bersedia rajin untuk mengatasi posisi


dan bersedia untuk dilakukan tidakan keperawatan yaitu
perawatan luka, pasien mengatakan telah menghabiskan 2/3
dari porsi yang disediakan oleh RS.

O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, balutan luka


tampak bersih, tidak terdapat jaringan nekrotik, tampak kulit
yang dijahit belum menyatu.

A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi.

P : Lanjutkan intervensi:

1. Ubah posisi dengan sering

1. Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi.


1. Kaji adanya jaringan nekrotik.
2. Lanjutkan pemberian obat topikal (sofratulle).
3. Pemberian diit RKTP.

S : Pasien mengatakan balutan luka belum diganti sejak


kemarin.

O : Balutan tampak tidak merembes, pasien tidak terpasang


drain, tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada bengkak,
TD : 110/ 70 mmHg,N : 84 x/ menit, S : 366 oC, RR : 22
x/ menit

A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi:

35
1. Pantau KU & monitor TTV

1. Lakukan perawatan luka


2. Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan D
3. Kolaborasi pemberian antibiotik

Jum‟at 1 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi hari Perawat
ketiga sudah berkurang.O : P : masih sedikit nyeri jika untuk
2 Mei „21 2 Perawat
bergerak

14.00 WIB 3 Perawat


Q : nyeri seperti ngilu sedikit berkurang

4 Perawat
R : nyeri pada tungkai kanan 1/3 proksimal

S : skala nyeri 5

T: nyeri ± 10 menit kemudian berhenti jika posisi


nyaman dan nyeri timbul jika untuk bergerak.

Pasien tampak sedikit santai dan rileks, TD: 110/ 70 mmHg,


N: 80 x/ menit, S: 363 oC, RR: 20 x/ menit

A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi:

1. Kaji tingkat nyeri.


2. Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien
3. Atur posisi aman dan nyaman
4. Imobilisasikan bagian yang sakit
5. Lakukan program terapi dari dokter

S : Pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak dan

36
sudah latihan bergerak di tempat tidur.

O : Pasien tampak mencoba latihan di tempat tidur dengan


bergerak dan duduk di tempat tidur.

Pasien tampak tenang, pasien tampak menahan nyeri jika


bergerak/ tidak berhati-hati.

Kekuatan otot

5 5

2 5

A : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi:

1. Pertahankan tirah baring


2. Atur posisi elevasi tungkai
3. Kolaborasi dengan Fisioterapi

S : Pasien mengatakan telah menghabiskan 2/3 dari porsi


yang disediakan oleh RS, pasien mengatakan banyak makan
putih telur, pasien mengatakan bersedia rajin untuk
mengubah posisi dan bersedia untuk dilakukan tindakan
keperawatan yaitu perawatan luka.

O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, balutan luka


tampak bersih, tidak terdapat jahitan yang lepas, tidak
terdapat jaringan nekrotik, tidak ada bulla.

A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi

37
P : Lanjutkan intervensi:

1. Pantau KU & monitor TTV


2. Lakukan perawatan luka
3. Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan D
4. Kolaborasi pemberian antibiotik

S : Pasien mengatakan balutan luka sudah diganti tadi pagi

O : Balutan luka post ORIF tidak tambas, kering, tidak


berbau, balutan sudah dimedikasi, post operasi hari ketiga
tampak kaki kanan dan kiri terdapat luka post trauma mulai
mengering dan kemerahan, tidak ada bengkak pada area
operasi hanya bengkak pada jari kaki dan telapak kaki
sebelah kanan, pada luka post operasi tidak terpasang drain,
terpasang pinning pada os fibula 1/3 proksimal dengan 4
sekrup dan platting pada os tibia 1/3 proksimal dengan 5
sekrup. TD : 110/ 70 mmHg, N: 80x/ menit, S : 363 oC, RR :
20 x/ menit

A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian

P : Pertahankan intervensi:

1. Ubah posisi dengan sering


2. Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi.
3. Kaji adanya jaringan nekrotik.
4. Lanjutkan pemberian obat topikal (sofratulle).
5. Pemberian diit RKTP.

38
b. Fraktur pelvis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR PELVIS

1. Pengkajian

a. Aktivitas/istirahat

Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri,

atau trjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)

b. Sirkulasi

Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas), atau hipotensi

(kehingan darah)

c. Neurosensori

Gejala : Hilang gerak/sensasi,spasme otot Kebas/kesemutan (parestesis)

Tanda : Demormitas local; angulasi abnormal, pemendakan,ratotasi,krepitasi

(bunyi berderit, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi).

d. Nyeri/kenyamanan

Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera ( mungkin terlokalisasi pada arah jaringan/kerusakan

tulang; dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d. pergeseran fragmen tulang sekunder fraktur

2. Hambatan mobilitas fisik b.d. deformitas sekunder kerusakan rangka tulang

3. Resiko syok sepsis b.d. infeksi sekunder pemasangan alat fiksasi invasive

4. Ansietas b.d. stress, ancaman kematian

5. Defisit perawatan diri b.d. gangguan mobilitas fisik

39
3. Intervensi

Tanggal/Jam No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional TTD


Dx Hasil
1 Mei „21 1 setelah dilakukan tindakan 1) Lakukan pengkajian nyeri
5. Untuk mengetahui Perawat
selama 1 x 24 jam perkembangan
secara komprehensif
08.00 WIB
diharapkan nyeri klien kesehatan klien.
termasuk lokasi,
berkurang dengan kriteria 6. Mengurangi nyeri
hasil : karakteristik, durasi, dan pergerakan.
1. Klien mampu 7. Program
frekuensi, kualitas, dan
mengontrol nyeri (tahu pengobatan untuk
faktor presipitasi
penyebab nyeri, menurunkan nyeri.
mampu menggunakan 2) Observasi reaksi nonverbal
tekhnik
dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk
3) Gunakan teknik komunikasi
mengurangi nyeri, dan
mencari bantuan) terapeutik untuk
2. Melaporkan bahwa
mengetahui pengalaman
nyeri berkurang
nyeri pasien
dengan manajemen
nyeri 4) Evaluasi pengalaman nyeri
3. Mampu mengenali
masa lampau
nyeri (skala
5) Kontrol lingkungan yang
intensitas, frekuensi,
dan tanda nyeri) dapat mempengaruhi nyeri
4. Menyatakan rasa
seperti suhu ruangan,
nyaman setelah nyeri
pencahayaan, dan
berkurang.

40
kebisingan

6) Kurangi faktor presipitasi

nyeri

7) Pilih dan lakukan

penanganan nyeri

(farmakologi, non

farmakologi, dan

interpersonal)

8) Kaji tipe dan sumber nyeri

untuk menentukan

intervensi

9) Ajarkan tentang teknik

nonfarmakologi

10) Berikan analgetik untuk

mengurangi nyeri

11) Evaluasi keefektifan

kontrol nyeri

12) Tingkatkan istirahat

13)Monitor penerimaan pasien

tentang manajemen nyeri

1 Mei „21 2 Setelah dilakukan 1) Monitor vital sign sebelum


3. Meningkatkan Perawat
kekuatan otot.
tindakan keperawatan / sesudah latihan dan lihat
08.00 WIB
selama 2 x 24 jam respon pasien saat latihan
3. Mobilisasi

41
diharapkan hambatan 2) Konsultasikan dengan terapi menurunkan
komplikasi.
mobilitas klien fisik tentang rencana
4. Melatih otot dan
berkurang dengan ambulasi sesuai dengan
sendi-sendi agar
kriteria hasil : kebutuhan tidak mengalami
komplikasi.
1) Kemampuan klien 3) Bantu klien untuk

meningkat dalam menggunakan tongkat saat

aktivitas fisik berjalan dan cegah

2) Klien mengerti tujuan terhadap cidera

dari peningkatan 4) Ajarkan pasien atau tenaga

mobilitas kesehatan lain tentang

3) Memverbalisasikan tekhnik ambulasi

perasaan dalam 5) Kaji kemampuan pasien

meningkatkan dalam mobilisasi

kekuatan dan 6) Latih pasien dalam

kemampuan pemenuhan kebutuhan

berpindah ADLS secara mandiri

4) Mempergunakan alat sesuai kemampuan

bantu mobilisasi 7) Damping dan bantu pasien

(walker) saat mobilisasi dan bantu

penuhi kebutuhan ADLS

pasien

8) Berikan alat bantu jika klien

memerlukan

42
9) Ajarkan pasien bagaimana

cara merubah posisi dan

berikan bantuan jika

diperlukan

1 Mei „21 3 Setelah dilakukan Syok prevention : 3. Meminimalkan Perawat


risiko terjadinya
tindakan keperawatan 1) Monitor status sirkulasi BP,
08.00 WIB
syok
selama 3 x 24 jam warna kulit, suhu kulit,
2. Mempercepat
diharapkan syok denyut jantung, HR, dan
proses
sepsis tidak terjadi ritme, nadi perifer, dan
penyembuhan.
dengan kriteria hasil : kapiler refill

1) Nadi dalam batas 2) Monitor tanda inadekuat

normal (80 – oksigenasi jaringan

100x/menit) 3) Monitor suhu dan

2) Irama jantung dalam pernafasan

batas yang diharapkan 4) Monitor input dan output

yaitu teratur 5) Pantau nilai laborat :HB,

3) Frekuensi nafas dalam HT, AGD, dan elektrolit

batas yang diharapkan 6) Monitor hemodinamik

( 18 – 20x/menit) invasi yang sesuai

4) Irama pernafasan 7) Monitor tanda dan gejala

teratur asites

5) Natrium serum, 8) Monitor tanda awal syok

Kalium serum, 9) Tempatkan pasien pada

43
Klorida serum, posisi supine, kaki elevasi

kalsium serum, untuk peningkatan preload

magnesium serum, (tenaga yang menyebabkan

dan pH darah serum otot ventrikel meregang

dalam batas normal sebelum mengalami

6) Hidrasi baik dengan eksitasi dan kontriksi)

indikator : dengan tepat

a. Mata cekung tidak

ditemukan

b. Demam tidak

ditemukan suhu tubuh

dalam rentang normal

(36,5 – 37,5oC)

c. Tekanan darah dalam

batas normal (120/80

mmHg – 140/85

mmHg)

d. Hematokrit dalam

batas normal (36 –

44%)

1 Mei „21 4 setelah dilakukan 1) Gunakan pendekatan yang Mengurangi Perawat


kecemasan pasien
tindakan keperawatan menenangkan
08.00 WIB
selama 1 x 24 jam 2) Jelaskan semua prosedur

44
diharapkan dan apa yang dilakukan

kecemasan pasien selama prosedur

berkurang dengan 3) Pahami perspekstif pasien

kriteria hasil : terhadap situasi stress

1) Klien mampu 4) Temani pasien untuk

mengidentifikasi dan memberikan keamanan dan

mengungkapkan mengurangi takut

gejala cemas 5) Dengarkan dengan penuh

2) Mengidentifikasi, perhatian

mengungkapkan, dan 6) Identifikasi tingkat

menunjukkan tekhnik kecemasan

untuk mengontrol 7) Bantu pasien mengenal

cemas situasi yang menimbulkan

3) Vital sign dalam batas kecemasan

normal (TD : 120/80 8) Dorong pasien

mmHg – 140/85 mengungkapkan perasaan,

mmHg, RR : 18 ketakutan, persepsi

– 20 x/menit, HR : 80 – 9) Instruksikan pasien

100 x/menit, suhu : menggunakan tekhnik

36,5 – 37,5oC) relaksasi

4) Postur tubuh, ekspresi 10) Berikan obat untuk

wajah, bahasa tubuh, mengurangi kecemasan

dan tingkat aktivitas

45
menunjukkan

berkurangnya

kecemasan)

1 Mei „21 5 setelah dilakukan 1) Pantau tingkat kekuatan dan Membantu pasien Perawat
meningkatkan
tindakan keperawatan toleransi aktivitas
08.00 WIB
kemampuan
selama 3 x 24 jam 2) Pantau peningkatan dan
aktivitas
diharapkan penurunan kemampuan

kemampuan untuk berpakaian dan

perawatan diri pasien melakukan perawatan

mengalami rambut

peningkatan dengan 3) Pertimbangkan budaya

kriteria hasil : pasien ketika

1) Mampu melakukan mempromosikan aktivitas

tugas fisik yang perawatan diri

paling mendasar dan 4) Pertimbangkan usia dan

aktivitas perawatan budaya pasien ketika

pribadi secara mandiri mempromosikan aktivitas

dengan atau tanpa alat perawatan diri

bantu 5) Bantu pasien memilih

2) Mampu mengenakan pakaian yang mudah

pakaian dengan dipakai dan dilepas dan

mampu merisleting, sediakan pakaian pasien

mengancingkan pada tempat yang mudah

46
pakaian, dijangkau (disamping

menggunakan pakaian tempat tidur)

secara rapi dan bersih, 6) Dukung kemandirian pasien

serta mampu melepas dalam berpakaian , berhias,

pakaia, dan kaos kaki bantu pasien jika

3) Mampu berhias sendiri diperlukan, fasilitasi pasien

secara mandiri atau untuk menyisir rambut bila

tanpa alat bantu dan memungkinkan, dan

menunjukkan rambut pertahankan privasi saat

yang rapi dan bersih pasien berpakaian

4) Mampu 7) Beri pujian atas usaha untuk

mempertahankan berpakaian sendiri

kebersihan pribadi 8) bantu pasien ke toilet atau

dan penampilan yang membantu pasien dengan

rapi secara alat bantu eliminasi seperti

mandiri dengan atau pispot, memfasilitasi

tanpa alat bantu kebersihan toilet setelah

5) Dapat memilih pakaian selesai eliminasi, dan

dan mengambilnya menyiramkan toilet atau

dari lemari atau laci pispot

baju 9) monitor kemampuan pasien

6) Perawatan diri untuk menelan

eliminasi : mampu 10) Identifikasi diet yang

47
melakukan aktivitas diresepkan

eliminasi secara 11) Ciptakan lingkungan yang

mandiri atau tanpa nyaman selama makan

alat bantu seperti memindahkan

7) Mampu duduk dan pispot, urinal, dsb keluar

turun dari kloset dan ruangan

membersihkan diri 12) Sediakan penghilang rasa

setelah eliminasi sakit dan sediakan

8) Mengenali dan kesehatan mulut yang

mengetahui memadai sebelum makan

kebutuhan bantuan 13)Menyediakan sedotan

untuk eliminasi untuk membantu pasien

9) Perawatan diri mandi : minum dan menyediakan

mampu menbersihkan makanan pada kondisi

tubuh sendiri secara hangat

mandiri dengan atau

tanpa alat bantu

10) Perawatan diri

higiene oral : mampu

untuk merawat mulut

dan gigi secara

mandiri dengan atau

tanpa alat bantu

48
11)Mampu

mempertahankan

mobilitas yang

diperlukan untuk ke

kamar mandi dan

menyediakan

perlengkapan mandi

serta membersihkan

dan mengeringkan

tubuh

49
Evaluasi

S : Data Subyektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

O : Data Obyektif

Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara

langsung kepada klien, dan dirasakan klien setelah tindakan keperawatan

A : Analisis

Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan suatu masalah

atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan

masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien

yang telah teridentifikasi datanya dalam data subyektif dan obyektif.

P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, modifikasi, atau

ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan

sebelumnya.

50
c. Fraktur spinal

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CIDERA MEDULA SPINALIS

1. Pengkajian

51
2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d. agen injuri fisik

2. Hambatan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskular

3. Retensi urin berhubungan dengan hambatan dalam refleks berkemih

4. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan neurologis pada lumbal

5. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kerusakan fungsional lumbal

3.Intervensi

Tanggal/Jam No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional TTD


Dx Hasil
1 Mei „21 1 Setelah dilakukan Manajemen nyeri (Pain
8. Untuk mengetahui Perawat
perawatan selama 3 x 24 perkembangan
Management)
08.00 WIB
jam, pasien: kesehatan klien.
a. Lakukan pengkajian nyeri
1. Mampu mengontrol 9. Mengurangi nyeri
nyeri (tahu penyebab secara komprehensif dan pergerakan.
nyeri, mampu 10. Program
termasuk lokasi,
menggunakanteknik pengobatan untuk
karakteristik, durasi,
nonfarmakologi untuk menurunkan nyeri.
mengurangi nyeri, frekuensi, kualitas dan
mencari bantuan)
faktor presipitasi
(Skala 3)
b. Observasi reaksi nonverbal
2. Melaporkan bahwa
nyeri berkurang dari ketidaknyamanan
dengan menggunakan
c. Gunakan teknik komunikasi
manajemen nyeri
terapeutik untuk
(Skala 3)
3. Mampu mengenali mengetahui pengalaman
nyeri (skala, intensitas,
nyeri pasien
frekuensi dan tanda

52
nyeri) (Skala 3) d. Kontrol lingkungan yang
4. Menyatakan rasa
dapat mempengaruhi nyeri
nyaman setelah nyeri
seperti suhu ruangan,
berkurang (Skala 3)
5. Tanda vital dalam pencahayaan dan
rentang normal (Skala
kebisingan
3)
e. Pilih dan lakukan

penanganan nyeri

(farmakologi, non

farmakologi dan inter

personal)

f. Kolaborasikan dengan

dokter dengan memberikan

analgesik untuk

mengurangi nyeri

Administrasi analgesik

(Analgesic Administration)

a. Tentukan lokasi,

karakteristik, kualitas, dan

derajat nyeri sebelum

pemberian obat

b. Cek riwayat alergi

c. Kolaborasikan dengan

dokter dalam menentukan

53
pilihan analgesic

tergantung tipe dan

beratnya nyeri

d. Kolaborasikan dengan

dokter dalam menentukan

analgesik pilihan, rute

pemberian, dan dosis

optimal

e. Pilih rute pemberian secara

IV, IM untuk pengobatan

nyeri secara teratur

f. Monitor vital sign sebelum

dan sesudah pemberian

analgesik pertama kali

g. Berikan analgesik tepat

waktu terutama saat nyeri

hebat

h. Evaluasi efektivitas

analgesik, tanda dan gejala

(efek samping)

1 Mei „21 2 Setelah dilakukan Terapi latihan: ambulasi


4. Meningkatkan Perawat
kekuatan otot.
perawatan selama 2 (Exercise therapy :
08.00 WIB
minggu pasien ambulation) 5. Mobilisasi

54
mampu: a. Konsultasikan dengan terapi menurunkan
komplikasi.
a. Meningkatkan aktivitas fisik tentang rencana
6. Melatih otot dan
fisik (skala 4) ambulasi sesuai dengan
sendi-sendi agar
b. Mengerti tujuan dari kebutuhan tidak mengalami
komplikasi.
peningkatan mobilitas b. Bantu klien untuk

(Skala 4) menggunakan tongkat saat

c. Memverbalisasikan berjalan dan cegah

perasaan dalam terhadap cedera

meningkatkan c. Ajarkan pasien dan keluarga

kekuatan dan tentang teknik ambulasi

kemampuan d. Kaji kemampuan pasien

berpindah (Skala 4) dalam mobilisasi

d. Memperagakan e. Latih pasien dalam

penggunaan alat bantu pemenuhan kebutuhan

untuk mobilisasi aktivitas sehari-hari secara

(walker) (Skala 4) mandiri sesuai kemampuan

f. Ajarkan pasien bagaimana

merubah posisi dan berikan

bantuan jika diperlukan

Manajemen energi (Energy

management)

a. Observasi adanya

pembatasan pasien dalam

55
melakukan aktivitas

b. Dorong pasien untuk

mengungkapkan perasaan

terhadap keterbatasan

c. Kaji adanya faktor yang

menyebabkan kelelahan

d. Monitor nutrisi dan sumber

energi yang adekuat

e. Monitor pasien akan adanya

kelelahan fisik dan emosi

secara berlebihan

Terapi aktivitas (Activity

therapy)

a. Kolaborasikan dengan

tenaga kesehatan lain

dalam merencanakan

program latihan yang tepat

b. Bantu klien untuk

mengidentifikasi aktivitas

yang mampu dilakukan

c. Bantu untuk

mengidentifikasi dan

mendapatkan sumber yang

56
diperlukan untuk aktivitas

yang diinginkan

d. Bantu untuk mendapatkan

alat bantuan aktivitas

seperti kursi rodadan krek

e. Bantu pasien untuk

membuat jadwal latihan di

waktu luang

1 Mei „21 3 Setelah dilakukan Pelatihan pada kandung kemih


4. Melatih kandung Perawat
kemih
perawatan selama 5 x (Urinary bladder training)
08.00 WIB
24 jam pasien: a. Tetapkan awal dan akhir
3. Mempercepat
proses
a. Mampu mengatur jadwal waktu untuk
penyembuhan.
pengeluararan urin toileting

(Skala 3) b. Ingatkan pasien untuk miksi

b. Mampu mengosongkan pada interval telah yang

urine seluruhnya ditentukan

(skala 4) c. Gunakan kekuatan sugesti

misalnya dengan

mendengarkan air mengalir

untuk membantu pasien

dalam mengosongkan urin

Retensi urin (Urinary

retention)

57
a. Lakukan penilaian berkemih

yang komprehensif

berfokus pada

inkontinensia (contoh

pengeluaran kemih, pola

pengeluaran urin, fungsi

kognitif).

b. Jaga privasi untuk eliminasi

c. Gunakan kateter kemih

dengan tepat

d. Monitor intake dan output

cairan

e. Pantau tingkat distensi

kandung kemih dengan

palpasi dan perkusi

1 Mei „21 4 Setelah dilakukan Konstipasi bowel (Bowel Membantu proses Perawat
penyembuhan
perawatan selama 5 x constipation)
08.00 WIB
24 jam pasien: a. Anjurkan pasien atau Membantu nutrisi

a. Nyeri kram tidak keluarga untuk memenuhi


Membantu proses
muncul (Skala 4) kebutuhan nutrisi harian BAB

b. Asupan cairan yang yang tinggi serat

adekuat (Skala 3) b. Anjurkan pasien atau

c. Menerapkan keluarga menggunakan

58
manajemen bowel laksatif

secara mandiri (Skala c. Informasikan pasien tentang

3) prosedur untuk defekasi

d. Membran mukosa secara mandiri

basah (Skala 3) Pelatihan BAB (Bowel

e. Tidak menunjukkan Training):

kehausan (Skala 3) a. Kolaborasi ke dokter jika

pasien memerlukan

suppositoria (obat

merangsang supaya buang

air yang dimasukkan ke

dalam dubur)

b. Anjurkan pasien untuk

cukup minum

c. Dorong pasien untuk cukup

latihan

d. Kolaborasi pemberian

suppositoria laksantif jika

memungkinkan

e. Evaluasi status BAB secara

rutin

1 Mei „21 5 Setelah dilakukan Peningkatan harga diri (Self Membantu pasien Perawat
meningkatkan
perawatan selama 1 Esteem Enhancement)
08.00 WIB
harga diri nya

59
minggu pasien akan a. Monitor keadaan nilai diri

mampu: pasien

a. Mampu b. Tentukan kepercayaan

mengungkapkan penilaian terhadap diri

penerimaan diri sendiri

sendiri dalam situasi c. Monitor frekuensi laporan

(Skala 3) verbal pasien

b. Mampu mengenalkan d. Fasilitasi lingkungan dan

dan menggabungkan kegiatan yang

perubahan dalam meningkatkan harga diri

konsep diri dalam e. Hargai prestasi keberhasilan

cara yang akurat tanpa pasien sebelumnya

menegatifkan harga

diri (Skala 3)

EVALUASI

1. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan Neuromuscular

S : Tanyakan pada pasien apakah sudah dapat bergerak dalam batas fungsi atau belum
O : Pasien sudah memperlihatkan usaha melakukan latihan dalam batas fungsi
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Melatih pasien dengan ROM

2. Retensi urin berhubungan dengan hambatan dalam refleks berkemih

S : Tanyakan pada pasien apakah sudah mengonsumsi asupan cairan yang adekuat atau belum?
O : Pasien sudah mengonsumsi cairan yang adekuat
A : Tujuan tercapai
P : Menjaga asupan cairan yang adekuat

60
3. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan neurologis pada lumbal

S : Tanyakan pada pasien apakah sudah dapat buang air besar secara teratur atau belum.
O : Pasien belum dapat buang air besar secara teratur
A : Tujuan belum tercapai
P : Mengonsumsi makanan berserat yang adekuat dan cairan melalui oral

4. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kerusakan fungsional pada lumbal

S : Tanyakan pada pasien apakah sudah dapat menerima diri dalam situasi ini atau belum.
O : Pasien sudah dapat menerima diri sesuai kemampuan pasien sekarang
A : Tujuan tercapai
P : Memberikan penghargaan terhadap keberhasilan pasien

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

S : Tanyakan pada pasien apakah level nyeri sudah berkurang atau belum
setelah perawatan selama 3 x 24 jam?
O : Level nyeri pasien sudah berkurang
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lakukan kontrol nyeri dan manajemen nyeri selanjutnya

61
d. Fraktur mandibular

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CIDERA MEDULA SPINALIS

PENGKAJIAN

1. Identitas klien

a) Identitas klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat.
b) Identitas penanggung jawab meliputi: Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,
Agama, Alamat.
c) Tanggal masuk RS, No. Medical Record dan Diagnosa Medis

2. Riwayat Kesehatan

a) Keluhan utama : Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan menurun.
b) Riwayat penyakit sekarang : Badan bengkak, muka sembab, muntah, nafsu makan
menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
c) Riwayat penyakit dahulu : Edema, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan
kimia.
d) Riwayat kesehatan keluarga : Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak
dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran.

3. Pengkajian fungsional kesehatan

Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola konseptual
Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000) dan Carpenito (2001).

a. Persepsi kesehatan
Kaji pandangan klien/keluarga jika ada anggota keluarga yang sakit apa yang akan
dilakukan, pengobatan apa yang akan diberikan.

62
b. Pola nutrisi metabolic

Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status nutrisi klien
dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta observasi
adanya oedema anasarka.

c. Pola eliminasi

Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi perubahan
pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.

d. Pola aktivitas

Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda kelelahan,

e. Kebutuhan istirahat tidur

Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit

f. Pola persepsi kognitif

Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang di
deritanya.

g. Pola persepsi diri

Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal diri, konsep
diri.

h. Pola hubungan sosial

Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat.

i. Pola seksualitas

Kaji kebutuhan seksual klien

63
j. Pola mekanisme koping

Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya

k. Pola spiritual

Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa penyakitnya
adalah ujian dari Tuhan

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d. agen injuri fisik

2. Resiko tinggi inefektifnya bersihan jalan nafas b.d trauma pada jaringan lunak

3. Kerusakan komunikasi verbal b.d nyeri

Intervensi

Tanggal/Jam No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional TTD


Dx Hasil
1 Mei „21 1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji lokasi nyeri, itensitas
11. 1. Mempengaruhi Perawat
keperawatan selama 3 x 24 pilihan keefektifan
dan tipe nyeri
08.00 WIB
jam nyeri dapat berkurang intervensi
2. Pertahankan imobilisasi
atau terkontrol. 12.
Kriteria hasil : fraktur wajah dengan alat
13. 2.
a. Nyeri berkurang atau Mempertahankan
yang tepat
hilang posisi yang
3. lakukan rentang gerak pasif/
b. Skala nyeri 1 tepatndan
c. Klien menunjukkan aktif untuk ekstremitas/ mencegah stres
sikap santai yang tak
sendi
diperlukan pada
4. Ajarkan dan dorong tehnik
dukungan otot

64
relaksasi napas dalam 14.
15. 3. menurunkan
5. Berikan waktu untuk
ketidaknyamanan
ekspresikan perasaan,
dan kekakuan,
dalam tingkat kemampuan merangsang
sirkulasi yang
berkomunikasi
melambat
Kolaborasi
sehubungan
Berikan analgetik sesuai dengan tirah
baring
indikasi dengan dokter,
16.
pemberian analgetik
17. 4. Dengan tehnik
relaksasi dapat
mengurangi nyeri
18.
19. 5. ekspresikan
masalah/ rasa takut
menurunkan
ansietas/ siklus
nyeri

1 Mei „21 2 Setelah dilakukan 1. Tinggikan tempat tidur 7.30 1. Meningkatkan Perawat
drainase sekresi
tindakan keperawatan derajat
08.00 WIB
dan menurunkan
selama 3 x 24 jam 2. Observasi frekuensi/ irama
terjadinya edema
resiko inefektif pernafasan. Perhatikan
8.
9. 2. Dapat
bersihan jalan nafas penggunaan otot aksesori,
mengindikasikan
tidak terjadi pernafasan cuoing hidung,
terjadinya gagal
Kriteria hasil: stridor, serak pernafasan
10.

65
a. Pola nafas normal 3. Periksa mulut terhadap
11. 3. Pemeriksaan
hati-hati
b. Bunyi nafas jelas dan pembengkakan, perubahan
diperlukan karena
tidak bising warna, akumulasi sekret
mungkin adanya
c. Mendemonstrasikan mulut atau darah perdarahan
12.
perilaku untuk 4. Perhatikan keluhan pasien
13. 4. Menindikasikan
meningkatkan jalan akan peningkatan disfagia,
pembengkakan
napas paten batuk nada tinggi, mengi jaringan lunak
pada faring
5. Awasi TTV dan perubahan
posterior
mental
14.
6. Auskultasi bising usus 15. 5. Takikardi/
peningkatan
7. Kaji warna dasar kuku
gelisah dapat
Kolaborasi
mengindikasikan
Berikan antiemetik sesuai terjadinya hipoksia
16.
indikasi
17. 6. Adanya mengi/
ronki menunjukan
sekret tertahan
18.
19. 7. Menentukan
keadekuatan
oksigenasi

1 Mei „21 3 Setelah dilakukan .1. Tentukan luasnya


4. 1. Tipe cedera/ Perawat
situasi individual
tindakan keperawatan ketidakmampuan untuk
08.00 WIB
akan menentukan
selama 3 x 24 jam berkomunikasi
kebuthan yang
klien dapat 2. Berikan pilihan cara memerlukan

66
berkomunikasi komunkasi menggunakan bantuan
5.
dengan baik alat
6. 2. Memampukan
Kriteria hasil : 3. validasi arti upaya
pasien untuk
pasien akan menetapkan komunikasi.gunakan ya mengkomunikasik
an kebutuhan atau
metode komunikasi atau tidak
masalah
dimana kebutuhan 4. Antisipasi kebutuhan pasien
7.
dapat diekspresikan 8. 3. Batasi frusteasi
dan kelelahan
yang dapat terjadi
pada percakapan
lama
9.
10. 4. Menurunkan
ansietas dan
perasaan tidak
berdaya

EVALUASI

1. Kerusakan komunikasi verbal b.d nyeri

S : Tanyakan pada pasien apakah sudah dapat berbicara dalam batas fungsi atau belum
O : Pasien sudah memperlihatkan usaha melakukan latihan dalam batas fungsi
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Melatih pasien

67
2. Resiko tinggi inefektifnya bersihan jalan nafas b.d trauma pada jaringan lunak

S : Tanyakan pada pasien apakah sudah mendemonstrasikan perilaku meningkatkan jalan napas
atau belum?
O : Pasien sudah bernapas paten
A : Tujuan tercapai
P : Menjaga jalan napas paten

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

S : Tanyakan pada pasien apakah level nyeri sudah berkurang atau belum
setelah perawatan
O : Level nyeri pasien sudah berkurang
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lakukan kontrol nyeri dan manajemen nyeri selanjutnya

68
e. Total joint replacement
Pengkajian
1) Identitas
Klien
Nama :-
Umur : 15-70 tahun. (tidak bisa dilakukan pada orang
yang sangat gemuk atau usianya yang masih
terlalu muda)
Jenis Kelamin : Biasa terjadi pada laki-laki yang memiliki beban
kerja tinggi dan aktivitas berat pada ekstremitas
bawah.
Agama :-
Alamat :-
Pekerjaan : Pekerja bangunan, Buruh tambang (Beresiko rusak
ekstremitas) Status : -
Tgl MRS :-
Pendidikan : Tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan klien
mengenai tata cara menjaga kesehatan tubuh.
2) Riwayat Kesehatan
a. Diagnosa Medis : Osteochondritis Dissecans, Kondromalasia, Artritis Septik,
Radang Sendi Rematik, Osteoartritis.
b. Keluhan Utama : Keluhan yang biasa muncul pada pasien sebelum dilakukan
TKR (nyeri, kaki sulit atau tidak bisa digerakkan).
c. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Riwayat pasien dari masuk rumah sakit sampai opname di ruangan.
Pasien biasanya mempunyai penyakit kronis seperti gagal nafas,
perdarahan dan kaki tidak bisa digerakkan disertai nyeri pada
extremitas bawah. Saat dikaji klien tampak lemah, membran mukosa
kering, turgor kulit menurun, pucat, tegang otot, berkeringat dingin,
wajah tampak meringis menahan sakit, mengeluh
nyeri pada bagian lutut.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu:
Riwayat penyakit ini apa pernah dialami oleh pasien, pengalaman
operasi juga berdampak pada prosedur operasi.
e. Riwayat penyakit keluarga :
Kaji riwayat penyakit keluarga pasien apakah memiliki riwayat
penyakit keturunan atau penyakit kronik seperti diabetus militus,
jantung, paru-paru, TB dan penyakit lainnya. Apakah ada riwayat
penyakit keturunan seperti penyakit
jantung, hipertensi, dan DM.

69
f. Riwayat psikososial:
Kaji hubungan psikososial pasien, seperti kecemasan atau ansietas dan lain-lain.

3) Pemeriksaan fisik:
a. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/90 mmHg
(Normal) Nadi : 60-80 x/menit
(Normal)
Respirasi : 20 x/menit (Normal)
Suhu : 37,5 0C (Normal)
b. B-1 (Breathing)
1. Sebelum dilaksanakan prosedur pasien biasa di pasang masker oksigen,
untuk menjaga pola nafas.
2. Gerakan nafas sesuai dengan irama, ekspansi dada kanan kiri simetris.
3. Hidung : ada pernafasan cuping hidung.
4. Mulut : mukosa bibir kering, sianosis, dan terpasang alat bantu nafas
atau tidak.
5. Leher : Ada pembesaran kelenjar atau tidak.
6. Dada : Bentuk dada simetris/tidak, ada nyeri tekan, resonansi di seluruh lapang
paru, ada suara nafas tambahan atau tidak seperti ronkhi, wheezing, snoring.

c. B-2 (Blood)
1. Ada keluhan pusing, lemah, atau dada berdebar-debar, jika ada perlu dikaji
sirkulasi darah dan kadar kandungan dalam darah.
2. Wajah : pucat, konjungtiva pucat, ada sianosis/tidak
3. Leher : bendungan vena jugularis ada/tidak, teraba arteri carotis.
4. Dada : bentuk dada simetris/tidak, ada benjolan di dada, nyeri tekan, batas
jantung, dan bunyi jantung 1 dan 2 tunggal.
5. Ekstremitas atas: Ada sianosis/tidak, clubbing finger atau tidak,
CRT 2 detik.
6. Ekstremitas bawah: Ada varises/tidak, pitting edema, sianosis. CRT
2 detik dan tanda homan positif, kulit pucat, nadi lemah atau tidak
ada, derajat edema.
Perubahan tekanan darah dan ada tidak nadi (Judith, 2006)
d. B-3 (Brain)
1. Adanya compos mentis, gelisah, GCS <7 (tidak sadar)
2. Setelah operasi kaji keluhan nyeri kepala dan tungkai bawah
e. B-4 (Blader)
1. Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine
menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)
2. Pemakain kateter urine, ada distensi kandung kemih/tidak, nyeri tekan
(Judith, 2006)

70
f. B-5 (Bowel)
1. Mukosa bibir kering/tidak
2. Abdomen (dibagi 4 kuadran)
Inspeksi : ada pembesaran abnormal/tidak, distensi
abdomen. Auskultasi : peristaltic usus 10-20x/mnt
Perkusi :
timpani.
Palpasi :
Kuadran I : hepar (hepatomegali, nyei tekan)
Kuadran II : gaster (nyeri tekan epigastrium, distensi
abdomen) Kuadran III : ada massa atau skibala/tidak
Kuadran IV : ada nyeri tekan /tidak (Judith, 2006)

g. B-6 (Bone)
1. Ada dekubitus /tidak
2. Elastisitas kulit normal/tidak, akral hangat/dingin
3. Ada penurunan kekuatan otot/tidak
4. Ada hiperpigmentasi kulit/tidak
5. Ektermitas bawah mengalami gangguan (Judith, 2006)
6. Kulit pucat
7. Saat dinaikkan tidak bisa dengan merendahkan tungkai
8. Status psikoososial

Diagnosa
Ansietasberhubungan dengan prosedur pergantian sendi lutut total
Nyeri Akut yang berhubungan dengan pergantian sendi lutut total
Hambatan Mobilitas fIsik berhubungan dengan perubahan sendi dan penurunan kekuatan otot

71
Intervensi

No Diagosa Keperawatan NOC NIC

1. Pengurangan
Ansietas Tingkat kecemasan
kecemasan
Definisi : keparahan
1. Gunakan
dari tanda-tanda
pendekatan yang
ketakutan,
tenang dan
ketegangan, atau
meyakinkan
kegelisahan, yang
2. Jelaskan semua
bersal dari sumber
prosedur termasuk
yang tidak dapat di
sensasi yang akan
identifikasikan
dirasakan yang
1. Klien yang
mungkin dialami
sebelumnya tidak
klien selama
dapat beristirahat
prosedur tindakan
dengan skala 1 3. Berikan
informasi faktual
(berat) menjadi
terkait diagnosis,
skala 4 (ringan) perawatan, dan
prognosis
2. Klien
4. Berada disisi klien
merasakan
untuk
gelisah yang
meningkatkan rasa
sebelumnya
aman dan
dengan skala 1
mengurangi
(berat) menjadi
ketakutan
skala 4 (ringan)
5. Dorong keluarga
3. Klien yang
untuk mendampingi
sebelumnya
klien dengan cara
menunjukkan
yang tepat
wajah tegang
Terapi relaksasi
dengan skala 1
1. Gambarkan
(berat)

72
menjadi skala
rasionalisasi dan
4 (ringan)
manfaat relaksasi
4. Serangan
serta jenis relaksasi
panik yang yang tersedia
dialami klien 2. Ciptakan
yang lingkungan yang
sebelumnya tenang dan tanpa
menunjikkan distraksi lampu
skala 1 (berat) yang redup dan
menjadi skala suhu lingkungan
4 (ringan) yang nyaman jika
5. klien memungkinkan
menyampaikan 3. Minta klien untuk
rasa takut yang rileks merasakan
sebelumya dari sensasi yang
skala 1 (berat) terjadi
menjadi skala 4. Dorong klien untuk
4 (ringan) mengulang praktik
6. klien teknik relaksasi
menyampaikan
rasa cemas
yang
sebelumnya
skala 1 ke 4

73
2. Pemberian
Nyeri Akut Tingkat Nyeri
Analgesik
9. Klien dapat
1. Tentukan lokasi,
melaporkan nyeri
karakteristik,
yang dialaminya
kualitas, dan
diri sebelumya
keparahan nyeri
dari skala 1
sebelum mengobati
(deviasi berat dari
klien
kisaran normal)
2. Cek perintah
menjadi 4 (deviasi
pengobatan (obat,
ringan dari kisaran
dosis, frekuensi obat
normal)
analgesik yang
10. Panjangnya diresepkan)
episode nyeri 3. Cek adanya riwayat
alergi obat
klien sebelumnya
4. Berikan kebutuhan
menunjukkan dari
kenyamanan dan
skala 1 (deviasi
aktivitas lain yang
berat dari kisaran
dapat membantu
normal) menjadi 4
relaksasi untuk
(deviasi ringan
memfasilitasi
dari kisara
penurunan nyeri
normal)
5. Kolaborasikan
11. Klien mengerang dengan dokter
dan menangis apakah obat, dosis,
yang sebelumya rute pemberian, atau
dari skala 1 perubahan interval
(deviasi berat dari dibutuhkan, buat
rekomendasikan
khusus berdasarkan
prinsip analgesik

74
Manajemen Nyeri
kisaran normal)
1. Gunakan strategi
menjadi 5 (tidak ada
komunikasi
deviasi dari
terapeutik untuk
kisaran normal)
mengetahui
4. Ekspresi wajah
pengalaman nyeri
klien yang
dan sampaikan
sebelumnya
penerimaan pasien
menunjukkan
terhadap nyeri
skala 1 (deviasi
2. Lakukan
berat dari kisaran
pengakajian
normal) menjadi
komprehensif yang
4 (deviasi ringan
meliputi lokasi,
dari kisaran
karakteristik,
normal).
durasi, frekuensi,
5. Pola istirahat
kualitas intensitas
klien yang
dan faktor pencetus
sebelumnya
nyeri
menunjukkan
3. Tentukan akibat
skala 1 (deviasi
dari pengalaman
berat dari kisaran
nyeri terhadap
normal) menjadi
kualitas hidup klien
4 (deviasi ringan
( pola tidur dan
dari kisaran
nafsu makan)
normal).
4. Berikan informasi
6. Klien yang
mengenai nyeri
sebelumnya
(penyebab nyeri,
mengerinyit dari
lama nyeri, dan
skala 1 (deviasi
antisipasi dari
berat dari kisaran
ketidaknyamanan
normal) menjadi
akibat prosedur

75
5 (tidak ada 5. Kurangi faktor
deviasi dari yang dapat
kisaran normal) mencetuskan atau
meningkatkan nyeri

3. Peningkatan
Hambatan mobilitas fisik Ambulasi
mekanika tubuh
1. Klien berjalan
1. Kaji kesadaran
dengan langkah
pasien tenang
yang efektif yang
abnormalitas
sebelumnya dari
muskuloskeletalny
skala 1 (sangat
a dan efek yang
terganggu)
mungkin timbul
menjadi skala 4
pada jaringan otot
(sedikit
dan postur
terganggu)
2. Bantu untuk
2. Klien berjalan
menghindari duduk
dengan pelan
dalam posisi yang
yang sebelumnya
sama dalam jangka
dari skala 2
waktu yang yang
(cukup
lama
terganggu) 3. Bantu pasien
menjadi skala 4 memilih aktivitas
(tidak terganggu) pemanasan sebelum
3. Klien berjalan
memulai latihan
dengan
atau memulai
kecepatan sedang
pekerjaan yang
yang sebelumnya
tidak dilakukan
dari skala 1 (
secara rutin
sangat
sebelumnya
terganggu) 4. Bantu pasien
menjadi skala 4 melakukan latihan
(tidak terganggu)

76
4. Klien yang fleksi untuk
sebelumnya memfasilitasi
berjalan mobilisasi sesuai
menaiki tangga indikasi
5. Berikan informasi
dengan skala 1 (
tentang
sangat
kemungkinan posis
terganggu)
penyebab nyeri otot
menjadi skala 4
atau sendi
(tidak terganggu)
5. Klien yang Terapi latihan :
sebelumnya Mobilitas Sendi
berjalan 1. Tentukan batasan
menuruni tangga pergerakan sendi
dengan skala 1 ( dan efeknya
sangat terganggu) terhadap fungsi
menjadi skala 4 sendi
2. Bantu pasien
(tidak terganggu)
mendapatkan posisi
6. Klien berjalan
tubuh yang optimal
mengelilingi
untuk pergerakan
kamar yang
sendi pasif maupun
sebelumnya
aktif sesuai
menunjukkan
indikasi
skala 1 ( sangat
3. Bantu latihan ROM
terganggu)
pasif atau ROM
menjadi skala 4
4. Bantu pergerakan
(tidak terganggu)
sendi yang ritmitis
dan teratur sesuai
kadar nyeri yang
bisa ditoleransi,
ketahanan, dan

77
pergerakan sendi
5. Dukung ambulasi
jika
memungkinkan

Evaluasi
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1 Anisietas Tingkat Kecemasan
1. Klien dapat beristirahat menunjukkan
skala 5
2. Klien tidak merasa gelisah skala 5
3. Klien telah merasa tenang skala 5
4. Klien tidak mengalami kepanikan lagi
skala 5
5. Rasa takut yang di sampaikan klien
suda tidak mengganggu skala 5
6. Klien menyampaikan sudah tidak
mengalami cemas skala 5
2 Tingkat Nyeri
Nyeri Akut
1. Klien melaporkan bahwa sudah tidak
menyalami nyeri yang berarti skala 4
2. Panjang nyeri klien dalam batas normal
yaitu skala 4
3. Klien tidak lagi mengerang kesakitan
skala 4 dan 5
4. Ekspersi wajah klien tidak
menunjukkan skala nyeri yang tinggi
5. Pola istirahat klien membaik skala 5
6. Klien yang sebelumnya mengerinyit
sudah tidak lagi skala 5

78
3 Ambulasi
Hambatan Mobilitas fisik
1. Kalien dapat berjalan dengan langkah
efektif skala 5
2. Klien dapat berjalan pelan skala 5
3. Klien dapat berjalan dengan kecepatan
sedang skala 5
4. Klien dapat berjalan menaiki tangga
dengan skala 5
5. Klien dapat berjalan menuruni tangga
pada skala 5
6. Klien berjalan mengelilingi kamar
dengan baik pada skala 5

79
d. Konsep Hip fracture pada manula

Patah Tulang Pinggul pada Manula


1. Definisi

"Pinggul" merupakan jenis sendi bola dan soket. Sendi ini memungkinkan kita untuk
menekuk dan memutar kaki di daerah panggul. Patah tulang pinggul pada umumnya mengacu
pada patah tulang di bagian atas tulang paha, atau di tulang paha. Patah tulang di daerah soket,
atau asetabulum, tidak dianggap sebagai "patah tulang pinggul." Manajemen patah tulang di
daerah soket memerlukan tindakan yang berbeda.
Patah tulang pinggul menjadi semakin umum seiring dengan bertambahnya usia, karena
orang cenderung semakin mudah jatuh dan tulang menjadi lebih keropos (osteoporosis). Orang
yang menderita osteoporosis bisa mengalami patah tulang hanya karena melakukan hal-hal yang
sederhana, yang berkaitan dengan kegiatan sehari-hari mereka, bukan karena peristiwa jatuh atau
cedera yang parah. Pada pasien yang masih berusia muda dengan kondisi tulang yang lebih kuat,
penyebab patah tulang pinggul yang lebih umum terjadi adalah cedera akibat benturan energy
tingkat tinggi, misalnya pada kecelakaan mobil.
Patah tulang pinggul juga bias disebabkan oleh pelemahan tulang akibat tumor atau penyakit
tulang lainnya, yang disebut sebagai patah tulang patologis. Patah tulang pinggul bisa mengubah
kualitas hidup Anda secara signifikan. Selain itu, dalam proses pemulihan pasca patah tulang
pinggul, ada beberapa kemungkinan komplikasi yang bisa mengancam jiwa pasien. Komplikasi
ini termasuk pneumonia, rasa sakit saat tertekan, dan bekuan darah di kaki, yang bisa terlepas
dan terbawa serta menyebabkan gumpalan dan penyumbatan di paru-paru. Semuanya terkait
dengan imobilitas pasca patah tulang pinggul. Seorang pasien yang sebelumnya menderita patah
tulang pinggul memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hal yang sama
kembali.

2. Faktor risiko Patah Tulang Pinggul pada Manula

Pasien usia lanjut yang menderita osteoporosis memiliki faktor risiko yang lebih tinggi akan
mengalami patah tulang pinggul daripada orang lain yang tidak menderita osteoporosis. Patah
tulang pinggul paling sering terjadi akibat jatuh atau benturan langsung ke sisi pinggul.

80
Kemungkinan lain yang menjadi penyebab jatuhnya manula mencakup: stroke akut, tekanan
darah tinggi, penglihatan yang buruk, efek samping dari obat, dan factor lingkungan hidup.

3. Diagnosis Patah Tulang Pinggul pada Manula

Pasien akan mengalami rasa nyeri di paha bagian atas atau di pangkal paha. Jika tulang melemah
karena penyakit (seperti cedera akibat tekanan atau kanker), pasien mungkin akan merasakan
sakit di pangkal paha atau daerah paha selama beberapa waktu lamanya sebelum terjadinya patah
tulang pinggul. Jika terjadi patah tulang, kaki tersebut mungkin terlihat lebih pendek daripada
kaki yang lainnya. Menggerakkan kaki akan terasa sangat menyakitkan.
Diagnosis patah tulang pinggul umumnya dilakukan dengan Sinar-X. Kadang-kadang, patah
tulang yang tidak lengkap mungkin tidak bisa dilihat secara jelas dengan menggunakan Sinar-X
biasa. Dalam hal ini, beberapa studi pencitraan lanjutan mungkin diperlukan.

4. Klasifikasi

Patah tulang pinggul dibagi menjadi beberapa jenis, tergantung pada bagian mana dari tulang
paha atas yang terkena dampaknya.
Patah Tulang Leher Femur
Patah tulang leher femur terjadi ketika kepala femoral patah dari tulang paha. Pengobatan patah
tulang leher femur tergantung kepada usia pasien dan perpindahan patahan yang terjadi. Patah
tulang ini bisa mengakibatkan hilangnya pasokan darah ke tulang.
Patah Tulang Pinggul Intertrokanterik
Patah tulang pinggul intertrokanterik terjadi persis di bawah leher femur. Patah tulang ini lebih
mudah untuk diperbaiki daripada patah tulang leher femur. Pengobatan dengan bedah biasa
melibatkan penempatan sekrup, pelat, atau paku untuk menstabilkan tulang yang patah.
Patah Tulang Subtrokanterik
Patah tulang ini jauh lebih jarang terjadi daripada patah tulang leher femur dan patah tulang
intertrokanterik. Terjadi di bawah trokanter yang lebih rendah. Dalam kasus yang lebih rumit,
jumlah patahan tulang bisa mencakup beberapa jenis seperti yang disebutkan di atas. Hal ini
harus dipertimbangkan apabila tindakan bedah koreksi diperlukan.

81
5. Pengobatan terhadap Patah Tulang Pinggul pada Manula

Setelah diagnosis patah tulang pinggul telah dilakukan, kondisi kesehatan pasien secara
keseluruhan akan dievaluasi. Dalam beberapa kasus, pasien mungkin begitu sakit hingga anestesi
dan tindakan operasi tidak dianjurkan. Dalam kasus ini, kenyamanan pasien dan tingkat nyeri
secara keseluruhan harus dipertimbangkan terhadap risiko anestesi dan bedah. Kebanyakan ahli
bedah setuju bahwa pasien akan merasa lebih baik jika operasi dilakukan sesegera mungkin.
Namun demikian, penting untuk memastikan keselamatan diri pasien dan memaksimalkan
kesehatan medis mereka secara keseluruhan sebelum dilakukannya operasi bedah. Hal ini bisa
berarti meluangkan waktu untuk melakukan studi diagnostik jantung dan lainnya.
Pengobatan non-bedah
Pengobatan ini bisa dipertimbangkan bagi mereka yang terlalu sakit untuk menjalani pemberian
anestesi dan bagi mereka yang sudah tidak bisa berjalan sebelum mengalami cedera.
Pengobatan Bedah
Sebelum Tindakan Bedah Tes darah, foto Sinar-X pada dada, dan elektrokardiogram akan
dilakukan sebelum tindakan bedah dilakukan. Semua pasien akan menerima antibiotik
profilaksis. Anestesi untuk tindakan bedah bisa berupa anestesi total, anestesi spinal, anestesi
epidural atau gabungan dari semuanya.
Operasi Bedah
Jenis operasi tergantung pada jenis patah tulang dan perpindahan patahan yang terjadi. Ada dua
jenis operasi: penggantian sendi (Hemiartroplasti) atau fiksasi internal.

6. Pengobatan terhadap patah tulang leher femur

Masalah yang harus diperhatikan terhadap patah tulang leher femur adalah bahwa pasokan darah
ke bagian tulang yang patah akan terganggu jika perpindahan patahannya cukup signifikan.
Karena berkurangnya aliran darah, patah tulang ini memiliki risiko yang tinggi tidak bisa sembuh
& menjadi osteonekrosis. Oleh karena itu, sebagian besar pasien akan menerima perawatan
penggantian tulang pinggul parsial. Hemiartroplasti merupakan penggantian tulang pinggul
parsial. Dalam prosedur ini, bagian bola dari sendi bola dan soket diambil, dan prostesis logam
akan ditanamkan ke dalam sendi tersebut. Hemiartroplasti merupakan jenis penggantian tulang
pinggul di mana hanya bagian "bola" pinggul saja yang diganti. Untuk patah tulang yang

82
perpindahan tulangnya minimal atau tidak terjadi, ahli bedah bisa memutuskan untuk
memperbaiki tulang yang patah dan bukan menggantinya.

7. Pengobatan terhadap patah tulang pinggul intertrokanterik

Perbaikan terhadap patah tulang pinggul intertrokanterik dilakukan dengan menggunakan paku
intramedular. Paku ditempatkan di dalam rongga femur (tulang paha) dan bukan pada sisi
sampingnya (seperti halnya dengan pelat). Sebagian besar patah tulang pinggul intertrokanterik
dikelola dengan sekrup pinggul kompresi bersama dengan pelat logam atau paku intramedular.
Tindakan ini memungkinkan impaksi di daerah yang mengalami patah tulang. .Patah Tulang di
tingkat subtrokanterik, patah tulang dikelola dengan paku intramedular atau pelat yang panjang.

8. Komplikasi dari Patah Tulang Pinggul pada Manula

Komplikasi sangat umum terjadi pada diri pasien yang mengalami patah tulang pinggul. Salah
satu alasan yang paling penting untuk melakukan operasi bedah pada pasien yang mengalami
patah tulang pinggul adalah untuk membantu mencegah komplikasi ini. Risiko komplikasi ini
bisa dikurangi dengan membantu pasien bangkit dan meninggalkan tempat tidur sesegera
mungkin.
Komplikasi umum:
 Rasa sakit akibat tekanan karena terlalu lama berada di tempat tidur
 Trombosis vena, emboli paru
 Infeksi
 Perdarahan pada luka atau hematoma
 Tingkat penyembuhan luka yang lambat
 Eksaserbasi penyakit yang dialami sebelum operasi, seperti tekanan darah tinggi, stroke
atau diabetes

Komplikasi akibat operasi:


 Risiko anestesi
 Patah tulang, kerusakan saraf, kerusakan pembuluh darah yang menyebabkan
kelumpuhan atau kehilangan anggota tubuh (jarang terjadi)

83
 Infeksi luka
 Kaki yang tidak sama panjang
 Trombosis vena dalam
 Memburuknya penyakit yang sudah ada sebelumnya, yang mengakibatkan memburuknya
gejala-gejala penyakit
 Pincang dan penggunaan alat bantu jalan secara permanen
 Komplikasi yang berkaitan dengan operasi bedah sekrup pinggul / sekrup pinggul
dinamis / paku femur proksimal:
 Pelonggaran implan
 Osteonekrosis pada kepala femur
 Masalah penyembuhan pada patah tulang
 Cedera saraf siatik

Komplikasi yang berkaitan dengan penggantian tulang pinggul:


 Dislokasi, subsidensi
 Pelonggaran
 Cedera saraf siatik
 Pengerasan heterotopic
9. Rehabilitasi pasca operasi bedah patah tulang pinggul

Pasien mungkin dianjurkan untuk bangun dan meninggalkan tempat tidurnya pada hari yang
sama setelah operasi bedah dilakukan, dengan bantuan orang lain. Jumlah berat yang
diperbolehkan untuk dibebankan di kaki yang terluka biasanya tergantung pada jenis patah
tulang dan perbaikan yang dilakukan (penggantian atau fiksasi). Fisioterapis akan bekerja sama
dengan pasien untuk membantu mengembalikan kekuatan dan kemampuan berjalan. Proses ini
bisa memakan waktu hingga beberapa bulan lamanya.
Operasi penggantian tulang pinggul
Ketika pasien sudah merasa tidak terlalu sakit, mereka bisa diperbolehkan untuk duduk. Pasien
yang menjalani penggantian tulang pinggul mungkin memerlukan kursi pinggul khusus, untuk
mencegah dislokasi pinggul pada tahapan rehabilitasi awal. Rehabilitasi dimulai sesegera
mungkin dan implan yang ditanamkan biasanya bias menopang beban tubuh pasien saat berjalan.
Kadang-kadang diperlukan penilaian lingkungan rumah oleh terapis okupasi. Pasca operasi

84
bedah penggantian tulang pinggul, dokter mungkin akan menggunakan bantal abduksi untuk
menerapkan imobilisasi sementara pada tubuh bagian bawah. Bantal abduksi ini kemudian bisa
digantikan dengan sling, dan pasien bias menggerakkan anggota tubuh mereka secara lebih
bebas.
Operasi fiksasi
Pasien biasanya diperbolehkan untuk berjalan segera setelah operasi bedah selesai dilakukan.
Dalam beberapa kasus, jika ada beberapa fragmen pecahan kecil atau kesulitan dalam
menyelaraskan tulang yang patah, maka penerapan berat badan bisa dibatasi. Secara umum,
pasien akan dibantu bangun oleh fisioterapis beberapa hari setelah operasi bedah selesai
dilakukan. Waktu penyembuhan total biasanya berlangsung hingga beberapa bulan lamanya,
namun sebagian besar pasien sudah bisa berjalan dengan baik sebelum waktunya.
Perawatan Medis
Kadang-kadang, transfusi darah mungkin diperlukan setelah tindakan bedah dilakukan.
Antibiotik jangka panjang umumnya tidak diperlukan. Pasien bisa diperbolehkan pulang ke
rumah atau ditetapkan untuk tinggal di fasilitas rehabilitasi yang diperlukan.
Perawatan Lanjutan
Selama konsultasi dengan dokter pasca operasi bedah, dokter bedah akan memeriksa kondisi
luka, menindaklanjuti proses penyembuhan menggunakan Sinar-X, dan menetapkan fisioterapi
tambahan, bila diperlukan.

10. Pencegahan jatuh dan patah tulang pinggul pada manula


 Mencegah dan mengobati osteoporosis
 Pertahankan kualitas penglihatan dan pendengaran yang normal.
 Untuk pasien dengan tekanan darah tinggi, jaga agar tekanan darah tetap stabil demi
menghindari rasa pusing.
 Gunakan alat pendukung jalan yang sesuai untuk mengobati cedera kaki, nyeri lutut atau
untuk menjaga keseimbangan: payung dan perabotan rumah tidak bisa diandalkan.
 Latih gerakan anggota tubuh secara berkala atau lakukan latihan keseimbangan.
 Selalu waspada dan kurangi benda-benda berbahaya di rumah tangga, seperti air, benda
atau karpet lantai yang kecil, jalan menuju toilet haruslah bersih dari hambatan dan
diterangi dengan sinar cahaya yang baik, terutama pada malam hari.

85
e. Konsep sprain

Definisi Sprain dan Strain

Sprain atau keseleo merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen penyangga yang

mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi sesudah gerakan memuntuir yang tajam

(Kowalak, 2011).

Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplit dengan perdarahan ke dalam jaringan.(Smeltzer

Suzame, KMB Brunner dan Suddarth) Strain merupakan keadaan cedera pada otot atau

pelekatan tendon yang biasanya terlihat pascacedera traumatik atau cedera olahraga ( Kowalak.

2011, Buku Ajar Patofisiologi. EGC. Jakarta). Jadi dapat ditarik kesimpulan, Strain merupakan

salah satu cedera yang terjadi pada otot atau tendon akibat penggunaan yang berlebihan atau

stres yang berlebihan ataupun pascacedera traumatik atau cedera olahraga.

Prevalensi

Di Amerika Serikat terdapat lebih dari 23.000 orang per hari, baik atlet maupun non atlet, yang

cedera ankle. Insiden tersebut diestimasi 1 dari 10.000 perhari. Atlet perempuan 25% memiliki

angka kejadian lebih banyak dibandingkan atletb laki- laki. Beberapa penelitian, insiden ankle

sprain meningkat pada pemain sepak bola, bola tangan dan basket pada jenjang SMA. Penelitian

dari Cadet Illness and Injury Tracking System (CITTS) dari tahun 2005-2009, penelitian kohort

ini menganalisis adanya cedera ankle. Hasilnya ankle sprain sindesmotik memliki insiden lebih

tinggi pada kompetisi atlet, dan atlet laki-laki memiliki resiko 3 kali lipat cedera ligamen medial

dibanding atlet perempuan.

86
Di Indonesia. Ankle sprain merupakan salah satu cedera yang umum terjadi pada atlet. Data dari

Poliklinik KONI Jakarta antara tahun 2009-2012 menunjukkan bahwa ankle sprain merupakan

keluhan yang paling umum ditemui mencapai 41,1% dari seluruh kasus cedera.

Klasifikasi

1. Sprain dapat diklasifikasikan dalam derajat I, II, III.

 Derajat I/Mild Strain (Ringan)

Yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang berlebihan pada penguluran unit

muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan ringan pada

otot/ligament

 Derajat II/Medorate Strain (Ringan)

Yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang

berlebihan.

 Derajat III/Strain Severe (Berat)

Yaitu adanya tekanan/penguluran mendadak yang cukup berat. Berupa robekan

penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan ketidakstabilan sendi.

2. Strain diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu bersifat akut dan kronis:

 Strain akut

disebabkan oleh trauma atau cedera, seperti benturan pada tubuh. Selain itu strain

yang disebabkan karena mengangkat benda berat secara tidak aman atau regangan

berlebihan pada otot merupakan masalah khusus dalam beragam pekerjaan, termasuk

keperawatan.

87
 Strain kronis

biasanya disebabkan oleh penggunaan secara berlebihan, misalnya pergerakan yang

lama dan berulang pada otot atau tendon.

Etiologi

a. Sprain :

 Pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih kuat dari pada kekuatan

ligamen dengan menimbulkan gerakan sendiri diluar kisaran gerak (RPS)

normal.

 Fraktur atau dislokasi yang terjadi secara bersamaan.

b. Strain:

 Penggunaan atau tekana berlebihan pada otot sehingga otot tersebut

teregang diluar kapasitas normalnya khususnya ketika otot belum teregang

dengan baik sebelum aktivitas dilakukan (strain akut)

 Luka tusuk atau luka tembak yang menyebabkan ruptur traumatik (strain

akut).

 Penggunaan otot secara berlebihan yang dilakukan berkali-kali (strain

kronis).

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang mungkin timbul karena keseleo (sprain) meliputi :

 -Nyeri lokal (Khususnya pada saat menggerakkan sendi) -Pembengkakan dan rasa

hangat akibat inflamasi

88
 -Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam setelah

cedera) -Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah kedalam jaringan

sekitarnya.

Tanda dan gejala strain yang akut meliputi :

 -Nyeri yang akut dan sepintas (mialgia)

 -Bunyi menyentak (klek)

 -Pembengkakan yang cepat dan dapat berlanjut selama 72 jam.

 -Fungsi yang terbatas

 -Otot yang terasa nyeri ketika ditekan (ketika rasa nyeri yang hebat sudah mereda)

 -Ekimosis (sesudah beberapa hari kemudian)

Tanda dan gejala starin yang kronis meliputi :

 -Kekakuan

 -Rasa pegal

 -Nyeri tekan yang menyeluruh

Komplikasi

Komplikasi pada Sprain meliputi :

a. Plica Syndrom

Sindrom plica disebabkan oleh adanya penebalan pada lapisan persediaan lutut. Biasanya

terjadi pada bagian dalam tepat pada perbatasan patella bagian atas.Lapisan-lapisan

persendian tersebut tersebut tersusun dari jaringan yang dinamakan synovium.

Jaringan synovium ini memproduksi cairan pelumas yang disebut cairan synovial.

Jika terjadi penebalan pada lapisan ini lapisan akan menggesek pada bagian-bagian

89
lutut lainnya, khususnya bagian dalam femural condyle (ujung bagian bawah dari

tulang paha) sehingga menimbulkan rasa sakit dan iritasi.

a. Compartment Syndrom

Para atlet pada umumnya sering mengalami permasalahan (gangguan rasa nyeri atau

sakit) yang terjadi pada kaki bawah (meliputi daerah antara lutut dan pergelangan

kaki). Terkadang rasa sakit/nyeri tersebut terjadi karena adanya suatu sindrom

kompartemen. Diagnosa terhadap sindrom tersebut dilakukan dengan cara

perkiraan, karena pola karakteristik (gejala) dan rasa sakit tersebut dan ukuran

tekanan kompartemennya. Diantara beberapa penyakit yang menyertai sindrom

ini dapat diatasi dengan pembedahan (operasi).

b. Shin Splint

shin splints kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan adanya rasa sakit

(cedera pada kaki bagian bawah yang seringkali terjadi akibat melakukan

berbagai aktivitas olahraga, termasuk olahraga lari. Shin splints tersebut

dibedakan menjadi dua jenis menurut lokasi rasa sakitnya. Anterior Shin Splints,

yaitu rasa sakit yang terjadi pada bagian depan (anterior) dari tibia. Dan yang

kedua adalah Posterior Shin Splints, rasa sakit tersebut terasa pada bagian dalam

(medial) kaki pada tulang tibia.

Shin splints disebabkan oleh adanya robekan sangat kecil pada otot-otot kaki bagian

bawah yang berhubungan erat dengan tibia. Pertama-tama akan mengalami rasa

sakit yang menariknarik setelah melakukan lari. Apabila keadaan ini dibiarkan

dan terjadi terus, maka akan semakin parah, bahkan dapat juga terasa sakit

meskipun pada saat kita berjalan kaki. Rasa sakit tersebut biasanya terasa seperti

90
adanya satu / beberapa benjolan kecil pada sepanjang sisi tulang tibia. Komplikasi

strain yang mungkin terdapat meliputi:

h. Ruptura total otot yang memerlukan perbaikan melalui pembedahan.

i. Miositis osifikan (inflamasi krnis dengan endapan menyerupai tulang) akibat

klasifikasi jaringan parut (koplikasi lanjut).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang sprain :

1. Foto Rontgen

Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur. Selain itu, dapat pula dilihat

kondisi fraktur, seperti adanya tulang yang tumpang-tindih, retak, dan

sebagainya.

2. X-Ray

Prosedur ini penting untuk mengevaluasi pasien dengan kelainan musculoskeletal.

Berikut beberapa jenis X – Ray :

a. X-Ray tulang

menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan hubungan

tulang.

b. X-Ray multiple

diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang diperiksa

c. X-Ray korteks tulang

menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan, dan tanda iregularitas.

91
d. X-Ray sendi

dapat menunjukkan adanya cairan, iregularitas, spur, penyempitan, dan

perubahan struktur sendi. Resiko infeksi

3. CT-Scan

Menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat

memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon.

Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di

daerah yang sulit dievaluasi dengan cara menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

4. Artrografi

Penyuntikan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi untuk

melihat struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diletakkan dalam

kisaran pergerakannya sementara itu diambil gambar sinar-X serial.

Artrogram sangat berguna untuk mengidentifikasi adanya robekan akut atau

kronik kapsul sendi atau ligament penyangga lutut, bahu, tumit, panggul, dan

pergelangan tangan.

Tatalaksana Medis

A. Penanganannya dapat dilakukan dengan RICE :

1. R – Rest : diistirahatkan adalah pertolongan pertama yang penting

untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanju

2. I – Ice : terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan

meredakan rasa nyeri

92
3. C – Compression : membalut gunanya membantu mengurangi

pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut

4. E – Elevasi : peninggian daerah cedera gunanya mengurangi

oedema (pembengkakan) dan rasa nyeri

B. Terapi dingin :

Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :

1. Kompres dingin Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang

tidak tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya : dua

puluh – tiga puluh menit dengan interval kira-kira sepuluh menit.

2. Massage Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah

dibungkus dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan tenggang

waktu sepuluh menit.

3. Pencelupan atau perendama Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau

bagian tubuh kedalam bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya

sepuluh – dua puluh menit.

4. Semprot dingin Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau

fluorimethane ke bagian tubuh yang cedera.

C. Pembedahan

Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya;

penguranganpengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.

D. Latihan ROM

Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan, latihan

pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringanyang sakit.

93
E. Farmakologi

1. Analgetik

Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri. Berikut contoh

obat analgetik :

a. Aspirin:

Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa 1tablet

perhari,anak > 5tahun setengah sampai 1tablet,maksimum 1 ½ sampai 3tablet

perhari.

b. Bimastan :

Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet ; Indikasi:

nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi : hipersensitif, tungkak lambung,

asma, dan ginjal ; efeksamping : mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ;

Dosis: dewasa awal 500mg lalu 250mg tiap 6jam.

2. Analgesik :

Kandungan : Metampiron 500mg, Diazepam 2mg ; Indikasi : nyeri otot dan sendi

; Kontra indikasi : hipersensitif ; Efek samping : agranulositosis ; Dosis :

sesudah makan (dewasa 3xsehari 1 kaplet, anak 3xsehari 1/2kaplet).

94
f. Asuhan Keperawatan pasien dengan :
a. Strain dan sprain

Konsep Asuhan Keperawatan Dengan Strain Dan Sprain

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

a. Identitas klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,

Agama, Alamat.

b. Identitas penanggung jawab meliputi: Nama, Umur, Pendidikan,

Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat.

c. Tanggal masuk RS, No. Medical Record dan Diagnosa Medis

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

b. Riwayat penyakit sekarang :

kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau setelah

berolah raga, daerah mana yang mengalami trauma, bagaimana

karakteristik nyeri yang dirasakan.

c. Riwayat penyakit dahulu :

apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau

mengalami trauma pada sistem muskuloskeletal lainnya.

d. Riwayat penyakit keluarga :

apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

95
3. Pengkajian primer

a. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan

sekret akibat kelemahan reflek batuk.

b. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya

pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar

ronchi /aspirasi.

c. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,

takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan

membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

d. Disability

Setelah dilakukan pemeriksaan GCS pada primary survey perlu

didukung dengan :

 Pemeriksaan spesifik neurologic yang lain seperti reflekx

patologis, deficit neurologi, pemeriksaan persepsi sensori

 CT scan kepala, atau MRI

e. Exposure Konfirmasi hasil data primary survey dengan :

 Rontgen foto pada daerah yang mungkin dicurigai trauma atau

fraktur

 USG abdomen atau pelvis

96
4. Pengkajian sekunder

Meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat meggunakan format

AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal, dan Event/ Environment

yang berhubungan dengan kejadian).

Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan

pemeriksaan diagnostik. Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan

metode SAMPLE, yaitu sebagai berikut :

 S : Sign and Symptom.

Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas pada

thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi,

Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien menahan

dadanya dan bernafas pendek, Dispnea, hemoptisis, batuk dan

emfisema subkutan, Penurunan tekanan darah

 A : Allergies

Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi

obatobatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.

 M : Medications (Anticoagulants, insulin and cardiovascular

medications especially).

Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan

keadaan klien dan tidak menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat

dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan klien.

 P :Previous medical/surgical history.

Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.

97
 L :Last meal (Time)

Waktu klien terakhir makan atau minum.

 E :Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what

happened

Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien yang

kemudian digolongkan dalam SAMPLE.

5. Pemeriksaan Fisik (head to toe)

a. Inspeksi : kelemahan, edema, perdarahan, perubahan warna kulit,

ketidakmampuan menggunakan sendi

b. Palpasi : Mati rasa

c. Perkusi.

6. Aktivitas/istirahat

a. kehilangan fungsi pada bagian yang terkena

b. Keterbatasan mobilitas

7. Sirkulasi

a. Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

b. Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

c. Tachikardi

d. Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

e. Capilary refil melambat

f. Pucat pada bagian yang terkena

98
g. Masa hematoma pada sisi cedera

8. Neurosensori

a. Kesemutan

b. Kelemahan

c. Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi

berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.

e. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / anxietas

9. Kenyamanan

a. Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area

jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang deengan imobilisasi) tak ada

nyeri akibat keruisakan syaraf.

b. Spasme / kram otot (setelah immobilisasi).

10. Pernapasan

Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot

aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas

menurun/ hilang (auskultasi mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang

dalam rongga pleura), fremitus menurun, perkusi dada : hipersonor diatas

terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila trauma,

kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

Kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma :

99
Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,

edema pada jaringan lunak

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar

fraktur

3. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,

kerusakan kulit dan trauma jaringan.

Intervensi
Tanggal No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional TTD
/Jam Dx Hasil
1 Mei 1 Setelah dilakukan tindakan  -Kaji karekteristik nyeri,  Untuk Membantu Perawat
„21 keperawatan 1 x … jam dalam
skala nyeri, sifat nyeri,
diharapkan klien dapat mengidentifikasi
08.00 lokasi penyebarannya
mengontrol nyeri dengan derajat
WIB
criteria hasil: (PQRS). ketidaknyamanan
 Klien dapat dan kebutuhan
 Kaji TTV
mengungkapkan untuk keefectifan
berkurangnya nyeri.  Beri posisi yang nyaman. analgesic Untuk
 Klien dapat Beri tehnik distraksi. mengetahui keadaan
mengidentifikasi dan umum pasien Dapat
 edukasi keluarga atau
menggunakan mempengaruhi
intervensi untuk klien kopres air hangat kemampuan klien
mengatasi nyeri / untuk redakan nyeri untuk rileks dan
ketidaknyamanan istirahat secara
 kolaborasi dalam
 Klien tampak rileks efektif. Untuk
dan mampu tidur dan pemberian analgesik mengurangi sensasi
istirahat dengan tepat. nyeri. Dapat

10
  Ttv dalam batas membantu klien
normal untuk menangani
nyeri secara mandiri

1 Mei 2 Setelah dilakukan  Kaji derajat mobilitas yang  Mengetahui Perawat


„21 persepsi diri
tindakan keperawatan dihasikan oleh
pasien mengenai
08.00 1 x ….. jam cedera/pengobatandan
keterbatasan fisik
WIB
diharapkan klien perhatikanpersepsi pasien aktual,

dapat memperbaiki terhadapobilisasi  Meningkatkan


aliran darah ke
mobilitas fisik dengan  instruksikan dan bantu
otot dan tulang
kriteria hasil: pasien dalam rentang untuk
meningkatkan
 Klien dapat mencapai gerak aktif/pasif pada
tonus otot,
mobilitas fisik yang ekstremitas yang sakit dan
mempertahankan
baik.napas paten yang tak sakit gerak sendi,
mencegah
 dorong partisipasi, pada
kontraktur/atrofi
aktivitas terapeutik dan
dan respon
pertahankan rangsangan kalsium karena
tidak digunakan
lingkungan
 Memberikan
 konsultasi dengan ahli
kesempatan untuk
terapi fisik/okupasi dan mengeluarkan
energi
atau rehabilitasi spesialis
meningkatkan
rasa Kontrol diri
 Berguna dalan
membuat aktivitas
individual/progra

10
m latihan.

1 Mei 3 Setelah diberkan tindakan  . kaji tanda tanda infeksi  Untuk mengetahui Perawat
„21 perubahan kondisi
keperawatan selama  rawat luka dengan
perlukaan yang
08.00 …x… jam pertahankan teknik aseptic
terjai pada klien
WIB
Diharapkan klien  edukasi klien dan  Mencegah

tidak mengalami terjadinya infeksi


pengunjung untuk jaga
nosocomial
resiko infeksi dengan kebersihan area perlukaan
 Memberikan
criteria hasil : klien agar tetap bersih informasi

Klien bebas dai tanda dan   Meminimalkan


kolaborasi dalam
terjadinya infeksi
gejala inefeksi pemberian terapi sesuai
 Membantu proses
Jumlah leukosit dalam medikasi pemulihan klien
batas normal

Mendeskripskan proses

penularan penyakit

atau factor yang

mempengaruhi infeksi

10
Evaluasi

S : Data Subyektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

O : Data Obyektif

Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara

langsung kepada klien, dan dirasakan klien setelah tindakan keperawatan

A : Analisis

Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan suatu masalah

atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan

masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien

yang telah teridentifikasi datanya dalam data subyektif dan obyektif.

P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, modifikasi, atau

ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan

sebelumnya.

10
b. Repetitive motion injury

A. PENGKAJIAN

1. AKTIVITAS / ISTRAHAT
 Gejala : Kesulitan ambulasi, kekakuan sendi (memburuk pada pagi hari atau setelah
periode tak aktif).

Riwayat partisipasi / okupasi aktivitas olahraga yang menggunakan sendi tertentu.


Ketidakmampuan untuk berpartisipasi pada aktivitas okupasi/ rekreasi pada tingkat yang
diinginkan
Gangguan tidur, perlambatan untuk tertidur/ bangun karena nyeri: tidak merasa istrahat
dengan baik.
2. SIRKULASI

Tanda : Adanya edema; penurunan nadi pada sendi yang sakit, tungkai / jari – jari
3. HIGIENE

Gejala : Kesulitan melakukan aktivitas sehari – hari.


Menggunakan alat / peralatan khusus.
Kebutuhan terhadap bantuan.
4. NEUROSENSORI

Tanda : Gangguan perubahan gerak pada sendi yang sakit.


5. NYERI/ KENYAMANAN

Gejala : Nyeri (tumpul, sakit, menetap), pada sendi yang sakit, memburuk dengan
gerakan
6. KEAMANAN

Gejala : Cedera traumatic / fraktur pada sendi yang sakit.


Tumor tulang, defotrmitas congenital.
Riwayat implamasi,arthritis tak sembuh (AR atau osteoarthritis;nekrosis aseptic pada
kepala sendi).

10
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat (kulit robek,
pemajanan sendi).
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Nyeri dan ketidaknyamanan, gangguan
musculoskeletal.
3. Nyeri berhubungan dengan Agen pencedera: biologik, fisik/psikologik (contoh spasme
otot, prosedur bedah, penyakit sendi kronis sebelumnya, usia lanjut, ansietas)

Intervensi
Tanggal No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional TTD
/Jam Dx Hasil
1 Mei 1 Setelah dilakukan tindakan Tingkatkan cuci tangan yang Menurunkan risiko Perawat
„21 keperawatan 1 x … jam baik pada staf dan pasien kontaminas silang.
diharapkan klien dapat
08.00
Mencapai penembuhan Gunakan teknik aseptic atau Mencegah kontaminasi
WIB
luka tepat waktu, bebas kebersihan yang ketat sesuai dan riisko infeksi luka,
drainase purulen atau indikasi untuk dimana dapat
eritema, dan tidak demam. menguatkan/mengganti balutan memerlukan pelepasan
dan bila menangani drain. prostese
Instruksikan pasien tidak untuk
menyentuh/ menggaruk insisi. Menurunkan risiko
infeksi
Pertahankan alat drainase
(contoh Hemovac/Jackson- Memberikan informasi
Pratt).perhatikan karakteristik tentang status proses
drainase luka penyembuhan

Kaji kulit/warna insisi, suhu dan Mempertahankan


integritas;perhatikan adanya keseimbangan cairan

10
eritema/inflamasi , kehilangan dan nutrisi untuk
penyatuan luka. mendukung perfusi
jaringan dan
Selidiki keluhan peningkatan memberikan nutrisi
nyeri pada luka, perubahan yang perlu untuk
karakteristik nyeri. regenerasi seluler dan
penyembuhan jaringan.
Awasi suhu. Perhatikan adanya
menggigil.

Dorong pemasukan cairan, diet


tinggi protein dengan bentuk
makanan kasar.

Kolaborasi
Pertahankan isolasi ulang, bila
tepat.

Berikan antibiotic sesuai


indikasi.

Kultur drainase secara rutin/


sesuai kebutuhan.
1 Mei 2 Setelah dilakukan Pertahankan tirah baring awal .Meningkatkan aliran Perawat
„21 dengan sendi yang sakit pada balik venauntuk
tindakan keperawatan
posisi yang dianjurkan dan mencegah
08.00 1 x ….. jam
tubuh dalam kesejajaran. pembentukan edema
WIB
diharapkan klien berlebihan
Batasi penggunaan posisi semi
dapat memperbaiki
Fowler/tinggi, bila Membantu perawatan
mobilitas fisik dengan
diindikasikan. diri dan kemandirian
pasien.

10
kriteria hasil: Tinggikan ekstremitas dengan
meninggikan kaki tempet tidur, Teknik pemindahan
 Mempertahankan
Beri obat sebelum yang tepat mencegah
posisi fungsi,
prosedur/aktivitas. abrasi kulit, dan jatuh.
dibuktikan oleh tak
adanya kontraktur.
Mengganti posisi sisi yang tak Mencegah
 Menunjukkan
dioperasi menggunakan jumlah iritasi/kerusakan kulit.
peningkatan
petugas yang adekuat dan
kekuatan dan
mempertahankan ekstermitas Memenuhi kebutuhan
fungsi sendi serta
yang dioperasi pad a posisi sendi individu yang
tungkai yang sakit.
netral. Dukung posisi dengan diganti.
 Menyatakan
bantal atau dengan menjepit.
pemahaman
Meningjkatkan harga
pengobatan
Tunjukkan / bantu teknik diri; meningkatkan rasa
individu dan
pemindahan dan menggunakan control dan
berpartisipasi
alat mobilisasi contoh trapeze, kemandirian.
dalam program
walker.
rehabilitasi.
Meningkatkan perilaku
Inspeksi kulit; observasi area positif dan mendorong
kemerahaan. Pertahankan linen keterlibatan terapi.
kering dan bebas kerutan.
Berguna dalam
Masase kulit/penonjolan tulang membuat program
secara rutin. aktivitas /latihan

Menurunkan tekanan
Lakukan/bantu rentang gerak
kulit/jaringan;
pada sendi yang tak sakit.
membatasi perasaan
kelelahan dan
Observasi pembatasan tepat
ketidaknyamanan
berdasarkan sendi khusus,
umum.
contoh hindari fleksi /rotasi

10
panggul dan fleksi atau
hiperekstensi kaki; taati
pembatasan beban badan;
gunakan pengimobilisasi lutut
sesuai indikasi.

Dorong partisipasi aktivitas


sehari-hari.

Berikan penguatan positif


terhadap upaya-upaya.

Kolaborasi
Konsul pada terapis
fisik/kejuruan dan ahli
rehabilitasi.

Berikan kasur busa.


1 Mei 3 Setelah diberkan tindakan Kaji keluhan nyeri, perhatikan Memberikan informasi Perawat
„21 intensitas (skala 0-10), lamanya, sebagai dasar dan
keperawatan selama
dan lokasi. pengawasan keefektifan
08.00 …x… jam
intervensi.
WIB
Diharapkan klien Pertahankan posisi tepat pada
ekstremitas yang dioperasi. Menurunkan tegangan
tidak mengalami
otot, memfokuskan
resiko infeksi dengan
Berikan tindakan kenyamanan kembali perhatian,
criteria hasil : (contoh penggunaan gulungan meningkatkan rasa
lumbar, perubahan posisi sering, control, dan dapat
 Keluhan nyeri
pijatan punggung) dan aktivitas meningkatkan
hilang/terkontrol.
terapeutik. kemampuan koping
 Menunjukkan
dalam manajemen

10
keterampilan Dorong teknik manajemen ketidaknyamanan/nyeri
kemampuan stress (contoh relaksasi yang dapat menetap
relaksasi dan progresif, bimbingan imajinasi, selama periode lama.
aktivitas visualisasi) dan penggunaan
terapeutiksesuai sentuhan terapeutik. Menurunkan tegangan
indikasi situasi otot; membantu
individu. Beri obat sebelum partisispasi.
 Tampak rileks, aktivitas/prosedur..
mampu tidur dan Menghilangkan nyeri
istirahat dengan Berikan narkotik, analgesic, dan bedah dan menurunkan
tepat. reksan otot sesuai indikasi. tegangan/spasme otot,
yang menambah
Gunakan kantong es sesuai ketidaknyamanan.
indikasi.
Meningkatkan
Pertahankan mobilisasi vasokontriksi untuk
ekstremitas, contoh ambulasi,
menurunkan
terapi fisik, alat latihan, alat
gerakan pasif kontinu. perdarahan/pembentuka
n edema pada area
bedah dan mengurangi
persepsi
ketidaknyamanan.

Meningkatkan sirkulasi
pada otot yang
sakit.meminimalkan
kekauan sendi,
menghilangkan spasme
otot sehubungan
dengan tak digunakan.

10
Evaluasi

S : Data Subyektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

O : Data Obyektif

Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara

langsung kepada klien, dan dirasakan klien setelah tindakan keperawatan

A : Analisis

Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan suatu masalah

atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan

masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien

yang telah teridentifikasi datanya dalam data subyektif dan obyektif.

P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, modifikasi, atau

ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan

sebelumnya.

11
c. Cedera ligamen dan meniscus

ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA LIGAMEN DAN MENISKUS

PENGKAJIAN

1. Identitas klien

d) Identitas klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat.
e) Identitas penanggung jawab meliputi: Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,
Agama, Alamat.
f) Tanggal masuk RS, No. Medical Record dan Diagnosa Medis

2. Riwayat Kesehatan

e) Keluhan utama : Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan menurun.
f) Riwayat penyakit sekarang : Badan bengkak, muka sembab, muntah, nafsu makan
menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
g) Riwayat penyakit dahulu : Edema, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan
kimia.
h) Riwayat kesehatan keluarga : Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak
dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran.

3. Pengkajian fungsional kesehatan

Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola konseptual
Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000) dan Carpenito (2001).

l. Persepsi kesehatan
Kaji pandangan klien/keluarga jika ada anggota keluarga yang sakit apa yang akan
dilakukan, pengobatan apa yang akan diberikan.
m. Pola nutrisi metabolic

11
Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status nutrisi klien
dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta observasi
adanya oedema anasarka.

n. Pola eliminasi

Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi perubahan
pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.

o. Pola aktivitas

Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda kelelahan,

p. Kebutuhan istirahat tidur

Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit

q. Pola persepsi kognitif

Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang di
deritanya.

r. Pola persepsi diri

Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal diri, konsep
diri.

s. Pola hubungan sosial

Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat.

t. Pola seksualitas

Kaji kebutuhan seksual klien

u. Pola mekanisme koping

Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya

11
v. Pola spiritual

Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa penyakitnya
adalah ujian dari Tuhan.

4. Pemeriksaan fisik

Strain dan sprain : Pemeriksan fisik mencakup kelemahan, ketidakmampuan penggunaan


sendi, udema pada sprain, perubahan warna kulit, perdarahan, dan mati rasa.

MK ETIOLOGI
DATA
DS : Klien mengatakan nyeri pada
persendian lutut Cidera Pada
DO : Pasien juga terlihat memegang Bantalan Sendi
lututnya dan berjalan pincang Nyeri Akut Lutut

DS : Klien mengatakan sulit


berjalan,dan beraktivitas seperti Penurunan
biasa Kekuatan Dan
DO: - Dari hasil pemeriksaan Gangguan mobilitas Ketahanan

didapatkan daerah sendi lutut pasien fisik Sendi


kaku dan tidak bisa digerakkan.

- Pasien juga terlihat memegang


lututnya dan berjalan pincang saat
dibawa kerumah sakit
DS : Pasien mengatakan tidak tahu
apa yang harus dilakukan dan
bertanya apakah kondisinya parah da Kurangnya
apakah dia masih bisa bermain bola Informasi
lagi Kurang pengetahuan tentang
DO : Pasien terlihat cemas dengan penyakit

11
kondisinya saat ini

Intervensi
Tanggal No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional TTD
/Jam Dx Hasil
1 Mei 1 a. Kaji keluhan nyeri,  Untuk Membantu Perawat
Setelah dilakukan
„21 perhatikan lokasi, dalam
tindakan keperawatan 1 x
lamanya, dan intensitas mengidentifikasi
08.00 … jam diharapkan Nyeri
(skala 0 ± 10). derajat
WIB berkurang
Perhatikan petunjuk ketidaknyamanan
Kriteria Hasil: verbal dan non-verbal. dan kebutuhan
b. Pertahankan untuk keefectifan
a. Klien menyatakan immobilisasi bagian analgesic
nyeri berkurang. yang sakit dengan tirah  Untuk mengetahui
b. Klien menunjukkan baring, gips, pembeban, keadaan umum
penggunaan dan traksi. pasien
keterampilan c. Tinggikan dan sokong  Dapat
relaksasi dan aktifitas ekstremitas yang mempengaruhi
terapetik sesuai terkena. kemampuan klien
indikasi untuk situasi d. Bantu pasien dalam untuk rileks dan
individual. melakukan gerakan istirahat secara
c. Edema berkurang/hilang. pasif/aktif. efektif.
e. Tekanan darah f. Berikan alternatif  Untuk mengurangi
normal. tindakan kenyamanan sensasi nyeri.
a. e. Tidak ada (massage, perubahan  Dapat membantu
peningkatan nadi dan posisi). klien untuk
pernapasan g. Dorong penggunaan menangani nyeri
teknik manajemen secara mandiri
stress, contohnya
relaksasi progresif,
latihan nafas dalam,

11
imajinasi visualisasi dan
sentuhan terapeutik.
h. Lakukan kompres
dingin/es selama 24-48
jam pertama dan sesuai
indikasi.
i. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
analgetik.
1 Mei 2 a. Kaji derajat imobilitas  Mengetahui Perawat
Setelah dilakukan
„21 yang dihasilkan oleh persepsi diri
tindakan keperawatan 1 x
cedera/pengobatan dan pasien mengenai
08.00 ….. jam diharapkan
perhatikan persepsi keterbatasan fisik
WIB Kerusakan mobilitas fisik
pasien terhadap aktual,
dapat berkurang.
imobilisasi.  Meningkatkan
Kriteria Hasil: b. Dorong partisipasi pada aliran darah ke
aktivitas otot dan tulang
a. Klien akan terapeutik/rekreasi dan untuk
meningkat/mempert pertahankan rangsang meningkatkan
ahankan mobilitas lingkungan. tonus otot,
pada tingkat c. Instruksikan dan bantu mempertahankan
kenyamanan yang pasien dalam rentang gerak sendi,
lebih tinggi. gerak aktif/pasif pada mencegah
b. Klien ekstremitas yang sakit kontraktur/atrofi
mempertahankan dan yang tak sakit. dan respon
posisi/fungsional. d. Tempatkan dalam posisi kalsium karena
c. Klien meningkatkan telentang secara periodik tidak digunakan
kekuatan/fungsi bila mungkin, bila traksi  Memberikan
yang sakit dan digunakan untuk kesempatan untuk
mengkompensasi menstabilkan fraktur mengeluarkan
bagian tubuh. tungkai bawah.

11
d. Klien menunjukkan e. Bantu/dorong perawatan energi
teknik yang mampu diri/kebersihan (contoh meningkatkan
melakukan aktifitas. mandi dan mencukur). rasa Kontrol diri
f. Berikan/bantu dalm  Berguna dalan
mobilisasi dengan kursi membuat aktivitas
roda, kruk dan tongkat individual/progra
sesegera mungkin. m latihan.
Instruksikan keamanan
dalam menggunakan alat
mobilisasi.
g. Awasi TD dengan
melakukan aktivitas dan
perhatikan keluhan
pusing.
h. Ubah posisi secara
periodik dan dorong
untuk latihan batuk/napas
dalam.
i. Auskultasi bising usus.
j. Dorong penigkatan
masukan cairan sanpai
2000-3000 ml/hari
k. Konsul dengan ahli terapi
fisik/okupasi dan atau
rehabilitasi spesialis.
1 Mei 3 a. Kaji ulang patologi,  Untuk mengetahui Perawat
Setelah diberkan tindakan
„21 prognosis dan harapan perubahan kondisi
keperawatan selama …x…
yang akan datang. perlukaan yang
08.00 jam Diharapkan
b. Beri penguatan metode terjai pada klien
WIB Pemahaman dan
mobilitas dan ambulasi  Mencegah
pengetahuan klien dan
sesuai instruksi dengan terjadinya kurang

11
keluarga bertambah. terapis fisik bila pengetahuan
diindikasikan.  Memberikan
Kriteria Hasil:
c. Buat daftar aktivitas informasi
a. Menyatakan pehaman dimana pasien dapat  Membantu proses
kondisi, prognosis melakukannya secara pemulihan klien
dan pengobatan. mandiri dan yang

a. b. Melakukan memerlukan bantuan.

dengan benar d. Dorong pasien untuk

prosedur yang melanjutkan latihan aktif

diperlukan dan untuk sendi di atas dab di

menjelaskan alasan bawah fraktur.

tindakan. e. Diskusikan pentingnya


perjanjian evaluasi klinis.

11
Evaluasi

S : Data Subyektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

O : Data Obyektif

Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara

langsung kepada klien, dan dirasakan klien setelah tindakan keperawatan

A : Analisis

Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan suatu masalah

atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan

masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien

yang telah teridentifikasi datanya dalam data subyektif dan obyektif.

P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, modifikasi, atau

ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan

sebelumnya.

11
d. Cedera rotator cuff

ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA ROTATOR CUFF


Pengkajian
Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering muncul yaitu pasien akan mengeluh nyeri dan panas serta aka nada
pembengkakan dan kemerahan di bagian yang mengalami cedera.

Riwayat Penyakit Sekarang


Adanya nyeri pada bahu, dikarenakan cidera pada bahu saat melakukan latihan olahraga dan
pasien tidak bisa menglakukan aktivitas biasa seperti: mengangkat tangan, menyisir rambut dan
meletakkan kotak diatas rak.

Riwayat Penyakit Dahulu


Perlu diketahui adanya proses penuaan atau peradangan pada bahu dan perlu diketahui apakah
pasien pernh mengalami trauma pada bahu.

Riwayat Penyakit Keluarga


Membahasa tentang riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota keluarga pasien yang
disinyalir sebagai penyebab penyakit pasien sekarang.

Pengkajian Keperawatan (11 pola Gordon)


Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kaji persepsi klien mengenai masalah sehat sakit.

Pola nutrisi dan metabolisme


Pasien dengan cedera rotator cuff akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas biasa
seperti makan. pasien dengan cedera rotator cuff keadaan umumnya lemah dan mengeluh susah
dalam menggerakkan bahu.

11
Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak
bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

Pola aktivitas dan latihan


Akibat cedera rotator cuff pasien akan mengurangi aktivitasnya karena adanya nyeri dada dan
untuk memenuhi kebutuhannya sebagian aktifitas pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.

Pola tidur dan istirahat


Adanya nyeri bahu akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat.

Pola hubungan dan peran


Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran.

Pola persepsi dan konsep diri


Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami
sakit, sesak nafas, nyeri pada bahu. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran
positif terhadap dirinya.

Pola sensori dan kognitif


Pasien mengalami nyeri pada bahu.

Pola reproduksi seksual


Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk
sementara waktu kondisi fisiknya masih lemah.

Pola penanggulangan stress

12
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin
pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang
mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.

Pola tata nilai dan kepercayaan


Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan
menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.

Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : pemeriksaan pada penderita akan terlihat perbedaan yang sangat mencolok
antara bahu yang mengalami gangguan dengan bahu yang tidak mengalami gangguan.
Dijumpai adanya pembengkakan dan kemerah-merahan di sekitar sendi bahu karena
adanya peradangan. Terkadang juga dijumpai atropi otot supraspinatus.
- Palpasi: pada kasus ini akan dijumpai spasme otot sekitar bahu, nyeri tekan pada tendon
M. Supraspinatus yaitu pada tuberculum mayor humeri dan adanya peningkatan suhu
lokal di daerah bahu.
- Auskultasi: pada kondisi ini tidak dilakukan.
- Perkusi: pada kondisi ini tidak dilakukan

Pemeriksaan Lab dan Penunjang


Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk mendiagnosa adanya robekan dari rotator cuff dan
pemeriksaan ini tergantung pada operator. Diagnosis terdapat robekan yang besar pada rotator
cuff bila terdapat nonvisualization dari tendon SubScapularis dan otot deltoid sehingga yang
tanpak langsung korteks humerus. Robekan rotator cuff yang besar ditunjukan sebagai daerah
hypoechoic meluas hingga rotator cuff; dengan terdapatnya cairan bursal di subdeltoid
mendukung diagnosis. Jika robekan dari rotator cuff cukup besar mengakibatkan otot deltoid
berdekatan dapat masuk ke dalam celah tendon.
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI dipergunakan untuk melihat kondisi rotator cuff, tetapi lebih dari 1/3 pasien
tidak memiliki keluhan walaupun dalam MRI tanpak adanya robekan pada rotator

12
cuff. Pemeriksaan MRI lebih baik untuk mendiagnosa robekan rotator cuff lebih baik dari pada
dengan USG. Robekan dari rotator cuff dibagi menjadi beberapa grade, yaitu ; kecil (kurang
dari 1cm), sedang (1-3 cm), dan besar (3-5cm), massif (lebih besar 5cm). pemeriksaan ini sangat
bermanfaat untuk melihat derajat artopaty dan fibrosis dari rotator cuff dan untuk, bila otot sudah
menjadi fibrosis dan terrektraksi, maka tidak akan dapat sembuh kembali. Bila pada pasien
dengan robekan rotator cuff grade III dan pada MRI menunjukan terjadinya retraksi
pada rotator cuff ke glenoid dengan artropi yang hebat sudah dapat dipastikan tidak akan dapat
sembuh secara spontan.

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan otot.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera/robekan pada rotator cuff.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal kelemahan,
berkurangnya pergerakan akibat cedera.

Intervensi
Tanggal No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional TTD
/Jam Dx Hasil
1 Mei 1 Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara  Untuk Membantu Perawat
tidakan keperawatan komprehensif (lokasi,
„21 dalam
selama 5×24 jam, karakteristik, durasi,
pasien tidak mengalami frekuensi, kualitas dan faktor mengidentifikasi
08.00 nyeri dengan kriteria presipitasi)
derajat
hasil:
WIB
1) Mampu mengenali 2. Observasi reaksi ketidaknyamanan
nyeri (skala, intensitas, nonverbal dari
dan kebutuhan
frekuensi dan tanda ketidaknyamanan
nyeri) untuk keefectifan
3. Pasang bebat atau
analgesic
2) Mampu mengontrol balutan (mitella) pada
nyeri ekstremitas yang terkena  Untuk mengetahui
untuk mengatasi rasa nyeri
keadaan umum
3) Melaporkan bahwa dan mencegah terjadinya
nyeri berkurang cedera yang lebih lanjut pasien
 Dapat
4) Menyatakan rasa 4. Anjurkan untuk tingkatkan
nyaman setelah nyeri mempengaruhi

12
berkurang istirahat kemampuan klien
untuk rileks dan
5) TTV dalam rentang 5. Ajarkan tentang teknik non
normal farmakologi: kompres dingin istirahat secara
efektif.
6) Tidak mengalami 6. Kolaborasi pemberian
gangguan tidur analgesic sesuai indikasi  Untuk mengurangi
untuk mengurangi nyeri sensasi nyeri.
7. Monitor vital sign sebelum  Dapat membantu
dan sesudah pemberian klien untuk
analgesik pertama kali
menangani nyeri
secara mandiri

1 Mei 2 Setelah dilakukan 1. Monitor vital sign  Mengetahui Perawat


tindakan keperawatan sebelum/sesudah latihan dan
„21 persepsi diri
selama 5×24 jam lihat respon pasien saat
gangguan mobilitas fisik latihan pasien mengenai
08.00 teratasi dengan kriteria
keterbatasan fisik
hasil: 2. Kaji kemampuan pasien
WIB
dalam mobilisasi aktual,
1) Pasien meningkat
dalam aktivitas fisik  Memberikan
3. Berikan lingkungan
yang aman. kesempatan untuk
2) Memverbalisasikan
mengeluarkan
perasaan dalam 4. Latih pasien dalam
peningkatan kekuatan pemenuhan kebuutuhan energi
dan kemampuan ADLs secara mandiri sesuai meningkatkan
gerakan kemampuan.
rasa Kontrol diri
5. Damping dan bantu  Berguna dalan
pasien saat mobilisasi.
membuat aktivitas
6. Ajarkan pasien merubah individual/progra
posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan. m latihan.

7. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai kebutuhan

1 Mei 3 Setelah dilakukan 1. Monitor kemampuan  Untuk mengetahui Perawat


tindakan keperwatan pasien untuk perawatan diri

12
„21 selama 3×24 jam, defisit yang mandiri. perubahan kondisi
perawatan diri teratasi
yang terjai pada
dengan kriteria hasil: 2. Monitor kebutuhan
08.00
pasien untuk alat-alat bantu klien
WIB 1) Pasien dalam kebersihan diri,
 Mencegah
menyatakan berpakaian, berhias, toileting
kenyamanan terhadap dan makan. terjadinya deficit
kemampuan untuk
perawatan diri
melakukan aktivitas 3. Sediakan bantuan
sehari-hari. sampai pasien mampu  Memberikan
melakukan self-care.
informasi
2) Dapat melakukan
aktivitas sehari-hari 4. Motivasi pasien  Membantu proses
dengan bantuan melakukan secara mandiri,
pemulihan klien
namun beri bantuan ketika
pasien tidak mampu
melakukannya.

5. Berikan aktivitas rutin


sehari-hari sesuai
kemampuan.

Evaluasi

Evaluasi
Diagnosa

S: pasien mengatakan nyeri masih


namun sudah berkurang dari
sebelumnya
O: pasien beberapa kali masih terlihat
menahan nyeri ketika menggerakkan
bahu yang cedera

1 Adanya penurunan skala nyeri

TTV dalam rentang normal

A: masalah teratasi sebagia

P: intervensi dilanjutkan

12
S: pasien mengatakan sudah sedikit
bisa beraktivitas dengan bahunya yang
cedera
O: pasien terlihat dapat beraktivitas
menggunakan bahunya namun masih
2 terlihat berhati-hati

A: masalah teratasi sebagian

P: intervensi dilanjutkan

S: pasien mengatakan sudah bisa


melakukan aktivitas sehari-hari dengan
bahunya, contoh ketika menyisir
rambut pasien sudah mulai bisa
melakukan
O: pasein terlihat masih mengalami
3 kesulitan untuk berpakaian

A: masalah teratasi sebagian

P: intervensi dilanjutkan

12
e. Low back pain

ASUHAN KEPERAWATAN LOW BACK PAIN

Pengkajian.
a) Identistas Klien.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, alamat.
b) Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengatakan nyeri punggung akut maupun kronis lebih dari 2 bulan, nyeri sat
berjalan dengan menggunakan tumit, nyeri menyebar kebagian bawah belakang kaki.
c) Riwayat Penyakit Sekarang.
Tanyakan pada klien sejak kapan keluhan dirasakan, kapan timbulnya keluhan & apakah
menetap atau hilang timbul', hal apa yang mengakibatkan terjadinya keluhan, apa saja yang
dilakukan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan, tanyakan pada klien apakah klien sering
mengkomsumsi obat tertentu atau tidak.
d) Riwayat penyakit dahulu.
Tanyakan pada klien apakah klien dulu pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya,
apakah klien pernah mengalami kecelakaan atau trauma, apakah klien pernah menderita penyakit
gangguan tulang atau otot sebelumnya.
e) Riwayat Pekerjaan.
Faktor resiko ditempat kerja yang banyak menyebabkan gangguan otot rangka terutama adalah
kerja fisik berat, penanganan dan cara pengangkatan barang, posisi atau sikap tubuh selama
bekerja, dan kerja statis.

Pemeriksaan Fisik.
a) Keadaan umum.
Meliputi : baik, jelek, sedang.
b) Tanda – tanda Vital.
TD : Tekanan darah. N : Nadi. P : Pernapasan. S : Suhu.
c) Antropometri.
BB : Berat badan. TB : Tinggi badan.
d) Sistem pengidraan.

12
Mata : lapang pandang. Hidung : kemampuan penciuman. Telinga : keadaan telinga dan
kemampuan pendengaran.
e) Sistem pernapasan.
pernapasan, bersihan jalan nafas, kualitas, suara,dan bunyi tambahan ronchi, wheezing.
f) Sistem kardiovaskuer.
Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas, dan frekuensi, bunyi jantung. g) Sistem
gastrointestinal. Nilai kemampuan menelan, nafsu makan dan minum, peristaltik usus dan
eliminasi.
g) Sistem integumen.
Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, dan warna permukaan kuku.
h) Sistem muskuloskletal.
Bentuk kepala, ekstermitas atas dan skstermitas bawah,
i) Sistem endokrin.
Keadaan kelenjer tyroid, suhu tubuh, frekuensi urine.
j) Sistem reproduksi.
Nilai keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem reproduksi.
l) Sistem neurologis.
1. Fungsi cerebral.
2. Status mental : orientasi, daya ingat, dan bahasa.
3. Tingkat kesadaran (eye, motorik, verbal) : dengan menggunakan Gaslow Coma Scale
(GCS).
4. Kemampuan bicara.
5. Fungsi kranial.
– Nervus I (Olfaktorius) : klien menutup mata dan menutuo salah satu lubang
hidung, mengidentifikasi dengan benar bau yang berbeda (misalnya jeruk nipis
dan kapas alkohol).
– Nervus II (Optikus) : Persepsi terhadap cahaya dan warna, periksa diskus optikus,
penglihatan perifer.
– Nervus III (Okulomotorius) : Kelopak mata terhadap posisi jika terbuka, suruh
klien mengikuti cahaya

12
– Nervus IV (Troklearis) : Suruh klien menggerakan mata kearah bawah dan kearah
dalam.
– Nervus V (Trigeminus) : Lakukan palpasi pada pelipis dan rahang ketika klien
merapatkan giginya dengan kuat, kaji terhadap kesimetrisan dan kekuatan,
tentukan apakan klien dapat merasakan sentuhan diatas pipi (bayi muda menoleh
bila area dekat pipi disentuh) dekati dari samping, sentuh bagiang mata yang
berwarna dengan lembut dengan sepotong kapas untuk menguji refleks berkedip
dan refleks kornea.
– Nervus VI (Abdusen) : Kaji kemampuan klien untuk menggerakan mata secara
lateral.
– Nervus VII (Fasialis) : Uji kemampuan klien untuk mengidentifikasi larutan
manis (gula), asam (lemon). Kaji fungsi motorik dengan cara tersenyumdan
menglihatkan giginya.
– Nervus VIII (Vestibulocochlearis) : Uji pendengaran.
– Nervus IX (Glosofaringeus) : Uji kemampuan klien untuk mengidentifikasi rasa
pada lidah.
– Nervus X (Vagus) : Kaji klien refleks menelan, sentuhkan tong spatel pada lidah
ke posterior faring untuk menentukan refleks muntah, jangan menstimulasi jika
ada kecurigaan epiglotitis.
– Nervus XI (Asesorius) : Suruh klien memutar kepala kesamping dengan melawan
tahanan, minta klien untuk mengangkat bahunya kemudian kita tahan apakah
klien mampu untuk melawannya.
– Nervus XII (Hipoglasus) : Minta klien untuk mengeluarkan lidahnya,periksa
deviasi garis tengah, dengarkan kemampuan anak untuk mengucapkan „R‟.

6) Fungsi motorik : Massa otot, tonus otot, dan kekuatan oto.


7) Fungsi sensorik : Respon terhadap suhu, nyeri, dan getaran.
8) Fungsi cerebrum : Kemampuan koordinasi dan keseimbangan.

12
Pemeriksaan Penunjang.
1. Neurologik. Eletromiografi (EMG),
dilakukan bila dicurigai adanya disfugsi radiks. Somatosensory Evoked Potensial (SEP)
berguna untuk stenonosis kanal dan mielopati spinal.
2. Radiologik.
Foto polos, untuk mengesampingkan adanya kelainan tulang. Mielografi, Mielo-CT, CT-
scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), untuk mencari penyebab nyeri antara lain
tumor, HNP perlengketan.
3. Laboratorium.
Laju Endap Darah, darah perifer lengkap, C-reactive protein, faaktor rheumatoid, alkalin
fosfatase, kalsium (atas indikasi). Urinalisis, untuk penyakit non spesifik seperti
infeksi. Liquor Serebro spinalis (atas indikasi).

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri behungan dengan agen injuri.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri kekaun otot.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri.

Intervensi
Tanggal No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional TTD
/Jam Dx Hasil
1 Mei 1 Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian nyeri  Untuk Membantu Perawat
tindakan keperawatan secara
„21 dalam
3 x 24 jam pasien tidak Komprehensif
mengalami mengidentifikasi
08.00 nyeri. 2. Observasi reaksi non
derajat
verbal dari
WIB
Kriteria hasil : ketidaknyamanan. ketidaknyamanan
dan kebutuhan
Mampu mengontrol 3. Bantu pasien dan keluarga
nyeri. untuk untuk keefectifan
mencari dan menemukan
analgesic
Melaporkan bahwa nyeri dukungan.

12
berkurang dengan  Untuk mengetahui
menggunakan 4. Kontrol lingkungan yang
keadaan umum
manajemen nyeri. dapat
mempengaruhi nyeri seperti pasien
Mampe mengenali nyeri. suhu
Menyatakan rasa aman ruangan, penchayaan, dan  Dapat
setelah kebisingan. mempengaruhi
nyeri berkurang.
5. Kajikultur budaya yang kemampuan klien
Tanda vital dalam mempengaruhi respon nyeri. untuk rileks dan
rentang
normal. 6. Kurangi faktor presipitasi istirahat secara
nyeri. efektif.
Tidak mengalami
gangguan 7. Gunakan teknik  Untuk mengurangi
tidur. komunikasi sensasi nyeri.
teraupetik untuk mengetahui
pengalaman nyeri.  Dapat membantu
klien untuk
8. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menangani nyeri
menetukan intervensi. secara mandiri

9. Ajarkan teknik non


farmokologi :
nafas dalam, relaksasi,
distraksi,
kompres hangat / dingin.

10. Berikan analgetik untuk


mengurangi nyeri.

11. Berikan informasi tentang


nyeri
seperti penyebab nyeri,
berapa lama
nyeri akan berkurang, dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur.

1 Mei 2 Setelah dilakukan 1. Monitoring vital sign  Mengetahui Perawat


tindakan keperawatan sebelum dan
„21 persepsi diri
3 x 24 jam gangguan sesudah latihan dan lihat
mobilitas fisik respon pasien mengenai
08.00 teratasi. pasien saat latihan.

13
WIB keterbatasan fisik
Kriteria hasil : 2. Koreksi tingkat
aktual,
kemampuan
Klien meningkat dalam mobilisasi.  Memberikan
aktifitas
kesempatan untuk
fisik. 3. Konsultasikan dengan
terapi fisik mengeluarkan
Mengerti tujuan dari tentang rencana ambulansi
energi
peningkatan sesuai.
mobilitas. meningkatkan
4. Bantu klien dalam
rasa Kontrol diri
Memverbalisasikan perubahan gerak.
perasaan  Berguna dalan
dalam meningkatakan 5. Observasi / kaji terus
kekuatan kemampuan membuat aktivitas
dan kemampuan gerak motorik, dan individual/progra
berpindah. keseimbangan.
m latihan.
Memperagakan 6. Ajarkan pasien tenaga
penggunaan alat kesehatan
bantu. lain tentang teknik
ambulansi.

7. Anjurkan keluarga klien


untuk
melatih dan memberi
motivasi.

8. Kaji kemampuan pasien


dalam
mobilisasi.

9. Kolaborasi dengan tim


kesehatan
lain (fisioterapi untuk
pemasangan
konset).

10. Latih pasien dalam


pemenuhan
kebutuhan ADLS secara
mandiri.

11. Berikan alat bantu jika

13
diperlukan.

1 Mei 3 Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien untuk  Untuk mengetahui Perawat


tindakan keperwatan memaksimalkan ventilasi.
„21 perubahan kondisi
selama 3 x 24 jam
pasien menunjukan 2. Lakukan fisioterapi dada yang terjai pada
08.00 keefektifan jalan nafas jika perlu.
klien
.
WIB
Kriteria Hasil : 3. Keluarkan sekret atau  Mencegah
batuk
Mendemonstrasikan terjadinya jalan
batuk menggunakan suction. napas tidak efektif
efektif dan suara nafas
yang  Memberikan
4. Auskultasi suara nafas,
bersih, tidak ada dan catat informasi
sianosis dan
dyspneu.  Membantu proses
suara tambahan.
pemulihan klien
Menunjukan jalan nafas
5. Atur intake untuk cairan
yang
paten.
mengoptimalkan
Tanda – tanda vital keseimbangan.
dalam
rentang normal. 6. Monotor respirasi dan
status O2.

7. Bersihkan mulut, hidung


dan trakea.

8. Pertahankan jalan nafas


yang paten.

9. Observasi adanya tanda –


tanda

hipoventilasi.

10. Monitor vital sign.

11. Ajarkan bagaimana batuk


efektif.

12. Monitor pola nafas.

13
Evaluasi

S : Data Subyektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

O : Data Obyektif

Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara

langsung kepada klien, dan dirasakan klien setelah tindakan keperawatan

A : Analisis

Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan suatu masalah

atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan

masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien

yang telah teridentifikasi datanya dalam data subyektif dan obyektif.

P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, modifikasi, atau

ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan

sebelumnya.

13
g. Konsep dislokasi dan subluksasi (definisi – penatalaksanaan)

DEFINISI
Subluksasi adalah lesi atau disfungsi dalam sebuah sendi atau segmen gerakan dimana
keterkaitan, integritas gerakan dan/atau fungsi fisiologis berubah, meskipun kontak antara
permukaan sendi tetap utuh. Pada dasarnya sebuah entitas fungsional, yang dapat mempengarui
integritas biomekanikal dan syaraf (WHO, 2005).
Subluksasi berarti “sedikit lebih ringan dibandingkan suatu dislokasi” atau dengan kata lain suatu
dislokasi ringan. Hal ini dapat terjadi di tulang belakang (backbone) atau bagianlain mana pun
yang memiliki persendianpersendian. Suatu Subluksasi dapat menciptakansuatu tekanan saraf
ringan atau pun besar.

Dislokasi adalah cedera struktur ligameno di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit atau memutar
/ keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan, secara anatomis
(tulang lepas dari sendi). (Brunner & Suddarth. 2001).
Dislokasi merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen penyangga yang
mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi sesudah gerakan memuntuir yang tajam
(Kowalak, 2011). Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini terdapat hanya kepada komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).

ETIOLOGI
1) Sublokasi
Terkadang mungkin timbul subluksasi dari hal seperti hanya menonton televisi dari kursi
yang buruk. Bahkan bisa terjadi subluksasi dari mengangkat suatu benda ringan.
Adabanyak cara yang membuat persendian-persendian dan otot-otot tidak seimbang.
Trauma-trauma minor dan mayor seperti terjatuh, kecelakaan mobil atau cedera karena
olahraga juga dapat melukai tulang belakang atau kaki tangan dan menyebabkan
subluksasi.
2) Dislokasi
1. Umur

13
2. Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan
jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan otot akan relative menurun.
Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia 30 tahun.
3. Terjatuh atau kecelakan
Dislokasi dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga lutut mengalami
dislokasi.
4. Pukulan
Dislokasi lutut dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian lututnya dan
menyebabkan dislokasi.
5. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi keseleo karena kurangnya pemanasan.
6. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
7. Cedera olahraga.
Pemain basket dan kiper pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada
tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
8. Terjatuh.
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
9. Kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

MANIFESTASI KLINIS
subluksasi
1) Nyeri punggung
2) Mengalami pincang atau ketimpangan yang tiba tiba
3) Nyeri saat menngerakan sendi
4) Adanya oedem
5) Penurunan aktivitas

Dislokasi
1. Adanya bengkak / oedem
2. Mengalami keterbatasan gerak
3. Adanya spasme otot (kekauan otot)

13
4. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
5. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
6. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
7. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan sekitarnya (tampak
kemerahan).
8. Perubahan kontur sendi
9. Perubahan panjang ekstremitas
10. Kehilangan mobilitas normal
11. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dislokasi congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi,
atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :


a. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan
di sekitar sendi.
b. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut
dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada

13
shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah
tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

Berdasarkan tempat terjadinya :


a. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
1) Menguap terlalu lebar.
2) Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak
dapat menutup mulutnya kembali.
b. Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial
glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah
glenoid (dislokasi inferior).
c. Dislokasi Sendi
Siku Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yang dapat
menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah
bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolantonjolan tulang siku.
d. Dislokasi Sendi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi
tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke
arah telapak tangan atau punggung tangan.
e. Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas
acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior),
dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).
f. Dislokasi Patella
1) Paling sering terjadi ke arah lateral.
2) Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral
patella sambil mengekstensikan lutut perlahanlahan.
3) Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.

13
4) Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya
trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan

PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya dislokasi dan sublokasi sendi ada tiga hal yaitu karena
kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga
terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan
yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang
akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan
dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan
tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas
sehingga terjadi perubahan struktur. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan
adanya reposisi.

PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
R: Rest = Diistirahatkan adalah pertolongan pertama yang penting untuk
mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
I: Ice = Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan meredakan rasa
nyeri.
C: Compression = Membalut gunanya membantu mengurangi pembengkakan
jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
E: Elevasi = Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi oedema
(pembengkakan) dan rasa nyeri.
b. Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1) Kompres dingin Teknik :

13
potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus air lalu
kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya : dua puluh – tiga
puluh menit dengan interval kira-kira sepuluh menit.
2) Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus dengan
lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan tenggang waktu sepuluh
menit.
3) Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam bak air
dingin yang dicampur dengan es. Lamanya sepuluh – dua puluh menit.
4) Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane ke bagian
tubuh yang cedera.
5) Latihan ROM
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan,
latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang
sakit.

c. Penatalaksanaan medis :
Farmakologi
1) Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri. Berikut
contoh obat analgetik :
a) Aspirin:
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa
1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sampai
1tablet, maksimum 1 ½ sampai 3tablet perhari.
b) Bimastan :
Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet ;
Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi :
hipersensitif, tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping :

13
mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal
500mg lalu 250mg tiap 6jam.
2) Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).
3) Pemasangan pembalut elastis atau gips, atau jika keseleo berat,
pemasangan gips lunak atau bidai untuk imobilisasi sendi.
4) Pembedahan yang segera dilakukan untuk mempercepat kesembuhan,
termasuk penjahitan kedua ujung potongan ligamen agar keduanya
saling merapat.

KOMPLIKASI
Komplikasi dislokasi meliputi :
a. Komplikasi dini
Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera. Pasien tidak dapat mengerutkan
oto deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot
tersebut.
b. Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
c. Fraktur dislokasi
d. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya
nadi,CRT(capillary refill time) menurun,sianosis pada bagian
distal,hematoma melebar,dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan
oleh tindakan darurat spilinting,perubahan posisi pada yang
sakit,tindakan reduksi,dan pembedahan.
e. Sindrome kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menentukan otot, saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari
luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat

14
f. Kekakuan sendi bahu
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu.
Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi.
g. Kelemahan otot
h. Dislokasi yang berulang

14
h. Asuhan Keperawatan pasien dengan Dislokasi

Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi golongan darah, nomor registrasi, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, (MRS), dan diagnosis medis.
Dengan fokus ,meliputi :
a) Umur
Pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang sehingga menyebabkan fungsi tubuh
bekerja secara kurang normal dan dislokasi cenderung terjadi pada orang dewasa dari
pada anak-anak, biasanya klien jatuh dengan keras dalam keadaan strecth out
b) Pekerjaan
Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh kecelakaan yang mengakibatkan trauma
atau ruda paksa, biasaya terjadi pada klien yang mempunyai pekrjaan buruh bangunan.
Seperti terjatuh, atupun kecelakaan di tempat kerja, kecelakaan industri dan atlit olahraga,
seperti pemain basket , sepak bola dll
c) Jenis kelamin
Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki – laki dari pada permpuan karna cenderung
dari segi aktivitas yang berbeda .

2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri,
kelemahan dan kelumpuhan, ekstermitas, nyeri tekan otot, dan deformitas pada 15 daerah
trauma, untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien dapat menggunakan
metode PQRS.

3) Riwayat penyakit sekarang


Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas, kecelekaan industri, dan
kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan, pengkajian yang di dapat meliputi nyeri,
paralisis extermitras bawah, syok.

14
4) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit, seperti osteoporosis, dan
osteoaritis yang memungkinkan terjadinya kelainan, penyakit alinnya seperti hypertensi, riwayat
cedera, diabetes milittus, penyakit jantung, anemia, obat-obat tertentu yang sering di guanakan
klien, perlu ditanyakan pada keluarga klien .

5) Pengkajian Psikososial dan Spiritual


Kaji bagaimana pola interaksi klien terhadap orang – orang disekitarnya seperti hubungannya
dengan keluarga, teman dekat, dokter, maupun dengan perawat.

b. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien pemekrisaan fisik sangat
berguna untuk mendukung pengkajian anamnesis sebaiknya dilakukan persistem B1-B6 dengan
fokus pemeriksaan B3( brain ) dan B6 (bone)
1. Keadaan umum
Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran,
periksa adanya perubahan tanda-tanda vital yang meliputi brikardia, hipotensi dan
tandatanda neurogenik syok.
2. B3 ( brain)
 Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah kompos mentis
 Pemeriksaan fungsi selebral 16 Status mental :observasi penampilan ,tingkah laku
gaya bicara ,ekspresi wajah aktivitas motorik klien
 Pemeriksaan saraf kranial
 Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs achiles menghilang
dan refleks patela biasanya meleamh karna otot hamstring melemah
3. B6 (Bone)
 Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga mengompresi sekrum
gejala gangguan motorik juga sesuai dengan distribusi segmental dan saraf yang
terkena

14
 Look ,pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya pendarahan
,pembengkakakn dan deformitas
 Fell , kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan palpasi pada
ramus dan simfisi fubis
 Move , disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan
pada daerah ekstermitas.

c. Klasifikasi Data
1) Data subjektif
a. Klien mengatakan nyeri apabila beraktivitas
b. Klien mengatakan nyeri seperti ditekan benda berat
c. Klien mengatakan terjadi kekauan pada sendi
d. Klien mengatakan adanya nyeri pada sendi
e. Klien mengatakan sangat lemas
f. Klien mengatakan susah bergerak

2) Data objektif
a) Klien nampak lemas
b) Wajah nampak meringis
c) Keterbatasan mobilitas
d) Skala nyeri 6 (0-10)

2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan tampak
meringis
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan nyeri ditandai dengan sulit menggerakkan
ekstermitas, nyeri saat bergerak, dan sendi kaku

14
Intervensi
Tanggal No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional TTD
/Jam Dx Hasil
1 Mei 1 1. Kaji skala nyeri  Mengetahui Perawat
Setelah dilakukan tindakan
„21 2. Berikan posisi relaks pada intensitas nyeri.
keperawatan 1 x … jam
pasien  \Posisi relaksasi
08.00 diharapkan Rasa nyeri
3. Ajarkan teknik distraksi pada pasien dapat
WIB teratasi dengan Kriteria
dan relaksasi mengalihkan focus
Hasil :
4. Berikan lingkungan yang pikiran pasien pada
 Klien tampak tidak nyaman, dan aktifitas nyeri.
meringis lagi. hiburan  Tehnik relaksasi
 Klien tampak rileks 5. Kolaborasi pemberian dan distraksi dapat
analgesic mengurangi rasa
nyeri.
 Meningkatkan
relaksasi pasien
 Analgesic
Mengurangi nyeri

1 Mei 2  menunjukkan Perawat


Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat mobilisasi
„21 tingkat mobilisasi
keperawatan 1 x ….. jam pasien Berikan latihan
pasien dan
08.00 diharapkan Memberikan ROM
menentukan
WIB kenyamanan dan 2. Anjurkan penggunaan alat
intervensi
melindungi sendi selama bantu jika diperlukan
selanjutnya.
masa penyembuhan. 3. Monitor tonus otot
 Memberikan
Kriteria hasil 4. Membantu pasien untuk
latihan ROM
imobilisasi baik dari
 melaporkan. peningkatan kepada klien
perawat maupun keluarga
toleransi aktivitas untuk mobilisasi
(termasuk aktivitas sehari-  Alat bantu
hari) memperingan

14
mobilisasi pasien
 menunjukkan penurunan
 Agar
tanda intolerasi fisiologis,
mendapatkan data
misalnya nadi, pernapasan,
yang akurat
dan tekanan darah masih
 Dapat membantu
dalam rentang normal
pasien untuk
imobilisasi

Evaluasi

S : Data Subyektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

O : Data Obyektif

Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara

langsung kepada klien, dan dirasakan klien setelah tindakan keperawatan

A : Analisis

Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan suatu masalah

atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan

masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien

yang telah teridentifikasi datanya dalam data subyektif dan obyektif.

P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, modifikasi, atau

ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan

sebelumnya.

14
i. Asuhan Keperawatan pasien dengan Deformitas

Pengkajian
a. Data Subjektif
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas / mobilisasi pada daerah
fraktur tersebut
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma / kecelakaan, degeneratif dan
pathologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan
nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada /
tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis
sebelumnya
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis atau
penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular

2) Pola-pola Fungsi Kesehatan


a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang
bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme

14
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan 30
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas
juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu
juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan
pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus
menjalani rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
g. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang
pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur

14
h. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
i. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul
kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa
tidak efektif.
j. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak
klien.

b. Data obyektif
1) keadaan Umum:
apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
2) Tanda-tanda vital
tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
3) pemeriksaan fisik :
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri
tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk.
Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

14
e) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
 Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
 Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
 Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
 Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.

k) Jantung
 Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
 Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
 Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

15
i) Abdomen
 Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
 Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan

Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
b) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
c) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

15
Intervensi
Tanggal No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional TTD
/Jam Dx Hasil
1 Mei 1  Hubungan yang Perawat
Setelah dilakukan tindakan  Lakukan pendekatan pada
„21 baik membuat klien
keperawatan 1 x … jam klien dan keluarga
dan keluarga
08.00 diharapkan nyeri dapat  Kaji tingkat intensitas dan
kooperatif
WIB berkurang atau hilang. frekwensi nyeri
 Tingkat intensitas
Kriteria Hasil :  Jelaskan pada klien
nyeri dan frekwensi
penyebab dari nyeri
 Nyeri berkurang atau menunjukkan skala
 Observasi tanda-tanda
hilang nyeri
vital
 Memberikan
 Klien tampak tenang.  Melakukankolaborasi
penjelasan akan
dengan tim medis dalam
menambah
pemberian analgesik.
pengetahuanklien
tentang nyeri.
 Untuk mengetahui
perkembangan klien
 Merupakan
tindakan dependent
perawat, dimana
analgesik berfungsi
untuk memblok
stimulasi nyeri.

1 Mei 2  Mengetahui Perawat


Setelah dilakukan tindakan  Kaji kulit dan identifikasi
„21 sejauh mana
keperawatan 1 x ….. jam pada tahap perkembangan
perkembangan
08.00 diharapkan penyembuhan luka.
luka
WIB luka pada waktu yang  Kaji lokasi, ukuran, warna,
mempermudah
sesuai. Kriteria Hasil :. bau, serta jumlah dan tipe
dalam melakukan

15
cairan luka. tindakan yang
 tidak ada tanda
 Pantau peningkatan suhu tepat

 tanda infeksi seperti pus. tubuh.  Mengidentifikasi


 Berikan perawatan luka tingkat keparahan
 luka bersih tidak lembab dengan tehnik aseptik. luka akan
dan tidak kotor. Balut luka dengan kasa mempermudah
kering dan steril, gunakan intervensi.
 Tanda-tanda vital dalam
plester kertas.  Suhu tubuh yang
batas normal atau dapat
 Jika pemulihan tidak terjadi meningkat dapat
ditoleransi.
kolaborasi tindakan diidentifikasikan
lanjutan, misalnya sebagai adanya
debridement. proses peradangan
 Setelah debridement, ganti  Tehnik aseptik
balutan sesuai kebutuhan. membantu
 Kolaborasi pemberian mempercepat
antibiotik sesuai indikasi penyembuhan
luka dan
mencegah
terjadinya infeksi.
 Agar benda asing
atau jaringan yang
terinfeksi tidak
menyebar luas
pada area kulit
normal lainnya.

1 Mei 3  Kaji kebutuhan Perawat


Setelah diberkan tindakan Kaji kebutuhan akan pelayanan
„21 akan pelayanan
keperawatan selama …x… kesehatan dan kebutuhan akan
kesehatan dan
08.00 jam Diharapkan pasien peralatan.
kebutuhan akan
WIB akan menunjukkan tingkat
Tentukan tingkat motivasi peralatan.

15
mobilitas optimal. Kriteria pasien dalam melakukan  Tentukan tingkat
hasil : aktivitas.. motivasi pasien
dalam melakukan
 penampilan yang Ajarkan dan pantau pasien
aktivitas.
seimbang. dalam hal penggunaan alat
 menilai batasan
bantu.
 melakukan pergerakkan kemampuan

dan perpindahan. Ajarkan dan dukung pasien aktivitas optimal.


dalam latihan ROM aktif dan  mempertahankan
 mempertahankan pasif. /meningkatkan
mobilitas optimal yang kekuatan dan
dapat di toleransi. Kolaborasi dengan ahli terapi
ketahanan otot.
fisik atau okupasi.
 sebagai suaatu
sumber untuk
mengembangkan
perencanaan
danmempertahanka
n/meningkatk an
mobilitas pasien.

15
Evaluasi

S : Data Subyektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

O : Data Obyektif

Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara

langsung kepada klien, dan dirasakan klien setelah tindakan keperawatan

A : Analisis

Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan suatu masalah

atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan

masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien

yang telah teridentifikasi datanya dalam data subyektif dan obyektif.

P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, modifikasi, atau

ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan

sebelumnya.

15
j. Konsep Keganasan
a. Identifikasi perbedaan benigna dan maligna neoplasma tulang

1. Tumor Jinak ( Benigna )


Tumor jinak tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai kapsul. Tidak tumbuh
infiltratif, tidak merusak jaringan sekitarnya dan tidak menimbulkan anak sebar
pada tempat yang jauh. Tumor jinak pada umumnya disembuhkan dengan
sempurna kecuali yang mensekresi hormone atau yang terletak pada tempat yang
sangat penting, misalnya disumsum tulang belakang yang dapat menimbulkan
paraplesia atau pada saraf otak yang menekan jaringan otak.
2. Tumor ganas ( maligna )
Tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltratif. Dan merusak jaringan
sekitarnya. Disamping itu dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran limpe
atau aliran darah dan sering menimbulkan kematian.

15
b. Manifestasi neoplasma tulang

– Nyeri tulang bisa disebabkan oleh radang akut, fraktur, osteomalasia dan
neoplasma
– Deformitas tulang dapat disebabkan oleh pertumbuhan tulang abnormal seperti
penyakit kongenital, fraktur yang tidak sembuh sempurna, pelunakan tulang pada
penyakit rachitis dan osteomalasia.
– Pembentukan massa pada kista dan neoplasma tulang
– Fraktur yang fisiologis yang terjadi pada tulang normal – Fraktur patologis yang
terjadi pada tulang yang abnormal.
– Kelainan pada gambaran radiologis dapat berupa kista, massa, daerah lisis, daerah
sklerotik, fraktur atau deformitas
– Hasil pemerikasaan laboratorium kadar kalsium, fosfor, hormon paratiroid,
vitamin D, dan alkali fosfatase yang abnormal.
– Alkali fosfatase meningkat pada semua penyakit yang menunjukkan aktifitas
osteoblas yang meningkat.
– Gejala Klinis :
 Fase awal tidak ada keluhan
 Gejala umum: deormitas, nyeri tulang, dan fraktur
 Pembesaran tulang pada tahap sklerosis dapat mengakibatkan penekanan pada
syaraf dan bila mengenai syaraf kranial ke delapan bisa menyebabkan tuli.
 Pada tulang tengkorak bisa menyebabkan penderita sulit menegakkan kepala
 Peningkatan aktifitas osteoblas juga akan menyebabkan peningkatan alkali
fosfatase

15
c. Penatalaksanaan medis neoplasma tulang

Pendekatan Diagnosis Tumor


Kecurigaan klinis
Kecurigaan diagnosa kanker ialah badan lemah, anoreksia, berat badan turun. Menegakkan
diagnosis dengan adanya riwayat penyakit.
Diagnosis Lab Kanker
Pemeriksaan Histopatologi dan Sitologi
Diagnosis hispatologi adalah cara yang pasti untuk menegakkan diagnosis neoplasma.
Kedua ujung sprektum jinak – ganas memang tidak ada masalah,tetapi diantara keduanya
terletak daerah abu – abu daerah yang sukar dan sebaiknya kita bijaksana dan hati – hati.
Diagnosis Dini Kanker
Untuk menemukan stadium dini kanker harus dilakukan pemeriksaan rutin pada pasien
yang tidak menunjukkan gejala. Beberapa usaha penemuan kanker tingkat dini :
1. Pemeriksaan sitologi serviks ( PAPTES ) rutin tahunan pada wanita berusia > 35 tahun.
2. Usia 50 tahun atau lebih diadakan pemeriksaan sigmoideskopi tiap 3-5 tahun,untuk
menemukan lesi pada rectum.
3. SADARI ( memeriksa payudara sendiri ) bulanan,untuk menemukan benjolan kecil pada
payudara sendiri.
4. Pemeriksaan kesehatan menyeluruh secara berkala.
5. Agar memperhatikan tanda WASPADA akan kanker.

15
d. Perawatan pada klien dengan neoplasma tulang maligna primer

Menurut Saferi Wijaya dan Mariza Putri (2013), Pengobatan seringkali merupakan kombinasi
dari:
1. Kemoterapi (siklofosfamid, vinkristin, daktinomisin, daktinomisin, doksorubisin,
ifosfamid, eposid).
Kemoterapi harapannya adalah kombinasi kemoterapi mempunyai efek yang lebih tinngi
dengan tingkat toksisitas yang rendah sambil menurunkan kemungkinan resistensi
terhadap obat.
2. Terapi penyinaran tumor
Radiasi apabila tumor bersifat radio sensitive dan kemoterapi (preoperative, pasca operative
dan ajuran untuk mencegah mikrometastasis). Sasaran utama dapat dilakukan dengan
sksisi luas dengan teknik grafting restorative. Ketahanan dan kualitas hidup merupakan
pertimbangan penting pada prosedur yang mengupayakan mempertahankan ekstermitas
yang sakit.
3. Terapi pembedahan untuk mengangkat tumor
Sasaran penatalaksanaan adalah menghancurkan atau pengangkatan tumor. Ini dapat
dilakukan dengan bedah (berkisar dari eksisi local sampai amputasi dan disartikulasi).
4. Pengangkatan tumor secara bedah sering memerlukan amputasi ekstremitas yang sakit,
dengan tinggi amputasi diatas tumor agar dapat mengontrol local lesi primer. Prognosis
tergantung kepada lokasi dan penyebaran tumor.
a. Penanganan kanker tulang metastasis
adalah peliatif dan sasaran teraupetiknya mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan pasien
sebanyak mungkin. Terapi tambahan disesuaikan dengan metode yang diganakan
untuk menangani kanker asal fiksasi interna fraktur patologik dapat mengurangi
kecacatan dan nyeri yang timbul
b. Bila terdapat hiperkalsemia,
penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan salin normal intravena,
diuretika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin, atau
kartikosteroid.

15
k. Perawatan pada klien dengan amputasi (phantom pain, pengkajian psikososial, promosi
kesehatan)

Phantom pain
Dapat timbul lebih lambat dibandingkan dengan phantom sensation. Sebagian besar
phantom pain bersifat temporer dan akan berkurang intensitasnya secara bertahap serta
menghilang dalam beberapa minggu hingga kurang lebih satu tahun. Bagaimanapun juga
sejumlah ketidamampuan dapat timbul menyertai rasa nyeri pada beberapa pasien amputasi.
Rasa nyeri yang timbul merupakan akibat memori bagian yang diamputasi dalam korteks dan
impuls syaraf yang tetap menyebar karena hilangnya pengaruh inhibisi yang secara normal
diinisiasi melalui impuls afferent dari alat gerak ke pusat.
Sering dihubungkan dengan gangguan emosional, tetapi sulit menentukan apakan
gangguan emosional mendahului atau merupakan akibat darinya. Phantom pain dapat
dipresipitasi atau ditingkatkan oleh setiap kontak, tidak perlu dengan rasa nyeri saja, tetapi
dapat juga dalam bentuk kontak dengan puntung atau dengan suatu “trigger area” pada
batang tubuh, kontak dengan alat gerak kontralateral, atau kepala. Selain itu juga dapat dipicu
oleh suatu fungsi otonomik seperti miksi, defekasi, ejakulasi, angina pectoris, atau merokok
sigaret. Phantom pain secara bervariasi digambarkan sebagai nyeri yang berbentuk seperti
cramping, electric shock like discomfort, crushing, burning, atau shooting dan dapat bersifat
intermitten, berkelanjutan, hilang timbul dalam suatu siklus yang berdurasi beberapa menit.
Sering pula digambarkan sebagai rasa nyeri seperti diputar atau distorsi dari bagian
tubuh, contohnya seperti menggenggam tangan dengan kuku menekan ke dalam telapak
tangan. Phantom pain berat yang menetap dapat dikurangi dengan terapi non invasif. Pasien
sebaiknya diberikan analgesik yang adekuat preoperatif dan didorong untuk merawat
puntungnya paska operasi untuk mengurangi sensitivitasnya.
Sejumlah modalitas dan cara telah dicoba untuk mengurangi nyerinya seperti penggunaan
prostetik, injeksi lokal pada trigger points, penggunaan transcutaneous nerve stimulation
(TNS), interferential, akupunktur, ultrasound, perkusi secara manual ataupun elektris, operasi
dan penggunaan bahan kimia untuk simpatektomi, modifikasi tingkah laku serta konseling
psikososial

16
Phantom limb pain
Sensasi fantom (phantom limb sensation) merupakan istilah untuk sensasi pada anggota
badan sesudah amputasi, sering juga disebut “nyeri deaferensiasi”. Pasien dengan nyeri
fantom merasakan nyeri dan disestesia. Lebih dari empat abad ang lalu, seorang ahli bedah
Perancis Ambroise Pare sudah melaporkan adanya nyeri fantom yang ditulis pada tahun 1851
dimana“pasien setelah beberapa bulan amputasi tungkai, mengeluh nyeri hebat pada daerah
kaki yang telah diamputasi, pasien seolah – olah masih mempunyai kaki” (Keynes 1952).

Rasa nyeri ini dapat berhubungan dengan posisi atau gerak tertentu, dapat disebabkan
oleh faktor fisik seperti perubahan tekanan atau suhu pada anggota gerak yang telah
diamputasi dan faktor psikologi seperti stress emosional. Phantom limb pain termasuk dalam
Nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik disebabkan oleh suatu kelainan di sepanjang suatu jalur
saraf. Suatu kelainan akan mengganggu sinyal saraf, yang kemudian akan diartikan secara
salah oleh otak. Nyeri neuropatik bisa menyebabkan suatu sakit dalam atau rasa terbakar dan
rasa lainnya (misalnya hipersensitivitas terhadap sentuhan). Seseorang yang lengan atau
tungkainya telah diamputasi merasakan nyeri pada lengan atau tungkai yang sudah tidak ada.

Nyeri bukan berasal dari sesuatu di dalam anggota gerak, tetapi berasal dari saraf diatas
anggota gerak yang telah diamputasi. Otak salah mengartikan sinyal saraf ini, yaitu berasal
dari anggota gerak yang sudah tidak ada. Phantom limb pain juga bisa terjadi pada orang
yang lahir tanpa anggota badan dan orang-orang yang lumpuh.

Health Education yang perlu diberikan untuk klien post amputasi yaitu :
a. Memberikan dorongan kepada klien untuk melihat, merasakan, dan kemudian
melakukan perawatan pada sisa tungkai
b. Menjelaskan pentingnya latihan sisa tungkai dan menganjurkan untuk duduk
dalam waktu yang lama Pasca operasi, latihan rentang gerak dimulai sesegera
mungkin karena deformitas kontraktur terjadi cepat. Latihan rentang gerak
meliputi latihan pinggul dan lutut untuk amputasi bawah lutut dan latihan pinggul

16
untuk amputasi atas lutut. Penting bahwa pasien harus memahami pentingnya
latihan sisa tungkai. Duduk dalam waktu yang lama jangan dianjurkan. (Brunner
& Suddarth, 2001)
c. Menjelaskan kepada keluarga mengenai pentingnya dukungan dari keluarga dan
sahabat klien untuk meningkatkan penerimaan klien terhadap kehilangan.
d. Menjelaskan bahwa sisa tungkai tidak boleh diletakkan di atas bantal karena dapat
menyebabkan kontraktur fleksi pinggul. Kontraktur sendi di atas amputasi
merupakan komplikasi yang sering terjadi.
e. Menjelaskan pentingnya melakukan latihan postural Karena pasien amputasi
ekstremitas atas memerlukan kedua bahu untuk mengoperasikan prosthesis, maka
kedua otot bahu harus dilatih. Pasien dengan amputasi atas siku atau disartikulasi
sendi bahu kemungkinan besar mengalami abnormalitas postural yang
diakibatkan oleh kehilangan berat ekstremitas yang diamputasi. Maka latihan
postural sangat penting. (Brunner & Suddarth, 2001)
f. Menjelaskan pentingnya melakukan latihan perubahan posisi (misal berdiri
setelah duduk atau berdiri dengan satu kaki. Amputasi mengakibatkan pergeseran
titik gravitasi; sehingga pasien perlu melakukan latihan perubahan posisi (misal
berdiri setelah duduk atau berdiri dengan satu kaki). Pasien harus memakai sepatu
yang berukuran pas dan dengan alas yang tidak licin. Selama perubahan posisi,
pasien harus dilindungi dan kalau perlu distabilkan dengan sabuk pemindah untuk
mencegah agar tidak jatuh.
g. Menganjurkan pasien dengan amputasi ekstremitas atas sebaiknya mengenakan T-
shirt katun untuk mencegah kontak antara kulit dan penggantung bahu dan
memperbaiki penyerapan keringat.
h. Menganjurkan untuk selalu menggunakan teknik aseptic pada saat bersentuhan
dengan luka karena infreksi merupakan komplikasi yang paling sering terjadi
pada amputasi. Pasien yang telah menjalani amputasi sering memiliki peredaran
darah yang buruk, lukanya terkontaminasi, atau menderita masalah kesehatan lain
yang dapat mempengaruhi terjadinya infeksi.
i. Menganjurkan untuk selalu menjaga hygiene kulit Kerusakan kulit dapat terjadi
akibat imobilisasi dan tekanan dari berbagai sumber. Higiene kulit yang cermat

16
sangat penting untuk mencegah iritasi, infeksi, dan kerusakan kulit. Sisa anggota
dicuci dan dikeringkan (dengan lembut) paling tidak dua kali sehari. Kulit
diinspeksi adanya tanda-tanda daerah tekanan, dermatitis, dan lepuh; bila ada,
harus ditangani sebelum kerusakan kulit lebih lanjut terjadi. Biasanya, kaus kaki
sisa tungkai dikenakan untuk menyerap keringat dan menghindari kontak
langsung antara kulit dan soket prosthesis. Kaus kaki diganti setiap hari dan harus
pas dengan lembut untuk mencegah iritasi yang diakibatkan oleh lipatan. Socket
prosthesis dicuci dengan deterjen ringan, dibilas, dan dikeringkan benar dengan
kain kering bersih. Pasien dinasehati bahwa kaus kaki harus benar-benar kering
sebelum pemasangan prosthesis.
j. Penyuluhan vokasional dan pelatihan kembali pekerjaan mungkin diperlukan
untuk membantu pasien kembali ke pekerjaannya.
k. Perawatan di rumah Bila pasien telah mencapai homeostasis fisiologis dan telah
menunjukkan pencapaian sasaran perawatan kesehatan utama, maka rehabilitasi
dapat dilanjutkan dalam fasilitas rehabilitasi ataupun di rumah. Penyesuaian harus
dilakukan untuk meyakinkan bahwa pasien akan tetap melanjutkan perawatan,
keamanan, dan mobilitasnya.

16

Anda mungkin juga menyukai