Anda di halaman 1dari 22

PANDUAN MANAJEMEN NYERI

RSUD KOTA CILEGON

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

KOTA CILEGON

2016
PANDUAN MANAJEMEN NYERI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Nyeri merupakan suatu sensasi tidak menyenangkan yang terjadi pada


seseorang apabila mengalami cedera atau kerusakan pada tubuh. Sensai yang tidak
menyenangkan dapat berupa perasaan sakit seperti tertusuk jarum, seperti terbakar,
atau hantaman benda tumpul. Perasaan tersebut hanya dapat diketahui melalui
ungkapan verbal seseorang, perubahan tanda vital, atau melalui pemeriksaan tertentu
yang dapat menggambarkan bentuk kerusakan yang terjadi pada tubuh seseorang.

Sebagian besar alasan seseorang datang berobat ke rumah sakit adalah karena
adanya masalah kesehatan yang menimbulkan sensasi yang tidak menyenangkan. Ini
artinya sebagian besar masalah kesehatan dapat menimbulkan rasa nyeri atau sensasi
yang tidak menyenangkan. Bahkan mungkin secara tidak langsung setiap saat
seseorang dapat merasakan nyeri atau sensasi yang tidak menyenangkan. Yang
membedakan dalam hal ini adalah tingkat atau skala nyeri yang dirasakan. Nyeri
yang ringan mungkin dapat dikontrol dengan berbagai cara tanpa memerlukan
penanganan khusus atau medis. Namun untuk skala nyeri yang sudah mempengaruhi
kenyamanan seseorang dan mengganggu aktivitas, kemungkinan seseorang akan
lebih memilih untuk mendapatkan penanganan medis.

RSUD Kota Cilegon perlu membuat panduan bagi staf pemberi pelayanan
kesehatan tentang pengelolaan nyeri pasien. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
mutu layanan asuhan kesehatan di RSUD Kota Cilegon. Dalam panduan pengelolaan
nyeri ini meliputi cara melekukan asessmen nyeri dan pengelolaan nyeri yang
dilakukan pada pasien yang dirawat di RSUD Kota Cilegon.

B. TUJUAN

Tujuan umum dari panduan ini adalah untuk meningkatkan mutu asuhan pada
pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.
Sedangkan Tujuan Khusus dari panduan ini adalah:

1. Sebagai acuan untuk staf pemberi layanan kesehatan dalam mengelola


nyeri pasien di RSUD Kota Cilegon.

2. Menyeragamkan cara pengelolaan nyeri pasien RSUD kota Cilegon.

3. Mengurangi level nyeri pasien RSUD Kota Cilegon.

4. Meningkatkan kenyamanan pasien RSUD Kota Cilegon.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari panduan ini adalah semua staf pemberi pelayanan
kesehatan di RSUD Kota Cilegon.

D. DEFINISI

1. Nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan (pengalaman emosional dan


sensori) yang berbuhungan dengan kerusakan jaringan atau cedera pada
tubuh. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri
adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.
2. Nyeri akut adalah nyeri yang muncul akibat jejas, trauma, spasmus, atau
penyakit pada kulit, otot, struktur somatik, atau organ dalam/viscera tubuh.
Intensitas nyeri sebanding dengan derajat jejas, dan akan berkurang sejalan
dengan penyembuhan kerusakan jaringan. Tanda-tanda aktivitas sistem saraf
otonom (misalnya takikardia, hipertensi, berkeringat, dilasi pupil yang
berkepanjangan, demam) sering menyertai sensasi nyeri akut. Biasanya, nyeri
akut berkaitan dengan suatu kejadian, dan secara alami bersifat linier (dengan
kata lain ada permulaan dan akhirnya), memiliki arti dan tujuan positif, dan
sering berkaitan dengan tanda-tanda fisik. Dua tipe sindroma nyeri akut yang
utama adalah nyeri somatis dan nyeri viscera.
3. Nyeri somatis adalah akibat aktivasi nociceptor pada jaringan kutan dan
dalam.
4. Nyeri somatis permukaan/superfisial adalah akibat stimulasi nociceptor di
dalam kulit atau jaringan subkutan dan mukosa yang mendasari. Hal ini
ditandai dengan adanya sensasi/rasa berdenyut, panas atau tertusuk, dan
mungkin berkaitan dengan rasa nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang
secara normal tidak mengakibatkan nyeri (misalnya allodinia), dan
hiperalgesia. Jenis nyeri ini biasanya konstan dan jelas lokasinya. Nyeri
superfisial biasanya terjadi sebagai respon terhadap luka terpotong, luka gores
dan luka bakar superfisial.
5. Nyeri somatis dalam. Nyeri somatis dalam diakibatkan oleh jejas pada
struktur dinding tubuh (misalnya otot rangka/skelet). Berlawanan dengan
nyeri tumpul linu yang berkaitan dengan organ dalam, nyeri somatis dapat
diketahui di mana lokasi persisnya pada tubuh; namun, beberapa menyebar ke
daerah sekitarnya. Nyeri pascabedah memiliki komponen nyeri somatis dalam
karena trauma dan jejas pada otot rangka.
6. Nyeri viscera disebabkan oleh jejas pada organ dengan saraf simpatis. Nyeri
ini dapat disebabkan oleh distensi abnormal atau kontraksi pada dinding otot
polos, tarikan cepat kapsul yang menyelimuti suatu organ (misalnya hati),
iskemi otot skelet, iritasi serosa atau mukosa, pembengkakan atau
pemelintiran jaringan yang berlekatan dengan organ-organ ke ruang
peritoneal, dan nekrosis jaringan. Nyeri yang disebabkan oleh bagaian dalam
perut atau pelvic biasanya ditandai dengan distribusi dan kualitas nyeri yang
tidak jelas. Biasanya terasa sebagai nyeri yang dalam, tumpul, linu, tertarik,
diperas atau ditekan. Nyeri yang sangat ektrim, biasanya terasa sebagai nyeri
paroksismal atau kolik dan nyeri ini dapat disertai dengan mual, muntah,
berkeringat dan perubahan tekanan darah dan denyut nadi/kecepatan jantung.
Nyeri viscera seringkali muncul pada awal awitan (onset) atau pada stadium
dini suatu penyakit. Sensasi nyeri yang berasal dari organ dalam sering
dipersepsikan sebagai nyeri yang berasal dari bagian tubuh yang lebih
supersifial/permukaan, biasanya daerah-daerah yang dipersarafi oleh saraf
spinal yang sama; lokasi nyeri di bagian superfisial atau bagian dalam yang
berjauhan dengan sumber patologi yang sebenarnya biasa disebut sebagai
referred pain (nyeri alih). Infark miokard akut dan pankreatitis akut
merupakan salah satu contoh dari nyeri viscera.
7. Nyeri kronis adalah nyeri yang bertahan selama minimum 6 bulan dan
memunjukkan ciriciri yang jelas berbeda jika dibandingkan dengan nyeri akut.
Misalnya, nyeri akut hanya terjadi pada suatu waktu/kejadian tertentu,
sedangkan nyeri kronis biasanya merupakan bagian dari situasi yang lebih
kompleks. Nyeri akut mempunyai awal dan akhir yang jelas. Nyeri kronis,
cenderung sirkuler; awal nyeri dengan cepat terlupakan karena siklus nyerinya
tidak pernah berakhir. Nyeri akut mempunyai konotasi yang positif dalam arti
nyeri tersebut merupakan tanda siaga adanya jejas pada tubuh, sedangkan
nyeri kronis tidak mempunyai tujuan fisiologis tertentu. Terakhir, nyeri kronis
tidak mempunyai tanda-tanda dan gejala klinis, sehingga patofisiologi yang
mendasarinya biasanya tidak terdeteksi pada pemeriksaan fisik atau
radiologis. Nyeri kronis dapat muncul dari lokasi viscera, jaringan miofasial,
atau penyebab-penyebab neurologis, dan biasanya dibedakan menjadi nyeri
maligna (kanker atau keganasan) dan nyeri non-maligna (jinak).
BAB II

TATA LAKSANA MANAJEMEN NYERI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON

A. PENGKAJIAN / ASSESMEN NYERI

Pengkajian nyeri yang menyeluruh / comprehensive adalah landasan


manajemen nyeri yang efektif, meliputi wawancara ke pasien, pengkajian fisik,
pengkajian riwayat pengobatan, pengkajian riwayat pembedahan dan penyakit pasien,
pengkajian riwayat psikososial pasien, lingkungan fisik dan gambaran diagnostic.
Pengkajian harus menggambarkan penyebab, keefektifan tindakan dan dampak pada
kualitas hidup pasien dan keluarga.

Tujuan pengkajian nyeri, antara lain:

1. Untuk mendapatkan informasi tentang pengalaman nyeri pasien melalui cara


yang sesuai dengan standar.

2. Untuk membantu menentukan jenis nyeri dan penyebab nyeri pasien.

3. Untuk membantu menentukan dampak dan akibat dari pengalaman nyeri


pasien berdasarkan kemampuan individual dalam beraktifitas.

4. Untuk membantu komunikasi antar tim multidisiplin dalam pemberian asuhan


kepada pasien.

Secara umum pengkajian nyeri di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon
dilakukan dengan menggunakan metode PQRST. Format pengkajian PQRST ini mencakup:

 Apa yang menyebabkan nyeri?


P: Penyebab  Apa yang dapat mengurangi rasa nyeri?
 Apa yang memperburuk rasa nyeri?
 Seperti apa nyeri yang dirasakan?
Q: Kualitas dan Kuantitas
 Berapa kali terasa?
 Dimana letak nyeri?
R: Regio dan Radiasi
 Apakah menjalar, kemana?
 Berapa skala nyeri yang dirasakan?
S: Skala dan Kedalaman
 Apakah mempengaruhi aktivitas?
T: Waktu dan Tipe Onset  Kapan nyeri dirasakan?
 Apakah tiba-tiba atau bertahap?
 Berapa sering nyeri terasa?

Table 1. metode pengkajian nyeri PQRST

B. INSTRUMEN PENGKAJIAN NYERI

Informasi laporan-sendiri juga dapat diperoleh menggunakan berbagai cara


penilaian nyeri. Perlu diingat, bahwa kedalaman dan kompleksitas cara-cara untuk
penilaian nyeri ini bervariasi. Idealnya, cara-cara untuk penilaian ini mudah
digunakan, mudah dimengerti oleh pasien, dan valid, sensitif serta dapat dipercaya.
Tindakan untuk menentukan lokasi fisik dan tingkat keparahan nyeri adalah yang
paling sering dilakukan.

1. Skala analog visual (visual analog scale/VAS)


Skala analog visual (visual analog scale/VAS) adalah cara yang paling
banyak digunakan untuk menilai nyeri (Gambar 7-3). Skala linier ini
menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang myngkin dialami
seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10-cm, dengan
atau tanpa tanda pada tiap centimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat
berupa angka atau peryataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada
nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin
terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. Manfaat utama VAS adalah
penggunaannya yang sangat mudah dan sederhana. Namun, pada periode
pascabedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena pada VAS diperlukan
koordinasi visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi. VAS juga dapat
diadaptasi menjadi skala hilangnya/ reda rasa nyeri.

2. Skala numerik verbal (Numeric Rating Scale)


Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan
tingkat nyeri. Dua ujung ekstrim juga digunakan pada skala ini, sama seperti pada
VAS atau skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada
periode pascabedah, karena secara alami verbal/kata-kata tidak terlalu
mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala verbal menggunakan kata-
kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang
digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri
dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup
berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata
pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.

Gambar 1. (A) Skala analog visual. (B) Skala numeric verbal. (C). Skala penilaian
verbal.

Kelemahan dari VAS (visual analog scale) dan skala numeric verbal adalah
tidak dapat digunakan pada pasien anak umur kurang dari tujuh tahun. VAS dan
Skala numeric hanya dapat digunakan pada pasien dewasa dan pasien dalam kondisi
sadar serta dapat berkomunikasi dengan baik. Maka dalam pengkajian nyeri
pemilihan instrumen sangat penting, dan harus disesuaikan dengan umur dan kondisi
pasien.

3. Face Pain Rating Scale


Skala wajah untuk menilai nyeri dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan akan cara penilaian yang dapat digunakan untuk anak-anak.
Perkembangan kemampuan verbal dan pemahaman konsep merupakan hambatan
utama ketika menggunakan cara-cara penilaian nyeri yang telah dikemukakan di atas
untuk anak-anak usia kurang dari 7 tahun. Skala wajah dapat digunakan untuk anak-
anak, karena anak-anak dapat diminta untuk memilih gambar wajah sesuai rasa nyeri
yang dialaminya. Pilihan ini kemudian diberi skor angka. Skala wajah Whaley dan
Wong menggunakan 6 kartun wajah, yang menggambarkan wajah tersenyum, wajah
sedih, sampai menangis, dan tiap wajah ditandai dengan angka 0 sampai 5. Skala
Whaley dan Wong ini dapat mengatasi kesulitan yang ditemui pada cara-cara
penilaian nyeri yang lain yaitu dalam menilai spektrum tidak ada nyeri (pada skala
Whaley dan Wong ini: tidak ada nyeri berarti ekivalen dengan senang).
Gambar 2. Face Pain Rating Scale

C. PENATALAKSANAAN NYERI
Dalam penatalaksanaan nyeri, diperlukan data tentang hasil pengkajian nyeri
pasien. Data hasil pengkajian menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan cara
penatalaksanaan nyeri yang paling tepat. Penatalaksanaan nyeri disesuaikan dengan
jenis nyeri, skala atau kedalaman nyeri, keadaan umum pasien serta pertimbangan –
pertimbangan lain misalnya kemampuan ekonomi atau kesediaan pasien.
Secara umum tujuan penatalaksanaan nyeri di RSUD Kota CIlegon adalah:
a. Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri.
b. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri kronis
yang persisten.
c. Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri.
d. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap reaksi terapi
nyeri.
e. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien
untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.
Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan atau
terapi non farmakologis. Terapi farmakologis dilakukan dengan menggunakan obat-
obatan yang dapat mengurangi nyeri, sedangkan terapi non farmakologis
menggunakan cara-cara tanpa menggunakan obat-obatan penghilang nyeri. Misalnya
saja dengan cara relaksasi, massage, tekhnik nafas dalam, dan lain sebagainya.

1. Penatalaksanaan Nyeri Dengan Terapi Farmakologis


Terapi obat yang efektif untuk nyeri seharusnya memiliki resiko relatif
rendah, tidak mahal, dan onsetnya cepat. WHO menganjurkan tiga langkah
bertahap dalam penggunaan alagesik. Langkah 1 digunakan untuk nyeri
ringan dan sedang adalah obat golongan non opioid seperti aspirin,
asetaminofen, atau AINS, ini diberikan tanpa obat tambahan lain. Jika nyeri
masih menetap atau meningkat, langkah 2 ditambah dengan opioid, untuk non
opioid diberikan dengan atau tanpa obat tambahan lain. Jika nyeri terus-
menerus atau intensif, langkah 3 meningkatkan dosis potensi opioid atau
dosisnya sementara dilanjutkan non opioid dan obat tambahan lain.

2. Penatalaksanaan Nyeri Dengan Terapi non Farmakologis


Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai tidakan penanganan
nyeri berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku kognitif.

a. Masase kulit
Masase kulit dapat memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan
otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut
berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau menurunkan implus nyeri.

b. Kompres
Kompers panas dingin, selain menurunkan sensasi nyeri juga dapat
meningkatkan prosrs penyernbuhan jaringan yang mengalami kerusakan.

c. Imobilisasi
Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri hebat mungkin dapat
meredakan nyeri. Kasus seperti rheumatoid arthritis mungkin memerlukan
teknik untuk mengatasi nyeri.

d. Distraksi
Distraksi merupakan pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri. Teknik
distraksi terdapat beberapa macam yaitu : distraksi visual, distraksi
pendengaran, distraksi pernafasan, distraksi intelektual, teknik pernafasan,
imajinasi terbimbing.

e. Relaksasi
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi
mungkin perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang normal.

f. Plasebo
Plaebo merupakan suatu bentuk tidakan, misalnya pengobatan atau tindakan
keperawatan yang mempunyai efek pada pasien akibat sugesti daripada
kandungan fisik atau kimianya. Suatu obat yang tidak berisi analgetika tetapi
berisi gula, air atau saliner dinamakan plasebo

D. KLASIFIKASI DAN MANAJEMEN NYERI


1. Nyeri Akut
a. Karaktristik: nyeri akut biasanya datang secara tiba-tiba, umunya
berkaitan dengan cidera spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan
tidak ada kerusakan sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan
penyembuhan. Nyeri akut berlangsung beberapa detik hingga enam bulan.

TIPE / SUMBER DEFINISI SUMBER ATAU


CONTOH
Penyakit Akut Nyeri yang disebabkan  Appendicitis, renal colic,
oleh penyakit akut. myocardial infarction
Perioperative Nyeri pada pasien bedah  Bedah kepala dan leher
(termasuk post karena terpapar penyakit,  Bedah dada dan dinding
operasi) prosedur pembedahan dada
(missal terpasang drain,  Bedah abdomen
selang NGT,  Bedah vaskuler dan
Komplikasi) atau ortopedi
keduanya.
Post traumatic Termasuk nyeri local  Kecelakaan sepeda motor
(trauma mayor) atau keseluruhan pada
bagian tubuh yang
disebabkan oleh cedera
akut.
Tebakar Nyeri yang disebabkan  Api, terpapar zat kimia
oleh terpapar suhu atau
terbakar zat kimia.
Procedural Nyeri yang berhubungan  Bone marrow biopsy,
(prosedur infasif) dengan pemeriksaan endoscopy, catheter
diagnostic atau prosedur placement, circumcision,
terapi medis. chest tube placement,
suturing
Obstetrics Nyeri yang berhubungan  Persalinan pervagina atau
dengan kehamilan dan operasi cesarean section
persalinan.

Table 2. jenis / tipe umum nyeri akut


b. Manajemen nyeri akut
Tujuan :
1) Mengurangi nyeri sampai pada level / skala yang dapat diterima
(skala ringan).
2) Member fasilitas penyembuhan dari penyakit atau cedera yang
diderita.
3) Intervensi awal untuk mengontrol nyeri.
Intervensi non Farmakologis untuk nyeri akut:
TIPE / SUMBER INTERVENSI
NYERI
Penyakit Akut  Edukasi pasien tentang nyeri
 Relaksasi
 Imagery
 Teknik Distraksi
Nyeri Perioperatif  Edukasi pasien tentang nyeri
 Relaksasi
 Imagery
 Teknik Distraksi
 Hypnosis
 Akupuntur
 Massage / pijat
Trauma  Istirahat
 Relaksasi
 Hypnosis
 Teknik distraksi
Luka Bakar  Edukasi pasien
 Relaksasi
 Teknik distraksi
 Imagery
 Terapi musik
Prosedur Invasif  Immobilisasi
 Massage
Obstetri  Edukasi pasien
 Relaksasi
 Teknik pernafasan
 Teknik distraksi

Intervensi Farmakologis nyeri akut:


SUMBER NON OPIOIDS ADJUVANT
NYERI OPIOIDS ANALGESICS
Penyakit Paracetamol, Systemic opioid
akut NSAIDs
Perioperatif Paracetamol, Systemic opioid, Local anestesi
(termasuk NSAIDs termasuk PCA (lidocain,
post operasi) bupivacain)
Trauma Paracetamol, Bolus IV Opioids selama IV Ketamin
mayor NSAIDs selama fase emergency, IV atau (sangat jarang
(generalized fase peroral Opioids selama digunakan)
pain) penyembuhan fase penyembuhan
post trauma
Trauma NSAIDs Bolus atau IV opioids IV Ketamin
mayor (parenteral atau selama fase emergency (sangat jarang
(regionalized oral selama fase digunakan)
pain) penyembuhan
post trauma)
Luka Bakar Paracetamol, Dosis tinggi atau IV Parenteral
NSAIDs selama Opioids (misal morphin, ketamin (sangat
fase rehabilitasi Fentanil) jarang), IV
lidocain (sangat
jarang)
Trauma Paracetamol, Opioids untuk nyeri
Minor NSAIDs ringan sampai nyeri
sedang
Prosedur NSAIDs untuk IV opioids (morphine, Local anestesi
invasif analgesic Hidromorphone, (lidocain,
sebelum dan fentanyl) bupivacaine),
setelah prosedur IV ketamine
Obstetri Bolus IV Opioids
(morphine, fentanyl, dan
hydromorphone)

2. Nyeri Kronis Non Kanker


a. Tujuan Umum Manajemen
1) Mengurangi penderitaan, termasuk nyeri dan masalah emosional.
2) Meningkatkan / memperbaiki fungsi fisik, sosial, vocational dan
recreational.
3) Mengoptimalkan kesehatan, termasuk kesejahteraan psikologis.
4) Memperbaiki kemampuan koping (misal mengembangkan strategi
pertolongan diri, mengurangi ketergantungan pada sistem asuhan
kesehatan) dan hubungan dengan yang lain (misal keluarga, teman,
tenaga kesehatan).
b. Strategi Manajemen Nyeri Kronis Non Kanker
1) Pengobatan dari kelas obat yang berbeda (terapi obat kombinasi).
2) Terapi rehabilitasi (misal terapi fisik, terapi okupasional) dan
pengobatan.
3) Anestesi regional (misal blockade neural) dan pengobatan
4) Manajemen interdisiplin, misalnya:

Edukasi Pasien :Konseling nyeri, factor penyebab dan yang bisa


mengurangi nyeri, strategi pengelolaan nyeri, factor
gaya hidup yang mungkin mempengaruhi nyeri (misal
pengguna nikotin, alcohol, dll).
Pendekatan :Terapi modalitas (misal jalan – jalan, peregangan, olah
rehabilitasi fisik raga untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan.
Pendekatan fisik :Massage / pijat, akupuntur.
lainnya
Terapi :Nonopioids, Opioids, anti depressant, obat antipileptik,
farmakologis stimulant, antihistamin.
Anestesi regional :Blok sistem saraf (diagnostic, somatic, sympatethic,
visceral, trigger point) dan atau intraspinal analgesic
(misal opioids, clonidin, baclofen, anestesi local).
Pendekatan :latihan relaksasi, hypnosis, kemampuan koping
psikologis
Surgery Noeuroablation, neurolysis, microvascular
decompression.

Intervensi Nonfarmakologis nyeri non kanker:


TIPE NYERI INTERVENSI
Nyeri Arthritis  Pembedahan: arthroscopy, synovectomy, osteotomy
dan spinal fision.
 ROM, massage, akupuntur, suplemen nutrisi
Low Back Pain  Pembedahan: laminectomy, diskectomy, lumber
(LBP) fusion, lumber stabilization.
 Olah raga, radiofrekuensi, akupuntur, terapi
manipulasi.
Fibromyalgia  Massage, aerobic peregangan, psikoterapi, relaksasi,
hypnosis, akupuntur.
Sickle cell desease  Massage, psikoterapi, teknik nafas dalam dan
relaksasi, distraksi, imagery, meditasi, akupuntur.
Neuropati perifer  Pembedahan vaskuler untuk insufisiensi vaskuler.
 Psikoterapi, relaksasi.
Migrain dan sakit  Massage, relaksasi
kepala tipe lain

Intervensi farmakologis nyeri non kanker:


TIPE NON OPIOIDS OPIOIDS ADJUVAN
NYERI
Nyeri Paracetamol, Short term opioids corticosteroid
Arthritis NSAIDs, selectif
COX-2 inhibitor
Low Back Paracetamol, Short term opioids Amitriptilin,
Pain (LBP) NSAIDs, selectif gabapentin,
COX-2 inhibitor carbamazapin,
short acting
muscle relaxan
(misal
cyclobenzaprine).
Fibromyalgia Paracetamol, Opioids, tramadol Amitriptilin, short
NSAIDs, selectif acting muscle
COX-2 inhibitor relaxan (misal
cyclobenzaprine).
Sickle cell Paracetamol, Short or long term Sedative
desease NSAIDs opioids anxiolytics
Neuropati Paracetamol, Short term opioids Amitriptilin,
perifer NSAIDs gabapentin,
carbamazapin,
short acting
muscle relaxan
(misal
cyclobenzaprine).

Manajemen farmakologis nyeri kepala:


TIPE NYERI PROPHILAKSIS ARBOTIVE
KEPALA
Migraine  AEDs (gabapentin)  NSAIDs
 BBs (propranolol)  Kombinasi Opioid
 CCBs (Verapamil, (paracetamol dengan
nifedipin) codein)
 TCAs  Dehydroergotamine,
 NSAIDs rizapritan, naratriptan
Tension TCAs Paracetamol, NSAIDs
Cluster CCBs, Corticosteroid, Ergotamine,
AEDs Dehydroergotamine,
inhalasi oksigen

3. Nyeri Kanker
Penyebab rasa nyeri pada penderita kanker antara lain invasi langsung tumor
pada jaringan tubuh disekitar tumor; nyeri akibat metastase tulang;
osteoporotic tulang dan nyeri degenerative pada pasien lanjut usia; obstruksi
visceral; tekanan pada saraf dan invasi pembuluh darah; penyempitan
pembuluh darah; inflamasi.
Prinsip umum manajemen nyeri kanker meliputi:
 Mempunyai komitmen dalam membebaskan penderitaan dan
menawarkan kesembuhan.
 Melakukan asessmen dengan seksama atau teliti atas keluhan nyeri
pasien dan kepada pasien.
 Menggunakan pendekatan bertahap dalam pengobatan (WHO ladder)
adalah cara terbaik.
 Bekerja sebagai tim dalam menangani nyeri kanker, menggunakan
beragam terapi dan multidisiplin profesi.
 Mengobati dengan layak untuk membebaskan rasa nyeri ketika
menunggu hasil pemeriksaan atau investigasi.
 Pemberian obat regular menurut nyeri yang dirasakan terus menerus
atau bertahap.
 Pemberian obat melalui oral lebih baik.
 Terbuka pada terapi non farmakologis dan terapi komplementer serta
alternative yang dapat membantu pasien.
 Edukasi pasien dan pemberi perawatan sebagai bekal dalam
memperkuat rasa saling percaya dan kepercayaan diri.

a. Asessmen nyeri kanker


Elemen penting dalam melakukan sessmen pasien nyeri kanker adalah
riwayat kesehatan untuk menentukan gambaran nyeri yang persisten, dan
pemecahan nyeri serta efek nyeri terhadap fungsi tubuh.
Pengkajian nyeri pada pasien kanker dilakukan untuk mendapatkan data
tentang frekuensi dan episode nyeri dirasakan perharinya, durasi dalam
satuan menit, intensitas dan waktu saat nyeri dirasakan, data tentang
pengalaman nyeri klien dimasa lalu, riwayat pemakaian obat analgesic dan
factor – factor pencetus lainnya.
Pasien dengan nyeri kanker sebaiknya juga dilakukan sessmen
psikososial, yang meliputi:
 Pemahaman pasien mengenai kondisinya saat ini.
 Makna nyeri yang dirasakan pasien bagi pasien sendiri dan keluarga
pasien.
 Seberapa besar Kemungkinan masalah nyeri dapat mempengaruhi
hubungan antar keluarga pasien.
 Apakah nyeri mempengaruhi semangat atau suasana hati pasien.
 Perubahan suasana hati.
 Strategi koping yang diadopsi pasien.
 Pola tidur pasien.
 Dampak lain terhadap masalah ekonomi pasien.
Evaluasi diagnostic untuk tanda dan gejala dihubungkan dengan sindrom
nyeri kanker yang dirasakan pasien.

b. Manajemen nyeri kanker


Intervensi nyeri dengan terapi farmakologis:
OPIOIDS ADJUVANT ANALGETIC
Efek samping: sedasi, konstipasi, Tricyclic antidepressant,
depresi nafas, gangguan kognitif, tramadol, NSAIDs dan COX
toleransi opioids inhibitor, obat antiepileptic,
sodium channel blockers
Untuk mengelola efek samping
digunakan anti emetic dan laxative
(efek samping anti emetics: toleransi,
dependensi, hiperalgesia, konstipasi,
penekanan pada hipotalamus /
pituitary axis
Rute pemberian:
Transdermal, epidural dan intrathecal
c. Pendekatan psikolologi
Pendekatan psikologi dalam manajemen nyeri kanker dilakukan dengan
melatih keterampilan / mekanisme koping pasien terhadap masalah nyeri
yang dihadapi. Contoh intervensi yang dapat dilakukan adalah:
 Latihan relaksasi
 Latihan pernafasan diafragma
 Guided Imagery
 Stimulasi aktivitas dan pemahaman terhadap konsep diri dalam
menghadapi situasi.
BAB III
DOKUMENTASI MANAJEMEN NYERI

Manajemen nyeri yang dilakukan harus didukumentasikan dalam rekam


medis pasien. Dokumentasi manajemen nyeri meliputi dokumentasi hasil asessmen
nyeri, jenis penatalaksanaan nyeri yang diberikan, dan hasil evaluasi terhadap
manajemen nyeri yang telah dilakukan.
Dokumentasi hasil asessmen nyeri meliputi: penyebab nyeri, kualitas atau
kuantitas nyeri, lokasi nyeri, skala nyeri, dan waktu atau onset terjadinya nyeri.
Pendokumentasian dilakukan pada rekam rekam medis pasien yang disertai tanggal
dan jam asessmen serta nama dan paraf petugas yang melakukan asessmen.
Dokumentasi penatalaksanaan nyeri meliputi jenis penatalaksaan, tanggal dan
jam penatalaksanaan serta nama dan petugas yang melakukan penetalaksanaan nyeri.
Termasuk pendidikan kesehatan pada pasien tentang nyeri harus didokumentasikan
dalam rekam medis pasien.
Dokumentasi hasil evaluasi penatalaksanaan nyeri meliputi skala nyeri,
kualitas dan kuantitas nyeri, lokasi nyeri dan waktu atau onset nyeri. Dokumentasi
juga harus menunjukkan kejelasan tanggal dan jam evaluasi dilakukan serta nama dan
paraf petugas yang melakukan evaluasi nyeri pasien.
BAB IV
PENUTUP
Panduan manajemen nyeri ini dibuat untuk menjadi acuan perawat dalam
melakukan asessmen nyeri kepada pasien Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.
Panduan ini mencakup cara – cara bagaimana mengelola nyeri pasien baik dengan
metode farmakologis maupun dengan cara non farmakologis. Semoga dengan adanya
panduan ini dapat meningkatkan layanan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Cilegon.
REFERENSI
1. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/111/jtptunimus-gdl-nurhidayah-5509-3-
babii.pdf.
2. Pain management guidelines, 2012 Republic Of Rwanda

Anda mungkin juga menyukai