Anda di halaman 1dari 6

MANAJEMEN NYERI

Jl. P. Sudirman No.9, Margorejo Pati, 59163


Telp (0295) 386111 Email : info@ksh.co.id

TAHUN 2022
I. DEFINISI
Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman,baik ringan maupun berat yang hanya dapat dirasakan
oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain,mencakup pola pikir,aktifitas seseorang
secara langsung,dan perubahan hidup seseorang.Nyeri merupakan tanda dan gejala penting yang
dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan fisiological, Menurut beberapa tokoh atau sumber:
 IASP 1979 (International for the Study of Pain)nyeri adalah”Suatu pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan,yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata
atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan”dari definisi tersebut dapat di
simpulkan bahwa nyeri bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri,melalaui
pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka (injuri),yang dimulai dari awal masa
kehidupannya.
 Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai “konsep yang abstrak “ yang merujuk pada sensasi
pribadi tentang sakit,suatu stimulus berbahaya yang menggambarkan akan terjadinya
kerusakan jaringan,suatu pola respon untuk melindungi organism dari bahaya.
 McCafferi (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang nyeri ketika dia
mengatakan tentang nyeri “apapun yang di katakan tentang nyeri dan di manapun ketika dia
mengatakan,hal itu ada.
 Tamsuri (2007) nyeri di definisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
eksistensinya di ketahui bila seseorang pernah mengalaminya.
Pada tahun 1999,the Veteran?s Health Administrasion mengeluarkan kebijakan untuk memasukkan
nyeri sebagai tanda vital ke lima,jadi perawat tidak hanya mengkaji suhu tubuh,nadi,tekanan
darah,dan respirasi tetapi juga harus mengkaji tentang nyeri.
Saat ini telah di akui bahwa manajemen nyeri merupakan komponen penting dalam perawatan
pasien.
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan
yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan
seolah-olah terjadi kerusakan jaringan. (International Association for the Study of Pain).
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan
temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri kronik adalah nyeri
yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui
penyebabnya yang pasti.

II. RUANG LINGKUP


Ruang lingkup pelayanan nyeri yaitu semua pasien dengan kondisi nyeri yang membutuhkan
pelayanan manajemen nyeri, pengobatan dan observasi nyeri baik pasien rawat jalan maupun rawat
inap di RS Keluarga Sehat.

III. TATALAKSANA
A. Anamnesis
1. Riwayat penyakit sekarang.
 Onset nyeri: akut atau kronik, traumatik atau non-traumatik.
 Karakter dan derajat keparahan nyeri: nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar, tidak
nyaman, kesemutan, neuralgia.
 Pola penjalaran / penyebaran nyeri.
 Durasi dan lokasi nyeri.
 Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual/muntah, atau
gangguan keseimbangan / kontrol motorik.
 Faktor yang memperberat dan memperingan.
 Kronisitas.
 Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respons terapi.
 Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri / luka.
 Penggunaan alat bantu.
 Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar (activity of daily
living).
 Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya fraktur yang
tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan dengan sindrom kauda
ekuina.
2. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu
3. Riwayat psiko-sosial.
 Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika.
 Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien.
 Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan eksaserbasi nyeri.
 Pembatasan /restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang berpotensi
menimbulkan stres. Pertimbangkan juga aktivitas penggantinya.
 Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri) dapat menimbulkan
pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan program penanganan /
manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien dengan masalah psikiatri, diperlukan
dukungan psikoterapi / psikofarmaka.
 Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi pasien /
keluarga.
4. Riwayat pekerjaan :
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat benda berat,
membungkuk atau memutar; merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri
punggung.
5. Obat-obatan dan alergi.
 Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri (suatu studi
menunjukkan bahwa 14% populasi di AS mengkonsumsi suplemen / herbal, dan 36%
mengkonsumsi vitamin).
 Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, durasi, efektifitas, dan efek
samping.
 Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan dengan efek
samping kognitif dan fisik.
6. Riwayat keluarga.
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
7. Asesmen sistem organ yang komprehensif
 Evaluasi gejala kardiovaskular, psikiatri, pulmoner, gastrointestinal, neurologi,
reumatologi, genitourinaria, endokrin, dan muskuloskeletal).
 Gejala konstitusional: penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam, dan
sebagainya
B. Asesmen nyeri
1. Asesmen nyeri dilakukan terhadap setiap pasien baik rawat jalan, gawat darurat maupun
rawat inap. Asesmen yang dilakukan dapat berupa pertanyaan terbuka yaitu:
P PROVOCATING/ Apa yang menjadi pencetus/memperberat nyeri?
PALLIATING Siapa yang dapat meredakan nyeri?
Q QUALITY Kualitas nyeri ?
Seperti apa nyeri yang dirasakan?,
Dapatkahdideskripsikan?
(tajam,tertusuk,terbakar)
R REGION/RADIATION Apakah nyerinya menyebar?,
Menyebar kedaerah tubuh mana?
S SEVERITY / SCALE Seberapa berat nyerinya dirasakan?
MenggunakanWong Baker Faces, Numeric Rating
Scale, dan CRIES Pain Scale
T TIME Kapan nyeri terjadi, berapa lama nyeri berlangsung?

2. Tools yang digunakan untuk asesmen nyeri di RS Keluarga Sehat antara lain :
a. Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale.
Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.
Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
 0 = tidak nyeri.
 1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari).
 4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari).
 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari).

b. Wong Baker FACES Pain Scale.


Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan
intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen.
Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang paling sesuai
dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri.
 0 – 1 = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali.
 2 – 3 = sedikit nyeri.
 4 – 5 = cukup nyeri.
 6 – 7 = lumayan nyeri.
 8 – 9 = sangat nyeri.
 10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan).

c. CRIES Pain Scale


Indikasi Neonatus 0-6 bulan
Instruksi Tim medis atau tenaga keperawatan menilai nyeri pasien sesuai
tools, kemudian dijumlah. Dari jumlah akan bisa ditentukan tingkat
nyeri pasien.
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-10: nyeri berat

a) Crying : Karakteristik dari nyeri adalah tangisan melengking (high pitched)


0 : Tidak ada tangisan atau tangisan tidak melengking\
1 : Tangisan melengking tetapi bayi mudah dihibur
2 : Tangisan melengking tetapi bayi tidak mudah dihibur
b) Requires : Perlu oksigen untuk SaO2 <95%, bayi yang mengalami rasa nyeri
ditandai dengan penurunan oksigenasi. Pertimbangan penyebab lain hipoksemia.
Misalnya oversedasi, ateletaksis, pneumothorak.
0 : Tidak perlu oksigen
1 : Perlu oksigen < 30%
2 : Perlu oksigen >30%
c) Increased : Peningkatan tanda – tanda vital (tekanan darah dan detak jantung), ukur
tekanan darah pada akhir prosedur karena akan mungkin membuat anak terbangun
sehingga membuat sulit penilaian.
0 : Keduanya baik, detak jantung dan tekanan darah tidak berubah atau kurang dari
nilai baseline.
1 : Detak jantung atau tekanan darah meningkat tetapi peningkatan < 20% nilai
baseline
2 : Detak jantung atau tekanan darah meningkat > 20% dari nilai baseline.
d) Expression : Ekspresi / guratan ekspresi yang paling sering berasosiasi dengan sakit
adalah satu seringai. Satu seringai mungkin ditandai oleh penurunan kening, mata
memejam, kerutan dalam pada garis naso labial, atau bibir dan mulut terbuka.
0 : Tidak ada seringai
1 : Seringai ada
2 : Seringai dan tidak ada suara tangisan dengkur
e) Sleepless : Susah tidur / skor sulit dinilai, pada saat penilaian skoring ini
berlangsung.
0 : Anak secara terus menerus tidur
1 : Anak terbangun pada interval berulang
2 : Anak terjaga terbangun secara terus menerus

3. Asesmen ulang nyeri


Asesmen ulang nyeri dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri. Semua pasien rawat inap dilakukan asesmen nyeri ulang
secara kontinyu sedikitnya 24 jam, walaupun pasien tidak mengeluh nyeri dan
didokumentasikan dalam form asesmen ulang nyeri rawat inap. Asesmen ulang nyeri dapat
dilakukan :
a) Skala nyeri 0 dilakukan setiap shift
b) 60 menit pertama setelah intervensi non farmakologi dilanjutkan tiap shift
c) 30 menit pertama setelah pemberian injeksi analgetik dilanjutkan tiap shift
d) 60 menit pertama setelah pemberian obat analgetik per oral / per rectal dilanjutkan tiap
shift
e) Setiap 5 menit sekali setelah pemberian obat nyeri kardiak
f) Mengikuti pengukuran tanda vital pasien
g) Setelah pasien menjalani prosedur menyakitkan
h) Sebelum transfer pasien
i) Sebelum pasien pulang dari rumah sakit

Hal yang perlu diperhatikan:


- Jika dari asesmen ulang nyeri didapatkan skala nyeri adalah 0 dan masih mendapatkan
analgetik dari dokter,maka perawat menginformasikan ke dokter hasil dari asesmen nyeri.
- Jika dari asesmen ulang nyeri didapatkan skala nyeri bertambah dan belum mendapatkan
terapi analgetik maka perawat melaporkan kepada DPJP hasil asesmen nyeri untuk
mendapatkan terapi analgetik, dan jika nyeri bertambah setelah mendapat terapi
analgetik dari DPJP maka kolaborasi dengan DPJP untuk dikonsultasikan dengan dokter
anestesi.

Anda mungkin juga menyukai