Anda di halaman 1dari 52

PANDUAN MAHASISWA KEPERAWATAN

KUMPULAN ASUHAN
KEPERAWATAN
(Askep Urtikaria,
Angioderma dan
Vasculitis)

2012

WWW.SAKTYAIRLANGGA.WORDPRESS.CO
M
Urtikaria
Definisi
Urtikaria adalah lesi sementara yang terdiri dari bentol sentral yang dikelilingi
oleh haloeritematosa. Lesi tersendiri adalah bulat, lonjong, atau berfigurata, dan
seringkali menimbulkan rasa gatal. (Harrison, 2005)
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang
terkait dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine
selama respons peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi tersensitisasi.
Urtikaria kronis dapat menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau
gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007)
Urtikaria merupakan istilah klinis untuk suatu kelompok kelainan yang ditandai
dengan adanya pembentukan “bilur-bilur” – pembekakan kulit yang dapat hilang tanpa
meninggalkan bekas yang terlihat. Pada umumnya kita semua pernah merasakan salah
satu bentuk urtikaria akibat jath (atau didorong) hingga gatal-gatal. Gambaran patologis
yang utama adalah didapatkannya edema dermal akibat terjadinya dilatasi vascular,
seringkali sebagai respons terhadap histamine (dan mungkin juga mediator-mediator
yang lain) yang dilepas oleh sel mast.(Tony, 2005)

Klasifikasi
Jenis urtikaria : (Mark,1996)
a. Idiopatik adalah kelompok terbesar, merupakan sepertiga dari kasus urtikaria akut
dan dua pertiga dari urtikaria kronik.
b. Fisik. Sekitar 15% kasus. Biasanya dapat ditemukan penyebab yang dikenali.
Terdapat beberapa jenis ;
1. Dermatografisme : reaksi terhadap goresan keras pada kulit yang timbul dalam 1
sampai 3 menit dan berlangsung 5 sampai 10 menit.
2. Urtikaria kolinergik. Olahraga atau berkeringat merupakan agen pencetusnya,
menyebabkan timbulnya 10% reaksi, mengenai orang muda, dan dapat
berlangsung selama 6 sampai 8 tahun. Lesi timbul sebagai wheal berukuran 1
sampai 2 mm pada dasar eritematosa yang menyaru serta ditemukan pada batang
badan dan lengan tanpa mengenai telapak tangan, telapak kaki, dan aksila.
3. Urtikaria dingin. Reaksi terhadap pajanan dingin atau penghangatan kembali
setelah terpajan dingin
4. Urtikaria sinar matahari. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh pajanan

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 2
sinar matahari. Penyakit ini timbul sebagai pruritus dan eritema, yang diikuti oleh
urtikaria. Awitan mendadak dan timbul pada setiap kelompok usia.
5. Urtikaria tekanan lambat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh tekanan
terus-menerus.
6. Urtikaria akuagenik. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh kontak dengan
air. Urtikaria panas setempat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh air
panas

Etiologi
Etiologi. (Harrison, 2005)
A. Gangguan kulit primer
a.Urtikaria akut dan kronik
b. Urtikaria fisikal
1. Dermatografisme
2. Urtikaria solaris
3. Urtikaria dingin
4. Urtikaria kolinergik
B. Penyakit sistemik
a. Vaskulitis urtikarial
b. Infeksi hepatitis B
c. Serum sickness
d. Angioedema (akuisita)

Penyebab terjadinya urtikari bisa karena: (Davey, 2005)


1. Obat-obatan sistemik dapat menimbulkan urtikaria secara imunologik yang mampu
menginduksi degranasi sel mast, bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan
oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung dapat
mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Obat-obatan seperti : Aspirin,
kodein, morfin, OAINS
2. Jenis makanan yang dapat menyebabakan alergi misalnya: telur, ikan, kerang, coklat,
jenis kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging sapi, udang, dll.
3. Inhalan bisa dari serbuk sari, spora, debu rumah.
4. Infeksi Sepsis fokal (misalnya infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan atas,
hepatitis, Candida spp, protozoa, cacing)
5. Sistemik : SLE, retikulosis, dan karsinoma
6. Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin), gesekan atau
tekanan (dermografisme), panas (urtikaria panas), dan getaran (vibrasi) dapat langsung
menginduksi degranulasi sel mast.
7. Genetik, terjadi difesiensi alfa-2 glikoprotein yang mengakibatkan pelepasan mediator
alergi.

Patofisiologi
Urtikaria sering terjadi dan merupakan akibat dari degranulasi sel mast (reaksi
imunolpgis tipe 1) sebagai respons terhadap antigen, dengan pelepasan histamin dan mediator
vasoaktif lainnya, yang menyebabkan timbulnya eritema dan edema. Pasien-pasien dengan
kondisi ini, 70% diantaranya mengalami urtikaria idiopatik (dimana antigennya tidak
diketahui), sisanya mengalami bentuk urtikaria lain. Urtikaria, jika berat juga dapat mengenai
jaringan subkutan dan mengakibatkan terjadinya angioedema (pembengkakan pada tangan,
bibir, sekitar mata, dan walaupun jarang tetapi penting untuk diperhatikan yaitu pada lidah
atau laring). (Davey, 2005)
Proses urtikaria akut dimulai dari ikatan antigen pada reseptor IgE yang saling
berhubungan dan kemudian menempel pada sel mast atau basofil. Selanjutnya, aktivasi dari
sel mast dan basofil akan memperantarai keluarnya berbagai mediator peradangan. Sel mast
menghasilkan histamine, triptase, kimase, dan sitokin. Bahan-bahan ini meningkatkan
kemampuan degranulasi sel mast dan merangsang peningkatan aktivitas ELAM dan VCAM,
yang memicu migrasi limfosit dan granulosit menuju tempat terjadinya lesi urtikaria
(Anonimous, 2007).
Peristiwa ini memicu peningkatan permeabilitas vascular dan menyebabkan terjadinya
edema lokal yang dikenal sebagai bintul (wheal). Pasien merasa gatal dan bengkak pada
lapisan dermal kulit. Urtikaria akut bisa terjadi secara sistemik jika allergen diserap kulit lebih
dalam dan mencapai sirkulasi. Kondisi ini terjadi pada urtikaria kontak, misalnya urtikaria
yang terjadi karena pemakaian sarung tangan latex, dimana latex diserap kulit dan masuk ke
aliran darah, sehingga menyebabkan urtikaria sistemik. Urtikaria akut juga bisa terjadi pada
stimulasi sel mast tanpa adanya ikatan IgE dengan allergen. Misalnya, pada eksposure pada
media radiocontrast, dimana pada saat proses radiologi berlangsung, akan terjadi perubahan
osmolalitas pada lingkungan yang mengakibatkan sel mast berdegranulasi (Anonimous,
2007).
Faktor imunologik maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil
untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP
(adenosin mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa
bahan kimia seperti golongan amin dan derivate amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein,
polimiksin, dan beberapa antibiotic berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik misalnya
asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui
langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik misalnya
panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat langsung merangsang sel mast.
Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol dapat merangsang langsung
pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
(Djuanda, 2008).
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik,
biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc
bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel, sehingga
mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis),
misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen
secara klasik maupun secara alternative menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a)
yang mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin
bakteri. Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan
kompleks imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak
terjadi pemakaian bahan serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin.

Manifestasi klinis
Bentuk klinis Urtikaria fisik : (Tony, 2005)
1.Dermografisme : bilur-bilur tampak sesudah adanya bekas-bekas garukan. Hal ini bisa
timbul tersendiri atau bersama dengan bentuk-bentuk urtikaria yang lain.
2.Penekanan (timbulnya belakangan) : bilur-bilur timbul dalam waktu sampai 24 jam
sesudah terjadinya penekanan.
3.Urtikaria kolinergik : yang diserang adalah laki-laki muda ; kulit yang berkeringat
disertai oleh adanya bilur-bilur kecil berwarna putih dengan lingkaran berwarna merah
pada badan bagian atas.

Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik (Mark,1996)
a. Urtikaria akut. Uji laboratorium pada umumnya tidak diperlukan.
b. Urtikaria kronik. Jika penyebab agen fisik telah disingkirkan, maka penggunaan
pemeriksaan laboratorium, radiografik, dan patologik berikut ini dapat memberikan
petunjuk untuk diagnosis penyakit sistemik yang samar.
1. Uji rutin
a. Laboratorium. Hitung darah lengkap dengan diferensial, profil kimia, laju
endap darah (LED), T4, pengukuran TSH, urinalisis dan biakan urine, antibody
antinuclear
b. Radiografik. Radiograf dada, foto sinus, foto gigi, atau panorex
2. Uji selektif. Krioglobulin, analisis serologic hepatitis dan sifilis, factor rheumatoid,
komplemen serum, IgM, IgE serum
3. Biopsi kulit. Jika laju endap darah meningkat, lakukan biopsy nyingkirkakulit untuk
men kemungkinan vaskulitis urtikaria.

Penatalaksanaan
Pengobatan (Arvin, 1996)
Pada kebanyakan keadaan, urtikaria merupakan penyakit yang sembuh sendiri
yang memerlukan sedikit pengobatan lainnya, selain dari antihistamin. Hidroksizin
(Atarax) 0,5 ml/kg, merupakan salah satu antihistamin yang paling efektif untuk
mengendalikan urtikaria, tetapi difenhidramin (Benadryl), 1,25 mg/kg, dan antihistamin
lainnya juga efektif. Jika perlu, dosis ini dapat diulangi pada interval 4-6 jam.
Epinefrin 1 : 1000, 0,01 ml/kg, maksimal 0,3 ml, biasanya menghasilkan
penyembuhan yang cepat atas urtikaria akut yang berat. Hidroksizin (0,5 ml/kg setiap
4-6 jam) merupakan obat pilihan untuk urtikaria kolinergik dan urtikaria kronis.
Penggunaan bersama antihistamin tipe H1 dan H2 kadang-kadang membantu
mengendalikan urtikaria kronis. Antihistamin h2 saja dapat menyebabkan eksaserbasi
urtikaria. Siproheptadin (Periactin) (2-4 mg setiap 8-12 jam) terutama bermanfaat
sebagai agen profilaksis untuk urtikaria dingin. Siproheptadin dapat menyebabkan
rangsangan nafsu makan dan penambahan berat pada beberapa penderita. Tabir surya
merupakan satu-satunya pengobatan yang efektif untuk urtikaria sinar matahari.
Kortikosteroid mempunyai pengaruh yang bervariasi pada urtikaria kronis ; dosis yang
diperlukan untuk mengendalikan urtikaria sering begitu besar sehingga obat-obat
tersebut menimbulkan efek samping yang serius. Urtikaria kronis sering tidak
berespons dengan baik pada manipulasi diet. Sayang sekali, urtikaria kronis dapat
menetap selama bertahun-tahun.
Komplikasi
Urtikaria dan angiodema dapat menyebabkan rasa gatal yang menimbulkan
ketidaknyamanan. Urtikaria kronik juga menyebabkan stress psikologik sehingga
mempengaruhi kualitas hidup penderita seperti pada penderita penyakit jantung.

Prognosis
Prognosis pada urtikaria akut sangat baik, dimana pada kebanyakan kasus
sembuh dalam beberapa hari. Biasanya urtikaria dapat dikendalikan dengan pengobatan
simtomatis antihistamin. Jika faktor pencetus sudah diketahui, menghindari faktor
tersebut merupakan terapi terbaik. Urtikaria akut menyebabkan ketidaknyamanan
namun tidak menyebabkan kematian, kecuali berkaitan dengan penyakit angioedema
yang menyerang saluran pernapasan atas, jika pasien sering terpapar faktor pemicu,
dapat berubah menjadi urtikaria kronik (Djuanda, 2008).
Derajat penyakit tergantung dari kondisi keparahan dan durasi penyakit. Sebuah
penelitian menenmukan bahwa urtikaria dapat menyebabkan stress psikologis, sosial
dan pekerjaan layaknya pasien yang akan dioperasi jantung (Wong, 2011).
WOC
Non Imunologik Imunologik Genetik

IgE terikat pada Angioneurotik Edema Herediter


Infeksi & Penyakit PaparanBahan
Fisik Makanan Udang,susu,
Bahan kimia/Obat permukaan
morfin,kodein, tiamin,aspirin,
kacang-kacangan, sel mast
toksin,lateks
Sistemik dermatografise, coklat,buah
hepatitis B/hepatitis C, dingin,panas,
infeksi virus saluran cahaya,air
Defisiensi Alfa-2 Glikoprotein
nafas

Mengenai sel mast Respon tubuh Mediator terlepas

Degranulasi sel

Memicu migrasi limfosit dan granulosit

vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat

transudasi cairan

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 10
Urtikaria edema dan kemerahan

Erupsi Derma
Bentol & Kemerahan
MK : Gangguan citra tubuh

Peradangan Pruritus
MK :
MK : Kerusakan Intergritas Kulit Gangguan
rasa nyaman
Asuhan Keperawatan Urtikaria
I. Pengkajian
a) Identitas klien
Nama, usia, alamat, dan lain sebagainya
b) Keluhan utama
Bentol kemerahan pada kulit hampir seluruh tubuh gatal utamanya di daerah kepala
dan ekstremitas.
c) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Tidak ada masalah sebelumnya.
d) Riwayat Penyakit sekarang
Mengeluh sering timbul bentol-bentol kemerahan di seluruh tubuh yang hilang
timbul sejak 1 bulan yang lalu.
e) Riwayat Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengeluh seperti klien, tidak ada riwayat alergi obat,
makanan dan bahan-bahan alergen lainnya.
II. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, temperatur aksila, tingkat kesadaran
2) Kulit
Inspeksi : kemerahan, bentol-bentol hampir diseluruh tubuh pasien.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
3) Kepala
Inspeksi : penyebaran rambut merata, rambut mudah rontok,
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
4) Wajah
Inspeksi : wajah terdapat luka (kemerahan)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
5) Mata
Inspeksi : tidak ada ikterus, konjungtiva tidak pucat
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
6) Telinga
Inspeksi : tidak ada peradangan atau serumen
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
7) Mulut

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 12
Inspeksi : tidak tampak kering atau sariawan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
8) Leher
Inspeksi : tidak ada penonjolan kelenjar thyroid dan kelenjar limfe
Palpasi : tidak terjadi pembesaran kelenjar thyroid dan kelenjar limfe
9) Ketiak
Inspeksi : tidak tampak adanya pembesaran kelenjar getah bening
Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran getah bening
10) Dada dan pernapasan
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris kiri dan kanan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara paru sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : tidak ada jaringan parut striase
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : ada suara tympani
Auskultasi : ada suara bising usus, peristltik usus normal (15x/menit)
12) Genetalia dan anus
Inspeksi : tidak ada benjolan atau tidak
Palapsi : tidak ada nyeri tekan
13) Ekstermitas atas dan bawah
Tidak terdapat atropi maupun hipertropi otot lengan dan paha. Tidak
ditemukannya deformitas, dan nyeri tekan, hanya bercak-bercak kemerahan.

III. Diagnosa keperawatan :


1. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan respon peradangan
2. Gangguan rasa nyaman b.d pruritus dan gatal
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan dalam penampilan sekunder akibat
penyakit yang ditandai pemurung, mengisolasi diri dan sering dihadapan
cermin
IV. Intervensi :
1. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan respon peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam, integritas kulit kembali baik/tidak
rusak
Kriteria Hasil :
- Kulit klien tidak merah, tidak lecet, dan tidak ada bula
- Klien tidak mengeluh gatal
Intervensi :
a. Kaji tanda lesi dan respon peradangan
Rasional : Mengetahui gejala dan tanda inflamasi untuk memberikan tindakan
tindakan dan menegakan prognosisnya
b. Berikan bedak talk yang mengandung salisil
Rasional : salisil pada kulit akan menimbulkan rasa sejuk dan melindungi
kuman untuk menginfeksi.
c. Berikan antihistamin sesuai dosis yang telah ditentukan tim medis
Rasional : antihistamin dapat menurunkan aktivitas histamine sehingga
aktivitas komplemen C1 dan menghambat aktivitas bradikinin dan zat kinin
lainnya.
f. Kolaborasi pemberian kortikosteroid/antibiotic topical
Rasional : mengurangi rasa gatal dan mencegah infeksi

2. Gangguan rasa nyaman b.d pruritus dan gatal


Tujuan : klien merasa nyaman dan tidak merasakan gatal-gatal dalam 1x24 jam
Kriteria hasil :
- Klien tidak menggaruk kulitnya
- Klien tidak mengeluh gatal-gatal
Intervensi :
a. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya dan prinsip terapinya
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan prinsipnya akan
meningkatkan rasa kooperatif
b. Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap allergen yang telah
diketahui
Rasional : dengan menghindari allergen, diharapkan pruritus tidak
terjadi/berkurang
c. Kolaborasi pemberian anti-histamin
Rasional : dapat mengurangi alergi
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan dalam penampilan sekunder akibat penyakit yang
ditandai pemurung, mengisolasi diri dan sering dihadapan cermin.
Tujuan : Dalam waktu 30 menit klien mampu menyesuaikan diri
Kriteria hasil : Tidak lagi pemurung, dapat bersosialisasi, dan kepercayaan diri
positif
Intervensi :
a. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan
Rasional : klien membutuhkan seseorang untuk mendengarkan apa yang
dialami, dan memahaminya
b. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra dirinya, semisal dengan cara
merapikan pakaian, berhias, dll
Rasional : membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosial
c. Dorong klien untuk bersosialisasi dengan orang lain ( lingkungan sekitarnya)
Rasional : membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosial

Angioodema
Definisi
Angioedema adalah suatu pembengkakan edematous yang difuse pada jaringan
lunak umumnya melibatkan jaringan penghubung subkutan dan submukosa tetapi dapat
mempengaruhi saluran pencernaan dan saluran pernafasan, adakalanya dengan hasil fatal.
Hal ini biasa juga di kenal “Quincke’s disease”. Awalnya klinisi menghubungkannya
pada perubahan penggantian permiabilitas vaskuler. Dulu istilah yang di gunakan adalah
Angioneurotik edema sebab pasien sering mengeluh suatu sensasi “choking” dan di
namakan sakit saraf ( Neville, 2002).
Angioedema atau edema Quincke adalah pembengkakan cepat (edema) dari
dermis, jaringan subkutan, mukosa, dan submukosa jaringan. Hal ini sangat mirip dengan
urtikaria, tapi urtikaria umumnya dikenal sebagai gatal – gatal yang terjadi pada dermis
atas. Bahkan hampir 50% pasien yang datang dengan urtikaria juga memiliki
angioedema. Dalam banyak kasus urtikaria dan angioedema sangat mirip dalam etiologi
yang mendasari dan dalam strategi manajemen klinis.(Neville,2002)
Di sisi lain, angioedema juga cukup berbeda dari urtikaria. Biasanya melibatkan
lapisan lebih dalam dari kulit (dermis retikular) atau subkutan atau jaringan mukosa,
sedangkan urtikaria mempengaruhi lapisan lebih dangkal dari kulit (dermis papiler dan
middermis). Bahkan, keterlibatan mukosa diamati pada angioedema tetapi tidak dalam
urtikaria. Episode akut dapat melibatkan kulit, laring, dan gastrointestinal mukosa
(Neville,2002).

Klasifikasi
Karakteristik berupa pembentukan edema masif di dermis dan jaringan
subkutan (pada angioedema). Edema timbul karena peningkatan vasopermeability oleh
mediator inflamasi yang dihasilkan oleh sel mast atau kumpula sel inflamasi lainnya.
Angioedema terdiri atas : (Neville,2002)

1. Hereditary angioedema (HAE)


a. Hereditary angioedema tipe 1 (HAE tipe 1) : defisiensi C1 inhibitor , akibat mutasi
gen SERPING.
b. Hereditary angioedema tipe 2 (HAE tipe 2) : C1 dalam batas normal namun terjadi
malfungsi C1 inhibitor.
c. Hereditary angioedema tipe 3 (HAE tipe 3) : akibat mutasi gen F12
2. Acquired angioedema
a. Acquired angioedema tipe I, yang berkaitan dengan penyakit gangguan B-cell
lymphoproliferative, neoplasma, penyakit jaringan konektif dan infeksi
b. Acquired angioedema tipe II , disebabkan oleh autoantibodi C1-inhibitor.
3. Allergic angioedema : reaksi alergi (obat , serangga , makanan), penggunaan kontras,
serum sickness syndrome dan cold urticaria.

Etiologi (Schrier,2007)
a. Hereditary angioedema
Hereditary angioedema adalah kelainan yang diturunkan secara autosomal
dominan akibat mutasi pada gen C1-inhibitor. Hereditary angioedema tipe 1 (HAE
tipe 1) disebabkan oleh mutasi gen sehingga terjadi supresi C1-inhibitor. Hereditary
angioedema tipe 2 (HAE tipe 2) akibat mutasi gen sehingga menyebabkan sintesis
protein C1-inhibitor yang abnormal.
b. Acquired Angiedema
Acquired angioedema adalah penyakit yang jarang dan dapat terjadi dalam dua
bentuk yaitu : AAE-I yang berkaitan dengan malignansi, penyakit jaringan konektif
dan infeksi. AAE-II merupakan suatu bentuk autoimun.

c. Allergic Angioedema
1. Obat
Meskipun hampir semua obat dapat menyebabkan gatal-gatal atau angioedema,
namun beberapa penyebab umum adalah. (alergi obat), seperti antibiotik (penisilin
dan obat sulfa), obat anti-inflammatory drugs (NSAID), dan obat-obatan tekanan
darah (ACE inhibitor)

2. Makanan
Pada orang sensitif, banyak makanan yang dapat menimbulkan alergi.
Namun, makanan yang sering menimbulkan alergi adalah ikan, telur, kerang, susu,
kacang, dan coklat. Beberapa alergen potensial lainnya termasuk aditif makanan seperti
salisilat dan sulfida.
3. Alergen lainnya
Kontak langsung dengan bulu binatang, lateks, serbuk sari, dan sengatan
serangga adalah beberapa zat lain yang dapat menyebabkan gatal-gatal dan
angioedema.
Beberapa pemicu tambahan yang dapat menyebabkan angioedema, antara lain:
(Schrier,2007)
1. Dermatographia
Merupakan garis yang muncul pada daerah di mana kulit tergores, atau
di mana tekanan diterapkan pada kulit akibat histamin yang menyebabkan
pembengkakan di bawah kulit.
2. Faktor fisik
Pada beberapa orang, faktor lingkungan dapat mengakibatkan
pelepasan histamin. Air, panas, dingin, latihan, tekanan pada kulit, sinar
matahari dan stres emosional adalah beberapa contoh faktor lingkungan yang
dapat menyebabkan angioedema.

Patofisiologi
a. Hereditary angioedema
Hereditary angioedema adalah kelainan yang diturunkan secara autosomal
dominan akibat mutasi pada gen C1-inhibitor. Hereditary angioedema tipe 1 (HAE tipe
1) disebabkan oleh mutasi gen sehingga terjadi supresi C1-inhibitor. Hereditary
angioedema tipe 2 (HAE tipe 2) akibat mutasi gen sehingga menyebabkan sintesis
protein C1-inhibitor yang abnormal.
C1-inhibitor merupakan bagian dari sistem komplemen (sekelompok protein
yang terlibat dalam sistem kekebalan dan reaksi alergi). Gen C1-inhibitor terletak pada
kromosom 11. Mutasi pada gen tersebut menyebabkan sistem komplemen tidak
terkendali sehingga produksi C2 kinin meningkat dan terjadi peningkatan permeabilitas
vaskuler dan edema.
Kekurangan atau gangguan fungsi C1-inhibitor menyebabkan pembengkakan
lokal di kulit dan jaringan di bawahnya atau pembengkakan pada selaput lendir yang
melapisi bagian tubuh tertentu, misalnya mulut, tenggorokan dan saluran pencernaan.
Formasi bradikinin disebabkan oleh aktivasi terus menerus sistem komplemen akibat
defisiensi C1 esterase dan produksi kalikrein.Bradikinin menyebabkan vasodilatasi,
meningkatkan permeabilitas vaskuler, dan hipotensi ketika disuntik melalui intravena.
Beberapa faktor pencetus pelepasan peptida vasoaktif sehingga menyebabkan
angioedema pada HAE yaitu trauma, stress mental dan fisik, infeksi, haid dan
kehamilan. (Habif TP,2004).

b. Acquired Angiedema
Acquired angioedema adalah penyakit yang jarang dan dapat terjadi dalam dua
bentuk yaitu : AAE-I yang berkaitan dengan malignansi, penyakit jaringan konektif dan
infeksi. Jumlah C1-inhibitor diproduksi normal ,namun katabolisme dari C1-inhibitor
meningkat sehingga terjadi penurunan secara kuantitatif maupun fungsional. AAE-II
merupakan suatu bentuk autoimun. Pada pasien AAE II memiliki suatu autoantibodi
C1-inhibitor. Autoantibodi tersebut menghambat kapasitas kerja dari C1-inhibitor
sehingga terjadi angioedema. (Habif TP,2004).

c. Allergic Angioedema
Alergi tipe 1 yang berat dapat menyebabkan angioedema. Antibodi IgE berikatan
dengan antigen (makanan, obat-obatan, sengatan serangga, tepung) pada permukaan sel
mast sehingga terjadi pelepasan histamin dan mediator lain. Penggunaan kontras
radiologi dan obat-obatan dapat menyebabkan angioedema akut melalui mekanisme non
imunologik (langsung). Obat yang dapat menginduksi angioedema meliputi obat anti
inflamasi non steroid (OAINS), seperti aspirin,indometasi dan angiotensin converting
enzim- inhibiting drugs(ACE- Inhibitor). ACE- Inhibitor menghambat degradasi
bradikinin. Bradikinin menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler dan
vasodilatasi sehingga terjadi angioedema. Bradikinin memainkan peran penting dalam
segala bentuk angioedema. Peptida ini merupakan vasodilator kuat dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah yang menyebabkan akumulasi cepat cairan dalam
interstitium. Hal ini paling jelas di wajah, di mana kulit relatif sedikit jaringan ikatnya,
dan edema mengembang dengan mudah. Bradikinin dirilis oleh berbagai jenis sel dalam
menanggapi rangsangan yang berbeda-beda, yang juga terlibat dalam mediator nyeri.
Peredam atau menghambat bradikinin telah ditunjukkan untuk meredakan gejala
angioedema.
Berbagai mekanisme yang mengganggu produksi bradikinin atau degradasi dapat
menyebabkan angioedema. ACE inhibitor-ACE blok dapat menyebabkan degradasi
bradikinin. Pembentukan bradikinin disebabkan oleh aktivasi terus menerus dari sistem
pelengkap, karena kekurangan di salah satu penghambat utama yaitu C1-esterase (C1-
inhibitor atau C1INH).Bila suatu alergen spesifik disuntikkan langsung kedalam
sirkulasi darah maka alergen dapat bereaksi pada tempat yang luas diseluruh tubuh
dengan adanya basofil dalam darah dan sel mast yang segera berlokasi diluar pembuluh
darah kecil , jika telah disensitisasi oleh perlekatan reagin Ig E menyebabkan terjadi
anafilaksis. Histamin yang dilepaskan dalam sirkulasi menimbulkan vasodilatasi perifer
menyeluruh , peningkatan permebilitas kapiler menyebabkan terjadi kehilangan banyak
plasma dari sirkulasi maka dalam beberapa menit dapat meninggal akibat syok sirkulasi.
Histamin yang dilepaskan akan menimbulkan vasodilatasi yang menginduksi timbulnya
red flare ( kemerahan ) dan peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga terjadi
pembengkakan pada area yang berbatas jelas ( disebut hives ) . (Habif TP,2004).

Manifestasi klinis
a. Hereditary dan Acquired angioedema
Pasien dengan HAE atau AAE ditemukan dengan gejala yang sama. Tiga
gejala klasik yaitu nyeri abdomen, edema perifer (pembengkakan ekstremitas) dan
edema laring tanpa adanya urtikaria. Nyeri abdomen biasanya disertai dengan
nausea, vomiting(88%) dan diare(22%). Angioedema berupa eritematous atau non
eritematous,non pitting,non pruritik atau nyeri. Hasil pemeriksaan abdomen
didapatkan peningkatan bising usus dan tidak ada tanda-tanda peritonitis.
Angioedema terjadi dalam beberapa jam dan berkurang dalam 48-72 jam, tetapi bisa
bertahan selama 1 minggu. Gejala lain berupa retensi urin, efusi pleura yang ditandai
oleh batuk dan nyeri dada, dan gejala-gejala SSP (seperti sephalgia, hemiparesis,
konvulsi) akibat edema serebral fokal. .(Regezi,1999;Neville,2002)
Angioedema terjadi pada tiga area utama: jaringan subkutan (wajah, tangan,
lengan, kaki, genital), organ yang terdapat didalam abdomen (lambung, usus, ginjal)
yang dapat menimbulkan keadaan emergensi dan pada saluran napas bagian atas
yang dapat menyebabkan terjadinya edema laring yang dapat mengancam
kehidupan. .(Regezi,1999;Neville,2002)
Karakteristik Angioedema adalah serangan cepat onsetnya sedang.Jaringan
bengkak, dapat solitari atau multiple dan umumnya melibatkan
wajah,bibir,lidah,paring dan laring.Jika mengenai kulit dan mukosa membran,dapat
menyebabkan pelebaran sampai beberapa centimeter.Sebagai tambahan selain di
wajah,dapat juga melibatkan kulit meliputi tangan,lengan,kaki,alat kelamin,dan
bokong.Biasanya tidak sakit,umumnya menimbulkan rasa gatal dan dapat terlihat
erithema.Pelebaran khas terjadi diatas 24-72 jam.(Regezi,1999;Neville,2002)

Gambar 1.Angioedema pada bibir (itriagehealth.com)

Gambar 2.Angioedema mengenai kulit dan mukosa membran dapat menyebabkan


pelebaran sampai beberapa centimeter (itriagehealth.com)
Gambar 3.Angioedema pada wajah (wikipedia.com)
b. Allergic Angioedema
Antibodi IgE berikatan dengan antigen (makanan, obat-obatan, sengatan
serangga, tepung) pada permukaan sel mast sehingga terjadi pelepasan histamin dan
mediator lain. Angioedema dapat terjadi tanpa atau disertai gangguan lain dari anafilaksis
sistemik(distress pernapasan, hipotensi). Kebanyakan serangan terjadi tanpa ada alasan
yang jelas.Keterlibatan pernapasan terpusat pada saluran pernapasan bagian atas(pharing
dan laring) yang dapat mengancam hidup penderita jika jalan napas tertutup , suara
parau,dan sukar menelan.Kasus keterlibatan laring biasanya berhubungan dengan ACE-
inhibitor. (Regezi,1999;Neville,2002)

Pemeriksaan diagnostic
Sebagian besar kasus angioedema ringan tidak memerlukan tes laboratorium. Untuk
angioedema kronis atau berulang tanpa pemicu yang jelas memerlukan pemeriksaan
tambahan seperti : (Habif TP,2004)
1. Histopatologi
Edema terjadi pada lapisan dermis yang lebih dalam dan jaringan subkutan.
Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan adanya dilatasi vena.
2. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, biasanya ditemukan penurunan komplemen
faktor C4, defisiensi C1-Inhibitor . Pada pasien AAE, jumlah C1-inhibitor
diproduksi normal ,namun katabolisme dari C1-inhibitor meningkat sehingga
terjadi penurunan secara kuantitatif maupun fungsional dari C1-inhibitor. Pada
pasien HAE, ditemukan produksi C2 kinin meningkat akibat mutasi gen C1-
inhibitor.

Penatalaksanaan
a. Hereditary angioedema
Pada hereditary angioedema, yang dibutuhkan adalah bagaimana untuk
mencegah terjadinya serangan dimasa yang akan datang. Pengobatan pada fase akut
bertujuan untuk mencegah progresifitas dari edema , khususnya jika terjadi edema
pada laring. Di negara Jerman, sebagian besar kasus akut diterapi dengan
pemberian konsentrat C1-inhibitor yang diperoleh dari darah donor secara
intravena. Pada kasus emergensi, diberikan fresh frozen blood plasma, yang juga
mengandung C1-inhibitor dapat digunakan.
Pengobatan terbaru digunakan ecallantide. Ecallantide merupakan suatu
inhibitor peptida dari suatu kallikrein yang menunjukkan hasil yang positif pada
ketiga tipe dari HAE. Icatibant merupakan bradykinin reseptor antagonis yang
selektif, hanya digunakan di Eropa dan tidak digunakan di negara Amerika.
Pharming, suatu perusahaan bioteknologi , menghasilkan suatu C1-inhibitor
rekombinan untuk penanganan serangan akut hereditary angioedema(Doods,2008).
b. Acquired Angiedema
Pada acquired angioedema , AAE tipe I dan tipe II, dan angioedema
nonhistaminergic, antifibrinolitik seperti asam traneksamat atau ε-aminocaproid
acid diperkirakan effektif. Cinnarizine dapat digunakan karena dapat menekan
aktivasi dari C4 dan dapat digunakan pada pasien yang menderita penyakit hati
ketika androgen tidak dapat digunakan. Standar pengobatan untuk AAE adalah juga
meningkatnya level dari C1-inhibitor (konsentrat C1-inhibitor, androgen). Untuk
serangan akut AAE, terapi utama adalah konsentrat C1-inhibitor (dosis yang
direkomendasikan 500-2000 U IV). Namun, apabila konsentrat tidak tersedia, dapat
digunakan Fresh Frozen Plasma (FFP) (2 U IV). Stanozolol (winstrol) merupakan
androgen sintetik dengan immunosupressi, dosis yang dianjurkan 1-4 mg/hari.
Danazol (Danocrin) bekerja dengan meningkatkan komponen komplemen C4 dan
mengurangi gejala lain yang menyertai angioedema, dosis yang dianjurkan 50-600
mg/hari. Selain itu, untuk menghambat mediator cascade komplemen digunakan
antifibrinolitik seperti asam traneksamat atau ε-aminocaproid acid (8 gr IV). Jika
terjadi perubahan suara seperti stridor, dsb, merupakan indikasi intervensi jalan
napas dengan sesegera mungkin. Intubasi orotracheal adalah metode pilihan.
Edema laring merupakan kasus yang berat, pembedahan jalan napas harus
dilakukan yaitu dengan melakukan cricothyrotomy atau tracheotomi(Doods,2008)
c. Allergic Angioedema
Kebanyakan kasus dapat dikelola dengan baik dengan pengobatan rawat jalan
saja. Antihistamin yang sering digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk
angioedema. Antagonis leukotrien dapat membantu dalam teori, namun observasi
klinis belum dikonfirmasi manfaatnya di urtikaria atau angioedema.
Profilaksis antihistamin generasi kedua, sering pada dosis sampai dengan 4 kali
dosis standar, dengan atau tanpa blocker H2, sering digunakan untuk membantu
mengurangi keparahan atau frekuensi serangan(Doods,2008)

Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadinya dari penyakit angioedema yaitu:
(Regezi,1999;Neville,2002)
1. Pembengkakan saluran napas
2. Reaksi anafilaktik
3. Hipotensi
4. Purpura adalah munculnya perubahan warna merah atau ungu pada kulit yang tidak
pucat pada penerapan tekanan yang disebabkan oleh perdarahan di bawah kulit

Prognosis
Angioedema menurun lebih tampak seperti angioedema pada reaksi alergi.
Angioedema menurun adalah sebuah gangguan genetik berhubungan dengan kekurangan atau
kerusakan inhibitor C1. Inhibitor C1 adalah bagian sistem pelengkap, yang merupakan bagian
pada sistem imunitas. Pada gangguan ini, sebuah luka, infeksi virus, atau stress (seperti
berhubungan dengan mengantisipasi tindakan gigi atau operasi) bisa memicu serangan berupa
pembengkakan (angioedema). (Regezi,1999;Neville,2002)
Daerah pada kulit, jaringan di bawah kulit, atau selaput lapisan mulut, tenggorokan, pipa
udara, dan saluran pencernaan bisa bengkak. Biasanya, daerah yang bengkak tersebut sangat
menyakitkan, tidak terasa gatal. Hive tidak muncul. Mual, muntah, dan kram sering terjadi.
Pembengkakan pada saluran udara bisa mengganggu pernafasan. Dokter mendiagnosa
gangguan tersebut dengan mengukur kadar inhibitor C1 atau aktivitas pada contoh darah.
(Regezi,1999;Neville,2002)
Obat asam aminocaproic kadangkala bisa meringankan bengkak tesebut. Epinephrine,
antihistamin, dan kortikoseroid seringkli diberikan, meskipun tidak terdapat bukti bahwa
obat-obatan ini efektif. Jika seragan tiba-tiba berhubungan dengan pernafasan, saluran udara
harus dibuka-misal, dengan memasukkan pipa pernafasan pada saluran nafas.Pengobatan
tertentu bisa membantu mencegah serangan berikutnya. Misalnya, sebelum prosedur gigi atau
operasi, orang dengan angioedema menurun kemungkinan diberikan transfusi plasma segar
untuk meningkatkan kadar inhibitor C1 pada darah. untuk pencegahan jangka panjang,
anabolic steroid (androgen) digunakan melalui mulut, seperti stanozolol atau danazol, bisa
merangsang tubuh untuk menghasilkan lebih banyak inhibitor C1. Karena obat-obatan ini bisa
mengalami efek samping masculinizing, dosis obat tersebut dikurangi sesegera dan sebanyak
mungkin ketika obat-obatan ini diberikan kepada wanita. (Regezi,1999;Neville,2002)

WOC

mutasi pada gen C1-


inhibitor,malignansi, penyakit
jaringan konektif dan
Degranulasi Sel mash melepas
infeksi,autoimun,obat,makanan
sel mash mediator ( histamine
, Kontak langsung dengan bulu
binatang, lateks, serbuk sari,
dan sengatan serangga
Vasodilatasi permeabilitas kapiler

ANGIOEDEMA

Hereditary Acquired angioedema Allergic/Acute angioedema


angioedema

Mutasi gen Jumlah C1 inhibitor Antibodi Ig E berikatan dengan


diproduksi normal antigen (makanan,obat-
obatan((OAINS), seperti
Supresi C1 inhibitor aspirin,indometasi dan
dan produksi C2 angiotensin converting enzim-
kinin Katabolisme C1 Inhibitor
inhibiting drugs(ACE-
Inhibitor),sengatan
w w w . s a k t y a i r l a n g g a . w oserangga,tepung
rdpress.com Page 24
Menghambat kapasitas kerja C1 Inhibitor

Menghambat degradasi bradikinin


Pembengkakan lokal di wajah,extremitas

Erupsi edema MK : Gangguan


Integritas Kulit
Bentol &Kemerahan
MK MK :Ansitetas
MK :Gangguan
:Gangguan citra tubuh
rasa nyaman

Asuhan Keperawatan Angioedema


A. Pengkajian
1. Anamnesa
f) Identitas klien
Nama, alamat, tempat tanggal lahir, dan sebagainya.
g) Keluhan utama
Pembengkakan pada daerah wajah dan mata
h) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Tidak ada masalah sebelumnya.
i) Riwayat Penyakit sekarang
Mengeluh sering timbul bentol-bentol kemerahan di seluruh tubuh sebelumnya dan
tiba-tiba edema di wajah dan mata
j) Riwayat Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengeluh seperti klien, tidak ada riwayat alergi obat,tetapi
pasien mempunyai alergi makanan kerang
2. Pemeriksaan fisik
14) Keadaan umum
Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, temperatur aksila, tingkat kesadaran
15) Kulit

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 25
Inspeksi :pembengkakan di wajah dan mata
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
16) Kepala
Inspeksi : penyebaran rambut merata, rambut mudah rontok,
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
17) Wajah
Inspeksi : wajah membengkak dan gatal di area tersebut
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
18) Mata
Inspeksi : mata membengkak dan gatal di area tersebut
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
19) Telinga
Inspeksi : tidak ada peradangan atau serumen
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
20) Mulut
Inspeksi : tidak tampak kering atau sariawan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
21) Leher
Inspeksi : tidak ada penonjolan kelenjar thyroid dan kelenjar limfe
Palpasi : tidak terjadi pembesaran kelenjar thyroid dan kelenjar limfe
22) Ketiak
Inspeksi : tidak tampak adanya pembesaran kelenjar getah bening
Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran getah bening
23) Dada dan pernapasan
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris kiri dan kanan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara paru sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler
24) Abdomen
Inspeksi : tidak ada jaringan parut striase
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : ada suara tympani
Auskultasi : ada suara bising usus, peristaltik usus normal (15x/menit)
25) Genetalia dan anus
Inspeksi : tidak ada benjolan atau tidak
Palapsi : tidak ada nyeri tekan
26) Ekstermitas atas dan bawah
Tidak terdapat atropi maupun hipertropi otot lengan dan paha. Tidak
ditemukannya deformitas, dan nyeri tekan.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Histopatologi
Edema terjadi pada lapisan dermis yang lebih dalam dan jarigan subkutan.
Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan adanya dilatasi vena.
b. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, biasanya ditemukan penurunan komplemen
faktor C4, defesiensi C1-inhibitor.

B.Diagnosa keperawatan ((Doenges,2000)


1. Gangguan citra diri tubuh berhubungan dngan angioedema
2. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakitnya
3. Resiko kerusakan jaringan kulit berhubungan dengan vasodilatasi subkutan
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan denngan rasa gatal

C. Intervensi Keperawatan
1.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan angiodema
Tujuan :Agar dapat mengekspresikan perasaan dan masalah yang menyebabkan
penurunan citra tubuh
Intervensi Rasional
1. Kaji makna perubahan pada pasien 1. Episode traumatic mengakibatkan
2. Bersikap realistis dan positif selama perubahan tiba-tiba, tidak diantisipasi,
pengobatan.Pada penyuluhan membuat perasaan kehilangan pada
kesehatan dan menyusun tujuan perubahan actual/yang dirasakan.ini
dalam keterbatasan memerlukan dukungan perbaikan
perawat. optimal
3. Dorong interaksi keluarga dan dengan 2. Meningkatkan kepercayaan dan
tim rehabilitas mengadakan hubungan antara pasien
4. Berikan kesempatan pada pasien dengan
untuk mengekspresikan perasaan 3. Mempertahankan/membuka garis
mereka. komunikasi dan memberikan
5. HE kepada keluarga pasien tentang dukungan
bagaimana mereka dapat membantu 4. Meringankan beban psikologis klien.
pasien. 5. Keluarga dapat meningkatkan
ventilasi perasaan dan memungkinkan
respons yang lebih membantu pasien.

2.Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakitnya.


Tujuan :Pasien akan menunjukkan kecemasan berkurang/ teratasi dengan

Intervensi Rasional
1. Observasi tingkat kecemasan pasien. 1. mengetahui sejauh mana kekhwatiran
2. Beri kesempatan pada klien untuk / kecemasan pasien dan pemahaman
mengungkapkan perasaanya pasien mengenai penyakitnya.
3. Bina hubungan yang baik antara 2. Mengurangi beban perasaan pasien.
perawat dengan klien. 3. Meningkatkan hubungan terapeutik
4. Beri dorongan spiritual.. antara perawat dengan pasien.
5. HE tentang penyakit yang diderita 4. Membantu pasien lebih mendekatkan
pasien. diri kepada Tuhan dan menerima
keadaanya dengan ikhlas
5. Dengan memberikan informasi yang
baik dapat menurunkan kecemasan
pasien.

3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan vasodilatasi subkutan.


Tujuan :Tidak terjadi kerusakan jaringan kulit.

Intervensi Rasional

1. Kaji dan catat keadaan dan 1. Sebagai bahan pertimbangan dalam


warna kulit menentukan derajat kerusakan kulit.
2. Pijat kulit dengan lembut. 2. Memperbaiki sirkulasi darah
3. Anjurkan pasien untuk tidak 3. Menghindari kerusakan kulit
menggaruk. 4. Dapat mengurangi gatal yang timbul.
4. Kompres atau mandi air hangat 5. Merangsang tubuh menghasilkan
dengan mencampurkan koloit inhibitor C1
Aveeno oatmeal.
5. Kolaborasi pemberian streroid
ex: Stanozolol

4. Gangguan rasa nyaman b.d pruritus dan gatal


Tujuan : klien merasa nyaman dan tidak merasakan gatal-gatal dalam 1x24 jam
Kriteria hasil :
- Klien tidak menggaruk kulitnya
- Klien tidak mengeluh gatal-gatal
Intervensi Rasional

a. Jelaskan gejala gatal a. Dengan mengetahui proses fisiologis


berhubungan dengan dan prinsipnya akan meningkatkan
penyebabnya dan prinsip rasa kooperatif
terapinya b. Dengan menghindari allergen,
b. Ajari klien menghindari atau diharapkan pruritus tidak
menurunkan paparan terhadap terjadi/berkurang
allergen yang telah diketahui c. Dapat mengurangi alergi
c. Kolaborasi pemberian anti-
histamin

Vasculitis
Definisi
Vaskulitis adalah suatu kumpulan gejala klinis dan patologis yang ditandai dengan
adanya proses inflamasi dari nekrosis dinding pembuluh darah. Pembuluh darah yang terkena
dapat arteri atau vena dengan berbagai ukuran. (Eprianto, 2011)
Vaskulitis merupakan proses patologis yang ditandai dengan adanya peradangan dan
nekrosis dari pembuluh darah baik arteri kecil atau besar maupun vena. (Eprianto, 2011)
Vaskulitis adalah suatu kumpulan gejala klinis dan patologis yang ditandai adanya
proses inflamasi dan nekrosis dinding pembuluh darah. Pembuluh darah yang terkena dapat
arteri atau vena dengan berbagai ukuran.
Vaskulitis adalah istilah umum untuk menjelaskan bentuk reaksi kutaneus maupun
sistemik yang secara mikroskopik digambarkan sebagai infiltrasi dan inflamasi pada dinding
pembuluh darah dengan derajad yang bervariasi, dari arteri besar (giant cell arteritis) sampai
kapiler dermis dan venula (lecocytoclastic vaskulitis). (Nurul, 2009)
Fasiitis vaskulitis adalah kondisi peradangan pembuluh darah yang ditandai dengan
kematian jaringan, jaringan parut, dan proliferasi dari dinding pembuluh darah, yang dapat
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah. Hal ini dapat terjadi pada rheumatoid arthritis
dan umumnya terjadi secara sistemik lupus erythematosus, polyarteritis nodosa, dan
skleroderma. Hal ini sangat jarang terjadi pada anak-anak. (Teguh, 2009)
Istilah vaskulitis mengindikasikan adanya proses inflamasi pada dinding
pembuluh darah. Infiltrat inflamasi yang dominan dapat berupa salah satu dari sel
neutrofilik,eosinofilik,ataumononuclear.Perivaskulitik
m e n g g a m b a r k a n inflamasi di sekitar dinding pembuluh darah tanpa keterlibatan
lapisan muskularis. Vaskulopati, istilah yang lebih luas, mengindikasikan sebuah
abnormalitas dari pembuluh darah yang mungkin dapat berupa gangguan
inflamasi, degenerative maupun akibat proliferasi intimal lainnya. (Nora, 2011)
Klasifikasi
Ada banyak cara untuk mengklasifikasikan vaskulitis.
1. Hal ini dapat diklasifikasikan oleh''penyebab''mendasarinya. Sebagai contoh,
penyebab sifilis aortitis menular (aortitis hanya mengacu pada arteritis dari aorta, yang
merupakan arteri.) Namun, penyebab banyak bentuk vaskulitis yang kurang dipahami.
Biasanya ada komponen kekebalan, tetapi memicu sering tidak diidentifikasi. Dalam kasus
ini, antibodi ditemukan kadang-kadang digunakan dalam klasifikasi, seperti di ANCA terkait
vaskulitis.
2. Hal ini dapat diklasifikasikan oleh ”lokasi''dari pembuluh yang terkena. Sebagai
contoh, ICD-10 (International Clasification Diseace) (WHO,2010) mengklasifikasikan
"vaskulitis terbatas pada kulit" dengan kondisi kulit, dan "vasculopathies necrotizing" dengan
sistem muskuloskeletal dan kondisi jaringan ikat . Arteritis / flebitis pada mereka sendiri
diklasifikasikan dengan kondisi sirkulasi/
3. Vaskulitis dapat diklasifikasikan oleh “tipe'' atau ukuran pembuluh darah bahwa
mereka terutama mempengaruhi. Terlepas dari perbedaan arteritis / flebitis disebutkan di atas,
vaskulitis sering diklasifikasikan oleh ukuran pembuluh yang terkena. Namun, perlu dicatat
bahwa ada beberapa variasi bisa dalam ukuran pembuluh yang terkena.

Table 1. Klasifikasi Vaskulitis Menurut ACR (American College Rheumatology


tahun 1990)

Vaskulitis Kriteria
Polierteritis nodosa (PAN) Wegener’s Granumatosis (WG)

Churg –Strauss Syndrome (CSS)


Penurunan barat badan >4 kg
Livedo retikularis
Nyeri area testis
Vaskulitis hypersensitivity Myalgia, myophaty, atau kelemahan
Neurophaty
Hipertensi (tekanan darah diastolik >90 mmHg)
Gangguan ginjal (BUN dan kreatinin)
Hepatitis B
Arteriografi abnormal
Henog-Scholein purpura (HSP) inflamasi pada mulut hidung
Foto thorax dada tampak nodul, infiltrate atu
kaviti
Hematuri mikroskopis atau cell cast merah pada
urin
Inflamasi granulamatus pada biopsy
Asma
Eosinifilia (>10%)
Neurophaty
Infiltrate paru-paru
Sinusitis
Eosinofil ekstravaskuler pada biopsy
Umur >16 tahun
Palpable purpura
Ras
Biopsy positif
Mendapat pengobatan yang bisa menjadi
pencetus
Palpable purpura
Unur <20 tahun
Biopsy tampak granulasi pada dinding pembuluh
darah

Table 2. Klasifikasi Vaskulitis Menurut Konsesus Chapel Hill tahun 1991 yang
menggolongkan kriteria vaskulitis berdasarkan histopatologis (Nurul, 2009)
Klasifikasi Jenis Vaskulitis
- Vaskulitis pembuluh darah besar - Arteritis temporal
- Arteritis takayasu

- Vaskulitis pembuluh darah sedang


- Polyarteritis nodosa

- Vaskulitis pembuluh darah kecil


- Sindroma Churg Strauss
- Granulomatosa Wegener
- Purpura Henoch Schonlein
- Poliangitis mikroskopik
- Vaskulitis krioglobulin esensial
- Angitis kutaneus leukositoklastik

Etiologi
Sampai saat ini penyebab penyakit ini belum di ketahui dengan jelas, namun ada
beberapa yang memegang peranan yang memicu timbulnya penyakit ini, yaitu:
1. Komplek imun
2. Infeksi bakteri atau virus
3. Alergi terhadap obat atau akibat pajanan terhadap bakteri, virus dan parasit.
4. Genetik
5. Nekrosis granulomatosa
Tidak diketahui apa yang dapat memicu vaskulitis, tetapi diduga melibatkan virus
hepatitis. Agaknya peradangan terjadi ketika sistem kekebalan salah mengenali pembuluh
darah atau bagian dari pembuluh darah sebagai benda asing dan menyerangnya. Sel-sel dari
sistem kekebalan, yang menyebabkan peradangan, mengelilingi dan menyusup ke dalam
pembuluh darah yang terkena, merusaknya dan mungkin juga merusak jaringan yang
diperdarahi oleh pembuluh yang terkena. (Eprianto, 2011)
Pembuluh darah mengalami kebocoran atau tersumbat, yang selanjutnya akan
mengganggu pengaliran darah ke saraf, organ-organ dan bagian tubuh lainnya.
Daerah tersebut akan kehilangan darahnya (daerah iskemik) dan mengalami kerusakan
menetap. (Eprianto, 2011)
Patofisiologi
Pathogenesis kompleks imun untuk vaskulitis mengikuti tipe reaksi klasik Arthus.
Dengan host yang memiliki kelebihan antigen, kompleks antigen-antibodi terlarut dan
bersirkulasi. Berkombinasi dengan amin vasoaktif yang diproduksi platelets dan Ig E
stimulated basofil, menyebabkan terjadi gaps antar sel endotel sehingga kompleks imun
tersebut terdeposit disini. Deposit kompleks imun mengaktivasi sistem komplemen dengan
Ca3 dan Ca5 anafilaktoksin menyebabkan infiltrasi netrofil PMN dan degranulasi sel mast.
PMN mengeluarkan kalase dan elastase, yang merusak komponen pembuluh darah.
Mekanisme imun sel mediate (sel mast) dan sitotoksis seluler langsung memegang peranan
pada patogenesa vaskulitis, meskipun peran tersebut belum jelas diketahui dan memerlukan
penelitian lebih lanjut. (Nurul, 2009)
Walaupun manifestasi klinisnya sama yaitu vaskulitis, akan tetapi proses patogenesis
yang mendasari berbagai penyakit tersebut berbeda, tergantung pada klasifikasi vaskulitis itu
sendiri. Mekanisme patologis beberapa jenis vaskulitis di dasarkan atas adanya komplek imun
dan ada yang di dasarkan atas adanya serangan antibodi, namun ada beberapa jenis vaskulitis
yang sampai saat ini patofisiologisnya belum jelas. Jenis vaskulitis ini adalah: Arteritis sel
besar, Vaskulitis susunan saraf pusat, Poliarteritis mikroskopik, Vaskulitis krioglobulinemia
esensial, dan Angitis leukositoklastik. Pada vaskulitis yang di dasarkan pada komplek imun
menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara antigen permukaan virus hepatitis B dengan Ig M
terhadap terjadinya parubahan pada didinding arteri pasien polierteritis.

Manifestasi klinis
Pada jurnal “pendekatan Diagnostic Vakulitis” (Nurul, 2009), gejala pada setiap tipe
vaskulitis:
Vaskulitis Reumatoid
Manifestasi klinis yang merupakan gabungan dengan arthritis rheumatoid sering di
jumpai pada pasien ini, baik laki-laki maupun wanita, dapat di jumpai gejala konstitusional
seperti demam dan kelelahan, Infark ujung jari merupakan kelaininan yang mudah di temukan
di sertai dengan neuropati sensorimotor. Penyakit ini tidak berkaitan dengan gangguan ginjal.
Di jumpai peningkatan titer factor rheumatoid, rendahnya kadar komplemen serum,
krioglobulin dan meteri komplek imun dalam serum, juga terdapat peningkatan laju endapan
rendah, anemia, trombosit dan menurunnya kadar albumin serum.
Poliarteritis Nodosa (Poliarteritis nodosa klasik)
Suatu penyakit kompleks imunarteri muskularis dan arteriol. Penyakit ini jarang
mengenai paru dan etiologinya belum diketahui. Gejala yang dapat di temukan ialah:
artralgia, mialgia, gangguan saraf perifer, kemerahan pada kulit, nodul di kulit, nyeri
abdomen, hipertensi, dan gangguan pada jantung (gagal jantung). Pada beberapa kasus
terdapat perforasi usus dan instususepsi ileoilel yang disebabkan oleh vaskulitis dinding usus
yang menyebabkan udema dan pendarahan submukosa.
Vaskulitis Hipersensitif
Demam merupakan gejala sistemik yang paling sering pada penyakit ini, di duga
demam terjadi akibat pelepasan mediator sitokin yang bersifat vasokontriktor yang
menghambat pengeluaran panas tubuh. Gejala lain pada penyakit ini yaitu purpura yang dapat
di raba, nyeri abdominal dan arthritis. Edema pada kaki, tangan, periorbital seringkali di
jumpai. Artritis terutama mengenai sendi lutut dan pergelangan kaki. Hipertensi di jumpai
pada 13% pasien, dan jarang terjadi kelainan fungsi ginjal.
Angitis Granulomatosa dan Alergi (Sindrom Churg-Strauss)
Keadaan yang perlu di ketahui mengenai penyakit ini ialah:
1. Peradangan granulomatosa di mana vaskulitis yang mengenai arteri dan vena
pembuluh darah sedang dan dapat mengenai paru, saluran nafas bagian atas, usus, susunan
saraf perifer, dan kulit.
2. Di awali gejala fase alergi (gejala asma)
3. Eosinofilia dan peninggian eosinofil di paru.
Purpura Henoch Schonlein
Berawal berupa ruam macula erterimatosa pada kulit yang disertai rasa gatal dan
berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya trombosotopenia. Purpura dapat timbul
dalam 12-24 jam. Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan. Penyakit
ini merupakan suatu sindrom tanpa trombositopenia, nyeri abdomen, kadang ditemukan
perdarahan saluran cerrna, dan kelainan ginjal. Ditemukannya kompleks imun IgA di jaringan
merupakan hal yang patognomonik. Umumnya pasien adalah anak-anak dan kadang-kadang
penyakit ini self limiting yang tidak memerlukan pengobatan.
Granulomatosa Wegener
Suatu vaskulitis yang banyak menyerang saluran nafas bagian atas seperti: rinorea,
sinusitis, ulkus mukosa hidung, otitis media bahkan sampai ketulian dengan gejala seperti:
batuk, hemoptisis, sesak nafas, bahkan sampai terjadi efusi pleura.pada stadium lanjut
biasanya dapat di jumpai kegagalan ginjal yang progresif. Proses inflamasi yang terjadi dapat
mengenai system arteri dan vena terbukti dengan di temukannya deposit sel limfosit dan sel
fagosit lainnya. Dari keadaan ini dapat di simpulkan bahwa yang bertanggung jawab pada
proses ini adalah system imun. Kelainan sendi berupa artalgia, kelainan seraf cranial dapat di
jumpai pula pada penyakit ini.

Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium tes darah atau cairan tubuh dilakukan untuk pasien dengan vaskulitis
aktif. Hasilnya biasanya akan menunjukkan tanda-tanda peradangan dalam tubuh,
seperti tingkat sedimentasi eritrosit meningkat (ESR), peningkatan protein C-reaktif
(CRP), anemia, peningkatan jumlah sel darah putih dan eosinofilia. Temuan lain
yang mungkin ditinggikan antibodi sitoplasmik antineutrofil (ANCA) tingkat dan
hematuria.
2. Tes fungsional organ lain mungkin abnormal. Kelainan spesifik tergantung pada
tingkat keterlibatan berbagai organ.
3. Diagnosis pasti dari vaskulitis didirikan setelah biopsi organ yang terlibat atau
jaringan, seperti kulit, sinus, paru-paru, saraf ginjal, dan. Biopsi memaparkan pola
peradangan pembuluh darah.
4. Sebuah alternatif untuk biopsi dapat angiogram (x-ray tes pembuluh darah). Hal ini
dapat menunjukkan pola-pola karakteristik peradangan di pembuluh darah yang
terkena.

Penatalaksanaan
Pengobatan Vaskulitis tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan organ
yang terkait. Pada umumnya pengobatan ditujukan untuk menghentikan atau
menghambat proses radang yang terjadi pada pembuluh darah. Obat yang sering
dipakai biasanya kortikosteroid (anti inflamasi) seperti Prednison ,
Methylprednisolone, Desonide , Hydrocortisone, Betametasone , Desoxymethasone ,
Triamcinolone.
Obat imunologi yang dapat dipakai seperti siklofosfamid, Methotrexate ,
Anakinra , Infliximab , Etanercept , Adalimumab , Rituximab , Leflunomide.
Perawatan umumnya diarahkan menghentikan peradangan dan menekan sistem
kekebalan tubuh. Biasanya, obat kortison-terkait, seperti prednison, digunakan. Selain
itu, obat penekanan kekebalan tubuh lainnya, seperti siklofosfamid dan lain-lain,
dianggap. Organ yang terkena (seperti jantung atau paru-paru) mungkin memerlukan
perawatan medis khusus dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi mereka selama fase
aktif penyakit. (Nora, 2011)
Perawatan bertujuan mengurangi peradangan, sehingga proses penyembuhan
alami dapat terjadi. Kortikosteroid (diberikan dalam dosis rendah) atau obat lain yang
menekan sistem kekebalan tubuh dapat mengurangi radang pembuluh darah. (Nora,
2011)
Komplikasi
Komplikasi dari vaskulitis tergantung pada jenis vaskulitis yang Anda miliki.
:Secara umum, komplikasi yang dapat terjadi adalah: kerusakan organ. Beberapa jenis
vaskulitis mungkin parah, menyebabkan kerusakan pada organ utama.
Episode berulang dari vaskulitis. Bahkan ketika pengobatan vaskulitis adalah
awalnya berhasil, kondisi bisa kambuh dan memerlukan perawatan lebih lanjut. Dalam
kasus lain, vaskulitis mungkin tidak pernah benar-benar pergi dan membutuhkan
perawatan yang berkelanjutan. (Eprianto, 2011)

Prognosis
Prognosis bergantung pada kausanya. Bila karena induksi obat setelah obat
dihentikan kelainan kulit akan cenderung menyembuh jadi prognosisnya baik.
Demikian pula jika karena infeksi prognosisnya baik setelah infeksinya diobati.
(Adhi Djuanda, 2007)
WOC
Host yang memiliki Kelebihan
antigen, kompleks antigen – antibodi yang terlarut dan
bersikulasi

Kombinasi dengan amin


vasoaktif yang di produksi Pletelets dan Ig E
stimulated basofil

Gaps atar sel


endotel

Imun terdeposit
Aktifnya sistem
komplemen

Mengeluarkan C3a
dan C5a antilaktosin

Degranulasi sel Infiltrasi netrofil


mast PMN

Infeksi bakteri, Rusaknya PMN mengeluarkan


alergi, genetik komponen pembuluh darah kalase dan elastase

Peradangan
vaskulitis
pembuluh darah
vaskulitis

Kemerahan
Pengaliran darah Vaskulitis Pelepasan
pada kulit
ke saraf & organ ↓ dinding usus mediator
sitokin

Nodul pada Suplay O2 ke Perforasi instususepsi vasokonstriksi


kulit jaringan ↓ usus ileoilel

Menghambat
Sesak nafas sianosis pengeluaran
oedema Perdarahan panas tubuh
submukosa
Proses Mudah lelah demam
penyembuhan Bising usus
lambat hiperaktif
Intoleransi Nyeri kronik
aktivitas abdomen

anoreksia

nafsu makan↓

Mukosa bibir
kering

BB↓

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

65
Asuhan keperawatan Vasculitis
A. Pengkajian
1. Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan vaskulitis adalah :
a. Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar
sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi
lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama:
Kulit merah bengkak dan nyeri. gelisah, bingung, cemas dan demam, mual,
munta.
c. Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti
riwayat asma dan pneumonia
 Pola makan : frekuensi, jumlah porsi yang habis, cara makan,
makanan yang disukai dan tidak disukai.
 Pola minum : frekuensi
 Pola tidur : jumlah jam tidur, kesulitan dalam tidur
 Aktifitas sehari-hari : Kegiatan yang dilakukan dari bangun tidur
sampai mau tidur krmbali
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang mengeluh seperti klien.

2. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
TD, nadi, RR, suhu, tingkat kesadaran, kelemahan, kelelahan
2. kulit
Inspeksi: terdapat ruam macula, perpera pada kulit, erithema (+), oedema
(+), kulit sedikit menonjol, kulit mengkilat
Palpasi: turgor kulit buruk, kulit berisi air, lesi kulit (+), suhu kulit hangat,
tekstur lunak, lesi datar dan timbul berbagai ukuran, nyeri local kronik pada
daerah yang terkontaminasi, demam
3. kepala
Inspeksi: penyebaran rambut merata
Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan.
4. mata
Inspeksi: sembab
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
5. hidung
Inspeksi: tidak ada polip, perdarahan, sekret, dan ,luka , tetapi terdapat
pernafasan cuping hidung.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
6. telinga
Inspeksi: tidak ada peradangan atau serumen
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
7. mulut
Inspeksi: mukosa bibir kering
8. leher
Inspeksi: tidak ada penonjolan kelenjar tiroid
Palpasi: tidak ada penonjolan kelenjar tiroid
9. ketiak
Inspeksi: tidak ada penonjolan kelenjar limfe
Palpasi: tidak ada penonjolan kelenjar limfe
10. kuku
Inspeksi: pucat dan sedikit sianosis
11. dada dan pernapasan
Inspeksi: RR 15x/menit, penggunaan otot bantu pernafasan (cuping
hidung), hipernea (+),Takipnea (+), dispenea (+), perubahan kedalaman
pernafasan.
12. Abdomen
Inspeksi: tidak ada jaringan parut striase
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : ada suara tympani
Auskultasi : ada suara bising usus yang hiperaktif
13. genetalia dan anus
Inspeksi: terdapat pembesaran vulva
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
14. ekstremitas atas dan bawah
Inspeksi: tidak terdapat pembengkakan
3. Pemeriksaan lanjut
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, kelemahan,
kelelahan
Tanda: penurunan toleransi terhadap aktivitas, keterbatasan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala: proses penyembuhan luka yang lambat akibat sianosis
3. Intergritas Ego
Gejala: faktor- faktor stress akut/kronis, situasi ketidak mampuan dan
ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi.
4. Makanan/cairan
Gejala : tidak napsu makan, mual, anoreksia
Tanda : penurunan BB, kekeringan pada membran mukosa, dan dapat
menunjukkan adanya bising usus hiperaktif.
5. Higiene
Gejala: kesulitan untuk melaksanakan aktifitas perawatan diri.
6. Neurosensori
Gejala: perubahan status mental, kehilangan kemampuan diri untuk
mengatasi masalah, konsentrasi menurun
Tanda: perubahan status mental, konsentrasi buruk, ansietas yang
berkembang bebas dan menurunya kekuatan otot.
7. Pernapasan
Gejala: batuk, sesak napas
Tanda: distress pernapasan
8. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri local, sakit, rasa terbakar pada daerah yang terkontaminasi,
serta rasa nyeri yang kronis.
Tanda : penurunan rentang gerak, gerak otot melindungi bagian yang
sakit.
9. Keamanan
Gejala : kulit mengkilat, tegang, lesi kulit, ruam
Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga Demam
ringan menatap.
10. Interaksi social
Gejala: kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain
Tanda: perubahan peran, isolasi
11. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat makanan kesahatan, vitamin, penyembuhan vaskulitis
tanpa pengujian.
Rencana pemulangan: mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi,
aktivitas perawatan diri, dan tugas/pemeliharaan rumah tangga.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. AGD: menunjukkan luju endapan darah > 50 mm/jam
Factor rheumatoid: positif pada 80%-95% kasus
LED: umumnya meningkat pesat
C-reaktif protein: positif selama masa eksaserbasi
SDP: meningkat pada waktu timbul proses inflamasi
b. Pemeriksaan darah didapat:
 penurunan Hb
 penurunan eritrosit
 hipergamaglobulin
 granulosit pada pembuluh darah tinggi
 luokosit normal
 trombosit normal
 peningkatan eosinofil

c. Hasil foto rotgen: menunjukkan foto dada abnormal, ada nodul,


kafitas, dan infiltrate paru yang tidak menetap
d. Pemeriksaan urine: di temukan hematuri, sendimen urine

B. Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif b.d. kurangnya suplay oksigen


2. Nyeri berhubungan dengan radang pada dinding usus dan stenosis arteri
masentrika.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. turunnya nafsu makan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan katidak seimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen(anemia)

C. Internesi

N Dx.Keperaw Tujuan Kretaria hasil Intervensi Rasional


O tn
1. Pola nafas Setelah Diharapkan pola 1. Anjurkan 1. Nafas dalam akan
tidak efektif dilakukan nafas teratir pasien untuk melatih pola nfas
b.d. intervensi RR: 20X/menit nafas dalam klien menjadi
kurangnya selama Tidak ada normal
suplay 2x24jam penggunaan otot 2. Berikan 2. Dengan bantuan
oksigen diharapkan bantu pernafasan oksigen oksigen akan
jalan napas masker mempermudah
kembali dan dapat
efektif membantu
pemenuhan suplay
oksigen
3. Pantau RR 3. Untuk mengetahui
pasien setiap perkembangan
1 jam setelah kondisi klien
pemberian
O2

2. Nyeri Setelah 1. di harapkan Mandiri:


berhubungan dilakukan rasa nyeri 1. tentukan 1. nyeri biasanya
dengan intervensi berkurang karakteristik ada dalam
radang pada selama 2. menunjukan nyeri, tajam, beberapa derajat
dinding usus 2x24jam rile ks konstan, vaskulitis juga
dan stenosis diharapkan 3. istirahat atau selidik dapat timbul
arteri nyeri dapat tidur perubahan komplikasi
masentrika. teratasi karakter vaskulitis .
2. pantau tanda 2. perubahan
vital fekuensi jantung
atau TD
menunjukan
bahwa pasien
mengalami nyeri
, khususnya pada
perubahanalasan
lain untuk
perubahan tanda
vital telah terlihat
3. berikan 3. tindakan ini
tindakan untuk
nyaman menmenghilangk
misalnya , an rasa ketidak
pijatan nyamanan atau
punggung , mengurangi
perubahan
posisi,
musik
tenang,
Kalaborasi:
4. Berikan 4. Obat ini bertujun
obat sesuai untuk
indikasi meningkatkan
kenyamanan atau
istirahat umum
3. Nutrisi Setelah Tidak ada kolaborasi:
kurang dari dilakukan penurunan berat 1. beri jadwal 1. untuk memantau
kebutuhan intervensi badan pemenuhan kebutuhan dan
b.d. keperawatan Nafsu makan nutrisi perkembangan
turunnya selama 2x bertambah (makan) kebutuhan nutrisi
nafsu makan 24 jam sesuai
diharapkan dengan
nutrisi kebutuhan
menjadi klien
terpenuhi kolaborasi
dengan ahli
gizi
2. dukung klien 2. Untuk mendukung
dalam relaksasi klien
keadaan agar nafsu makan
rileks, klien bertambah
nyaman
untuk
menumbuhka
n nafsu
makan klien
3. beri vitamin 3. Untuk membantu
penambah dan mendukung
nafsu makan pemenuhan nutrisi
sesuai
dengan
kebutuhan
klien
4. Intoleransi Setelah ditunjukkan Mandiri:
aktivitas dilakukan penurunan tanda 1. kaji 1. Mencegah terlalu
berhubungan intervensi pisiologis,intolera kemampuan lelah
dengan keperawatan nsi,misalnya pasien untuk
katidak selama 2x nadi,pernafasan, melakukan
seimbangan 24 jam masih dalam aktivitas,
antara suplai diharapkan rentang pasien catat
dan intoleransi kelelahan dan
kebutuhan aktifitas dan kesulitan
oksigen(ane kebutuhan dalam
mia) oksigen beraktivitas
dapat
terpenuhi 2. kaji tanda- 2. perubahan
tanda vital frekuensi jantung
setelah TD menunjukan
beraktivitas bahwah pasien
mengalami sesak
napas , khususnya
bila alas an lain
untuk tanda vital
telah terlihat
3. catat respon 3. ketika beraktivitas
terthadap terdapat kesulitan
tingkat dan kelelahan.
aktivitas
4. beri 4. lingkungan yang
lingkungan tenang
yang tenang meningkatkan
dan ubah kenyamanan atau
posisi pasien istirahat pasien
dengan
perlahan
PENUTUP

Kesimpulan
Urtikaria adalah lesi sementara yang terdiri dari bentol sentral yang dikelilingi
oleh haloeritematosa. Lesi tersendiri adalah bulat, lonjong, atau berfigurata, dan
seringkali menimbulkan rasa gatal. (Harrison, 1995).
Jenis urtikaria ada idiopatik dan fisik (Dermatografisme, Urtikaria kolinergik,
Urtikaria dingin, Urtikaria sinar matahari, Urtikaria tekanan lambat, Urtikaria
akuagenik).
Angioedema adalah suatu pembengkakan edematous yang difuse pada
jaringan lunak umumnya melibatkan jaringan penghubung subkutan dan submukosa
tetapi dapat mempengaruhi saluran pencernaan dan saluran pernafasan, adakalanya
dengan hasil fatal. Hal ini biasa juga di kenal “Quincke’s disease”. Awalnya klinisi
menghubungkannya pada perubahan penggantian permiabilitas vaskuler. Dulu istilah
yang di gunakan adalah Angioneurotik edema sebab pasien sering mengeluh suatu
sensasi “choking” dan di namakan sakit saraf ( Neville, 2002).
Jenis angioodema ada Hereditary angioedema (HAE) = Hereditary
angioneuretic edema (HANE) [Hereditary angioedema tipe 1 (HAE tipe 1),
Hereditary angioedema tipe 2 (HAE tipe 2), Hereditary angioedema tipe 3 (HAE tipe
3)], Acquired angioedema (Acquired angioedema tipe I, Acquired angioedema tipe
II), Acute angioedema, Angioedema-eosinophilia syndrome dan Idiopatic
angioedema.
Vaskulitis adalah suatu kumpulan gejala klinis dan patologis yang ditandai
dengan adanya proses inflamasi dari nekrosis dinding pembuluh darah. Pembuluh
darah yang terkena dapat arteri atau vena dengan berbagai ukuran. (Eprianto, 2011).
Jenis vaskulitis dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab yang mendasari,
lokasi pembuluh darah dan tipe atau ukuran pembuluh darah.

Saran
Sebagai Mahasiswa keperatawan diharapkan memahami dan mengerti tentang
urtikaria, angioodema dan vaskulitis, dan mengetahui apa saja yang harus
dilakukan, bagaimana tindakan yang tepat untuk merawat pasien dengan
urtikaria, angioodema dan vaskulitis, sesuai dengan seharusnya perawat
profesional.
DAFTAR PUSTAKA

Harrison. 2005. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta ; EGC

Burns, Tony. 2005. Dermatologi. Jakarta : Erlangga

Graber, Mark A. Toth, Peter P. Herting, Robert L. 1996. Buku Saku Dokter Keluarga. Jakarta
; EGC

Patrick, Davey. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta. Erlangga

Zuberbier, T. 2006. EAACI/GA2LEN/EDF guideline: definition, classification and.


Allergy , 316-320.

Djuanda, A. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Anonimous. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbitan IPD FKUI Pusat.

Wong H.K. 2011. Urticaria URL: http://emedicine.madscape.co/article/137362

Koh, David. Jeyaratnam, J. 2009. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta : EGC

Behrman, Richard E. Kliegman, Robert M. Arvin, Ann M. 1999. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson. Jakarta : EGC

Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC


Juall, Lynda. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Edisi 1. Jakarta : EGC
Djuanda, Adhi. Hamzah, Mochtar. Aisah, Siti. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Habif TP. Clinical Dermatology a color guide to diagnosis and therapy.4th ed . Philadelphia :
Mosby ; 2004 . p.147-151.
Champion RH, Burton JL, Ebling F.J.G. Agioedema. Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of
Dermatology. Oxford : Blackwell scientific Publications ; 1992.p.1870-1880.

Hawk JM, Ferguson J. Urticaria and Angioedema. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolf K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, eds. Ftzpatrick’s Dermatology in general medicine . New
York : McGraw-Hill; 2008 .p 2059-70.

65
Doods NR. Angioedema. Emedicine Specialties Emergency Medicine Allergy and
Immunology.2008;174-6.

Anda mungkin juga menyukai