Anda di halaman 1dari 29

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Urtikaria ialah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab,
biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit,
sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat
atau tertusuk. Urtikaria juga kadang dikenal sebagai hives, nettle rash, biduran,
kaligata.1,3
Sedangkan angioedema atau angioneuretik edema adalah urtika yang
mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat di submukosa,
atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran napas, saluran cerna, dan organ
kardiovaskular.1

Gambar 2.1 Gambaran Urtikaria2


2.2 Epidemiologi
Urtikaria (kronis, akut, atau keduanya) mempengaruhi 15-25% dari populasi
di beberapa waktu dalam kehidupan mereka. Insiden urtikaria akut lebih tinggi
pada orang dengan atopi, dan kondisi yang terjadi paling sering pada anak-anak
dan dewasa muda.4,5 Urtikaria dapat terjadi pada semua jenis kelamin dan berbagai
kelompok umur. Angka kejadian pada urtikaria akut (4060%) dibandingkan pada
urtikaria kronik (1020%).5
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak
mengalami urtikaria dibanding orang muda. Umur rata-rata penderita urtikaria
adalah 35 tahun, dan jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih
dari 60 tahun. Beberapa referensi mengatakan urtikaria lebih sering mengenai
5

wanita dibanding laki-laki yaitu 4:1, namun perbandingan ini bervariasi pada
urtikaria yang lain.1
2.3 Etiologi
1. Obat
Bermacam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik
maupun non-imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria,
secara imunologik terdapat 2 tipe, yaitu tipe I atau II. Contohnya ialah aspirin,
obat anti inflamasi non steroid, penisilin, sefalosporin, diuretik, dan alkohol.
Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk
melepaskan histamin, misalnya opium dan zat kontras. Aspirin menimbulkan
urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin di asam arakidonat.1

Gambar 2.2 Gambaran Urtikaria yang disebabkan oleh alergi terhadap obat
(Penicillin) 6

2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya
akibat reaksi imunologik, pada beberapa kasus urtikaria terjadi setelah beberapa
jam atau beberapa hari setelah mengkonsumsi makanan tersebut. Makanan berupa
protein atau bahan yang dicampurkan ke dalamnya seperti zat warna, penyedap
rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria alergika. Makanan yang
paling sering menimbulkan urtikaria pada orang dewasa yaitu, ikan, kerang,
udang, telur, kacang, buah beri, coklat, arbei, keju. Sedangkan pada bayi yang
paling sering yaitu, susu dan produk susu, telur, tepung, dan buah-buah sitrus
(jeruk).1,5,7

Tabel 2.1 Berbagai Jenis Makanan yang Dapat Menimbulkan Urtikaria8


6

Daftar bahan tersebut menunjukkan adanya tambahan makanan seperti


pewarna, pengawet, agen pembentuk gel, bahan pengental, bahan pelembab,
emulsifier, penguat rasa, anti-oksidan, pemanis buatan, bahan kue, stabilisator,
agen pengobatan tepung, pati yang dimodifikasi, bahan berbusa, dan aroma
buatan sehingga dapat menjadi pemicu timbulnya urtikaria.8

3. Gigitan atau sengatan serangga


Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat,
agaknya hal ini lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe
IV). Tetapi venom dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan
komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya menimbulkan urtika
bentuk papular di sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh sendiri setelah
beberapa hari, minggu, atau bulan.1

Gambar 2.3 Gambaran Reaksi Urtikaria Akibat Sengatan Serangga

4. Bahan fotosenzitiser
7

Bahan semacam ini, misalnya griseovulfin, fenotiazin, sulfonamid, bahan


kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.1

5. Inhalan

Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu
binatang, dan aerosol, lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik tipe 1. Reaksi
ini sering dijumpai pada penderita atopi yang disertai dengan gangguan napas. 1

6. Kontaktan

Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk


tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya
insect repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini
disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.(1,3)

Gambar 2.4 Gambaran Urtikaria Karena Latex

7. Trauma Fisik

Trauma fisik dapat diakibatkan oleh


Faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda dingin.

Faktor panas, misalnya sinar matahari, radiasi, dan panas pembakaran.


Faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang
menetes atau semprotan air, vibrasi dan tekanan yang berulang-ulang.1

Secara klinis biasanya terdapat di daerah yang sering terjadi trauma. Dapat
terjadi urtikaria setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai
8

beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena


darier. 1

8. Infeksi dan infestasi

Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi


bakteri, virus, jamur, maupun infeksi parasit.


Infeksi oleh bakteri contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi dan
sinusitis.

Infeksi virus hepatitis, mononukleosis dan infeksi virus coxsackie pernah
dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang
idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis.


Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab
urtikaria. Infeksi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang juga
Schistosoma atau Echinococcus dapat menyebabkan urtikaria. Infeksi
parasit biasanya paling sering pada daerah beriklim tropis.1

Gambar 2.5 Gambaran urtikaria akut terkait infeksi streptokokus A beta-


hemolitik 4

9. Psikis

Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan


peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Penyelidikan memperlihatkan
bahwa hipnosis menghambat eritema dan urtika, pada percobaan induksi psikis,
ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema meningkat.1
9

10. Genetik

Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang


menunjukkan penurunan autosomal dominan, contohnya adalah angioneuritik
edema herediter, familial cold urticarial, familial localized heat urticarial,
vibratory angioedema, heredofamilial syndrome of urticarial deafness and
amyloidosis, dan erythophoeitic protoporphyria. 1

Gambar 2.6. Gambaran Urtikaria Erythophoeitic Protoporphyria

11. Penyakt sistemik

Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria,


reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Contoh penyakit
sistemik yang sering menyebabkan urtikaria yaitu, sistemik lupus eritematosa
(SLE), penyakit serum, hipetiroid, penyakit tiroid autoimun, karsinoma, limfoma,
penyakit rheumatoid arthritis, leukositoklast vaskulitis, polisitemia vera (urtikaria
akne-urtikaria papul melebihi vesikel), demam reumatik, dan reaksi transfusi
darah.1

2.4 Klasifikasi

Terdapat beberapa penggolongan urtikaria

1. Berdasarkan lamanya serangan berlangsung


10


Urtikaria akut, bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau
berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari. urtikaria akut
mungkin dalam waktu singkat terkait dengan angioedema yang
mengancam jiwa dan atau shock anafilaksis, meskipun biasanya muncul
sebagai onset cepat tanpa urtikaria atau angioedema 1,4


Urtikaria kronik, bila serangan lebih dari 6 minggu dan mengganggu
kualitas hidup. Dua subtipe utama meliputi idiopatik (spontan) urtikaria
kronis dan diinduksi urtikaria (fisik), tetapi beberapa pasien memiliki
vaskulitis urtikaria. Secara umum, urtikaria kronis diklasifikasikan sebagai
autoimun kronis urtikaria atau urtikaria idiopatik kronis 1,2,7

Gambar 2.7 Urtikaria akut karena gigitan semut api (kiri) dan urtikaria
kronis yang terdapat plak seperti lesi eritematosa pada kaki wanita dengan
resisten H1 antagonis reseptor urtikaria kronis (kanan). 4,7

Berdasarkan morfologi klinis1

Urtikaria papular bila berbentuk papul.


Urtikaria gutata bila besarnya sebesar tetesan air.

Urtikaria girata bila ukuran besar.

Urtikaria anular

Urtikaria asinar

Berdasarkan luas dan dalamnya jaringan terkena1

Urtikaria lokal
11

Urtikaria generalisata

Angioedema

Berdasarkan penyebab dan mekanisme terjadi urtikaria(1,2,4,6,8)

Urtikaria imunologik

1. Bergantung pada IgE (reaksi alergik tipe I) pada atopi dan antigen spesifik
seperti polen, obat, dan venom

2. Ikut sertanya komplemen pada reaksi sitotoksik (reaksi alergi tipe II), pada
reaksi kompleks imun (reaksi alergi tipe III), dan defisiensi C 1 esterase
inhibitor (genetik)

3. Reaksi alergi tipe IV pada urtikaria kontak1

Urtikaria nonimunologik

1. Langsung memacu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator. (misalnya


obat golongan opiat dan bahan kontras)

2. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat


(misalnya aspirin, obat anti inflamasi non-steroid)

3. Trauma fisik, misalnya dermografisme, rangsangan dingin, panas atau


sinar, dan bahan kolinergik.1


Urtikaria Idiopatik : Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan
mekanismenya.1

Berikut ini adalah klasifikasi urtikaria yang digolongkan menurut waktu


terjadinya dan penyebabnya
12

Gambar 2.8 Klasifikasi Urtikaria2

Ada juga yang membagi urtikaria berdasarkan stimulus penyebab urtikaria


seperti tabel berikut ini:
13

Tabel 2.2 Klasifikasi Urtikaria Berdasarkan Stimulus Penyebab Urtikaria

2.5 Patogenesis
FAKTOR NON-IMUNOLOGIK FAKTOR IMUNOLOGIK

Bahan kimia pelepas mediator Reaksi Tipe I (IgE)


(morfin, kodein) inhalan, obat, makanan,
infeksi

Faktor fisik (panas, dingin, Reaksi Tipe IV (kontaktan)


trauma, sinar X, cahaya Sel Mas

Basofil
Pengaruh komplemen

Efek Kolinergik

Aktivasi komplemen

(Ag-Ab, venom, toksin)


Pelepasan Mediator:

H1, SRSA, serotonin, kinin, PEG, PAF


Reaksi Tipe II

Vasodilatasi, Peningkatan Reaksi Tipe III


Alkohol, Emosi, Demam Permeabilitas Kapiler

Faktor Genetik:

Defisiensi C1 esterase
Idiopatik Urtikaria inhibitor
Familial cold urticaria
Familial heat urticaria

Gambar 2.9 Patogenesis Urtikaria 1


14

Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang


meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan
cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai
kemerahan.Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting
substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau
basofil.1

Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel


mast atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik
mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang peranan
penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin
dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa
antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik misalnya asetilkolin,
dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui
langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik
misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat langsung
merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan
alkohol dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga
terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.1

Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang
kronik; biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena
adanya reseptor Fc bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka
terjadi degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas
tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara
alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu
merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin
bakteri.1

Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik
dan kompleks imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria
akibat kontak dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan pengusir
15

serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor


secara genetik menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.1

2.6 Manifestasi Klinis


Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis
tampak edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak
pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga,
besarnya dapat lentikular, numular sampai plakat. Bila mengenai jaringan yang
lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan, juga beberapa
organ dalam misalnya saluran cerna dan saluran napas disebut dengan
angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang sering terkena adalah wajah,
biasanya disertai sesak napas, suara serak, dan rinitis. Di urtikaria vaskulitis, lesi
biasanya menyakitkan agak dari pruritus, berlangsung lebih lama dari 48-72 jam,
dan meninggalkan memar atau perubahan warna pada kulit. 1,2

Gambar 2.10 Makula Eritema pada Urtikaria

Dermografisme, berupa edema dan eritema yang linear di kulit yang


terkena goresan benda tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada
urtikaria akibat tekanan, urtikaria timbul pada tempat yang tertekan, misalnya di
sekitar pinggang. Pada penderita ini dermografisme jelas terlihat meskipun hanya
dengan disentuh atau digaruk sedikit. Urtikaria akibat penyinaran biasanya pada
gelombang 285-320 nm dan 400-500 nm, timbul setelah 18-72 jam penyinaran,
dan klinisnya berbentuk urtikaria papular. Hal ini harus dibuktikan dengan tes
foto tempel. Sejumlah 7-17% urtikaria disebabkan oleh faktor fisik, antara lain
16

akibat panas, dingin, tekanan dan penyinaran. Umumnya pada dewasa muda,
terjadi pada episode singkat dan umumnya kortikosteroid sistemik kurang
bermanfaat.1,2

Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi,


makanan yang merangsang dan pekerjaan yang berat. Biasanya sangat gatal,
ukurannya bervariasi dari beberapa milimeter sampai numular dan konfluen
membentuk plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri
perut, diare, muntah, dan nyeri kepala. Biasanya terjadi pada usia 15-25 tahun.
Urtikaria akibat obat atau makanan umumnya timbul secara akut dan
generalisata.1,2

2.7 Diagnosis
Anamnesa:
Saat pertama kali pasien datang perlu ditanyakan :
1. Frekuensi, durasi, seberapa hebat, ukuran, bentuk dan lokasi dari urtikaria
2. Relevansi dari gejala dengan waktu apakah setiap hari, hari-hari tertentu,
waktu weekend, saat musim apa, saat periode menstruasi
3. Ditanyakan apakah ada tanda-tanda angioedema, gejala yang subyektif
(gatal,sakit) atau manifestasi sistemik (sakit kepala, keluhan
gastrointestinal, keluhan sendi, dll)
4. Riwayat keluarga dengan urtikari, gejala atopi, dan angioedema
Karakteristik dari angioedema meliputi di bawah ini:
Vasodilatasi dan eksudasi plasma ke jaringan yang lebih dalam daripada
yang tampak pada urtikaria.
Pembengkakan yang nonpitting dan nonpruritic dan biasanya terjadi pada
permukaan mukosa dari saluran nafas (bibir, lidah, uvula, palatum molle,
dan laring) dan saluran cerna (pembengkakan usus menyebabkan nyeri
abdomen berat).
Suara serak, merupakan tanda paling awal dari oedem laring (tanyakan
pasien bila ia mengalami perubahan suara serak)
5. Riwayat alergi, intolerensi, infeksi, dan penyakit sistemik yang pernah
diderita sebelumnya
6. Riwayat penyakit psychosomatic dan psychiatric
7. Implantasi saat operasi dan apa yang terjadi selama operasi
17

8. Keluhan gastrointestinal seperti buang air besar, flatulensi


9. Factor-faktor yang dapat menjadi pencetus (stimuli fisik, latihan, stress,
makanan, pengobatan)
10. Penggunaan obat-obatan (NSAID, suntikan, imunisasi, hormone, laksatif,
supposutoria, telinga, mata, dan pengobatan alternative lainnya)
11. Riwayat merokok, penggunaan alcohol, status personal dan social,
okupasi, aktifitas disaat waktu luang
12. Kualitas dari kehidupannya, dampak emosional
13. Terapi yang sedang dilakukan dan bagaimana respons dari pengobatan itu.
14. Makanan (kerang, ikan, telur, keju, cokelat, kacang, tomat)
15. Pemakaian parfum, pengering rambut, detergen, lotion, krim, atau pakaian
16. Kontak dengan hewan peliharaan, debu, bahan kimia, atau tanaman
17. Kontak dengan bahan nikel (perhiasan, kancing celana jeans), karet
(sarung tangan karet, elastic band), latex, dan bahan-bahan industri 8
Pemeriksaan Fisik:
Urtikaria mempunyai karakteristik ruam kulit pucat kemerahan dengan
elevasi kulit, dapat linier, annular (circular), atau arcuate (serpiginous). Lesi ini
dapat terjadi pada daerah kulit manapun dan biasanya sementara dan dapat
berpindah.
1. Dermographism dapat terjadi (lesi urtikaria yang berasal dari goresan
ringan).
2. Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang memungkinkan
menjadi presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam nyawa. Di
antaranya :
Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak
Angioedema pada bibir, lidah, atau laring
Sklera ikterik, pembesaran hati, atau nyeri yang mengindikasikan adanya
hepatitis atau penyakit kolestatik hati
Pembesaran kelenjar tiroid
Lymphadenopati atau splenomegali yang dicurigai limfoma
Pemeriksaan sendi untuk mencari bukti adanya penyakit jaringan
penyambung, rheumatoid arthritis, atau systemic lupus erythematosus
(SLE)
18

Pemeriksaan pulmonal untuk mencari pneumonia atau bronchospasme


(asthma)
Extremitias untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Walaupun melalui anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis mduah
ditegakkan diagnosis urtikaria, beberapa pemeriksaan diperlukan untuk
membuktikan penyebabnya, misalnya:

Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya
infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Cryoglobulin dan
cold hemolyysin perlu diperiksa pada dugaan urtikaria dingin.1

Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina perlu
untuk menyingkirkan adanya infeksi local. 1

Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil, dan komplemen. 1

Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat digunakan untuk
membantu diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test),
serta tes intrademal dapat dipergunakan untuk mencari allergen inhalan,
makanan, dermatofit, dan kandida. 1

2.11 Prick test



Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.1

Pemeriksaaan histopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan, dapat
membantu diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapilar
di papilla demis, geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen
membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrate selular dan
pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama disekitar pembuluh
darah1

Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel pemberian
sinar UV. 1
19

Gambar 2.12 Tes untuk Menguji Urtikaria karena Sinar Matahari.8


Pengujian provokasi dilakukan dengan mengekspos daerah yang
sudah ditentukan dari kulit pasien (biasanya beberapa cm) ke ultraviolet
(UV) dan radiasi terlihat. UV lampu dengan filter (UV-A dan UV-B) dapat
digunakan untuk pengujian. daerah yang paling umum di mana radiasi
diterapkan adalah bokong dan mereka harus terpisah terprovokasi dalam
UV-A (pada 6 J / cm2), UV-B (pada 60 mJ / cm2) dan berbagai cahaya
tampak (misalnya, slide projector pada jarak 10 cm).8

Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis urtikaria


kolinergik.1 Urtikaria kolinergik aktif (misalnya, karena latihan) atau pasif
(misalnya, memiliki mandi air panas) disebabkan dari hasil suhu tubuh
yang meningkat. Lesi biasanya berupa bercak kecil, berlangsung singkat,
predileksi pada tungkai dan punggung. 8

Tes untuk menilai urtikaria dengan uji temperatur dengan es (ice cube test)

Gambar 2.13 Penggunaan perangkat TempTest

Tes tersebut digunakan untuk menentukan suhu ambang batas pada


pasien dengan urtikaria diinduksi dingin. 1

Tes untuk menilai urtikaria diinduksi panas dengan perangkat temperature


test dan bisa juga dengan air hangat1
Metode diagnostik pilihan adalah uji kulit dengan logam atau kaca
silinder diisi dengan air hangat atau mandi air hangat. Panas pengujian
20

provokasi dilakukan selama 5 menit dengan suhu 45 pada lengan volar..


Jika peninggian terlihat jelas dan reaksi jenis kulit kemeerahan, reaksi tes
berarti positif. Selain itu, evaluasi subjektif dari intensitas gatal harus
dilakukan oleh pasien. Setelah tes provokasi panas positif, suhu ambang
batas harus ditentukan.

Tes untuk menilai urtikaria akibat tekanan

Gambar 2.14 Urtikaria akibat tekanan8


Untuk diagnosis urtikaria akibat tekanan menggunakan metode
pengujian yang berbeda, menggunakan berbagai bobot, waktu (biasanya
15 menit) berbagai tekanan atau daerah tes, misalnya paha atau lengan
dijelaskan dalam literatur. Hasil dicatat setelah 6 jam. 1,8

Metode diagnostik urtikaria factitia


Metode yang digunakan adalah menggosok kulit yang terdapat lesi
(urtikaria) dengan benda halus tumpul, misalnya, sebuah tutup bolpoin.
Provokasi harus dilakukan di punggung pasien atau lengan. Bisa juga
dengan menggunakan sebuah dermographometer, yang berlaku kekuatan
yang berbeda untuk kulit yaitu -20 sampai 60g/mm2, pembacaan dilaku-
kan setelah 10 menit dan reaksi tes dianggap positif jik terdapat lesi
(urtikaria).8

Tes untuk menilai urticaria karena getaran. .


Jenis urtikaria ini jarang terjadi, ditandai dengan gatal dan
pembengkakan dalam beberapa menit setelah terpapar getaran lokal.
Sebuah percobaan vortex mixer dapat digunakan sebagai alat provokasi.
lengan bawah disimpan di piring datar diletakkan pada mixer vortex, yang
dijalankan antara 780 rpm dan 1.380 rpm selama 10 menit. Setelah 10
menit pasien harus diperiksa untuk bengkak di tempat provokasi.8
21

Gambar 2.15 Penilaian Urtikaria8


2.9 Diferensial Diagnosis
Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat serta
pembantu diagnosis di atas, dapat ditegakkan diagnosis urtikaria dan
penyebabnya. Walaupun demikian hendaknya dipikirkan pula penyakit sistemik
yang disertai urtikaria. Urtikaria kronis harus dibedakan dengan purpura
anafilaktoid pitriasis rosasea bentuk popular, eritema multiforme dan dermatitis
atopik.1,2
1. Purpura Anafilaktoid
Purpura Henoch-Schonlein (PHS) yang dinamakan juga purpura
anafilaktoid atau purpura nontrombositopenik adalah sindrom klinis yang
disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik akibat infeksi, diinduksi
obat, keganasan, autoimun ataupun sebagai tanda penyakit lain yang ditandai
dengan lesi kulit polimorf yang utama ialah bentuk purpira multipel, bila dipalpasi
terasa papul-papul, lesi juga dapat berupa plaque, urtika, angioedema, pustule,
vesikel, ulkus, nekrosis, kadang terdapat edema subkutan dibawah lesi. Tempat
predileksinya adalah di ekstremitas bawah. Lama lesi antara 1-4 minggu.
Keluhannya dapat gatal atau rasa terbakar, kadang nyeri, pada waktu timbul dapat
disertai demam, malaise, atralgia dan myalgia. 6
22

Gambar 2.16 Purpura anafilaktoid berupa makulopapul bewarna kemerahan.6

2. Pitriasis Rosasea
Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui
penyebabnya,dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama
halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan,lengan dan paha
atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam
waktu 3-8 minggu. Gejala kontitusi pada umumnya tidak terdapat, sebagian
penderita mengeluh gatal ringan, lesi pertama (herald patch) umumnya di badan,
soliter, berbentuk oval dan anular, diameternya kira-kira 3 cm. Ruam terdiri atas
eritema dan skuama halus di pinggir. Lamanya beberapa hari hingga beberapa
minggu.1

Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama,memberi gambaran


yang khas sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil,susunannya sejajar dengan
kosta, hingga menyerupai pohon cemara terbalik. Lesi tersebut timbul serentak
atau dalam beberapa hari. Tempat predileksi pada badan, lengan atas bagian
proksimal dan paha atas, sehingga seperti pakaian renang wanita jaman dahulu.1

Gambar 2.17 Pitriasis rosasea6


3. Eritema Multiforme
Eritema multiforme merupakan erupsi mendadak dan rekuren pada kulit
dam kadang-kadang pada selaput lendir dengan gambaran bermacam-macam dan
23

gambaran khas berbentuk iris. Gejala klinis berupa spectrum yang bervariasi dari
erupsi local kulit dan selaput lendir sampai bentuk berat berupa kelainan
multisystem yang dapat menyebabkan kematian. Didapati tipe dasar yakni tipe
macula-eritema dan tipe vesikobulosa.

Tipe macula-eritema timbul mendadak, simetrik dengan tempat predileksi


di punggung tangan, telapak tangan, bagian ekstensor ekstremitas, dan selaput
lendir. Pada keadaan berat dapat mengenai badan. Lesi terjadi tidak serentak tetapi
berturut-turut sekitar 2-3 minggu. Gejala khas ialah bentuk iris (target lesion)
yang terdiri dari 3 bagian yaitu bagian tengah berupa vesikel atau eritema yang
keungu-unguan, dikelilingi oleh lingkaran konsentris yang pucat dan kemudian
lingkaran merah. 1

Tipe vesikobulosa ditandai dengan lesi mula-mula berupa macula, papul dan
urtika yang kemudian timbul lesi vesikobulosa di tengahnya. Bentuk ini dapat
juga mengenai selaput lendir. 1

4. Dermatitis Atopik

Dermatitis atopic ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,


disertai gatal, yang umumnya terjadi selama bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar igE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita (Dermatitis atopic, rhinitis alergik, asma
bronkial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian menjadi
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).

Gambaran klinisnya adalah kulit penderita umumnya kering,


pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat
epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin. Gejala utamanya adalah
pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat
pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul
bermacam-macam kelainan kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi,
ekskoriasi, eksudasi dan krusta. 1

2.10 Penatalaksanaan
24

Strategi untuk pengelolaan urtikaria akut mencakup langkah-langkah


penghindaran, antihistamin dan kortikosteroid. Untuk urtikaria, antihistamin
adalah andalan terapi. Kortikosteroid dan berbagai imunomodulator/terapi
imunosupresif juga dapat digunakan untuk kasus yang lebih berat, atau bagi
mereka pasien yang mengalami respon yang buruk terhadap antihistamin.
Menghindari agen penyebab urtikaria jika yang menjadi pemicu dapat
diidentifikasi (misalnya, makanan, obat-obatan, lateks, racun serangga).
Pada edema angioneurotik kematian hamper 30% disebabkan oleh karena
obstruksi saluran napas. Biasanya tidak responsive terhadap antihistamin,
epinefrin, maupun steroid. Pada gigitan serangga akut mungkin dapat diberikan
infus dengan plasma fresh frozen, yang obyektif tentu saja pemberian plasma
yang mengandung C1 esterase inhibitor ,C2 dan C4. Hal yang penting ialah segara
dilakukan tindakan mengatasi edema larings.1

Gambar 2.18 Penanganan Urtikaria Akut. 2


25

1. Antihistamin
Antihistamin generasi kedua atau disingkat AH2 (misalnya, fexofenadine,
desloratadine, loratadine, cetirizine) adalah terapi utama untuk urtikaria. Agen ini
telah terbukti secara signifikan lebih efektif daripada plasebo untuk pengobatan
urtikaria tipe akut dan kronis. Antihistamin generasi pertama juga dapat
digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien yang mengalami kesulitan tidur
karena gejala nokturnal. Tabel 2.3 memberikan daftar nama dan dosis antihistamin
generasi pertama dan kedua. Reseptor Histamin jenis H2 sebanyak 15% di kulit,
AH2 seperti cimetidine, ranitidin dan nizatidine, juga dapat membantu dalam
beberapa pasien dengan urtikaria. Namun, agen ini tidak boleh digunakan sebagai
monoterapi karena mereka memiliki efek terbatas pada pruritus.2
Tabel 2.3 Antihistamin sering digunakan dan diindikasikan untuk
pengobatan urtikaria.2

Pemakaian di klinik hendaknya selalu mempertimbangkan cara kerja obat,


farmakokinetik dan farmakodinamik, indikasi dan kontra indikasi, cara
pemberian, serta efek samping obat dan interaksi dengan obat lain.
Biasanya antihistamin golongan AH1 yang klasik menyebabkan kontraksi
otot polos, vasokontriksi, penurunan permeabilitas kapiler, penekanan sekresi dan
penekanan pruritus. Selain efek ini terdapat pula efek yang tidak berhubungan
dengan antagonis reseptor H1, yaitu efek antikolinergik atau menghambat reseptor
alfa adrenergic.
AH2 yang nonsedatif contohnya:terfenadin, astemizol, loratadin, dan
mequitazin. Golongan ini diarbsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak
dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan lebih lambat dan mencapai efek maksimal
dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin), sedangkan aztemizol dalam waktu 96
26

jam setelah pemberian oral. Efektifitasnya berlangsung lebih lama dibandingkan


dengan AH1 yang klasik, bahkan asetaminazol masih efektif 21 hari setelah
pemberian dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga terkenal sebagai
antihistamin yang long acting.1
Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi
karena tidak dapat menembus sawar darah otak. Disamping itu golongan ini tidak
member efek antikolinergik, tidak menimbulkan potensiasi dengan alcohol, dan
tidak terdapat penekanan SSP dan relative nontoksik.1
AH2 (azelastine, bilastine, cetirizine, desloratadine, ebastine, fexofenadine,
levocetirizine, loratadine, mizolastine, dan rupatadine) pada dosis yang disarankan
menjadi andalan pengobatan untuk urtikaria. Bukti efektivitas mereka sangat
tinggi. Mereka juga aman dan ditoleransi dengan baik. Khasiat tinggi dari
cetirizine (10 mg) lebih dari fexofenadine (180 mg) telah ditunjukkan dalam
secara acak, double-blind studi dan dalam studi lainnya levocetirizine lebih efektif
daripada desloratadine. Bilastine dan levocetirizine telah dibandingkan dalam
studi double-blind acak dan menunjukkan efektivitas yang sama. Beberapa uji
klinis dan studi surveilans postmarketing menemukan bahwa efek sedatif dari
cetirizine adalah lebih besar dari fexofenadine atau loratadine. 9
AH1 telah direkomendasikan sebagai terapi tambahan untuk pasien urtikaria
kronis yang memiliki kontrol yang tidak memadai pada antihistamin generasi
kedua; namun penelitian membuktikan angka keberhasilan yang rendah dan AH1
memiliki efek sedative dan menimbulkan efek samping gangguan kognitif/fungsi
psikomotor adalah, tetapi tingkat efek samping dapat bervariasi antara individu.
Oleh karena itu, antihistamin sedatif biasanya direkomendasikan untuk dosis
sebagai dosis nokturnal untuk mengurangi gangguan di siang hari. Berdasarkan
ketersediaan, efektivitas biaya, dan keamanan antihistamin generasi kedua,
antihistamin generasi pertama kurang direkomendasikan sebagai obat lini
pertama. Dengan kata lain, antihistamin generasi pertama tidak memberikan
manfaat tambahan bagi mereka diperoleh dengan antihistamin nonsedasi. 9
Banyak pasien urtikaria kronis mungkin tidak merespon secara memadai
dengan dosis yang direkomendasikan dari AH2. Sebuah penlitian menunjukkan
bahwa peningkatan dosis ini antihistamin generasi kedua memiliki manfaat
27

terapeutik yang lebih besar tanpa peningkatan efek samping. Selanjutnya,


penelitian menggunakan desloratadine dan levocetirizine menunjukkan
peningkatan efektivitas dengan dosis yang lebih tinggi hingga 4 kali jumlah yang
disarankan. 9
2. Antagonis Reseptor Leukotrien
Leukotrien antagonis reseptor, seperti montelukast (Singulair) atau
zafirlukast (Accolate), juga telah terbukti efektif dalam pengobatan urtikaria
kronis. Namun agen ini seharusnya hanya digunakan sebagai tambahan untuk
antihistamin terapi karena ada sedikit bukti bahwa mereka berguna sebagai
monoterapi. Injeksi epinefrin juga harus diresepkan untuk pasien dengan riwayat
urtikaria yang berat dan angioedema yang dapat menyebabkan anafilaksis. 2
Antagonis reseptor leukotrien seperti zafirlukast dan montelukast telah diuji
pada pasien dengan urtikaria idiopatik kronis. Dalam 2 lengan, kontrol plasebo,
penambahan zafirlukast 20 mg dua kali sehari dan cetirizine 10 mg setiap hari
menghasilkan hasil yang sedikit baik tapi signifikan. Dalam penelitian lain tidak
ada perbedaan antara montelukast, 10 mg, dan plasebo (termasuk pada pasien
dengan intoleransi aspirin yang terjadi secara bersamaan). Kemungkinan respon
terhadap antagonis reseptor leukotrien terjadi selama 3 minggu pertama. Dengan
demikian bisa diberikan antagonis reseptor leukotriene selama 3-4 minggu dan
jika tidak ada respons, antagonis reseptor leukotrien akan dihentikan. Hal yang
menarik adalah antagonis reseptor leukotrien telah dilaporkan efektif pada
beberapa jenis urtikaria fisik seperti urtikaria dingin primer, tertunda tekanan
urtikaria dan dermatographism.9
3. Kortikosteroid
Untuk beberapa pasien dengan urtikaria yang berat dan tidak cukup
responsif terhadap antihistamin, pemberian singkat kortikosteroid oral (misalnya,
prednison, hingga 40 mg/hari selama 7 hari) dibenarkan. Namun, terapi
kortikosteroid jangka panjang harus dihindari mengingat efek samping yang
terkenal terkait dengan penggunaan jangka panjang kortikosteroid dan
meningkatkan kemungkinan mengembangkan toleransi terhadap agen ini.2
Pada kasus yang jarang, penggunaan kortikosteroid jangka panjang mungkin
dibenarkan, namun pasien harus dipantau secara ketat untuk memantau efek
28

samping dari terapi kortikosteroid. Salah satu protokol yang diterbitkan


menyarankan menggunakan prednison 15 mg sehari (sebaiknya 10 mg) dan
penurunan sebesar 1 mg setiap minggu. Jika dosis yang lebih tinggi diperlukan
untuk mengurangi gejala, obat tidak boleh digunakan. Kesimpulannya,
kortikosteroid harus digunakan dengan hemat hanya bila semua terapi lain gagal,
sampai terapi lain bisa ditemukan untuk mengendalikan gatal-gatal.9
4. Terapi Imunosupresif dan Imunomodulator
Berbagai terapi imunosupresif atau imunomodulator dapat memberikan
beberapa manfaat bagi pasien yang cukup parah, urtikaria kronis. Laporan kasus
dan uji klinis kecil lainnya juga telah ditemukan pengobatan berikut efektif untuk
pasien tertentu yang cukup parah, resisten, dan urtikaria kronik yaitu seperti
sulfasalazine; antibakteri, dapson; anti-IgE antibodi monoklonal, omalizumab;
dan intravena imunoglobulin G (IVIG). Namun, khasiat obat ini dalam
pengobatan urtikaria kronis perlu dikonfirmasi dalam jumlah besar, uji coba
terkontrol secara acak. 2
Obat-obatan imunosupresif mungkin terapi sebagai monoterapi untuk pasien
dengan urtikaria kronis yang tidak terkendali. Mungkin ada respon yang jelas
untuk obat imunosupresif di awal 1-4 minggu terapi. Beberapa pasien merespon
setelah 3-5 bulan pengobatan. Siklosporin, tacrolimus, mycophenolate mofetil,
methotrexate, azathioprine dan mizoribine telah ditemukan efektif pada beberapa
pasien dengan resisten, biasanya prednisone tergantung urtikaria kronis. Dosis
harian siklosporin awalnya adalah 5 mg/kg tetapi untuk menghindari hipertensi
dan hilangnya fungsi ginjal (sering reversibel), dosis yang lebih rendah telah
digunakan seperti 1,5-2,5 mg/kg sehari. Monitor pasien tekanan darah dua kali
seminggu dan fungsi ginjal diperiksa setiap 2 minggu pada awalnya. Jika kreatinin
serum meningkat 30%, dosis siklosporin sebaiknya dikurangi. Jika kreatinin tidak
kembali ke baseline dalam 2 minggu lagi, (setelah sebulan kenaikan), keputusan
dapat dibuat untuk menghentikan pengobatan. Dosis harian tacrolimus dilaporkan
setinggi dengan 0,05-0,07 mg/kg dua kali sehari selama 4 minggu kemudian
dikurangi dengan selama 6 minggu. Akhirnya dosis adalah 1 mg per hari.
Mikofenolat mofetil, yang tidak menyebabkan kerusakan ginjal, tetapi dapat
meningkatkan risiko infeksi, memiliki dosis mulai dari 1000 mg dua kali sehari.
29

Azathioprine dapat menyebabkan nyeri akut perut, mual, arthralgia, tes fungsi hati
yang abnormal dan cytopenias dan mungkin juga efektif sebagai monoterapi.
Penulis ini memulai terapi pada orang dewasa dengan 100 mg setiap hari. Tes
laboratorium harus diperoleh setiap 2 minggu untuk 2 bulan pertama kemudian
pada interval yang lebih rendah jika ada respon terhadap azathioprine.2,9
Immunoglobulin intravena. Satu studi menggunakan dosis rendah IVIG
(0,15 g/kg setiap 4 minggu) mengakibatkan perbaikan dari urtikaria. IVIG
mungkin efektif untuk urtikaria karena tekanan dan angioedema, urtikaria solar,
dan urtikaria vasculitis. IVIG relatif aman dengan efek samping termasuk sakit
kepala, mialgia, mual dan jarang anafilaksis, aseptik meningitis, atau gagal ginjal.
Secara umum, IVIG harus disediakan untuk pasien refrakter terhadap terapi
alternatif lainnya.9
Omalizumab efektif dalam pasien urtikaria kronis yang resisten terhadap
anti-histamin. Pengurangan pruritus dan lesi urtikaria terjadi dalam 1 minggu dari
injeksi subkutan tunggal 150 atau 300 mg dari omalizumab. Omalizumab
disetujui untuk digunakan di AS untuk urtikaria idiopatik kronis yang tidak bisa
dikendalikan oleh AH1 untuk pasien usia 12 tahun dan lebih tua. Dosis yang baik
150 mg atau 300 mg subkutan setiap 4 minggu. Tidak ada masalah keamanan baru
telah diidentifikasi dalam pengobatan pasien dengan urtikaria kronis yang
meyakinkan. Respon cepat mungkin merupakan cerminan dari 1) pengikatan
omalizumab untuk membebaskan antibodi IgE, yang terjadi dalam beberapa jam
administrasi, yang mengurangi pengikatan IgE dengan afinitas reseptor tinggi
FcRI pada basofil dan sel mast, dan 2) downregulation dari ekspresi FcRI pada
basofil darah utuh (dalam waktu 2 minggu) dan sel mast (dalam waktu 8 minggu).
Omalizumab telah dikaitkan dengan pengurangan alergen diinduksi ukuran
peninggian kulit dan perekrutan eosinofil ke tahap akhir reaksi kulit. 9
5. Antidepresan Trisiklik
Antidepresan trisiklik (doksepin) telah dipelajari dalam 2 penelitian.
Doksepin yang telah diberikan selama 30 tahun, tetap menjadi antargonis H1 dan
H2 yang kuat dan efektif pada beberapa pasien dalam mentoleransi rasa kantuk
yang dirasakan. Dalam sebuah studi dari 50 pasien, doksepin 10 mg tiga kali
sehari dibandingkan dengan diphenhydramine 25 mg tiga kali sehari. Total
30

sembuh dari pruritus dan lesi urtikaria terjadi pada 43% pasien saat menerima
doksepin dan hanya 5% saat menerima diphenhydramine. Dan dalam penelitian
lain di 16 dewasa, doksepin unggul dengan plasebo dan mengurangi bercak kulit
yang diproduksi oleh histamin dan kodein. Efek samping anti-kolinergik seperti
sembelit dan mulut kering dapat terjadi. Namun, doxepin (dan antidepresan
trisiklik lain seperti nortriptyline) mungkin bermanfaat dalam mengobati urtikaria
kronik yang sulit diobati.9
6. Terapi Lain
Colchicine, dapson dan sulfasalazine memiliki efek anti-inflamasi yang
dapat menyebabkan penurunan frekuensi dan tingkat keparahan lesi urtikaria di
tahan pengobatan urtikaria kronis. Obat ini memiliki efek samping tertentu seperti
diare untuk colchicine, hemolisis dan methemoglobinemia (bahkan pada pasien
yang cukup glukosa 6 fosfat dehidrogenase) untuk dapson, dan gejala
gastrointestinal, sakit kepala, ruam, leukopenia dan tes fungsi hati yang tinggi
untuk sulfasalazine. Sebagian besar pengalaman dari ulasan retrospektif. Mulai
dosis pada orang dewasa adalah sebagai berikut: colchicine 0,6 mg setiap hari
selama seminggu kemudian dua kali sehari; 25-100 mg setiap hari untuk dapson;
dan 500 mg setiap hari meningkatkan mingguan sampai 2000 mg setiap hari untuk
sulfasalazine.9
Pengobatan Urtikaria Fisik
Sebuah prinsip umum dari pedoman urtikaria internasional tentang
pengelolaan urtikaria adalah identifikasi dan penghapusan penyebab yang
mendasari dan atau memicu. Meskipun dalam sebagian besar Urtikaria fisik,
penyebab tidak diketahui dan tidak bisa, karena itu, dihilangkan, menghindari
pemicu dikenal bisa sangat berguna. Pengobatan di urtikaria fisik bertujuan untuk
pencegahan dan pengurangan gejala. Berikut ini adalah algoritma yang telah
diterbitkan untuk urtikaria fisik.
31

Gambar 2.19 Algoritma untuk pengobatan urtikaria kronis.

Tingkat untuk pengobatan lini pertama dengan antihistamin nonsedasi


sangat baik dalam urtikaria spontan kronis dan urtikaria fisik. Secara umum,
bagaimanapun, tingkat pengobatan antihistamin diperlukan mungkin berbeda dari
hari ke hari, tergantung pada kekuatan rangsangan eksternal dan kebutuhan
pasien. 9
2.10. Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat
diatasi, urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.1
Studi lain menyebutkan prognosis di urtikaria akut sangat baik, dengan
sebagian besar kasus menyelesaikan dalam beberapa hari. urtikaria akut biasanya
dapat dikendalikan hanya dengan menggunakan pengobatan simtomatik dengan
antihistamin. Jika faktor pemicu dapat diketahui, menghindari adalah terapi yang
paling efektif. Urtikaria akut menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi tidak
menyebabkan kematian, kecuali hal ini terkait dengan angioedema melibatkan
saluran napas atas. Morbiditas tergantung pada tingkat keparahan dan durasi dari
kondisi tersebut. Satu studi menemukan bahwa pasien urtikaria dapat memiliki
32

stres psikologis, sosial, dan pekerjaan sebagai pasien yang sedang menunggu
operasi bypass arteri koroner.4

Anda mungkin juga menyukai