Pembimbing :
dr. TRISCA FERIANTY
Disusun Oleh :
dr. Jenni Irmacikita Irawaty Saraan
1
BAB I
PENDAHULUAN
Urtikaria atau dikenal juga dengan “hives” adalah kondisi kelainan kulit berupa reaksi
vaskular terhadap bermacam-macam sebab, biasanya disebabkan oleh suatu reaksi alergi,
yang mempunyai karakteristik gambaran kulit kemerahan (eritema) dengan sedikit oedem
atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul secara cepat setelah dicetuskan
oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan. Dalam istilah awam lebih dikenal
dengan istilah “kaligata” atau “biduran”. Meskipun pada umumnya penyebab urtikaria
diketahui karena rekasi alergi terhadap alergen tertentu, tetapi pada kondisi lain dimana tidak
diketahui penyebabnya secara signifikan, maka dikenal istilah urtikaria idiopatik. Sejumlah
faktor, baik imunologik dan nonimunologik, dapat terlibat dalam patogenesis terjadinya
urtikaria. Urtikaria dihasilkan akibat adanya pelepasan histamin dari sel-sel mast dan dari
sirkulasi basofil. Faktor-faktor nonimunologik yang dapat melepaskan histamin dari sel-sel
tersebut meliputi bahan-bahan kimia, beberapa obat-obatan (termasuk morfin dan kodein),
makan makanan laut seperti lobster, udang, kerang, dan makanan-makanan lain, toksin
bakteri, serta agen fisik. Mekanisme imunologik kemungkinan terlibat lebih sering pada
urtikaria akut daripada urtikaria kronik. Mekanisme yang paling sering adalah reaksi
hipersensitivitas tipe I yang distimulasi oleh antigen polivalen yang mempertemukan dua
molekul Ig E spesifik yang mengikat sel mast atau permukaan basofil.
Prevalensi urtikaria dapat terjadi pada semua jenis kelamin dan berbagai kelompok
umur. Pada umumnya sering terjadi pada usia dewasa muda. Angka kejadian urtikaria cukup
tinggi. Penelitian di Amerika Serikat melaporkan bahwa lebih dari 20% penduduk pernah
mengalami urtikaria dan / atau angioedema selama hidupnya. Diagnosis urtikaria dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Meskipun diagnosis urtikaria
tidak sulit, tetapi mencari penyebab urtikaria sering mengalami kesulitan. Bagi dokter,
etiologi penyakit seringkali tidak diketahui, sehingga diagnosis sulit ditentukan serta
pengobatan menjadi tidak memuaskan, bahkan tidak jarang terjadi efek samping yang tidak
diinginkan akibat pengobatan yang tidak adekuat. Uji tusuk kulit dapat dipertimbangkan
ketika penyebab alergi untuk urtikaria yang dicurigai dan konfirmasinya akan berguna bagi
tata laksana, misalnya jika penghindaran pencetus sedang dipertimbangkan. Skin prick test
tidak harus dilakukan secara rutin.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
I. DEFINISI
Urtikaria adalah reaksi vaskuler dikulit akibat bermacam-macam sebab,
biasanya ditandai dengan kelainan yang berbatas pada bagian superfisial kulit, berupa
bintul (wheal) yang berbatas tegas dengan dikelilingi daerah yang eritematous. Pada
bagian tengah bintul tampak kepucatan. Biasanya kelainan ini timbul secara cepat
setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan, bersifat
sementara (transient), gatal, dan bisa terjadi di manapun di seluruh permukaan kulit.
Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk.
Angioedema adalah urtikaria yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam
daripada dermis, dapat di submukosa atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran
napas, saluran cerna dan organ kardiovaskuler. Urtikaria juga kadang dikenal sebagai
rash, biduran, hives, nettle, kaligata.
II. EPIDEMIOLOGI
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Usia, ras, jenis
kelamin, pekerjaan, lokasi geografik, dan musim dapat menjadi agen predisposisi bagi
urtikaria karena dapat mempengaruhi hipersensitivitas yang diperankan oleh IgE.
Beberapa referensi mengatakan urtikaria lebih sering mengenai wanita dibanding laki-
laki yaitu 4:1, Berdasarkan data dari National Ambulatory Medical Care Survey dari
tahun 1990 sampai dengan 1997 di USA, wanita terhitung 69% dari semua pasien
urtikaria yang datang berobat ke pusat kesehatan. Distribusi usia paling sering adalah
30-40 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun.
Urtikaria disebut akut jika berlangsung kurang dari 6 minggu. Paling sering
episode akut pada anak-anak usia di atas 10 tahun adalah karena reaksi merugikan atau
efek samping dari makanan atau karena penyakit-penyakit virus. Episode urtikaria
yang persisten melebihi 6 minggu disebut kronik dan paling sering adalah urtikaria
idiopatik atau urtikaria yang disebabkan karena autoimun. Ditemukan 40% bentuk
urtikaria saja, 49% urtikaria dan angioedema, 11% angioedema saja. Lama serangan
berlangsung bervariasi, ada yang lebih dari 1 tahun, bahkan ada yang lebih dari 20
tahun.
3
Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang
normal.
III. ETIOLOGI
1. Obat
Bermacam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik
maupun non-imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria,
secara imunologik tipe I atau II. Contohnya ialah obat-obat golongan penisilin,
sulfonamide, analgesik, pencahar, hormon dan diuretik. Sedangkan obat yang
secara non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan
histamin, misalnya kodein, opium dan zat kontras. Aspirin menimbulkan
urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.
Penisilin tercatat sebagai obat yang lebih sering menimbulkan urtikaria.
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut,
umumnya akibat reaksi imunologik, pada beberapa kasus urtikaria terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah mengkonsumsi makanan tersebut.
Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan ke dalamnya seperti
zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria
alergika. Contoh makanan yang paling sering menimbulkan urtikaria pada orang
dewasa yaitu, telur, ikan, kacang, udang, cokelat, tomat, arbei, keju, bahan
makanan yang dicampurkan asam nitrat, asam benzoat, ragi, salisilat dan
penisilin. Sedangkan pada bayi yang paling sering yaitu, susu dan produk susu,
telur, tepung, dan buah-buah sitrus (jeruk). 2% urtikaria kronik disebabkan
sensitisasi terhadap makanan.
3. Gigitan / sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat,
agaknya hal ini lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe
IV). Tetapi venom dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan
komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya menimbulkan urtika
4
bentuk papular di sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh sendiri setelah
beberapa hari, minggu, atau bulan.
4. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseovulfin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu
binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik
(tipe I). Reaksi ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan
napas.
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk
tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia,
misalnya insect repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan
ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.
7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh
- Faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda dingin.
- Faktor panas, misalnya sinar matahari, radiasi, dan panas pembakaran.
- Faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang menetes
atau semprotan air, vibrasi dan tekanan berulang-ulang (contohnya pijatan,
keringat, pekerjaan berat, demam dan emosi yang menyebabkan urtikaria
fisik, baik secara imunologik maupun non-imunologik)
Klinis biasanya terjadi di tempat yang mudah terkena trauma. Dapat timbul
urtikaria setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa
jam kemudian, fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena darier
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi
bakteri, virus, jamur, maupun infeksi parasit.
- Infeksi oleh bakteri contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi dan sinusitis.
Masih menjadi pertanyaan apakah urtikaria timbul akibat toksin bakteri atau
oleh sensitisasi.
5
- Infeksi virus hepatitis, mononukleosis dan infeksi virus coxsackie pernah
dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang idiopatik
perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis.
- Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab
urtikaria.
- Infestasi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang juga Schistosoma atau
Echinococcus dapat menyebabkan urtikaria.
- Infeksi parasit biasanya paling sering pada daerah beriklim tropis.
9. Psikis
Tekanan psikis dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Penelitian menyebutkan
bahwa 11,5% penderita urtikaria menunjukkan gangguan psikis. Penyelidikan
memperlihatkan bahwa hipnosis dapat menghambat eritema dan urtika, pada
percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema
meningkat.
10. Genetik
Faktor genetik ternyata juga berperan penting pada urtikaria dan
angiedema, walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan.
11. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria,
reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Contoh
penyakit sistemik yang sering menyebabkan urtikaria yaitu, penyakit vesiko-
bulosa, misalnya pemphigus dan dermatitis herpetiformis Duhring, sering
menimbulkan urtikaria. 7-9% penderita sistemik lupus eritematosa (SLE) dapat
mengalami urtikaria. Beberapa penyakit sistemik lain yang sering disertai
urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis
pada demam rematik dan artritis rheumatoid juvenilis.
IV. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa penggolongan urtikaria :
1. Berdasarkan lamanya serangan berlangsung
a. Urtikaria akut, bila serangan berlangsung < 6 minggu atau berlangsung
selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari. Lebih sering terjadi pada anak
muda (laki-laki lebih sering dibandingkan perempuan).
6
b. Urtikaria kronik, bila serangan berlangsung > 6 minggu. Lebih sering terjadi
pada wanita usia pertengahan.
2. Berdasarkan morfologi klinis
a. Urtikaria papular, bila berbentuk papul
b. Urtikaria gutata, bila besarnya sebesar tetesan air
c. Urtikaria girata, bila ukurannya besar-besar
d. Urtikaria anular
e. Urtikaria arsinar
3. Berdasarkan luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena
a. Urtikaria local
b. Urtikaria generalisata
c. Angioedema, bila mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis,
dapat di submukosa atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran napas,
saluran cerna dan organ kardiovaskuler.
4. Berdasarkan penyebab dan mekanisme terjadinya urtikaria
a. Urtikaria imunologik
- Bergantung pada Ig E(reaksi alergik tipe I).
✓ Pada atopic
✓ Pada antigen spesifik (polen, obat, venom).
- Ikut sertanya komplemen
✓ Pada reaksi sitotoksik (reaksi alergik tipe II)
✓ Pada reaksi kompleks imun (reaksi alergik tipe III)
✓ Defisiensi C1 esterase inhibitor (genetic)
- Reaksi alergi tipe IV
b. Urtikaria non-imunologik
- Langsung memacu sel mast, sehingga terjadi pelepasan mediator
(misalnya obat golongan opiat dan bahan kontras).
- Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat
(misalnya aspirin, obat anti inflamasi non-steroid, golongan azodyes).
- Trauma fisik, misalnya dermografisme, rangsangan dingin, panas atau
sinar, dan bahan kolinergik.
c. Urtikaria idiopatik : urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya.
7
V. PATOGENESIS
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan
cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator, misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of
anaphylaxis (SRSA) dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. Selain itu,
terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim proteolitik, misalnya kalikrin, tripsin,
plasmin dan hemotripsin di dalam sel mast.
Baik faktor imunologik maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast
ataupun basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik siklik
AMP (adenosine mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan
mediator. Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria akut daripada kronik;
biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast atau sel basofil karena adanya reseptor
Fc, bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE, maka akan terjadi degranulasi
sel mast, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini tampak jelas pada reaksi
tipe I (anafilaksis). Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik
maupun secara alternative menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang
mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom ataupun
toksin bakteri.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan
kompleks imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat
kontak dapat juga terjadi, misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga,
bahan kosmetik dan sefalosporin. Defisiensi C1 esterase inhibitor secara genetic
menyebabkan edema angioneurotic yang herediter.
8
Gambar 1. Diagram faktor imunologik dan nonimunologik yang menimbulkan urtikaria
9
Gambar 2. Urtikaria
10
tanpa urtikaria. Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria
dingin.
2. Tes alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan
melakukan tes tusuk kulit invivo (skin prick test), uji gores kulit (scratch test),
pemeriksaan IgE spesifik (radio-allergosorbent test-RASTs) atau invitro yang
mempunyai makna yang sama. Pada prinsipnya tes kulit dan RAST, hanya bisa
memberikan informasi adanya reaksi hipersensitivitas tipe I. Untuk urtikaria
akut, tes-tes alergi mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila urtikaria muncul
sebagai bagian dari reaksi anafilaksis. Untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif
seperti histamine-releasing autoantibodies, tes injeksi intradermal menggunakan
serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai sebagai
tes penyaring yang cukup sederhana.
3. Tes provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes
alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes
provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin keamanannya.
Adanya alergen kontak terhadap karet sarung tangan atau buah-buahan, dapat
dilakukan tes pada lengan bawah, pada kasus urtikaria kontak. Tes provokasi
oral mungkin diperlukan untuk mengetahui kemungkinan urtikaria akibat obat
atau makanan tertentu.
4. Tes eliminasi
Tes eleminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu. Pada
urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel. Suntikan mecholyl
intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik. Tes fisik
lainnya bisa dengan es atau air hangat apabila dicurigai adanya alergi pada suhu
tertentu.
5. Pemeriksaan Histopatologik
Walaupun tidak selalu diperlukan, pemeriksaan ini dapat membantu
menegakkan diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di
papilla dermis, geligi epidermis mendatar dan serat kolagen membengkak. Pada
tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi seluler dan pada tingkat lanjut terdapat
infiltrasi leukosit, terutama disekitar pembuluh darah.
11
VIII. DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING
Dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik yang cermat dan pemeriksaan
penunjang, maka dapat ditegakkan diagnosis urtikaria dan penyebabnya.
1. Anamnesis
Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya dan durasi rash / ruam
serta gatal dapat bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut,
rekuren, atau kronik. Untuk urtikaria kronik atau rekuren, penting untuk
mempertimbangkan faktor-faktor penyebab sebelumnya dan keefektifan
berbagai pilihan terapi.
- Tanyakan tentang faktor presipitan, seperti panas, dingin, tekanan, aktivitas
berat, cahaya matahari, stres emosional, atau penyakit kronik
(misalnya, hipertiroidisme, SLE, polimiositis, amiloidosis, polisitemia vera,
karsinoma, limfoma, rheumatoid arthritis).
- Tanyakan tentang penyakit lain yang dapat menyebabkan pruritus, seperti
diabetes mellitus (DM), insufisiensi ginjal kronik, sirosis bilier primer, atau
kelainan kulit nonurtikaria lainnya (misalnya, eczema, dermatitis kontak).
- Tanyakan tentang riwayat angioedema pada keluarga dan pribadi, dimana
urtikaria pada jaringan yang lebih dalam dan dapat mengancam nyawa jika
mengenai laring dan pita suara. Penyebab spesifik angioedema diantaranya
hereditari angioedema (defisiensi C1-inhibitors) dan acquired angioedema
(berhubungan dengan angiotensin-converting enzyme [ACE] inhibitor dan
angiotensin receptor blockers (ARBs). Karakteristik dari angioedema
meliputi di bawah ini:
12
Untuk urtikaria akut, tanyakan tentang kemungkinan pencetus/presipitan,
seperti di bawah ini:
- Penyakit sekarang (misalnya, demam, nyeri tenggorokan, batuk, pilek,
muntah, diare, nyeri kepala)
- Pemakaian obat-obatan meliputi penisilin, sefalosporin, sulfa, diuretik,
nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), iodida, bromida, quinidin,
chloroquin, vancomycin, isoniazid, antiepileptic agents, dll.
- Intravenous media radiokontras
- Riwayat bepergian (amebiasis, ascariasis, strongyloidiasis, trichinosis,
malaria)
- Makanan (eg, kerang, ikan, telur, keju, cokelat, kacang, tomat)
- Pemakaian parfum, pengering rambut, detergen, lotion, krim, atau pakaian
- Kontak dengan hewan peliharaan, debu, bahan kimia, atau tanaman
- Kehamilan (biasanya terjadi pda trimester ketiga dan biasanya sembuh
spontan segera setelah melahirkan)
- Kontak dengan bahan nikel (ex, perhiasan, kancing celana jeans), karet (ex,
sarung tangan karet, elastic band), latex, dan bahan-bahan industri
- Paparan panas atau sinar matahari
- Aktivitas berat
2. Pemeriksaan Fisik
Urtikaria mempunyai karakteristik ruam kulit pucat kemerahan dengan
elevasi kulit, dapat linier, annular (circular), atau arcuate (serpiginous). Lesi ini
dapat terjadi pada daerah kulit manapun dan biasanya sementara dan dapat
berpindah. Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang
memungkinkan menjadi presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam
nyawa. Di antaranya :
- Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak
- Angioedema pada bibir, lidah, atau laring
- Skleral ikterik, pembesaran hati, atau nyeri yang mengindikasikan adanya
hepatitis atau penyakit kolestatik hati
- Pembesaran kelenjar tiroid
- Lymphadenopati atau splenomegali yang dicurigai limfoma
13
- Pemeriksaan sendi untuk mencari bukti adanya penyakit jaringan
penyambung, rheumatoid arthritis, atau systemic lupus erythematosus (SLE)
- Pemeriksaan pulmonal untuk mencari pneumonia atau bronchospasm
(asthma)
- Extremitias untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur
- Dermographism dapat terjadi (lesi urtikaria yang berasal dari goresan ringan)
IX. PENGOBATAN
Prinsip terapi utama urtikaria adalah menghindari pajanan allergen.
- Antihistamin, terutama yang menghambat reseptor H1, merupakan terapi lini
pertama urtikaria.
• Diphenhydramin dan hydroxyzin adalah H1 blocker yang paling sering
digunakan. Ia beraksi lebih cepat daripada H1 blocker minimal sedatif. Obat-
obatan ini berpotensi sedative, dan pasien sebaiknya tidak diperbolehkan
mengendarai kendaraan dalam 6 jam dari pemberian obat.
14
• H1 blocker efektif dalam meredakan pruritus dan rash dari urtikaria akut.
• H1 blocker sedative minimal yang lebih baru seperti fexofenadine, loratadine,
desloratadine, cetirizine, dan levocetirizine digunakan terutama dalam
manajemen urtikaria kronik dari pada akut. Akan tetapi, jika urtikaria akut
persisten selama > 24-48 jam, antihistamin dengan sedative minimal sebaiknya
diberikan, dengan suplementasi antihistamin sedative jika pruritus dan urtikaria
sukar disembuhkan.
- Antihistamin H2, seperti cimetidine, famotidine, dan ranitidine, dapat berperan
ketika dikombinasikan dengan antihistamin H1 pada beberapa kasus urtikaria.
Antihistamin H1 dan H2 diduga mempunyai efek sinergis dan sering memberikan
hasil yang lebih cepat dan resolusi lengkap urtikaria daripada pemberian H1
blocker sendirian, terutama jika diberikan secara simultan secara i.v.
- Doxepin adalah antidepressant dan antihistamin yang menghambat reseptor H1 dan
H2 dan mungkin efektif pada kasus yang sulit disembuhkan dalam dosis 25-50 mg
saat tidur atau 10-25 mg 3-4 kali per hari.
- Glukokortikoid dapat menstabilisasi membran sel mast dan menghambat pelepasan
histamin lebih lanjut. Ia juga mengurangi efek inflamasi dari histamin dan mediator
lainnya.
• Keefektifan dari glukokortikoid pada urtikaria akut masih kontroversial. Dalam
satu kasus, urtikaria akut membaik lebih cepat pada kelompok yang diterapi
dengan prednisone daripada dengan kelompok yang diterapi dengan placebo.
• Pada dewasa, prednisone 40-60 mg/hari selama 5 hari. Pada anak-anak, terapi 1
mg/kg/hari selama 5 hari. Tapering off dosis kortikosteroid tidak diperlukan
pada kebenyakan kasus urtikaria akut.
- Keefektifan epinefrin pada urtikaria akut adalah kontroversial. Jika angioedema
tampak disertai dengan urtikaria, epinefrin 0.3-0.5 mg dapat diberikan secara i.m.
Tetapi harus diingat bahwa ACE-inhibitor–induced angioedema biasanya tidak
berespon terhadap epinefrin atau pada terapi umum lainnya, karena ia tidak
dimediasi IgE.
- Penggunaan methotrexate, colchicine, dapsone, indomethacin, dan
hydroxychloroquine dapat efektif dalam manajemen vasculitic urticaria.
- Pasien-pasien dengan urtikaria kronik atau rekuren sebaiknya dirujuk ke ahli kulit
untuk evaluasi dan manajemen lebih lanjut.
15
X. PROGNOSIS
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi.
Urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabmya sulit ditemukan.
16
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Nn. GK
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Perumnas I Waena
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pelajar
Berat badan : 65 kg
Pemberi Informasi : Pasien (11-02-2019)
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Bentol-bentol kemerahan yang terasa gatal di leher, dada, perut, punggung,
kedua lengan dan kedua paha sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke pelayanan 24 jam puskesmas waena dengan diantar ibunya,
dengan keluhan utama bentol-bentol kemerahan yang terasa gatal di leher, dada, perut,
punggung, kedua lengan & kedua paha sejak 1 hari yang lalu. Sebelum muncul bentol-
bentol, os mengaku mengkonsumsi udang. Di rumah, pasien hanya mengoleskan
bedak caladine yang dibeli sendiri 3 kali sehari. Gatal dirasakan terus menerus
terutama pada malam hari. Bengkak pada bibir dan kelopak mata tidak ada, demam
tidak ada, sesak napas tidak ada, riwayat bersin-bersin di pagi hari tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien mengatakan tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini
sebelumnya.
- Riwayat asma disangkal.
17
Riwayat Penyakit Keluarga
- Dalam keluarga, adik pasien punya keluhan yang sama dengan pasien jika makan
seafood.
- Dalam keluarga tidak ada yang sakit asma.
Riwayat Alergi
Alergi makanan dan obat disangkal oleh pasien.
18
• Perkusi : pekak
• Auskultasi : bunyi jantung I–II regular, murmur (-), gallop (-)
6. Abdomen
- Inspeksi : tampak datar, jejas (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal 8 x/menit
- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar : tidak teraba, lien :
tidak teraba
- Perkusi : timpani
7. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah : akaral hangat, pucat -/-, CRT < 3 detik
8. Genitalia : tidak dievaluasi
V. DIAGNOSIS KERJA
Acute Urtikaria due to food allergies (udang)
19
VII. TATALAKSANA
- Umum ➔ Edukasi
✓ Hindari allergen (dalam hal ini udang ataupun sea food)
✓ Merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri ➔ tidak perlu khawatir yang
berlebihan karena justru jika khawatir secara berlebihan akan memperberat
gejala urtikaria karena memicu stress
✓ Minum obat dan control teratur (3 hari kemudian)
- Khusus
✓ Sistemik
Cetirizine 1 x 10 mg
Dexamethazone 3 x 0,5 mg
✓ Topikal
Caladine talk 3 x sehari dilanjutkan
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien dalam kasus ini ➔ datang dengan keluhan utama bentol-bentol kemerahan yang
terasa gatal. Bentol-bentol kemerahan ini merupakan suatu reaksi vaskuler yang timbul
setelah dicetuskan oleh berbagai factor presipitasi. Sebelum muncul bentol-bentol, os
mengaku mengkonsumsi udang. Hal ini bisa mengarahkan pemikiran kita bahwa
kemungkinan penyebab munculnya urtikaria pada pasien ini adalah karena makanan.
21
jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan, saluran
cerna atau saluran napas disebut angioedema. Pada keadaan ini, jaringan yang lebih sering
terkena adalah muka, disertai sesak napas, serak dan rhinitis.
Status Lokalis / Status Dermatologis pada pasien dalam kasus ini adalah
✓ Lokasi : leher, dada, perut, punggung, kedua lengan dan kedua paha
✓ Distribusi : regional
✓ Bentuk : tidak khass
✓ Susunan : sirkumskrip
✓ Batas : tegas
✓ Ukuran : lentikuler – plakat
✓ Efloresensi : macula eritem, urtikaria
Pada pasien dalam kasus ini, bengkak pada bibir dan kelopak mata tidak ada, demam tidak
ada, sesak napas tidak ada, riwayat bersin-bersin di pagi hari tidak ada. Artinya, pada
pasien ini tidak ada angioedema dan pasien juga menyangkal adanya sakit asma dan bersin-
bersin di pagi hari, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada riwayat atopic pada pasien.
Beberapa pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membuktikan penyebab urtikaria,
diantaranya pemeriksaan darah rutin, urine rutin, feses rutin; tes alergi; tes provokasi; tes
eliminasi; pemeriksaan histopatologik.
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien dalam kasus ini, karena pasien datang
ke pelayanan 24 jam puskesmas sore hari dimana pada saat sore hari pelayanan 24 jam
puskesmas waena hanya ada pemeriksaan RDT malaria. Namun, pada pasien dalam kasus
ini masih butuh untuk melakukan pemeriksaan uji tusuk/gores kulit (skin prick/scratch test)
untuk mengidentifikasi atau menyingkirkan pencetus dari jenis allergen, benda-benda
kontaktan.
Terapi terbaik untuk urtikaria adalah mengobati penyebabnya dan jika memungkinkan
menghindari penyebab yang dicurigai. Obat lini pertama untuk urtikaria adalah antihistamin.
Selain itu, beberapa penelitian menyebutkan perlunya pemberian kortikosteroid sistemik
pada urtikaria akut dan berat.
Terapi yang diberikan pada pasien dalam kasus ini adalah terapi umum dan khusus. Terapi
umum (dalam hal ini edukasi) yang berupa :
22
✓ Merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri ➔ tidak perlu khawatir yang berlebihan
karena justru jika khawatir secara berlebihan akan memperberat gejala urtikaria karena
memicu stress
✓ Minum obat dan control teratur (3 hari kemudian)
✓ Turunkan berat badan ➔ pasien dalam kasus ini tergolong gemuk.
Pada 2009 diterbitkan Journal of Clinical Alergi dan Imunology, dalam studi terpisah
yang menggunakan data dari survei CDC. Peneliti menemukan bahwa anak yang obesitas
lebih cenderung menderita alergi, khususnya alergi makanan, dibandingkan anak dengan
berat badan normal. Tidak banyak buku yang membahas hubungan antara obesitas dan
alergi. Penjelasan yang memungkinkan untuk asosiasi pada studi ini hanyalah sebuah
teori. Dalam penelitian ini penulis menyebutkan bahwa bahwa peradanganlah yang
mempengaruhi alergi dan kenaikan berat badan. Pelepasan sitokin oleh sel lemak lalu zat
kimia meningkatkan peradangan, dan reaksi alergi juga memicu peradangan. Jadi orang
dengan tingkat peradangan tinggi dalam tubuh, cenderung menderita alergi dan obesitas.
Farmakoterapi yang diberikan pada pasien dalam kasus ini adalah antagonis reseptor
histamin. Pasien diberikan cetirizine 1 x 10 mg / hari. Cetirizine merupakan golongan
antihistamin non-klasik (AH1 generasi 2) yang tidak menyebabkan efek sedasi karena tidak
menembus sawar darah otak. Obat golongan ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar
puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan lebih lambat dan mencapai efek maksimal dalam
waktu 4 jam. Efektivitasnya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan AH1 yang klasik.
Obat golongan ini juga dikenal sehari-hari sebagai antihistamin long acting. Selain itu,
pasien dalam kasus ini juga diberikan kortikosteroid dexamethasone sebagai antiinflamasi.
Bedak caladine mengandung menthol dan campora yang berfungsi sebagai antipruritus dan
punya efek pendingin.
23
DAFTAR PUSTAKA
24